PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angaka kematian ibu ( AKI ) dan angka kematian Bayi ( AKB ) bukan saja merupakan
indicator kesehatan ibu dan bayi namun juga menggambarkan tingkat akses masyarakat
pada pelayanan kesehatan, efisien dan efektifitas dalam pengolaan program kesehtan
WHO mengeluarkan angka perkiraan kematian material diseluruh dunia bahwa sekitar
500.000 wanita hidup.
Meninggal berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran serta tahunnya. Pada tahun
1996, WHO melakukan perkiraan ulang terhadap angka Rasio Kematian Maternal
(RKM) dan ternyata dengan semakin banyak dan semakin lengkapnya informasi tentang
statistic kematian, RKM lebih tinggi dari angka semula. Atas dasar perkiraan tersebut
setiap tahun sekitar 600.000 wanita meninggal dunia berkaitan dengan proses kehamilan
dan melahirkan.
Negara-negara yang sudah berkembang ( maju ) angka RKM rata-rata adalah 27 per
100.000. kelahiran hidup, sedangkan dinegara-negara sedang berkembang rata-rata angka
RKM adalah 20x lebih tinggi ( 480 per 100.000 kelahiran hidup ) beberapa Negara
sedang berkembang masih memiliki angka RKM diatas 100 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian maternal di Indonesia termasuk tinggi dikawasan ASIA yaitu diatas 200.000
per kelahiran hidup, atau paling tinggi sesudah Laos untuk kawasan Asia Tenggara. Di
Indonesi dari SDKI 1994 dan 1997 masing-masing diperkirakan masih sekitar 390 dan
370 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan SDKI 2002-2007 masing-masing 307 dan
246 per 100.000 kelahiran hidup. Angka-angka tersebut masih jauh dari kesepakatan
Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2015 109 per dimana AKI menjadi 115
per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 25 per 1000 kelahiran hidup.
Kematian Selatan AKI tahun 2010 sebesar 109 per 100.000 kelahiran hidup. AKI
mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 120 per 100.000 kelahiran hidup. Hal
ini menujukkan AKI di Kalimantan Selatan cukup tinggi.
Masa neonates merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi
dalam 4 minggu setelah persalinaan dan 60 % kematian BBL terjadi pada 7 hari setelah
lahir. Denagn pemantauan melekat dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat
mencegah beberapa kematian ini. Factor penyebab AKI dibagi menjadi 2 yaitu kematian
ibu langsung dan tidak langsung, penyebab kematian maternal didominasi oleh
komplikasi langsung yang timbul karna kehamilan, melahirkan, dan masa nifas secara
agar ibu dpat menyusui bayi lapar (oncuc)dan membutuhkan (on demand ), hendaknya
dimulai sejak masa kehamilan rawat gabung merupakan pelaksanaan langkah ke 7 dari 10
langkah keberhasilan menyusui ( LMKM) yang tertuang pada Kepmenkes No 450 tahun
2004 tentang pemberian ASI secara eksklusif pada bayi di Indonesia.
Asi merupakan makanan terbaik dan tidak bisa digantikan oleh apapaun untuk tumbuh
kembang bayi. Berdasarkan UUD republik Indonesia (UURI) No 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
social sesuai kebutuhan fisik, mental dan social (pasal 4) dan pemerintah wajib
menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komperehensip bagi
anak. Agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam
kandungan (pasal 44 ). Dalam hal ini berkaitan dengan rawat gabung bayi mempunyai
hak untuk mendapatkan ASI untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social bayi.
Bayi sampai 6 bulan kebutuhan gizinya utnuk pertumbuhan dan kembangnya, cukup
dari ASI. Pemberian makanan yang bergizi dan aman untuk bayi dan anak merupakan
salah satu prinsip pemenuhan hak dasar anak. Pemenuhan kebutuahan gizi bayi dan anak
secara inversa universal disadari sebagai komponen penting untuk mencapai status
kesehtan yang baik sebagaimana dinyatakan kepada Conventiton of the Rights of the
Childyaitu anak mempunayi hak dan akses untuk mendapatkan makanan yang bergizi
termasuk ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), agar memperoleh status
kesehatan yang baik, lebih lanjut agar bayi dan anak terjamin dalam mendapatkan
makanan bergizi dan aman, makanan dan status gizi ibu juga perlu perhatian sejak ibu
hamil bahkan sebelum hamil pun status gizi dan kesehatan ibu atau calon ibu harus
mendapat perhatian.
Negara kita Indonesia, pada prinsipnya juga telah mengadopsi peraturan perundangundangan yang menjamin hak dasar anak, yaitu adanya UU RI No.2002 tentang
perlindungan anak pada Global Strategi For infant and Young child Feeding
(WHO/UNICEF,2002) direkomendasikan 4 hal pokok tentang pemberian makanan yang
optimal bagi bayi dan anak dibawah 24 bulan,yaitu :
1. memberikan ASI segera dalam setengah jam setelah bayi baru lahir
2. Memberi ASI secara eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan
3. Mulai memberikan MP-ASI sejak usia 6 bulan
4. Meneruskan pemberian ASI sampai usia 24 bulan atau lebih
Rekomendasi WHO/UNICEF,2002 nomor satu diatas, dapat berhasilbila diinstitusi
pelayanan kesehatan ibu dan bayi didukung dengn kebijakan perawatan ibu dan bayi
tanpa dipisah ( rawat gabung ). Kebijakan ini sebenarnya telah ada dengan
diberlakukannya program rumah sakit saying ibu dan bayi di tingkat pelayanan
kesehatan dan rujukan ( RS ), puskesmas saying ibu dan bayi ditingkat pelayanan
kesehatan dasar, sedangkan dimasyarakat adanya gerakan saying ibu dan bayi. Tetapi
dengan pemberian ASI secara eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja sejak bayi lahir
sampai usia 6 bulan (Kepmenkes, No 450 tahun 2004). Mulai usia 6 bulan bayi mulai
diberikan makanan pendamping ASI, sedangkan ASI tetap diberikan samapai bayi usia 2
tahun.
Pemberian ASI secara ekslusif selama 6 bulan ditinjau dari beberapa factor, dijumpai
adanya hambatan meskipun bayi atau anak memiliki hak memperoleh pangan yang
memadai (Konvensi Hak-hak anak yang diratifikasi menjadi Kepres No.36/1990). Hal ini
dapat dilihhat dari data SDKI tahun1995 yang menunjukan pemberian ASI Eksklusif di
indonesia hanya 3% dari 52% ibu yang menyusui.
ASI yang diberikan pada bayi telah terbukti meningkatkan kehidupan bayi dan lebih
menjamin tumbuh kembangnya. Berdasarkan laporan WHO/UNICEF, tahun 2003bahwa
60% kematian balita secara langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh karena
gizi, dan 2/3 dari kematian balitatersebut dikaitkan dengan praktek pemberian makanan
bayi dan anak yang kurang tepat. Anak yang kurang gizi akan sering sakit dan tumbuh
tidak optimal. Namun demikian meningkatnya prevalensi kegemukan dan obesitas pada
anak balita juga perlu mendapat perhatian.
Factor yang memberikan ASI Eksklusif dari ibu, keluarga, dan masyarakat adalah
kurangnya informasi tentang ASI.selain hal tersebut juga adanya sindrom susu kurang,
ibu tidak siap menyusui, dan petugas kesehatan yang memberikan cairan madu, agar bayi
tidak menangis, dan ibu bangga bila anaknya diberi susu formula.
Factor dari fasilitas kesehatan adalah tidak adanya kebijakan yang mendukung
pemberian ASI secara eksklusuf seperti rawat gabung daru rumah sakit, bahkan hanya 25
rumah sakit yang menjadi rumah sakit saying ibu.
Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan terkendala karena kurangnya
pemahaman masyarakat luas tentang pentingnya ASI, di samping masih kurangnya
dukungan pemerintah dan dunia industry, antara lain :
1. Cuti bersalin hanya 3 bulan
2. Dukungan pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan belum optimal
3. Alasan kosmetika (payudara berubah bentuk)
4. Gencarnya susu formula
5. Pengawasan pada pelanggaran tentang pemasaran susu formula belum optimal.
Dilaporkan juga bahwa secara global pemberian ASI eksklusif kepada bayi
selama 4 bulan tidak lebih 35%, sementara itu pemberian makanan pendamping ASI (
MP-ASI) sering dimulai terlalu dini, makanan yang diberikan sering tidak bergizi dan
tidak aman.
Pelaksanaan pemasaran susu formula dan pemberian ASI Eksklusif 6 bulan secara
global telah diatur dalam Internasional Code of marketing of Breast milk substitute
(WHO;1981) dan secara nasional pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Meneteri
Kesehatan No..237/Menkes/SK/IV/1997 tentang pemasaran pengganti ASI dan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/ menkes/SK/IV/2004 tentang lama pemberian
ASI secara Eksklusif pada bayi di Indonesia. Namun demikian lemahnya kedudukan
Kepmenkes dan adanya persaingan bisnis diantaranya industry susu formula telah
mendorong gencarnya pemasaran susu formula yang dalam pelaksanaannya sering
melanggar peraturan sebagaimana diatur dalam Kepmenkes No.237/Menkes/SKVI?
1997 tersebut. Contoh pelanggaran pemasaran susu formula antara lain adalah
seringnya ditemukan pemberian sampel susu formula di fasilitas pelayanan kesehatan
secara gratis bagi ibu yang melahirkan, dan masih banyak ditemukan pemasangan
logo, kalender atau poster yang berasal dari merek susu formula yang menghiasi
tempat praktek dokter,bidan,klinik,puskesmas,rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya. Ini industri tetapi juga dilakukan oleh petugas kesehatan di fasilita pelayanan
kesehatan.
Saat ini pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan pemerintah untuk
mendukung peningkatan pemberian ASI. Pelaksanaan PP tersebut nantinya
membutuhkan dukungan dan komitmen serta koordinasi dari lintas progam, lintas
sektor terkait, organisasi profesi,Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, dan pihak-pihak lainnya.
Berdasarkan hal diatas, maka Direktorat Bina Pelayanan Keperawtan Merasa
perlu menyempurnakan/ menyusun kembali Pedoman Pelayanan Rawat Gabung
sesuai dengan hasil penelitian levidence base dan perkembangan teknologi yang dapat
digunakan pada setiap tatanan pelayanan kesehatan, sehingga ibu dan bayi mendapat
pelayanan yang kuat pada masa paska salin.
C. Ruang Lingkup
Pelayanan rawat gabung merupakan pelayanan yang diberikan kepada ibu dan bayi
yang baru dilahirkan, dimana ibu dan bayi berada dalam satu tempat atau ruangan.
Dengan rawat gabung diharapkan bayi-bayi bisa mendapat ASI setiap saat sesuai dengan
kebutuhannya (onCue). Rawat gabung dapat dilaksanakan dirumah sakit,rumah bersalin,
puskesmas,polindes,dan di rumah. Perawtan rawat gabung sangat membantu ibu dalam
memulai dan menetapkan menyusui secara eksklusif.
D. Tujauan