Seminar Profesi KMB DM
Seminar Profesi KMB DM
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mengsekresi hormonhormon yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital antara
lain respon terhadap stress dan cedera, homeotasis ion, metabolisme energi
dan lain-lain. Bila terjadi gangguan pada fungsi sistem endokrin akan
menyebabkan gangguan pada sintesis dan sekresi hormon. Salah satu
penyakit yang timbul adalah diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang timbul akibat pola makan
dan gaya hidup individu yang tidak sehat. Selain itu defisiensi insulin dan
ketidakadekuat insulin dalam tubuh juga dapat menjadi faktor penyebab
penyakit ini. Kelompok yang berisiko terhadap penyakit diabetes mellitus
adalah kelompok dengan usia diatas 40 tahun, obesitas, tekanan darah tinggi
dan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus.
Menurut sumber Healthy People 2000, pada tahun 1990, di Amerika Serikat
kurang lebih 650.000 kasus baru diabetes mellitus didiagnosa setiap
tahunnya. Di Indonesia, penderita penyakit diabetes mellitus mencapai 12
juta jiwa, atau 5% dari jumlah penduduk Indonesia.
Penyakit diabetes mellitus memerlukan penganganan medis yang tepat dan
partisipasi aktif dari klien itu sendiri untuk proses pemulihan. Bila tidak,
dapat menimbulkan komplikasi metabolik akut seperti diabetik ketoasidosis
dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Di samping itu dalam
jangka
panjang
diabetes
melitus
dapat
menyebabkan
komplikasi
mikrovaskuler yang kronis yaitu nefropati pada ginjal, neuropati pada saraf
dan retinopati pada mata.
Dari masalah tadi, timbullah masalah keperawatan seperti perubahan nutrisi,
risiko tinggi infeksi, dan kurang pengetahuan. Peran perawata untuk
membantu mengatasi masalah di atas adalah promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya.(American Diabetes Association, 2005)
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Price, Sylvia A, 2005)
normal. Bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif
hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemia.
C. Etiologi (Slamet Suyono, 2006)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin / IDDM)
disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
a. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi
pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers)yang
menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan
sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin
(IAAs),
autoantibodies
to
glutamic
acid
decarboxylase
(GAD),
endokrin pada pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan
antara lain:
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan
pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Gaya Hidup Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji
yang kaya pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
pada kerja pankreas. Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada
penurunan insulin.
4. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko
diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan
cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja
pankreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya selsel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
E. Patofisiologi (Sujono Riyadi, 2008)
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan
6
komplek
reseptor
insulin
dengan
sistem
transpor
glukosa.
glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik)
dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
3. Starvasi Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari
starvasi
seluler
ini
terjadi
proses
kompensasi
seluler
untuk
tetap
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih
peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembangmenjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan
satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa
9
sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar
gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
G. Komplikasi
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma Hiplogikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam
darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam
sel.
b. Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber
alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa
maka
benda-benda
keton
akan
dipakai
sel.
Kondisi
ini
akan
hiperglikemi
yang
berkepanjangan
menyebabkan
makroangiopati
dan
neuropati
trauma
atau
tidak
terkontrolnya
infeksi
yang
mengakibatkan gangren.
H. Pencegahan
Jumlah pasien diabetes mellitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang
akan sangat meningkat akibat peningkatan kemakmuran, perubahan pola
demografi dan urbanisasi. Di samping itu juga karena pola hidup yang akan
berubah menjadi pola hidup beresiko. Mengingat jumlah pasien yang akan
membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama
disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah
pencegahan .pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak dini, baik
pencegahan primer, sekunder maupun tersier dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain.
11
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau
tahap yaitu:
1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditunjukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi
umum.Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat.
Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola
hidup sehat dan menghindaripola hidup berisiko. Menjelaskan kepada
masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Kampaye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak
rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus mulai
ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak.
Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat
badan agar tidak gemuk, denagn olah raga teratur. Dengan menganjurkan olah
raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebellumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat
dilakukan upaya untuk merncegah komplikasi atau kalaupun sudah ada
komplikasi masih reversible.
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena
populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah
berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien
untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa
sembuh. Syrat untuk mencegah komplikasi adalahkadar glukosa darah harus
selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di
samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya
tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah
dan lipit itu harus diutamakan cara-car nonfarmakologis dahulu secara
maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lainlain.bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti
pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan
12
11)
Gemuk
: BBR >110%
Obesitas
: BBR >120%
Obesitas ringan
: BBR >120-130%
Obesitas sedang
:BBR >130-140%
Obesitas berat
Normal
: BBx 30 kal/hari
Gemuk
: BBx 20 kal/hari
Obesitas
b. Selain itu juga ada cara lain untuk menentukan kebutuhan kalori yang sesuai
untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi energi
adalah 60 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 25% dari
lemak.
1) Prinsip diet yang digunakan pasien DM dengan menggunakan prinsip
Tepat 3J. yaitu
a. Tepat jumlah bahan makanan
b. Tepat jadwal makan
c. Tepat jenis bahan makanan
2) Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi penderita
diabetes mellitus harus ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik
adalah buah-buahan dan sayur-sayuran.
3) Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes
mellitus. Lemak jenuh harus dibatasi sampai sepertiga atau kurang dan
kalori lemak yang dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi
sepertiga dari total kalori lemak.
4) Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk
penderita diabetes mellitus. Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia,
dam dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.
5) Natrium individu dengan diabetes mellitus dianjurkan tidak makan lebih
dari 43 gram natrium setiap harinya. Konsumsi yang berlebihan
cenderung akan timbul hipertensi
2. Olahraga
14
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal Intensify Progressive
Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan
selama 3 hari dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan
untuk melakukan olahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur
akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa kedalam sel.
Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olahraga
sebelum makan, memakai sepatu yang sesuai ukuran dan harus didampingi
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. Penderita diabetes mellitus
yang memulai olahraga tanpa makan akan beresiko terjadinya stravasi sel
dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis sel.
Sebaiknya jenis aerobik seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang, dan
senam. Frekuensi 6 kali seminggu dengan intensitas 50-70%. Denyut Nadi
Maksimal selama 30-45 menit per yang dilakukan secara bertahap dan teratur
sangat baik untuk penderita DM. Jika penderita DM tidak pernah berolahraga
dimulai dengan berjalan lambat selama 5 menit dan dinaikkan secara bertahap.
Pada setiap sesi latihan, disarankan memulai olahraga dengan pemanasan,
peregangan, serta mengakhiri dengan pendinginan selama 5-10 menit. Sebagai
pelengkap, angkat beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang
ringan 2 sampai 3 kali per minggu dengan pengulangan 12 sampai 15 kali.
Setiap pengulanganan angkat beban per satu setnya 1 sampai 2 set yang
dilakukan secara bertahap. Penderita DM dianjurkan berolahraga pada pagi
hari dan 1 sampai 2 jam setelah makan. Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya
diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit jika
olahraga berlangsung lama.
3. Obat
a. Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila selsel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan
jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi
pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar
15
ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin
kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi
berat/perasi.
2) Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan
biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan
istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping
penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri
abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien dengan
gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau
insufisiensi cardiorespiratory.
3) Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen
usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada
kadar
insulin.
Alfa
glukosidase
inhibitor
dapat
menghambat
16
Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai
dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa
darah. Pemberian insulin selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya
3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan jam sebelum makan. Jika masih
kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan
stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai
efek maksimum setelah penyuntikan.
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI
sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI diberikan sekali sehari.
Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat diganti dengan pemberian RI
20 unit dan PZI 30 unit.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusingpusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasionaRiwayat
ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),
dilantin dan penoborbital. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
17
d. Pemeriksaan Fisik
Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
e. Aspek psikososial
f. Pemeriksaan diagnostik
fungsi ginjal.
Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkat.
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
d. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain,
penyakit jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
(Doengoes, 2000)
3. Intervensi
19
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
22
Pada bab ini kelompok akan menguraikan mengenai Asuhan Keperawatan Pada
Klien Ny. S dengan Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Lt 4 PD Rumah Sakit
Umum Daerah Koja Jakarta Utara dari tanggal 16 Agustus 2016 sampai dengan 19
Agustus 2016 dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2016. Adapun data yang berhasil
diperoleh dari hasil pengkajian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identitas diri klien
Nama klien
: Ny. S
Tempat/tanggal lahir : Tapanuli, 9 Nofember 1951
Umur
: 64 Tahun
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Tanggal masuk RS
: 15 Agustus 2016
Sumber informasi
: Rekam medis, klien, keluarga
Agama
: Kristen
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Batak
Alamat
: Tipar selatan No.1 rt 015 rw 05 Semper barat Jakarta
utara.
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi: Anak
Nama
: Tn. P
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: Sarjana
Alamat
: Tipar selatan No.1 rt 015 rw 05 Semper barat Jakarta
utara.
2. Keluhan utama saat ini
Klien masuk rumah sakit melalui IGD dengan keluhan lemas, mual, nyeri ulu
hati, tidak nafsu makan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kaki kiri
tampak luka, nyeri, VAS 4, bengkak, merah, jaringan tampak nekrotik,
terdapat pus dan berbau. Berat badan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
adalah 70 kg. Berat badan saat ini 65 kg. Tinggi badan 160 cm.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Penyakit yang pernah dialami
Sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh lemas dan kaki kiri nyeri,
ada luka di kaki kiri dari jari sampai cruris. Awalnya timbul kemerahan
dan ada gelembung. Luka dikorek-korek, dicungkil dengan sisir dan
23
4. Riwayat keluarga
Genogram
Klien
(DM)
Keterangan
Laki-laki
Tinggal serumah
Perempuan
Meninggal
24
Kondisi lingkungan: klien tinggal 7 orang dalam satu rumah. Ukura rumah 64
cm2, lantai semen. Sumber air pump untuk mencuci, masak dan minum.
Pencahayaan ada jendela untuk pencahayaan. Ventilasi baik.
5. Aspek psikososial, mekanisme koping dan aspek spiritual
Klien merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Klien tidak memiliki
penghasilan. Pencari nafkah utam adalah keluarga adalah anak laki-laki
pertama klien.
Klien adalah seorang ibu yang baik terhadap anak-anaknya. Tetapi selalu
minta pendapat dan bermusyawarah dengan anak-anaknya dalam menghadapi
masalah dan membuat keputusan.
Klien beragama Kristen, taat menjalankan ibadah. Sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit klien tidak kuat berjalan ke gereja yang terletak 500 meter dari
rumah karena ada luka di kaki.
6. Pengkajian fisik
a. Kesadaran: Kualitatif: Compos Mentis. GCS: E4 M6 V5
b. Tanda-tanda Vital:
TD: 120/70 mmHg
Nadi: 80x/menit, Kekuatan kuat, irama teratur
Suhu: 37 oC
RR: 20x/menit, irama teratur tidak cepat, suara napas vesikuler
c. Kepala dan leher
Rambut tampak kusam, tidak rapih, distribusi merata, warna hitam
keputihan, tebal, tekstur agak kasar, tidak ada alopesia pada rambut.
Mata tidak terdapat udem palpebra, bola mata simetris, penglihatan bisa
melihat jelas pada jarak 1 meter, sklera anikterik, konjuntiva anemis, pupil
isokor.
Bentuk muka bulat, tidak terdapat kelemahan pada otot wajah
d. Telinga, hidung, tenggorokan
Telinga: bentuk telinga normal dan simetris, tidak ada masalah
keseimbangan. Tidak ada keluar cairan dari telinga, tidak ada nyeri.
Hidung: Bentuk hidung simetris. Tidak ada keluaran cairan, lendir, darah
dari hidung. Indra penciuman baik.
Tenggorokan: tidak ada benjolan pada leher, tidak ada kelainan bentuk.
Tidak ada distensi vena jugularis. Tidak ada gangguan menelan. Tidak ada
pembesaran kelejar getah bening.
Gigi dan mulut: Mulut tampak bersih, terdapat karies gigi.
e. Dada
Sistem kardiovaskuler
Sistem pernapasan
Inspeksi: Pernapasan 20x/menit. Retraksi dinding dada tidak ada.
Bentuk dada simetris.
25
dan kiri.
f. Abdomen
Inspeksi: Abdomen menonjol, simetris, letak umbilikus di tengah
abdomen. Pada kulit tidak terdapat jaringan parut, ada striae, dan tidak ada
penonjolan vena. Warna kulit sawo matang.
Auskultasi: Bising usus aktif 8x/menit
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, abdomen lunak, tidak teraba
massa atau hepatosplenomegali. Limfa dan ginjal tidak teraba.
Perkusi: Batas hepar 7 cm dan letaknya di bagian garis midklavikula
kanan. Bunyi perkusi abdomen timpani.
g. Genetalia
Inspeksi: tidak ada lesi. Bentuk normal.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
h. Ekstremitas
Inspeksi: terdapat luka gangren pada ekstremitas bawah sinistra, bengkak,
merah, nekrotik dan ada pus, berbau. Warna kulit sawo matang. Tampak
kehitaman disekitar luka.
Palpasi: Kekuatan Otot
Sebelum MRS
Baik
Saat dikaji
Tidak Baik /
Nasi , lauk,
Baik
Bubur nasi,
putih
3x/hari /2000-
3x/hari /1000-
2500/hari
Dihabiskan
1500 ml/hari
Tidak dihabiskan
minum
Menu
makan/minum
Frekuensi
Porsi
26
makan/minum
Keluhan
(-)
Anoreksia
Sebelum MRS
BAB
BAK
1x/hari
5-6x/hari
Lembek
(-)
Saat dikaji
BAB
BAK
(-)
> 6/hari
(-)
(-)
Kuning
Kuning
(-)
Kuning
kecok
Khas
(-)
Khas
(-)
(-)
konstipasi
Khas
Banyak
3) Pola eliminasi
Kondisi
Frekuensi
Konsistens
i
Warna
Bau
Keluhan
4)
Kondisi
Mandi
Berpakaian
Mobilisasi
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Sebelum MRS
2
3
Saat dikaji
2
Sebelum MRS
2x/hari
1-2 jam/hari
7-8 jam/hari
Saat dikaji
1x/hari
5-6/hari
malam
Keluhan
(-)
Insomnia
27
28
Etiologi
Defisiensi insulin,
Problem
Gangguan nutrisi <
Glikoneogonesis
(normal)
Pola Nutrisi :
Selera makan
:Menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan :
Bubur ,nasi
Porsi makan : Tdk
dihabiskan
Hb : 11 gr/dl
Therapy
Rantin 2 x 1 amp/IV
2.DS DS:
Klien mengatakan
Diuretic osmotic
Kekurangan volume
cairan
Hiperglikemia, perubahan
Resiko tinggi
sirkulasi
penyebaran infeksi
Paracetamol 3x500
mg/ jika perlu
TINDAKAN KEPERAWATAN
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan
Tujuan
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
DS:
selama 1 x 24 jam,
KH :
TTV Stabil
Intake output
seimbang
Mukosa bibir
lembab
Klien tidak lemas
Turgor kulit elastis
Ht dalam rentang
normal
Eletrolit dalam
rentang normal
normal
Intervensi
1. Monitor TTV
R : Hipovolemia dapat
dimanifestasi oleh
hipotensi
2. Catat intake ouput
R : memberikan
perkiraan kebutuhan
akan cairan
3. Observasi keadaaan
umum klien
R : untuk menetahui
perubahan kondisi
pasien
4. Kaji tanda-tanda
dehidrasi
R: mencegah terjadinya
syok
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
cairan NaCl 0,9 %,
pemeriksaan lab
elektrolit
R : mencegah
Ht : 31,3 %
Na : 132 mmol/L
yang menurunkan
K :3,07 mmol/L
kadar poliuria
2.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
defisiensi insulin,
selama 3 x 24 jam
glikoneogenesis
terjadi
R : mengetahui pola
terpenuhi
KH :
Nafsu makan
bertambah
Makan habis 1 porsi
IMT dalam rentang
normal 18,5-25,5
HB dalam rentang
normal 12-14
Albumin dalam
rentang normal
Konjungtiva
ananemis
Klien tidak lemas
Frekuensi : 3x/hari
meningkatkan masukan
makanan
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
antiemetic Rantin 2 x 1
amp/IV
R: mengurangi rasa
33
mual
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
makan klien (1500
kalori setiap kali
makan)
R : mengurangi faktor
3.
penyebab hiperglikemia
1. Observasi tanda-tanda
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
perubahan sirkulasi
selama 7 x 24 jam
DS:
penyebaran infeksi
tidak terjadi.
KH:
DO:
Klien.
R: peningkatan suhu
normal.
mengindikasi kan
infeksi.
adanya penyebaran
Hasil lab:
Leokosit normal
Leukosit: 26.000
berkurang
Therapi:
Ambicim 3 x 1 gr (IV)
Humulin R 2 x 8 unit (sc)
Ketorolac 2 x 30 mg (iv)
infeksi.
3. Tingkatkan upaya
pencegahan infeksi
nosokomial dengan
mencuci tangan
sebelum dan setelah ke
pasien dan melakukan
perawatan luka.
R: mencegah
penyebaran infeksi
4. Pertahankan teknik
aseptik prosedur
invasif.
R: mencegah kerusakan
kulit lebih lanjut
5. Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan
sungguh-sugguh,
34
35
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari dan
No.
Tanggal
Tgl 16
Dx
I.
Agustus
2016
Jam : 16.00
Implementasi
1. Memonitor TTV
R: TD : 120/70 mmHg, N : 80x/
mnt, R : 20x/mnt, S : 37,4C
2. Mencatat intake dan output
cairan.
R: Intake cairan: 2700 ml/24 jam,
Output cairan: 3000 cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.
4. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R: Turgor kulit kurang elsstis,
mukosa bibir kering.
5. Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan dan
pemeriksaan lab.
R: Cairan infus NaCl 0,9%
500cc/12 jam terpasang pada
tangan kiri klien
Evaluasi
S:
Pasien mengatakan masih
sering BAK, BAK > 6 kali /24
jam
O:
Pasien tampak lemah.
Pola Eliminasi
Frekuensi : 6-8x/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas
TTV
TD: 120/70mmHg
N : 80x/mnt
R : 20xnt
S : 37C
Intake cairan : 2700cc /24
jam
Output : 3000 cc
Balance - 300cc
Turgor kulit kurang elastis
Mukosa bibir kering
Ht : 31,3 %
Na : 132 mmol/L
K :3,07 mmol/L
Gds :279 mg/dl
Keton :0,1 mmol/L
Klien tampak terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 500 cc /12 jam
A : Masalah belum teratasi
36
Tgl 16
Agustus
2016
Jam : 17.00
II.
P : Lanjutkan Intervensi
S : Pasien mengatakan masih
tidak nafsu makan dan nyeri
ulu hati masih terasa
Pasien mengantakan masih
mual
Keluarga mengatakan klien
makan habis porsi
O : Pasien tampak lemah,
makan tampak hanya habis
1/4 porsi makan, muntah tidak
ada, GDS 225 mg/dl,
konjungtiva anemis, Hb : 11
gr/dl, humulin 8 unit masuk
via sc, rantin 1 amp masuk via
iv.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Tgl 16
Agustus
2016
Jam : 15.00
20.00
4
2. Monitor Nadi dan Suhu
R/ Nadi 80 x/menit, suhu: 37,4C
3. Melakukan GV dengan teknik
aseptic
R/ terdapat rembesan pada
verban, tampak pus, berbau khas,
warna disekitar luka kemerahan,
sebagian jaringan nekrotik
4. Memberikan Ambacin 1 gr (iv),
Ketorolac 30 mg (iv)
Hari
No
dan
Tanggal
Tgl
Dx
I.
18
Agust
us
2016
Jam :
16.00
Implementasi
1. Memonitor TTV
R: TD : 120/80 mmHg, N : 84x/ mnt, R : 20x/mnt, S :
37,3C
2. Mencatat intake dan output cairan.
R: Intake cairan: 2600 ml/24 jam, Output cairan: 2800
cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.
4. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R: Turgor kulit kurang elsstis, mukosa bibir kering.
5. Memberikan cairan dan memantau hasil pemeriksaan
lab.
R: Cairan infus NaCl 0,9% 500cc/12 jam terpasang pada
tangan kiri klien, hasil lab terakhir tanggal 16 agustus
2016
Ht : 31,3 %, Na : 132 mmol/L, K : 3,07 mmol/L, Gds :
279 mg/dl, Keton :0,1 mmol/L
Evaluasi
S:
Pasien
mengatakan
masih sering
BAK, BAK
> 6 kali /24
jam
O:
Pasien
tampak
lemah.
Pola
Elimina
38
si
Frekuensi :
68x/hari
Warna :
Kuning
Bau : Khas
TTV
TD:
120/80
mmHg
N : 84x/mnt
R : 20xnt
S : 37,3C
Intake cairan
: 2600cc /24
jam
Output :
2800 cc
Balance 200cc
Turgor kulit
kurang
elastis
Mukosa bibir
kering
Ht : 31,3 %
Na : 132
mmol/L
K : 3,07
mmol/L
Gds : 279
mg/dl
Keton : 0,1
39
mmol/L
Klien tampak
terpasang
IVFD NaCl
0,9 % 500 cc
/12 jam /taki
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
40
Tgl 18 II.
Agustu
s
2016
Jam :
17.00
S : Pasien
mengatakan
masih tidak
nafsu makan
dan nyeri ulu
hati masih
terasa
Pasien
mengantakan
masih mual
Keluarga
mengatakan
klien makan
habis porsi
sc
Jam :
18.00
O : Pasien
tampak
lemah,
makan
tampak
hanya habis
1/4 porsi
makan, GDS
205 mg/dl,
konjungtiva
anemis, Hb :
11 gr/dl,
humulin 8
unit masuk
via sc, rantin
1 amp masuk
via iv,
muntah tidak
ada.
41
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
Tgl
18
Agustu
s
2016
Jam :
15.00
20.00
S : Klien
mengatakan
di kaki kiri,
bengkak,
merah,
nekrotik, ada
pus dan
berbau.
Tampak
sedikit
rembesan
pada kassa
diarea luka.
Leukosit
26.000. Suhu
: 37,3c,
nadi
84x/menit
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
Hari
No
dan
Tanggal
Tgl
19
Agust
us
2016
Jam :
Implementasi
Dx
I. 1. Memonitor TTV
R: TD : 130/80 mmHg, N : 82x/ mnt, R : 20x/mnt, S :
37,4C
2. Mencatat intake dan output cairan.
R: Intake cairan: 2800 ml/24 jam, Output cairan: 3000
cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.
Evaluasi
S:
Pasien
mengatakan
masih sering
BAK, BAK
> 6 kali /24
43
16.00
jam
O:
Pasien
tampak
lemah.
Pola
Elimina
si
Frekuensi :
68x/hari
Warna :
Kuning
Bau : Khas
TTV
TD:
130/80
mmHg
N : 82x/mnt
R : 20xnt
S : 37,4C
Intake cairan
: 2800cc /24
jam
Output :
3000 cc
Balance 200cc
Turgor kulit
kurang
elastis
Mukosa bibir
kering
44
Ht : 31,3 %
Na : 132
mmol/L
K : 3,07
mmol/L
Gds : 279
mg/dl
Keton : 0,1
mmol/L
Klien
tampak
terpasang
IVFD NaCl
0,9 % 500 cc
/12 jam /taki
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
45
Tgl 19 II
Agustu
s
2016
Jam :
17.00
S : Pasien
mengatakan
masih tidak
nafsu makan
dan nyeri ulu
hati masih
terasa
Pasien
mengantakan
masih mual
Keluarga
mengatakan
klien makan
habis 1/2
porsi
Jam :
18.00
O : Pasien
tampak
lemah,
makan
tampak
hanya habis
1/4 porsi
makan, GDS
223 mg/dl,
konjungtiva
anemis, Hb :
11 gr/dl,
humulin 8
unit masuk
via sc, rantin
1 amp masuk
via iv,
muntah tidak
46
ada.
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
Tgl
19
Agustu
s
2016
Jam :
15.00
20.00
III
S : Klien
mengatakan
luka pada
kakinya dan
terasa nyeri,
VAS 4
O : Tampak
luka gangren
47
di kaki kiri,
bengkak,
merah,
nekrotik, ada
pus dan
berbau.
Tampak
sedikit
rembesan
pada kassa
diarea luka.
Leukosit
26.000. Suhu
: 37,4c,
nadi
82x/menit
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi
48
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, kelompok akan membahas kesenjangan antara teori dan kasus yamg
ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. S diabetes mellitus tipe
II di Lantai 4 PD RSUD KOJA Jakarta Utara. Pembahasan dibuat dengan
menggunakan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis menemukan perbedaan antara teori dan kasus. Secara
teori faktor resiko diabetes mellitus tipe II adalah kelainan genetik, usia, gaya
hidup stress, pola makan yang salah, obesitas dan infeksi. Sedangkan pada kasus
Ny. S faktor resiko penyebab diabetes mellitus adalah pola hidup yang tidak
sehat, obesitas dan usia.
Secara teori tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus adalah penurunan berat
badan, polifagia, polidipsia, poliuria, kelemahan, kesemutan, rasa baal dan
penglihatan kabur. Sedangkan pada saat pengkajian pada kasus Ny. S ditemukan
49
kelemahan dan
keletihan.
Data-data di atas secara teori maupun kasus hampir sama tetapi ada tanda dan
gejala pada teori yang tidak muncul pada kasus yaitu tidak ditemukan polidipsia,
polifagia dan poliuria. Hal ini disebabkan karena sebelum masuk rumah sakit
klien sudah mempunyai riwayat DM dan mengkonsumsi obat diabetik oral tetapi
klien lupa nama obatnya dan tidak dikonsumsi secara rutin.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Pada
teori diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus adalah
kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas. Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan
masukan oral, status hipermetabolisme. Resti penyebaran infeksi berhubungan
dengan kadar glukosa tinggi.
C. Rencana Keperawatan
Pada rencana keperawatan, kelompok tidak menemukan adanya perbedaan
antara teori dan kasus. Dalam teori diagnosa keperawatan prioritas adalah
kurang volume cairan dan pada kasus diagnosa keperawatan prioritas yang
diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan.
Pada kasus, kelompok memprioritaskan kekurangan volume cairan berdasarkan
teori kebutuhan Maslow. Kekurangan volume cairan diangkat sebagai diagnosa
prioritas pada kasus karena terdapat data klien mengatakan sering BAK, Turgor
kulit kurang elastis, mukosa bibir kering, GDS meningkat. Jika tidak segera di
atasi akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dalam tubuh klien
sehingga mengganggu metabolisme sel.
D. Implementasi
Kelompok dapat melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun dalam
perencanaan
keperawatan.
Dalam
melaksanakan
tindakan
keperawatan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan pada tahap pengkajian adalah klien menderita diabetes tipe II
berdasarkan etiologifactor pola hidup yang tidak sehat , obesitas dan usia.
Pada kasus ditemukan luka ulkus pada ekstremitas bawah sinistra.
Pada diagnosa keperawatan, diagnosa pada kasus diagnosa keperawatan yang
diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan b.d. diuresis
osmotik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
defisiensi sel terhadap insulin, Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
hiperglikemi dan perubahan sirkulasi
Pada perencanaan keperawatan, pada kasus diagnosa keperawatan prioritas
yang diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan b.d..diuresis
osmotik. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
defisiensi sel terhadap insulin, Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
hiperglikemi dan perubahan sirkulasiKelompok memprioritaskan kekurangan
volume cairan berdasarkan teori kebutuhan Maslow.
Kesimpulan pada tahap implementasi, kelompok dapat melaksanakan rencana
keperawatan yang telah disusun dalam perencanaan keperawatan. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan kelompok bekerjasama dengan klien,
51
keluarga dan perawat ruangan. Pada tahap evaluasi, dari kelima diagnosa
keperawatan yang diangkat pada kasus Ny.S , ketiga diagnosa belum teratasi.
B. Saran
Dari uraian yang dikemukakan di atas, kelompok menyarankan:
1. Untuk perawat ruangan
Dokumentasi keperawatan yang cukup baik di ruangan agar dapat
dipertahankan malah jika bisa ditingkatkan untuk memudahkan
penyampaian informasi antar perawat dan tim medis lain. Selain itu,
perawat ruangan juga disarankan untuk menyediakan leaflet berhubungan
dengan tindakan keperawatan pendidikan kesehatan, khususnya untuk
klien dengan diabetes melitus untuk memudahkan dan meningkatkan
keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan.
2. Untuk klien dan keluarga
Klien dan keluarga disarankan untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pengobatan klien seperti mengatur diet dan mengkonsumsi obat sesuai
instruksi medis agar gula darah terkontrol dan tidak terjadi komplikasi
yang lebih berat.
3. Untuk mahasiswa/i
Sebagai calon perawat profesional harus lebih banyak membaca referensi
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus untuk
meningkatkan pengetahuan dan mutu asuhan keperawatan yang diberikan
52