PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kematian bukanlah suatu hal yang dapat dicegah, diantisipasi ataupun ditolak.
Kematian bisa menghampiri siapa saja yang hidup di dunia. Kematian bisa terjadi akibat
suatu yang alami ataupun yang tidak alami. Permasalahan ekonomi, rumah tangga,
politik dan berbagai masalah lainnya dapat memicu berbagai macam tindak kejahatan.
Apalagi di zaman yang sudah begitu canggih dan maju ini. Orang akan menghalalkan
segara cara untuk mencapai tujuan masing-masing. Tidak terkecuali menggunakan caracara kotor seperti meracun, membunuh langsung dan masih banyak lagi.
Kematian alamiah/wajar terjadi apabila sebagai akibat dari cedera atau luka, atau
pada seseorang yang semula telah mengidap penyakit suatu penyakit. Sedangkan
kematian tidak wajar dapat terjadi akibat kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Oleh karena tubuh manusia yang begitu kompleks, tidak semua orang dapat
mengetahui bagaimana cara kematian seseorang maka dokter dibutuhkan keahliannya
untuk membantu pihak berwajib dalam mengungkapkan penyebab kematian seseorang
demi keadilan, apapun penyebabnya.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
Jika yang dianggap mati mendadak adalah kematian yang terjadi satu jam sejak
timbulnya gejala, maka sudden cardiac death merupakan 91% dari semua kasus mati
mendadak (Baradero, 2008).
b. Sistem Respirasi
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan atau
pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru, kanker paru,
bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia,
spasme saluran napas, asma, dan penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi darah atau
tersedak (Asdie, 2000)
c. Sistem Pencernaan
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat gastritis kronis atau
ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor jarang terjadi dan jika terjadi
dikarenakan karsinoma atau leiomioma. Ruptur spontan dari lambung tidak biasa
sebagai penyebab mati mendadak
Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh varises esophagus. Varises
esophagus sering merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme terjadinya
adalah akibat dari hipertensi portal. Hipertensi portal sendiri dapat disebabkan oleh
kelainan intrahepatal (virus hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier, tumor primer
maupun metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis hepatika)
menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga tidak lancar, dan
sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut melalui pembuluh vena lain untuk
d.
mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus emboli paru (Schwartz, 2000).
e. Sistem Endokrin
Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan kematian
mendadak. Kalaupun ada, biasanya berhubungan dengan adanya kelainan pada organ
lain. Nekrosis akut dari kelenjar hipofisis dapat menyebabkan kolaps dan hipotensi
berat. Sebagaimana telah diketahui bahwa oksitosin dan vasopressin adalah produk
dari hipofisis yang mempunyai fungsi : kontraksi otot polos uterus, kontraksi sel-sel
3
kulit
tetapi
gas
HCN
lambat,
sedangkab
nitril
organik
pusing dan kelemahan ekstremitas cepat tinbul dan kemudian kolaps, kejangkejang, koma dan meninggal.
Pada keracunan kronik korban tampaj pucat, berkeringat dingib, pusing,
rasa tidaj enak dalam perut, mual dan kolik, rasa tertekan pada dada dan sesak
nafas. Keracunan kronik CN dapat menyebabkan goiter dan hipertiroid, akibat
terbentuk sulfosianat.
Pemeriksaan Kedokteran Forensik
Pada pemeriksaan terhadap korban mati, pada pemeriksaan bagian luar
jenazah, dapat tercium bau amandel yang patogomonik untuk keracunan CN,
dapat tercium dengan cara menekan dada mayat sehingga akan ke luar gas dari
mulut dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan karena indra
pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas
tersebut. Harus diingat bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida
karena kemampuan untuk mencium bau khas tersebut bersifat genetic sexlinked trait.
Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat
berwarna merah terang, karena vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang
mengatakan karena terdapat Cyan-Met-Hb.
Warna lebam yang merah terang tidak selalu ditemukan pada kasus
keracunan sianida, ditemukan pula kasus kematian akibat sianida dengan
warna lebam mayat yang berwarna biru-kemerahan, livid. Hal ini tergantung
pada keadaan dan derajat keracunan.
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan
pada mukosa lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena
terbentuk hematin alkali dan pada perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi
dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi antemortal atau
postmortal.(Budiyanto, 1997)
b. Karbonmonoksida
Karbon monoksida ( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau yang dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna dari
material yang berbahan dasar karbon seperti kayu, batu bara, bahan bakar
minyak dan zat-zat organik lainnya. Setiap korban kebakaran api harus
dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50% kematian akibat luka bakar
berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dini menjadi penyebab
kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas CO merupakan
akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih dari 80%
penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi.
Farmakokinetik
CO hanya di serap melalui paru dan sebagian besar diikat oleh
haemoglobin secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Selebihnya
mengikat diri dengan myoglobin dan beberapa protein heme ektravaskular lain.
Afinitas CO terhadap haemoglobin adalah 208-245 kali afinita O2.
CO bukan merupakan racun yang kumulatif. Ikatan CO dengan Hb tidak
tetap (reversible) dan setelah CO dilepaskan oleh Hb, sel darah merah tidak
mengalami kerusakan.
Tanda dan Gejala
Misdiagnosis sering terjadi karena beragamnya keluhan dan gejala pada
pasien. Gejala-gejala yang muncul sering mirip dengan gejala penyakit lain.
Pada anamnesa secara spesifik didapatkan riwayat paparan oleh gas CO.
Gejala-gejala yang muncul sering tidak sesuai dengan kadar HbCO dalam
darah. Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus dicurigai
kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada
kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa juga
didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula (Budiyanto, 1997).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1Skenario
Kopi Maut
Seorang perempuan, usia 20 tahun, dibawa ke UGD dalam keadaan tidak sadar.
Menurut ayahnya, korban mengeluh pusing lalu pingsan setelah minum kopi. Pada
pemeriksaan ditemukan luka terbuka tepi tidak rata dikelilingi memar pada bibir bagian
bawah. Selaput lendir bibir berwarna kebiruan. Beberapa saat kemudian korban
meninggal.
3.2Terminologi
3.3Permasalahan
1.
2.
3.
4.
5.
3.4Pembahasan
1. Apakah jenis kematian korban?
Petunjuk ini berhubungan dengan tanda luka terbuka yang berada di bagian mulut
korban. Kemungkinan ini dapat diterima ataupun ditolak tergantung dari pemeriksaan
selanjutya.
b. Penyakit jantung ataupun paru-paru
Kemungkinan ini berhubungan dengan adanya tanda sianosis sentral pada bagian
bawah bibir korban. Sianosis menunjukkan adanya penurunan oksigen, atau kadar
haemoglobin yang melewati nya.
c. Keracunan zat tertentu
Keracunan atau intoksikasi adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat yang
menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi organ ,
dan respon psikofisiologis serta fisiologis (WHO, 2005). Sedangkan pengertian racun
adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis
toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian
(Budiyanto, 1997). Kecurigaan ini berhubungan dengan kopi yang korban minum
sesaat sebelum meninggal. Diagnosis kelompok 1 lebih mengarah kepada diagnosis
keracunan.
4. Apa langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis di skenario?
Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian, kapan
terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah ia sehat
sehat saja. Berapa lama gejala timbul setelah makan/minum terakhir, dan apa gejalagejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya dan obat-obat apa yang
diberikan serta siapa yang memberi dan sebagainya.
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang
sejak semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat
sebelum di autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.
Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracuan bila pada pemeriksaan
setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu,
misalnya lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan
keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab
kematian.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting, yaitu (Budiyanto, 1997):
1. Pemeriksaan di tempat kejadian
10
3. Pembedahan Jenazah
Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat
bau yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium
"bau racun" maka sebaiknya rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau
visera perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila dicurigai adalah
sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat
dalam rongga tengkorak.
Perhatikan warna
darah.
Pada
intoksikasi
dengan
racun
yang
12
menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak gambaran seperti
kipas.
Pada pemeriksaan limpa selain pembendungan akut limpa tidak
menunjukkan kelainan patologik. Pada keracunan sianida, limpa diambil
karena karena kadar sianida dalam limpa beberapa kali lebih besar daripada
kadar dalam darah. Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan
glutetimida, quabaina, morfin dan heroin. Pada keracunan karena inhalasi gas
atau uap beracun, paru-paru diambil, dalam botol kedap udara.
Jaring lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit
daerah perut. Beberapa racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan
kemudian dengan lambat dilepaskan kedalam darah. Jika terdapat persangkaan
bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar tempat
suntikan diambil dalam radius 5-10 cm.
Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil.
Rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akar-akarnya,
dan kemudian diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali mana bagian
yang proksimal dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa
menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut
yang telah digunting beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan
setiap bagian panjangnya inci atau 1 cm. terhadap setiap bagian itu
ditentukan kadar arsennya.
Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kukukuku kedua ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa
diawetkan. Ahli toksikologi membagi kuku menjadi 3 bagian mulai dari
proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3 bagian proksimal.
4. Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada
waktu autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk
mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik
atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan.
Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah
kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak
30-50 ml, diambila dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada
14
korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2
contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan
yang lain tanpa pengawet.
Urin dan bilasan lambung diambil semua yang ada didalam kandung
kemih untuk pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya.
Usus beserta isinya berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu
beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian
dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur oleh lambung.
Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi
anatomi dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya
beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk
menemukan racun, bahan pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan
tempat detoksikasi tubuh terpenting.
Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi
logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara
histologik ditemukan Ca-oksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid
dalam otak mampu menahan racun. Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun
jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah penting pada intoksikasi
CN karena tahan terhadap pembusukan. Untuk menghidari cairan empedu
mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu
jangan dibuka.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan
cara yang telah disebutkan, adalah :
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)
5. Jelaskan tentang surat keterangan kematian!
Seorang dokter baik dokter pemerintah atau dokter swasta, dokter umum atau
dokter ahli, apabila pasien yang telah dirawat meninggal dunia, maka dokter tersebut
wajib membuat atau mengisi formulir surat kematian yang kemudian salah satu surat
kematian tersebut diserahkan kepada keluarga pasien yang telah meninggal dunia guna
15
mengurus proses pemakaman. Formulir surat kematian yang lain dikirim ke Dina
Kesehatan Kota (DKK) dan ke Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (KanWil), yang
satu lagi dikirim ke Kantor Catatan Sipil kalau meninggalnya di rumah sakit
pemerintah.
Guna surat kematian:
1)
2)
3) Dalam dunia ilmu kedokteran, dengan adanya kewajiban pengisian formulir surat
kematian oleh dokter pada setiap kasus kematian, maka pada kasus kematian yang
tidak wajar (pembunuhan) tidak terlanjur dikubur sebelum dilakukan pemeriksaan
bedah mayat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan skenario yang telah disediakan, kelompok 1 mengambil keracunan
sebagai penyebab kematian yang paling mungkin. Hal ini didasari pada masalah minum
kopi sebelum timbulnya gejala. Korban juga masih berusia 20 tahun, yang mana kita
ketahui bahwa jarang sekali terjadi kematian akibat penyakit. Namun, kecurigaan ini perlu
16
DAFTAR PUSTAKA
Asdie, Ahmad H (Ed.). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-13, Volume 1. Jakarta:
EGC; 2000
Baradero, M., Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi.. Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: EGC;
2008
Budiyanto A, Widiatmaka, Sudiono S, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi pertama. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997
Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine. Pathology and toxicology.
2nd edition. New York : Appleton century croft. 1954 :102 51
Hoediyanto, Hariadi. Medikolegal, Edisi Ketiga. Surabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga; 2007
International classification of diseases (ICD-10). Geneva, World Health Organization, 2005
(.pdf) diunduh dari http://www.who.int/classifications/icd/en/ pada 29 September 2016
17:59
17
Peeters, SY; Hoek, AE; Mollink, SM; Huff, JS (2014). "Syncope: risk stratification and clinical
decision making.". Emergency medicine practice. 16 (4): 122; tersedia di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25105200 diakses pada 29 September 2016 20:49
Perdanakusuma, M,. Bab-Bab Tentang Kedokteran Forensik. Jakarta : Ghalia Indonesia; 1984
Staf Pengajar FK UI. Teknik Autopsi Forensik. Cetakan Ke-4. Jakarta:Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000
Suyono (Ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Universitas; 2001
Sylvia A. Price dan Lorraine M.Wilson. PATOFISIOLOGI:Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta: EGC; 2003
Schwartz, S.I., 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
18