Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mengsekresi hormonhormon yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital antara
lain respon terhadap stress dan cedera, homeotasis ion, metabolisme energi
dan lain-lain. Bila terjadi gangguan pada fungsi sistem endokrin akan
menyebabkan gangguan pada sintesis dan sekresi hormon. Salah satu
penyakit yang timbul adalah diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang timbul akibat pola makan
dan gaya hidup individu yang tidak sehat. Selain itu defisiensi insulin dan
ketidakadekuat insulin dalam tubuh juga dapat menjadi faktor penyebab
penyakit ini. Kelompok yang berisiko terhadap penyakit diabetes mellitus
adalah kelompok dengan usia diatas 40 tahun, obesitas, tekanan darah tinggi
dan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus.
Menurut sumber Healthy People 2000, pada tahun 1990, di Amerika Serikat
kurang lebih 650.000 kasus baru diabetes mellitus didiagnosa setiap
tahunnya. Di Indonesia, penderita penyakit diabetes mellitus mencapai 12
juta jiwa, atau 5% dari jumlah penduduk Indonesia.
Penyakit diabetes mellitus memerlukan penganganan medis yang tepat dan
partisipasi aktif dari klien itu sendiri untuk proses pemulihan. Bila tidak,
dapat menimbulkan komplikasi metabolik akut seperti diabetik ketoasidosis
dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Di samping itu dalam
jangka

panjang

diabetes

melitus

dapat

menyebabkan

komplikasi

mikrovaskuler yang kronis yaitu nefropati pada ginjal, neuropati pada saraf
dan retinopati pada mata.
Dari masalah tadi, timbullah masalah keperawatan seperti perubahan nutrisi,
risiko tinggi infeksi, dan kurang pengetahuan. Peran perawata untuk
membantu mengatasi masalah di atas adalah promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus


tersebut dalam makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.
S dengan Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Lt 4 PD RSUD KOJA Jakarta
Utara.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah meliputi tujuan umum dan tujuan
khusus.
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mendapatkan pengalaman nyata dalam merawat klien
dengan diabetes mellitus tipe II di ruang perawatan Lt 4 PD RSUD
KOJA.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus
tipe II.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan dan merumuskan diagnosa
keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus tipe II.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes mellitus tipe II.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
diabetes mellitus tipe II.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan diabetes
mellitus tipe II.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara tinjauan
pustaka dan tinjauan kasus mulai pengkajian, diagnosa, perencanaan
dan evaluasi keperawatan.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi pada kasus klien dengan diabetes mellitus tipe II.
h. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
diabetes mellitus tipe II.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah khusus membahas tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. S dengan Diabetes Mellitus Tipe II di
Ruang Lt4 PD RSUD KOJA Jakarta Utara sejak tanggal 16 Agustus 2016
sampai dengan 18 Agustus 2016.
D. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif


untuk menggambarkan keadaan klien Ny. S dengan diabetes mellitus tipe II.
Di dalam mengumpulkan data kelompok menggunakan cara:
1. Wawancara: mengumpulkan data dengan cara wawancara, tanya jawab
langsung dengan klien, keluarga dan perawat ruangan.
2. Observasi: mengamati secara langsung keadaan klien
3. Studi kepustakaan: membaca berbagai literatur sebagai acuan dalam
penulisan makalah ilmiah ini sesuai dengan kasus
4. Studi kasus: memberi asuhan keperawatan secara langsung kepada klien
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahulan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang
lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan Pustaka terdiri dari pengertian, klasifikasi diabetes
mellitus, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pencegahan, penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan.
BAB III : Tinjauan kasus terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi
BAB IV : Pembahasan yang membahas kesenjangan yang ditemukan antara
teori dan kasus mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
BAB V : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya.(American Diabetes Association, 2005)
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
(Price, Sylvia A, 2005)

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.(Smeltzer, Suzanne C,
2001)
B. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes melitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:
1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan
dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada
insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia
muda). Kelainan ini terjadi karena kelainan kerusakan sistem imunitas
(kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di
pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan produksi insulin.
2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada
semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada kecenderungan
familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stres.

3. Diabetes Melitus tipe yang lain


Yaitu Diabetes melitu yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas,
hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin dan
sindroma genetik tertentu.
4. Impared Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau
menjadi normal atau tetap tidak berubah.
5. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang
pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm
kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai tiga kali lipat dari keadaan

normal. Bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif
hipoinsulin maka mengakibatkan hiperglikemia.
C. Etiologi (Slamet Suyono, 2006)
1. Diabetes Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin / IDDM)
disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
a. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi
pada tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers)yang
menunjukkan pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan
sel beta, seperti "islet cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin
(IAAs),

autoantibodies

to

glutamic

acid

decarboxylase

(GAD),

dan antibodies to tyrosine phosphatase IA-2


b. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin /
NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling
sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita
diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di
negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin,
dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita
sering tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan
sehingga tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok
diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler
sekaligus.
D. Faktor Resiko (Sujono Riyadi, 2008)
Penyebab resistensi insulin pada diabetes melius menurut Sujono Riyadi dalam
bukunya Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan eksokrin dan
5

endokrin pada pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan
antara lain:
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan
pada gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Gaya Hidup Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji
yang kaya pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan
meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
pada kerja pankreas. Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada
penurunan insulin.
4. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko
diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan
cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja
pankreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya selsel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
E. Patofisiologi (Sujono Riyadi, 2008)
Pada diabetes melitus tipe 1 terjadi fenomena autoimun yang ditentukan secara
genetik dengan gejala yang akhirnya menuju proses bertahap perusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini berkaitan dengan
6

tipe histokompabilitas (Human Leucocyt Antigen/HLA) spesifik. Tipe gen


histokompabilitas ini adalah yang memberi kode pada protein yang berperan
penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T yang
merupakan bagian normal dari sistem imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit
T yang terganggu akan berperan penting dalam patogenesis perusakan pulau
langerhans.
Sedangkan pada diabetes melitus tipe 2 berkaitan dengan kelainan sekresi insulin,
serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin. Pada tipe ini terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor yang disebabkan oleh berkurangnya tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidakabnormalan reseptor intrinsik insulin. Akibatnya, terjadi penggabungan abnornmal
antara

komplek

reseptor

insulin

dengan

sistem

transpor

glukosa.

Ketidakabnormalan posreseptor ini dapat menggangu kerja insulin. (Sylvia A


Price:2006)
Jadi sebagian besar patologi Diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek
utama kekurangan insulin. Keadaan patologi tersebut akan berdampak
hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan starvasi seluler.
1. Hiperglikemia
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa dalam tubuh akan difasilitasi
oleh insulin untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa ini kemudian diolah
menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa
akan disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan sel-sel otot proses
glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah
hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat
berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah
(hiperglikemia).
2. Hiperosmolaritas
Pada penderita diabetes melitus hiperosmolaritas terjadi karena peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam darah akan
berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk mengabsorbsi dan
memfiltrasi glukosa. Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan
7

glukosa melalui urin (glukosuria). Ekresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis akan menyebabkan kehilangan sebagian besar air (diuresis osmotik)
dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
3. Starvasi Seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena
glukosa sulit masuk padahal disekeliling sel banyak glukosa. Dampak dari
starvasi

seluler

ini

terjadi

proses

kompensasi

seluler

untuk

tetap

mempertahankan fungsi sel antara lain:


a. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi
jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka
dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot
memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk
dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga menggunakan
asam lemak bebas (keton). Kondisi ini ini berdampak pada penurunan
massa otot, kelemahan otot dan rasa mudah lelah.
b. Strarvasi seluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang
diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Proses ini akan
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur
nitrogen (sebagai unsur pembentuk protein) tidak digunakan kembali
untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan
dieksresikan melalui urin. Depresi protein akan berakibat tubuh
menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya
pengembalian jaringan yang rusak.
c. Starvasi juga akan berdampak peningkatan mobilisasi lemak
(lipolisis) asam lemak bebas. Trigliserida dan gliserol yang meningkat
bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses
ketogenesis yang digunakan untuk melakukan aktivitas sel.
d. Starvasi juga akan meningkatkan mekanisme penyesuaian tubuh
untuk meningkatkan pemasukan dan munculnya rasa ingin makan
(polifagi).
F. Manifestasi Klinis
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
8

sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih
peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah
menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembangmenjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan
satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau
penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa
tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa
9

sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar
gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
stres, misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami
dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan
suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik - hiperosmolar non-ketotik.
G. Komplikasi
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Koma Hiplogikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetic yang
melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam
darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam
sel.
b. Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber
alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa
maka

benda-benda

keton

akan

dipakai

sel.

Kondisi

ini

akan

mengakibatkan penumpukan residu pembongkaran benda-benda keton


yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis.
c. Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel
karena banyak diekresi lewat urin.
2. Komplikasi yang bersifat kronik
a. Makroangipati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada
pembuluh darah besar dapat mengalami atherosclerosis sering terjadi pada
DMTII/NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler
otak, penyakit arteri koronaria dan penyakit vaskuler perifer.
b. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika,
nefropati diabetic. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai
dengan penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan
pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi
neuropati,nefropati, dan retinopati.
1) Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan
fingsi ginjal yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
Tubulus dan glomerulus penyakit ginjal dapat berkembang dari
proteinuria ringan ke ginjal.
10

2) Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan


protein dalam retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam
penglihatan. Retinopati mempunyai dua tipe yaitu:
a) Retinopati back graund dimulai dari mikroneuronisma di dalam
pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.
b) Retinopati proliferasi yang merupakan perkembangan lanjut dari
retinopati back ground, terdapat pembentukan pembuluh darah
baru pada retina akan berakibat pembuluh darah menciut dan
menyebabkan tarikan pada retina dan perdarahan di dalam rongga
vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak yang disebabkan
oleh

hiperglikemi

yang

berkepanjangan

menyebabkan

pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.


3) Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik
mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan
sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.
4) Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran
kemih.
5) Kaki diabetik
Perubahan
mikroangiopati,

makroangiopati

dan

neuropati

menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya


dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan
sensasi dan hilangnya fungsi saraf sensorik dapat menunjang
terjadinya

trauma

atau

tidak

terkontrolnya

infeksi

yang

mengakibatkan gangren.
H. Pencegahan
Jumlah pasien diabetes mellitus dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang
akan sangat meningkat akibat peningkatan kemakmuran, perubahan pola
demografi dan urbanisasi. Di samping itu juga karena pola hidup yang akan
berubah menjadi pola hidup beresiko. Mengingat jumlah pasien yang akan
membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama
disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah
pencegahan .pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan sejak dini, baik
pencegahan primer, sekunder maupun tersier dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait seperti pemerintah, LSM, dan lain-lain.
11

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau
tahap yaitu:
1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditunjukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi
umum.Pencegahan ini adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi
sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat.
Cakupanya menjadi sangat luas. Semua pihak harus mempropagandakan pola
hidup sehat dan menghindaripola hidup berisiko. Menjelaskan kepada
masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Kampaye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak
rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus mulai
ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak.
Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat
badan agar tidak gemuk, denagn olah raga teratur. Dengan menganjurkan olah
raga kepada kelompok risiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebellumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat
dilakukan upaya untuk merncegah komplikasi atau kalaupun sudah ada
komplikasi masih reversible.
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena
populasinya lebih kecil, yaitu pasien DM yang sudah diketahui dan sudah
berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak mudah memotivasi pasien
untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa
sembuh. Syrat untuk mencegah komplikasi adalahkadar glukosa darah harus
selalu terkendali mendekati nangka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di
samping itu tekanan darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya
tidak ada resistensi insulin, dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah
dan lipit itu harus diutamakan cara-car nonfarmakologis dahulu secara
maksimal, misalnya dengan diet dan olah raga, tidak merokok dan lainlain.bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti
pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan
12

pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari


rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas. Di samping
itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Usaha ini
akan lebih berhasil bila cakupan pasien DM juga luas , artinya selain pasien
DM yang selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien DM
yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan
risiko tingi.
3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi
b. Mencegah progesi dari pada komplikasi untuk tidak menjurus kepada
penyakit organ dan kegagalan organ
c. Mencegah kecacatan tubuh
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali baik antara dokter
ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya.dalam
hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien
untuk mengendalikan komplikasinya.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Diit
a. Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1) Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah ke kadar normal.
2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.
5) Menyesuaikan berat badan ke berat badan normal
6) Menberikan modifikasi diet sesuai keadaaan
7) Menurunkan gula dalam urine menjadi negative
8) Penentuan jumlah kalori diet pasien DM
Untuk menentukan diet kita harus diketahui terlebih kebutuhan energi
dari penderitadiabetes mellitus. Kebutuhan itu dapat kita tentukan
sebagai berikut:
9) Menentukan presentase RBW (Relatif Body Weight) atau BBR (Berat
Badan Relatif)
BBR = BB x 100% / TB-100
10) Menentukan klasifikasi gizi penderita DM:
Kurus (underweight): BBR < 90%
Normal

: BBR < 90-100%


13

11)

Gemuk

: BBR >110%

Obesitas

: BBR >120%

Obesitas ringan

: BBR >120-130%

Obesitas sedang

:BBR >130-140%

Obesitas berat

: BBR > 140%

Menentukan kebutuhan kalori:


Kurus

: BBx 40-60 kal/hari

Normal

: BBx 30 kal/hari

Gemuk

: BBx 20 kal/hari

Obesitas

: BBx 10-15 kal/hari

b. Selain itu juga ada cara lain untuk menentukan kebutuhan kalori yang sesuai
untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi energi
adalah 60 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 25% dari
lemak.
1) Prinsip diet yang digunakan pasien DM dengan menggunakan prinsip
Tepat 3J. yaitu
a. Tepat jumlah bahan makanan
b. Tepat jadwal makan
c. Tepat jenis bahan makanan
2) Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi penderita
diabetes mellitus harus ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik
adalah buah-buahan dan sayur-sayuran.
3) Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes
mellitus. Lemak jenuh harus dibatasi sampai sepertiga atau kurang dan
kalori lemak yang dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi
sepertiga dari total kalori lemak.
4) Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk
penderita diabetes mellitus. Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia,
dam dapat mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.
5) Natrium individu dengan diabetes mellitus dianjurkan tidak makan lebih
dari 43 gram natrium setiap harinya. Konsumsi yang berlebihan
cenderung akan timbul hipertensi
2. Olahraga
14

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal Intensify Progressive
Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan
selama 3 hari dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan
untuk melakukan olahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur
akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa kedalam sel.
Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olahraga
sebelum makan, memakai sepatu yang sesuai ukuran dan harus didampingi
orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. Penderita diabetes mellitus
yang memulai olahraga tanpa makan akan beresiko terjadinya stravasi sel
dengan cepat dan akan berdampak pada nekrosis sel.
Sebaiknya jenis aerobik seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang, dan
senam. Frekuensi 6 kali seminggu dengan intensitas 50-70%. Denyut Nadi
Maksimal selama 30-45 menit per yang dilakukan secara bertahap dan teratur
sangat baik untuk penderita DM. Jika penderita DM tidak pernah berolahraga
dimulai dengan berjalan lambat selama 5 menit dan dinaikkan secara bertahap.
Pada setiap sesi latihan, disarankan memulai olahraga dengan pemanasan,
peregangan, serta mengakhiri dengan pendinginan selama 5-10 menit. Sebagai
pelengkap, angkat beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang
ringan 2 sampai 3 kali per minggu dengan pengulangan 12 sampai 15 kali.
Setiap pengulanganan angkat beban per satu setnya 1 sampai 2 set yang
dilakukan secara bertahap. Penderita DM dianjurkan berolahraga pada pagi
hari dan 1 sampai 2 jam setelah makan. Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya
diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit jika
olahraga berlangsung lama.
3. Obat
a. Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila selsel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan
jaringan terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi
pemberian obat golongan sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar
15

ideal kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan insulin
kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress akut, seperti infeksi
berat/perasi.
2) Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan
biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan
istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Efek samping
penggunaan obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri
abdomen dan diare. Metformin telah digunakan pada klien dengan
gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol, kehamilan atau
insufisiensi cardiorespiratory.
3) Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam
saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen
usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada
kadar

insulin.

Alfa

glukosidase

inhibitor

dapat

menghambat

bioavailabilitas metformin. Jika dibiarkan bersamaan pada orang


normal.
4) Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan
hipoglikemia.
4. Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang penting
menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982, diantaranya adalah:
a. Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh
obatnya: Actrapid.
b. Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12jam.
c. Yang kerjanya lambat: PZI (protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 1824jam.

16

Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai
dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa
darah. Pemberian insulin selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya
3 x 8 unit) yang disuntikkan subkutan jam sebelum makan. Jika masih
kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit per tiap suntikan. Setelah keadaan
stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang atau lama PZI mempunyai
efek maksimum setelah penyuntikan.
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI
sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI diberikan sekali sehari.
Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat diganti dengan pemberian RI
20 unit dan PZI 30 unit.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit
yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusingpusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasionaRiwayat
ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),
dilantin dan penoborbital. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
17

d. Pemeriksaan Fisik

Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan

mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.


Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,

hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)


Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam),

RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.


Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah

meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.


Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare

(bising usus hiper aktif).


Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,

dan sulit orgasme pada wanita


Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek

tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.


Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.

e. Aspek psikososial

Stress, anxientas, depresi


Peka rangsangan
Tergantung pada orang lain

f. Pemeriksaan diagnostik

Gula darah meningkat > 200 mg/dl


18

Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok


Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
Alkalosis respiratorik
Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis
Hemokonsentrasi : menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan

fungsi ginjal.
Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.
Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.


Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.
Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
d. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain,
penyakit jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
(Doengoes, 2000)
3. Intervensi

19

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,


kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul : kulit kering, turgor buruk,Peningkatan
haluaran urin, urine encer, haus, lemah
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit
dalam batas normal.
Intervensi
Mandiri
1. Pantau tanda vital. R/ Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi
dan takikardi.
2. Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. R/ Demam, kulit kemerahan,
kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin. R/ Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan terapi.
4. Ukur BB setiap hari. R/ Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam
memberikan cairan pengganti.
5. Pertahankan cairan yg dapat diberikan (sesuai indikasi). R/ Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6. Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis. R/
Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan
menimbulkan kehilangan cairan.
7. Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah,
distensi lambung. R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah
motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi
kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8. Berikan terapi cairan sesuai indikasi. R/ Tipe dan jumlah cairan
tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara
individual.
9. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
R/ Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

20

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme,
kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexi
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat
energi biasanya, BB stabil
Intervensi
Mandiri
1. Timbang BB setiap hari. R/ Mengkaji pemasukan makananyang
adekuat (termasuk absorpsi).
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan pasien. R/ Mengidentifikasi kekurangan
dan penyimpangan dari kebutuhan.
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.R/
Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi
atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Identifikasi makanan yang disukai. R/ Jika makanan yang disukai
dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat
diupayakan setelah pulang.
5. Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. R/
Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
nutrisi pasien.
6. Kolaborasi dengan ahli diet dalam pemberian makan klien. R/
Bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan pasien.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, perubahan
sirkulasi.
Data : Tampak ulkus diabetikum
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. R/ Pasien mungkin
masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
21

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua


orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.
R/ Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. R/ Kadar glukosa tinggi
akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage
daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan
kencang. R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5. Bantu pasien melakukan oral higiene. R/ Menurunkan resiko
terjadinya penyakit mulut.
6. Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. R/ Menurunkan
kemungkinan terjadinya infeksi.
7. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik yang sesuai. R/ Penanganan
awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
.

BAB III
TINJAUAN KASUS

22

Pada bab ini kelompok akan menguraikan mengenai Asuhan Keperawatan Pada
Klien Ny. S dengan Diabetes Mellitus Tipe II di Ruang Lt 4 PD Rumah Sakit
Umum Daerah Koja Jakarta Utara dari tanggal 16 Agustus 2016 sampai dengan 19
Agustus 2016 dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2016. Adapun data yang berhasil
diperoleh dari hasil pengkajian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identitas diri klien
Nama klien
: Ny. S
Tempat/tanggal lahir : Tapanuli, 9 Nofember 1951
Umur
: 64 Tahun
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Tanggal masuk RS
: 15 Agustus 2016
Sumber informasi
: Rekam medis, klien, keluarga
Agama
: Kristen
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Batak
Alamat
: Tipar selatan No.1 rt 015 rw 05 Semper barat Jakarta
utara.
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi: Anak
Nama
: Tn. P
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: Sarjana
Alamat
: Tipar selatan No.1 rt 015 rw 05 Semper barat Jakarta
utara.
2. Keluhan utama saat ini
Klien masuk rumah sakit melalui IGD dengan keluhan lemas, mual, nyeri ulu
hati, tidak nafsu makan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kaki kiri
tampak luka, nyeri, VAS 4, bengkak, merah, jaringan tampak nekrotik,
terdapat pus dan berbau. Berat badan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
adalah 70 kg. Berat badan saat ini 65 kg. Tinggi badan 160 cm.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
a. Penyakit yang pernah dialami
Sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh lemas dan kaki kiri nyeri,
ada luka di kaki kiri dari jari sampai cruris. Awalnya timbul kemerahan
dan ada gelembung. Luka dikorek-korek, dicungkil dengan sisir dan
23

membengkak. Di bawa ke RSUD KOJA. Klien memiliki riwayat DM


sejak 5 tahun yang lalu, minum obat tidak teratur dan lupa nama obatnya.
Hipertensi, masalah jantung, paru dan ginjal disangkal.
b. Kebiasaan klien sebelum sakit
Klien mengatakan suka makan makanan yang manis
Klien mengkonsumsi obat kencing manis tapi lupa namanya dan tidak
rutin diminum.
Klien mengatakan sehari makan 3-4 kali, tidak ada keluhan mual dan
muntah.klien mengatakan sering jajan makanan manis dan gorengan tanpa
sepengetahuan keluarga.
Klien tidur 6 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit tidur terganggu karena sering BAK ke kamar
mandi.
Hubungan suami istri tetap baik walaupun mereka jarang melakukan
hubungan seksual sejak klien jatuh sakit. Suami dapat memahami kondisi
kesehatan istrinya dan tidak mengeluh tentang hubungan seksual.

4. Riwayat keluarga
Genogram

Klien
(DM)

Keterangan
Laki-laki
Tinggal serumah

Perempuan

Meninggal

24

Kondisi lingkungan: klien tinggal 7 orang dalam satu rumah. Ukura rumah 64
cm2, lantai semen. Sumber air pump untuk mencuci, masak dan minum.
Pencahayaan ada jendela untuk pencahayaan. Ventilasi baik.
5. Aspek psikososial, mekanisme koping dan aspek spiritual
Klien merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Klien tidak memiliki
penghasilan. Pencari nafkah utam adalah keluarga adalah anak laki-laki
pertama klien.
Klien adalah seorang ibu yang baik terhadap anak-anaknya. Tetapi selalu
minta pendapat dan bermusyawarah dengan anak-anaknya dalam menghadapi
masalah dan membuat keputusan.
Klien beragama Kristen, taat menjalankan ibadah. Sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit klien tidak kuat berjalan ke gereja yang terletak 500 meter dari
rumah karena ada luka di kaki.
6. Pengkajian fisik
a. Kesadaran: Kualitatif: Compos Mentis. GCS: E4 M6 V5
b. Tanda-tanda Vital:
TD: 120/70 mmHg
Nadi: 80x/menit, Kekuatan kuat, irama teratur
Suhu: 37 oC
RR: 20x/menit, irama teratur tidak cepat, suara napas vesikuler
c. Kepala dan leher
Rambut tampak kusam, tidak rapih, distribusi merata, warna hitam
keputihan, tebal, tekstur agak kasar, tidak ada alopesia pada rambut.
Mata tidak terdapat udem palpebra, bola mata simetris, penglihatan bisa
melihat jelas pada jarak 1 meter, sklera anikterik, konjuntiva anemis, pupil
isokor.
Bentuk muka bulat, tidak terdapat kelemahan pada otot wajah
d. Telinga, hidung, tenggorokan
Telinga: bentuk telinga normal dan simetris, tidak ada masalah
keseimbangan. Tidak ada keluar cairan dari telinga, tidak ada nyeri.
Hidung: Bentuk hidung simetris. Tidak ada keluaran cairan, lendir, darah
dari hidung. Indra penciuman baik.
Tenggorokan: tidak ada benjolan pada leher, tidak ada kelainan bentuk.
Tidak ada distensi vena jugularis. Tidak ada gangguan menelan. Tidak ada
pembesaran kelejar getah bening.
Gigi dan mulut: Mulut tampak bersih, terdapat karies gigi.
e. Dada
Sistem kardiovaskuler
Sistem pernapasan
Inspeksi: Pernapasan 20x/menit. Retraksi dinding dada tidak ada.
Bentuk dada simetris.
25

Palpasi: taktil premitus simetris pada paru kanan dan kiri


Perkusi: bunyi paru resonan
Mammae
Inspeksi: Payudara simetris, puting susu menonjol, tidak ada lesi.
Palpasi: Tidak teraba massa pada payudara.
Axila
Palpasi: Ekspansi paru baik, taktil premitus simetris pada axila kanan

dan kiri.
f. Abdomen
Inspeksi: Abdomen menonjol, simetris, letak umbilikus di tengah
abdomen. Pada kulit tidak terdapat jaringan parut, ada striae, dan tidak ada
penonjolan vena. Warna kulit sawo matang.
Auskultasi: Bising usus aktif 8x/menit
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, abdomen lunak, tidak teraba
massa atau hepatosplenomegali. Limfa dan ginjal tidak teraba.
Perkusi: Batas hepar 7 cm dan letaknya di bagian garis midklavikula
kanan. Bunyi perkusi abdomen timpani.
g. Genetalia
Inspeksi: tidak ada lesi. Bentuk normal.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
h. Ekstremitas
Inspeksi: terdapat luka gangren pada ekstremitas bawah sinistra, bengkak,
merah, nekrotik dan ada pus, berbau. Warna kulit sawo matang. Tampak
kehitaman disekitar luka.
Palpasi: Kekuatan Otot

i. Pola Fungsi Kesehatan


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien tidak merokok dan tidak meminum alkohol serta tidak alergi
makanan dan obat.
2) Pola nutrisi dan cairan
Kondisi
Selera makan/

Sebelum MRS
Baik

Saat dikaji
Tidak Baik /

Nasi , lauk,

Baik
Bubur nasi,

sayur, buah, air

extrak/ air putih

putih
3x/hari /2000-

3x/hari /1000-

2500/hari
Dihabiskan

1500 ml/hari
Tidak dihabiskan

minum
Menu
makan/minum
Frekuensi
Porsi

26

makan/minum
Keluhan

(-)

Anoreksia

Sebelum MRS
BAB
BAK
1x/hari
5-6x/hari
Lembek
(-)

Saat dikaji
BAB
BAK
(-)
> 6/hari
(-)
(-)

Kuning

Kuning

(-)

Kuning

kecok
Khas
(-)

Khas
(-)

(-)
konstipasi

Khas
Banyak

3) Pola eliminasi
Kondisi
Frekuensi
Konsistens
i
Warna
Bau
Keluhan

4)
Kondisi

Pola aktivitas dan latihan


0

Mandi
Berpakaian
Mobilisasi
Pindah
Ambulasi
Naik tangga

Sebelum MRS
2
3

Saat dikaji
2

Ket. 0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = dibantu orang lain, 3 = dibantu orang


lain dan alat, 4 = Tidak mampu

5) Pola kognitif perseptual


Mental : Sadar, bicara : normal, bahasa yang digunakan : Indonesia,
kemampuan membaca : Baik , kemampuan komunikasi / Interaksi : baik,
6)

pendengaran & penglihatan :Normal


Pola istirahat dan tidur
Kondisi
Frekuensi
Tidur siang
Tidur

Sebelum MRS
2x/hari
1-2 jam/hari
7-8 jam/hari

Saat dikaji
1x/hari
5-6/hari

malam
Keluhan

(-)

Insomnia
27

7) Pola konsep diri


Peran sebagai ibu dan istri terganggu, pasien cemas akan keluarganya
8) Pola koping-intoleransi stress
Pasien menggunakan pola koping yang adaptif yaitu pasien berdoa kepada
Tuhan untuk kesembuhannya.
9) Pola peran-hubungan
Pasien memiliki peran sebagai ibu & istri di rumah, hubungan antar
keluarga dan masyarakat baik
10) Pola seksual-reproduksi
Pasien terakhir menstruasi 4 tahun yang lalu
11) Pola nilai dan kepercayaan
Pasien beragama Kristen, dia selalu berdoa kepada Tuhan Yesus.
7. Data Laboratorium
Tanggal
: 15 Agustus 2016
Hematologi
Hemoglobin : 11 g/dl
Leukosit
: 26.000 ribu/l
Hematokrit
: 31,3%
Trombosit
: 376.000
GDS
: 279 mg/dL
Keton
: 0,1 mmol/L
Ureum darah : 133,5 mg/dl
Kreatinin darah: 2,2 mg/dl
Elektrolit
Natrium darah : 123 mEq/L
Kalium darah : 3,07 mEq/L
Klorida Darah : 95 mEq/L
8. Hasil pemeriksaan Diagnostik lain
Radiologi tgl 15 Agustus 2016:
CTR 50%, cor dan pulmo dalam batas normal.
EKG tgl 15 Agustus 2016:
Irama: teratur, sinus rhytm, QRS dalam batas normal, axis normal, segmen ST
dan T normal.
9. Pengobatan
Injeksi: Ambacim 3 x 1 gr intra vena
Ketorolac 2 x 30 mg intra vena
Rantin 2 x 1 amp intra vena
Humulin R 2 x 8 unit Subkutan
Oral: Paracetamol 3 x 500 mg peroral jika perlu

28

B. Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan DM Tipe II


ANALISA DATA
No
Data
1.DS DS : Pasien
mengatakan tidak ada

Etiologi
Defisiensi insulin,

Problem
Gangguan nutrisi <

Glikoneogonesis

dari kebutuhan tubuh

nafsu makan karena


nyeri pada ulu hati
dan mual.
Keluarga klien
mengatakan klien
makan habis 2-3
sendok makan.
DO : klien tampak
meringis memegangi
ulu hatinya
Klien tampak lemas
Tampak anemis
BB : 65 kg, TB : 160
cm, IMT = 20,3
29

(normal)
Pola Nutrisi :
Selera makan
:Menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan :
Bubur ,nasi
Porsi makan : Tdk
dihabiskan
Hb : 11 gr/dl
Therapy
Rantin 2 x 1 amp/IV

2.DS DS:
Klien mengatakan

Diuretic osmotic

Kekurangan volume
cairan

sering BAK, BAK >6


kali/24 jam
DO
DO:
Klien tampak lemah
Pola Eliminasi
Frekuensi : 6-8x/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas
TTV
TD : 120/70mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37C
Intake cairan :
30

2500cc /24 jam


Output : 3000 cc
Balance - 500cc
Turgor kulit kurang
elastis
Mukosa bibir kering
Ht : 31,3 %
Na : 132 mmol/L
K :3,07 mmol/L
Gds :279 mg/dl
Keton :0,1 mmol/L
Klien tampak
terpasang IVFD NaCl
0,9 % 500 cc /12 jam
3.Dd DS:
Klien mengatakan

Hiperglikemia, perubahan

Resiko tinggi

sirkulasi

penyebaran infeksi

nyeri pada luka di


kaki kiri. VAS
DO:
Terdapat luka gangren
di kaki kiri dari jari
sampai cruris, luka
tampak bengkak,
merah, jaringan
nekrotik, ada pus dan
berbau.
Hasil lab:
Leukosit: 26.000
GDS: 279 mg/dl
Therapi:
Ambicim 3 x 1 gr IV
Humulin R 2 x 8 unit
Ketorolac 2 x 30
mg/IV
31

Paracetamol 3x500
mg/ jika perlu

TINDAKAN KEPERAWATAN
No
1.

Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan

Tujuan
Setelah dilakukan

tubuh b/d diuresis osmotic.

tindakan keperawatan

DS:

selama 1 x 24 jam,

Klien mengatakan sering BAK, hidrasi klien adekuat


BAK >6 kali/24 jam
DO:
Klien tampak lemah
Pola Eliminasi
Frekuensi : 6-8x/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas
TTV
TD: 120/70mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S : 37C
Intake cairan : 2700cc/24 jam
Output : 3000 cc
Balance - 300cc
Turgor kulit kurang elastis

KH :

TTV Stabil
Intake output

seimbang
Mukosa bibir

lembab
Klien tidak lemas
Turgor kulit elastis
Ht dalam rentang

normal
Eletrolit dalam
rentang normal
normal

Intervensi
1. Monitor TTV
R : Hipovolemia dapat
dimanifestasi oleh
hipotensi
2. Catat intake ouput
R : memberikan
perkiraan kebutuhan
akan cairan
3. Observasi keadaaan
umum klien
R : untuk menetahui
perubahan kondisi
pasien
4. Kaji tanda-tanda
dehidrasi
R: mencegah terjadinya
syok
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
cairan NaCl 0,9 %,
pemeriksaan lab
elektrolit
R : mencegah

Mukosa bibir kering


32

Ht : 31,3 %

terjadinya syok, Obat

Na : 132 mmol/L

yang menurunkan

K :3,07 mmol/L

kadar poliuria

Gds :279 mg/dl


Keton :0,1 mmol/L
Klien tampak terpasang
IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/12
jam

2.

Gangguan nutrisi kurang

Setelah dilakukan

dari kebutuhan tubuh b/d

tindakan keperawatan

dan perubahan yang

defisiensi insulin,

selama 3 x 24 jam

glikoneogenesis

kebutuhan nutrisi klien

terjadi
R : mengetahui pola

DS DS : Pasien mengatakan tidak

terpenuhi

ada nafsu makan karena nyeri

KH :

pada ulu hati dan mual.

Nafsu makan

bertambah
Makan habis 1 porsi
IMT dalam rentang

normal 18,5-25,5
HB dalam rentang

normal 12-14
Albumin dalam

rentang normal
Konjungtiva

ananemis
Klien tidak lemas

Keluarga klien mengatakan


klien makan habis 2-3 sendok
makan.
DO :
klien tampak meringis
memegangi ulu hatinya
Klien tampak lemas
BB : 65 kg, TB : 160 cm, IMT
= 20,3 (normal)
Pola Nutrisi :

1. Kaji pola nutrisi pasien

nutrisi klien serta intake


makanan
2. Monitor gula darah / 8
jam
R : Menentukan
kebutuhan insulin klien
3. Timbang berat badan 1
x seminggu
R : Mengidentifikasi
intake makanan
4. Kaji tingkat nyeri,
mual-muntah
R : mengidentifikasi
penyebab anoreksia
5. Berikan makanan porsi

Selera makan :Menurun

kecil tapi sering


R : porsi lebih kecil

Frekuensi : 3x/hari

meningkatkan masukan

Menu makan : Bubur nasi


Porsi makan : Tdk dihabiskan
Hb : 11 gr/dl
Therapy
Rantin 2 x 1 amp/IV

makanan
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
antiemetic Rantin 2 x 1
amp/IV
R: mengurangi rasa
33

mual
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
makan klien (1500
kalori setiap kali
makan)
R : mengurangi faktor
3.

penyebab hiperglikemia
1. Observasi tanda-tanda

Resiko tinggi penyebaran

Setelah dilakukan

infeksi b/d hiperglikemia,

tindakan keperawatan

perubahan sirkulasi

selama 7 x 24 jam

DS:

penyebaran infeksi

Klien mengatakan nyeri pada

tidak terjadi.

luka di kaki kiri, VAS 4

KH:

DO:

Tanda tanda vital

Klien.
R: peningkatan suhu

Terdapat luka gangren di kaki

normal.

dan nadi dapat

kiri, bengkak, merah, nekrotik,

Tidak terjadi tanda 2

mengindikasi kan

ada pus dan berbau.

infeksi.

adanya penyebaran

Hasil lab:

Leokosit normal

Leukosit: 26.000

Pus tidak ada/

GDS: 279 mg/dl

berkurang

Keton: 0.1 mmol/L

Nyeri pada luka

Therapi:

berkurang/ tidak ada

Ambicim 3 x 1 gr (IV)
Humulin R 2 x 8 unit (sc)
Ketorolac 2 x 30 mg (iv)

infeksi dan peradangan.


R: untuk mencegah
penyebaran infeksi
lebih meluas
2. Monitor Nadi dan Suhu

infeksi.
3. Tingkatkan upaya
pencegahan infeksi
nosokomial dengan
mencuci tangan
sebelum dan setelah ke
pasien dan melakukan
perawatan luka.
R: mencegah
penyebaran infeksi
4. Pertahankan teknik
aseptik prosedur
invasif.
R: mencegah kerusakan
kulit lebih lanjut
5. Berikan perawatan kulit
dengan teratur dan
sungguh-sugguh,
34

massage daerah yang


tertekan. Jaga kulit tetap
kering, linen tetap
kering dan kencang.
R: untuk menghindari
kulit lecet dan
terkontaminasi mikro
organism
6. Kolaborasi tentang
pemberian antibiotik,
Analgetik, dan Insulin
Ambacin 3x1 gr (iv),
Humulin R 2 x 8 unit
(sc), Ketorolac 2x30 mg
(iv)
R: Penanganan awal
dapat membantu
mencegah timbulnya
sepsis

35

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari dan

No.

Tanggal
Tgl 16

Dx
I.

Agustus
2016
Jam : 16.00

Implementasi
1. Memonitor TTV
R: TD : 120/70 mmHg, N : 80x/
mnt, R : 20x/mnt, S : 37,4C
2. Mencatat intake dan output
cairan.
R: Intake cairan: 2700 ml/24 jam,
Output cairan: 3000 cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.
4. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R: Turgor kulit kurang elsstis,
mukosa bibir kering.
5. Berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan dan
pemeriksaan lab.
R: Cairan infus NaCl 0,9%
500cc/12 jam terpasang pada
tangan kiri klien

Evaluasi
S:
Pasien mengatakan masih
sering BAK, BAK > 6 kali /24
jam
O:
Pasien tampak lemah.
Pola Eliminasi
Frekuensi : 6-8x/hari
Warna : Kuning
Bau : Khas
TTV
TD: 120/70mmHg
N : 80x/mnt
R : 20xnt
S : 37C
Intake cairan : 2700cc /24
jam
Output : 3000 cc
Balance - 300cc
Turgor kulit kurang elastis
Mukosa bibir kering
Ht : 31,3 %
Na : 132 mmol/L
K :3,07 mmol/L
Gds :279 mg/dl
Keton :0,1 mmol/L
Klien tampak terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 500 cc /12 jam
A : Masalah belum teratasi

36

Tgl 16
Agustus
2016
Jam : 17.00

II.

1. Mengkaji pola nutrisi klien


R: selera makan : Menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : Bubur nasi
Porsi : Tdk dihabiskan
2. Mengukur gula darah harian
R: GDS 225 mg/dl
3. Menimbang BB.
R : BB 65 Kg
4. Mengkaji tingkat nyeri
R: Abdomen, nyeri (+), skala
Nyeri 3, nyeri di ulu hati,
intensitas nyeri selama 15 detik
5. Memberikan makanan dan
menganjurkan untuk makan porsi
kecil tapi sering.
R: Pasien makan 3x/hari. Pada
jam 7 pagi, jam 12 siang, dan jam
7 malam.
6. Memberikan terapi Rantin 1 amp
(iv), Humulin 8 unit (sc).
R: Rantin 1 amp masuk via iv,

P : Lanjutkan Intervensi
S : Pasien mengatakan masih
tidak nafsu makan dan nyeri
ulu hati masih terasa
Pasien mengantakan masih
mual
Keluarga mengatakan klien
makan habis porsi
O : Pasien tampak lemah,
makan tampak hanya habis
1/4 porsi makan, muntah tidak
ada, GDS 225 mg/dl,
konjungtiva anemis, Hb : 11
gr/dl, humulin 8 unit masuk
via sc, rantin 1 amp masuk via
iv.
A : Masalah belum teratasi

humulin 8 unit masuk via sc


7. Mengkolaborasikan dgn dietisian
dalam pemberian makanan diet

P : Lanjutkan Intervensi

lunak DM 1700 kkal/24 jam

Tgl 16
Agustus
2016
Jam : 15.00

III. 1. Mengobservasi tanda-tanda


infeksi dan peradangan
R: Terdapat luka gangren di kaki

S : Klien mengatakan luka


pada kakinya terasa nyeri,
VAS 4

kiri, bengkak, merah, nekrotik,


ada pus dan berbau, nyeri + VAS
37

20.00

4
2. Monitor Nadi dan Suhu
R/ Nadi 80 x/menit, suhu: 37,4C
3. Melakukan GV dengan teknik
aseptic
R/ terdapat rembesan pada
verban, tampak pus, berbau khas,
warna disekitar luka kemerahan,
sebagian jaringan nekrotik
4. Memberikan Ambacin 1 gr (iv),
Ketorolac 30 mg (iv)

O : Klien tampak lebih


nyaman setelah luka pada
kakinya dibersihkan,
Tampak luka gangren di kaki
kiri, bengkak, merah,
nekrotik, pus berkurang dan
berbau.
Rembesan pada kassa diarea
luka tidak ada. Leukosit
26.000
Suhu : 37,4c, nadi 80x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi

Hari

No

dan

Tanggal
Tgl

Dx
I.

18
Agust
us
2016
Jam :
16.00

Implementasi

1. Memonitor TTV
R: TD : 120/80 mmHg, N : 84x/ mnt, R : 20x/mnt, S :
37,3C
2. Mencatat intake dan output cairan.
R: Intake cairan: 2600 ml/24 jam, Output cairan: 2800
cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.
4. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R: Turgor kulit kurang elsstis, mukosa bibir kering.
5. Memberikan cairan dan memantau hasil pemeriksaan
lab.
R: Cairan infus NaCl 0,9% 500cc/12 jam terpasang pada
tangan kiri klien, hasil lab terakhir tanggal 16 agustus
2016
Ht : 31,3 %, Na : 132 mmol/L, K : 3,07 mmol/L, Gds :
279 mg/dl, Keton :0,1 mmol/L

Evaluasi

S:
Pasien
mengatakan
masih sering
BAK, BAK
> 6 kali /24
jam
O:
Pasien
tampak
lemah.
Pola
Elimina
38

si
Frekuensi :
68x/hari
Warna :
Kuning
Bau : Khas
TTV
TD:
120/80
mmHg
N : 84x/mnt
R : 20xnt
S : 37,3C
Intake cairan
: 2600cc /24
jam
Output :
2800 cc
Balance 200cc
Turgor kulit
kurang
elastis
Mukosa bibir
kering
Ht : 31,3 %
Na : 132
mmol/L
K : 3,07
mmol/L
Gds : 279
mg/dl
Keton : 0,1
39

mmol/L
Klien tampak
terpasang
IVFD NaCl
0,9 % 500 cc
/12 jam /taki
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

40

Tgl 18 II.
Agustu
s
2016
Jam :
17.00

1. Mengkaji pola nutrisi klien


R: selera makan : Menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : Bubur nasi
Porsi : Tdk dihabiskan
2. Mengukur gula darah harian
R: GDS 205 mg/dl
3. Menimbang BB.
R : BB 65 Kg
4. Mengkaji tingkat nyeri
R: Abdomen, nyeri (+), skala Nyeri 3, nyeri di ulu hati,
intensitas nyeri selama 10-15 detik
5. Memberikan makanan dan menganjurkan untuk makan
porsi kecil tapi sering.
R: Pasien makan 3x/hari. Pada jam 7 pagi, jam 12 siang,
dan jam 7 malam.
6. Memberikan terapi Rantin 1 amp (iv), Humulin 8 unit
(sc).
R: Rantin 1 amp masuk via iv, humulin 8 unit masuk via

S : Pasien
mengatakan
masih tidak
nafsu makan
dan nyeri ulu
hati masih
terasa
Pasien
mengantakan
masih mual
Keluarga
mengatakan
klien makan
habis porsi

sc
Jam :
18.00

O : Pasien
tampak
lemah,
makan
tampak
hanya habis
1/4 porsi
makan, GDS
205 mg/dl,
konjungtiva
anemis, Hb :
11 gr/dl,
humulin 8
unit masuk
via sc, rantin
1 amp masuk
via iv,
muntah tidak
ada.
41

A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

Tgl
18
Agustu
s
2016
Jam :
15.00

20.00

III. 1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan


R: Terdapat luka gangren di kaki kiri, bengkak, merah,

S : Klien
mengatakan

nekrotik, ada pus dan berbau, nyeri (+) VAS 4


luka pada
2. Monitor Nadi dan Suhu
R/ Nadi 80 x/menit, suhu: 37,4C
kakinya dan
3. Memberikan Ambacin 1 gr (iv), Ketorolac 30 mg (iv)
terasa nyeri,
R/ obat masuk via IV, alergi setelah pemberian obat tidak
VAS 4
ada
4. Memantau hasi lab leukosit
R/ Hasil pemerikaan leukosit terakhir tgl 16/8/16 :
O : Tampak
26.000
luka gangren
42

di kaki kiri,
bengkak,
merah,
nekrotik, ada
pus dan
berbau.
Tampak
sedikit
rembesan
pada kassa
diarea luka.
Leukosit
26.000. Suhu
: 37,3c,
nadi
84x/menit
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

Hari

No

dan

Tanggal
Tgl
19
Agust
us
2016
Jam :

Implementasi

Dx
I. 1. Memonitor TTV
R: TD : 130/80 mmHg, N : 82x/ mnt, R : 20x/mnt, S :
37,4C
2. Mencatat intake dan output cairan.
R: Intake cairan: 2800 ml/24 jam, Output cairan: 3000
cc/24 jam
3. Mengobservasi kesadaran klien.
R: Kesadaran composmentis.

Evaluasi

S:
Pasien
mengatakan
masih sering
BAK, BAK
> 6 kali /24
43

16.00

4. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi


R: Turgor kulit kurang elastis, mukosa bibir kering.
5. Memberikan cairan dan memantau hasil pemeriksaan
lab.
R: Cairan infus NaCl 0,9% 500cc/12 jam terpasang pada
tangan kiri klien, hasil lab terakhir tanggal 16 agustus
2016
Ht : 31,3 %, Na : 132 mmol/L, K : 3,07 mmol/L, Gds :

jam
O:
Pasien
tampak
lemah.
Pola

279 mg/dl, Keton :0,1 mmol/L

Elimina
si
Frekuensi :
68x/hari
Warna :
Kuning
Bau : Khas
TTV
TD:
130/80
mmHg
N : 82x/mnt
R : 20xnt
S : 37,4C
Intake cairan
: 2800cc /24
jam
Output :
3000 cc
Balance 200cc
Turgor kulit
kurang
elastis
Mukosa bibir
kering
44

Ht : 31,3 %
Na : 132
mmol/L
K : 3,07
mmol/L
Gds : 279
mg/dl
Keton : 0,1
mmol/L
Klien
tampak
terpasang
IVFD NaCl
0,9 % 500 cc
/12 jam /taki
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

45

Tgl 19 II
Agustu
s
2016
Jam :
17.00

1. Mengkaji pola nutrisi klien


R: selera makan : Menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : Bubur nasi
Porsi : Tdk dihabiskan
2. Mengukur gula darah harian
R: GDS 223 mg/dl
3. Menimbang BB.
R : BB 65 Kg
4. Mengkaji tingkat nyeri
R: Abdomen, nyeri (+), skala Nyeri 3, nyeri di ulu hati,
intensitas nyeri selama 10-15 detik
5. Memberikan makanan dan menganjurkan untuk makan
porsi kecil tapi sering.
R: Pasien makan 3x/hari. Pada jam 7 pagi, jam 12 siang,
dan jam 7 malam.
6. Memberikan terapi Rantin 1 amp (iv), Humulin 8 unit
(sc).
R: Rantin 1 amp masuk via iv, humulin 8 unit masuk via
sc

S : Pasien
mengatakan
masih tidak
nafsu makan
dan nyeri ulu
hati masih
terasa
Pasien
mengantakan
masih mual
Keluarga
mengatakan
klien makan
habis 1/2
porsi

Jam :
18.00

O : Pasien
tampak
lemah,
makan
tampak
hanya habis
1/4 porsi
makan, GDS
223 mg/dl,
konjungtiva
anemis, Hb :
11 gr/dl,
humulin 8
unit masuk
via sc, rantin
1 amp masuk
via iv,
muntah tidak
46

ada.
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

Tgl
19
Agustu
s
2016
Jam :
15.00

20.00

III

1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan


R: Terdapat luka gangren di kaki kiri, bengkak, merah,
nekrotik, ada pus dan berbau, nyeri (+) VAS 4
2. Monitor Nadi dan Suhu
R/ Nadi 80 x/menit, suhu: 37,4C
3. Memberikan Ambacin 1 gr (iv), Ketorolac 30 mg (iv)
R/ obat masuk via IV, alergi setelah pemberian obat
tidak ada
4. Memantau hasi lab leukosit
R/ Hasil pemerikaan leukosit terakhir tgl 16/8/16 :
26.000

S : Klien
mengatakan
luka pada
kakinya dan
terasa nyeri,
VAS 4
O : Tampak
luka gangren
47

di kaki kiri,
bengkak,
merah,
nekrotik, ada
pus dan
berbau.
Tampak
sedikit
rembesan
pada kassa
diarea luka.
Leukosit
26.000. Suhu
: 37,4c,
nadi
82x/menit
A : Masalah
belum
teratasi
P : Lanjutkan
Intervensi

48

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, kelompok akan membahas kesenjangan antara teori dan kasus yamg
ditemukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada Ny. S diabetes mellitus tipe
II di Lantai 4 PD RSUD KOJA Jakarta Utara. Pembahasan dibuat dengan
menggunakan proses keperawatan melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Dalam pengkajian penulis menemukan perbedaan antara teori dan kasus. Secara
teori faktor resiko diabetes mellitus tipe II adalah kelainan genetik, usia, gaya
hidup stress, pola makan yang salah, obesitas dan infeksi. Sedangkan pada kasus
Ny. S faktor resiko penyebab diabetes mellitus adalah pola hidup yang tidak
sehat, obesitas dan usia.
Secara teori tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus adalah penurunan berat
badan, polifagia, polidipsia, poliuria, kelemahan, kesemutan, rasa baal dan
penglihatan kabur. Sedangkan pada saat pengkajian pada kasus Ny. S ditemukan

49

tanda penurunan berat badan dari 75 kg menjadi 65 kg,

kelemahan dan

keletihan.
Data-data di atas secara teori maupun kasus hampir sama tetapi ada tanda dan
gejala pada teori yang tidak muncul pada kasus yaitu tidak ditemukan polidipsia,
polifagia dan poliuria. Hal ini disebabkan karena sebelum masuk rumah sakit
klien sudah mempunyai riwayat DM dan mengkonsumsi obat diabetik oral tetapi
klien lupa nama obatnya dan tidak dikonsumsi secara rutin.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosa keperawatan ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Pada
teori diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus adalah
kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas. Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan
masukan oral, status hipermetabolisme. Resti penyebaran infeksi berhubungan
dengan kadar glukosa tinggi.
C. Rencana Keperawatan
Pada rencana keperawatan, kelompok tidak menemukan adanya perbedaan
antara teori dan kasus. Dalam teori diagnosa keperawatan prioritas adalah
kurang volume cairan dan pada kasus diagnosa keperawatan prioritas yang
diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan.
Pada kasus, kelompok memprioritaskan kekurangan volume cairan berdasarkan
teori kebutuhan Maslow. Kekurangan volume cairan diangkat sebagai diagnosa
prioritas pada kasus karena terdapat data klien mengatakan sering BAK, Turgor
kulit kurang elastis, mukosa bibir kering, GDS meningkat. Jika tidak segera di
atasi akan menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dalam tubuh klien
sehingga mengganggu metabolisme sel.
D. Implementasi
Kelompok dapat melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun dalam
perencanaan

keperawatan.

Dalam

melaksanakan

tindakan

keperawatan

kelompok bekerjasama dengan klien, keluarga dan perawat ruangan.


E. Evaluasi
50

Dalam proses evaluasi kelompok menemukan kesenjangan antara teori dan


kasus. Dari ketiga diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus Ny. S, ketiga
diagnosa belum teratasi.
Faktor pendukung dalam tahap evaluasi adalah kerjasama yang baik antara
penulis dengan klien, keluarga dan perawat ruangan. Tidak ada faktor
penghambat yang ditemukan penulis dalam tahap evaluasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan pada tahap pengkajian adalah klien menderita diabetes tipe II
berdasarkan etiologifactor pola hidup yang tidak sehat , obesitas dan usia.
Pada kasus ditemukan luka ulkus pada ekstremitas bawah sinistra.
Pada diagnosa keperawatan, diagnosa pada kasus diagnosa keperawatan yang
diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan b.d. diuresis
osmotik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
defisiensi sel terhadap insulin, Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
hiperglikemi dan perubahan sirkulasi
Pada perencanaan keperawatan, pada kasus diagnosa keperawatan prioritas
yang diangkat oleh kelompok adalah kekurangan volume cairan b.d..diuresis
osmotik. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
defisiensi sel terhadap insulin, Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
hiperglikemi dan perubahan sirkulasiKelompok memprioritaskan kekurangan
volume cairan berdasarkan teori kebutuhan Maslow.
Kesimpulan pada tahap implementasi, kelompok dapat melaksanakan rencana
keperawatan yang telah disusun dalam perencanaan keperawatan. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan kelompok bekerjasama dengan klien,
51

keluarga dan perawat ruangan. Pada tahap evaluasi, dari kelima diagnosa
keperawatan yang diangkat pada kasus Ny.S , ketiga diagnosa belum teratasi.
B. Saran
Dari uraian yang dikemukakan di atas, kelompok menyarankan:
1. Untuk perawat ruangan
Dokumentasi keperawatan yang cukup baik di ruangan agar dapat
dipertahankan malah jika bisa ditingkatkan untuk memudahkan
penyampaian informasi antar perawat dan tim medis lain. Selain itu,
perawat ruangan juga disarankan untuk menyediakan leaflet berhubungan
dengan tindakan keperawatan pendidikan kesehatan, khususnya untuk
klien dengan diabetes melitus untuk memudahkan dan meningkatkan
keberhasilan pemberian pendidikan kesehatan.
2. Untuk klien dan keluarga
Klien dan keluarga disarankan untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pengobatan klien seperti mengatur diet dan mengkonsumsi obat sesuai
instruksi medis agar gula darah terkontrol dan tidak terjadi komplikasi
yang lebih berat.
3. Untuk mahasiswa/i
Sebagai calon perawat profesional harus lebih banyak membaca referensi
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus untuk
meningkatkan pengetahuan dan mutu asuhan keperawatan yang diberikan

52

Anda mungkin juga menyukai