Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan
keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,
termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap
orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya
dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan
serta pelayanan social yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang
mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil
inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua
penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa, World
Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan system pembiayaan
kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat.
Menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga disebutkan bahwa cita-cita besar
bangsa Indonesia tercantum pada alinea ke-4 yang menyatakan Kemudian daripada itu,
untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demi hal inilah dibutuhkan suatu
rencana, badan, dan system yang mengatur masalah dan juga cara dalam tujuan
meningkatkan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia.

1.2 Skenario
LBM V1.1
1

SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)


Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah
yang belum sepenuhnya dapat diatasi sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan
melalui system kesehatan nasional (SKN) sebagai pedoman pengelolaan kesehatan yang
disertai terobosan penting sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025
dan rencana pembangunan jangka panjang bidang kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025
dan upaya pencapaian sustainable development goals (SDGs) sehingga diperlukan
penyempurnaan SKN sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
dr. Moci baru lulus dari fakultas kedokteran di Jawa, hendak membuka praktek dokter di
daerah asalnya, Mataram. Namun sangat sedikit pasien yang berobat. Salah satu pasiennya
sempat mengatakan bahwa biasanya dia datang ke dokter pribadi yang menangani
keluarganya beserta warga sekitar. Karena penasaran, dr. Moci mendatangi Dinas Kesehatan
Mataram dan kaget dengan penjelasan Kadinkes yang mengatakan seluruh wilayah Kota
Mataram sudah terlayani oleh dokter keluarga. Kadinkes juga menjelaskan tentang system
kapitasi BPJS, dan system rujukan sesuai dengan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011
tentang BPJS dan Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

1.3 Terminologi
1.4 Permasalahan
a.
b.
c.
d.

Apa saja poin dari SDGs?


Apa isi Perpres No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional?
Apa isi dari Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJP-N dan RPJP-K?
Apa isi dari Perpres No.12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Nasional?
e. Apa isi dari Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang BPJS?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SDGs (Sustainable Development Goals)

SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan


kemitraan yang ingin mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri
kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tiga
tujuan mulia tersebut, disusunlah 17 Tujuan Global berikut ini:

Figure 1, The 17 Global Goals

1. Tanpa Kemiskinan (Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun di seluruh penjuru
dunia.)
2. Tanpa Kelaparan (Tidak ada lagi kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan
nutrisi, serta mendorong budidaya pertanian yang berkelanjutan.)
3. Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (Menjamin kehidupan yang sehat serta
mendorong kesejahteraan hidup untuk seluruh masyarakat di segala umur.)
4. Pendidikan Berkualitas (Menjamin pemerataan pendidikan yang berkualitas dan
meningkatkan kesempatan belajar untuk semua orang, menjamin pendidikan yang
inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi
semua orang.)
5. Kesetaraan Gender (Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum ibu dan
perempuan.)
6. Air Bersih dan Sanitasi (Menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
berkelanjutan untuk semua orang.)

7. Energi Bersih dan Terjangkau (Menjamin akses terhadap sumber energi yang
terjangkau, terpercaya, berkelanjutan dan modern untuk semua orang.)
8. Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak (Mendukung perkembangan
ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan kerja yang penuh dan produktif,
serta pekerjaan yang layak untuk semua orang.)
9. Industri, Inovasi dan Infrastruktur (Membangun infrastruktur yang berkualitas,
mendorong peningkatan industri yang inklusif dan berkelanjutan serta mendorong
inovasi.)
10. Mengurangi Kesenjangan (Mengurangi ketidaksetaraan baik di dalam sebuah negara
maupun di antara negara-negara di dunia.)
11. Keberlanjutan Kota dan Komunitas (Membangun kota-kota serta pemukiman yang
inklusif, berkualitas, aman, berketahanan dan bekelanjutan.)
12. Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab (Menjamin keberlangsungan konsumsi
dan pola produksi.)
13. Aksi Terhadap Iklim (Bertindak cepat untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.)
14. Kehidupan Bawah Laut (Melestarikan dan menjaga keberlangsungan laut dan
kehidupan sumber daya laut untuk perkembangan pembangunan yang berkelanjutan.)
15. Kehidupan di Darat (Melindungi, mengembalikan, dan meningkatkan
keberlangsungan pemakaian ekosistem darat, mengelola hutan secara berkelanjutan,
mengurangi tanah tandus serta tukar guling tanah, memerangi penggurunan,
menghentikan dan memulihkan degradasi tanah, serta menghentikan kerugian
keanekaragaman hayati.)
16. Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian (Meningkatkan perdamaian termasuk
masyarakat untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses untuk keadilan
bagi semua orang termasuk lembaga dan bertanggung jawab untuk seluruh kalangan,
serta membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.)
17. Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Memperkuat implementasi dan menghidupkan
kembali kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan.)
Menyikapi 17 Tujuan Global tersebut, Presiden Majelis Umum PBB menegaskan
bahwa ambisi dari negara-negara anggota PBB tersebut hanya akan tercapai jika dunia
telah damai, aman, serta menghormati hak asasi manusia bukan di dunia di mana
investasi dalam persenjataan dan perang lebih besar sehingga menghancurkan sebagian

besar sumber daya yang telah menjadi komitmen untuk berinvestasi dalam pembangunan
berkelanjutan.
Pemerintah setempat juga hanya akan berhasil dalam melaksanakan agenda besar
ini jika adanya partisipasi luas yang berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan
seperti anggota parlemen, pemimpin daerah, masyarakat lokal, masyarakat sipil, pemuda,
komunitas agama, serikat buruh, pelaku bisnis dan akademisi di seluruh dunia.

2.2 Sistem Kesehatan Nasional


Jika menyebut perkataan Sistem Kesehatan Nasional, terdapat dua pengertian yang
terkandung di dalamnya. Pertama pengertian Sistem dan yang kedua adalah Kesehatan.
(Adisasmito, 2007)
SISTEM
Beberapa pengertian sistem yang dipandang cukup penting adalah:

1.

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh


suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi

2.

dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans)


Sistem adalah suatu struktur konseptual yang terdiri dari fungsi-fungsi yang
saling berhubungan yang bekerja sebagai satu unit organik untuk mencapai
keluaran yang diinginkan secara efektif dan efisien (John Mc Manama)

UNSUR SISTEM
Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen
tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian maka tidak
ada yang disebut sistem. Bagian atau elemen tersebut banyak macamnya, yang jika
disederhanakan dapat dikelompokkan kedalam 6 unsur yakni:
Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem &
yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut

Proses
Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem &
yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan
Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem
Umpan balik
Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem & sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut
Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran sistem tersebut
Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh
sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem
JENJANG SISTEM
Untuk memudahkan pemahaman, peranan & kedudukan sistem terhadap lingkungan
yang beraneka ragam sering digambarkan dalam bentuk penjenjangan sistem.
Secara sederhana yang dimaksud dengan penjenjangan sistem ialah pembagian
sistem ditinjau dari sudut peranan dan kedudukannya terhadap lingkungan. Untuk itu,
penjenjangan sistem tersebut dpt dibedakan atas 3 macam yakni:
1. Suprasistem
Adalah lingkungan dimana sistem tersebut berada. Lingkungan yang
dimaksud disini juga berbentuk suatu sistem tersendiri, yang kedudukan dan
peranannya lebih luas
2. Sistem
Adalah sesuatu yang sedang diamati yang menjadi objek dan subjek
pengamatan
6

3. Subsistem
Adalah bagian dari sistem yang secara mandiri membentuk sistem pula.
Subsistem yang mandiri, kedudukan dan peranannya lebih kecil daripada
sistem
KESEHATAN
Beberapa pengertian tentang kesehatan sebagai berikut:
1. WHO, 1947 & UU Pokok Kesehatan No.9 Tahun 1960
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial yang
tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.

SISTEM KESEHATAN
SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
MAKSUD DAN KEGUNAAN
Penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan
berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan
sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta.
Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka
pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan
sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan
Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang
transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu,
meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.
ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN

Kita sudah memiliki Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yang telah ditetapkan pada
tahun 1982. Esensi SKN 1982 telah dipergunakan dalam penyusunan GBHN Bidang
Kesehatan, utamanya GBHN 1988, 1993, dan 1998, UU No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan dan yang terbaru dan lebih spesifik
adalah Perpres No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
LANDASAN SKN
Landasan SKN meliputi:
a. landasan idiil;
b. landasan konstitusional; dan
c. landasan operasional.
Landasan idiil yaitu Pancasila.
Landasan konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, khususnya Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 28B ayat (2) Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi., Pasal 28C ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, Pasal 28H ayat
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, Pasal 28H ayat (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat,
Pasal 34 ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan, dan Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Landasan Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan
penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
DASAR SKN
Dalam penyelenggaraan, SKN harus mengacu pada dasar-dasar atau asas-asas
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

perikemanusiaan;
keseimbangan;
manfaat;
perlindungan;
keadilan;
penghormatan hak asasi manusia;
sinergisme dan kemitraan yang dinamis;
komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance);
legalitas;
antisipatif dan proaktif;
gender dan nondiskriminatif; dan
kearifan lokal.

KEDUDUKAN SKN
a. SUPRASISTEM SKN
Suprasistem SKN adalah Sistem Ketahanan Nasional. SKN bersama dengan
berbagai sistem nasional lainnya diarahkan untuk mencapai tujuan bangsa
Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Dalam kaitan ini, undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan
merupakan kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan.
1. Kedudukan SKN dalam Sistem Nasional Lainnya
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak hanya
menjadi tanggung jawab sektor/urusan kesehatan, melainkan juga tanggung jawab
berbagai sektor/urusan terkait. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,
SKN perlu menjadi acuan bagi sektor/urusan lain. Dalam penyelenggaraan

pembangunan nasional, SKN dapat bersinergi secara dinamis dengan berbagai


sistem nasional lainnya, seperti:
- Sistem Pendidikan Nasional
- Sistem Perekonomian Nasional
- Sistem Ketahanan Pangan Nasional
- Sistem Pertahanan dan Keamanan Nasional (Hankamnas), dan sistem nasional
lainnya.
Pelaksanaan pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan dengan
mengikutsertakan seluruh sektor/urusan terkait kesehatan sejak awal perencanaan
agar dampak pembangunan yang dilakukan tidak merugikan derajat kesehatan
masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.
2. Kedudukan SKN terhadap Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan di
Daerah
Dalam pembangunan kesehatan, SKN merupakan acuan penyelenggaraan
pembangunan kesehatan di daerah.
3. Kedudukan SKN terhadap berbagai Sistem Kemasyarakatan,termasuk Swasta
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan
sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam
berbagai sistem kemasyarakatan. Di lain pihak, sebagai sistem kemasyarakatan
yang ada, termasuk potensi swasta berperan aktif sebagai mitra dalam
pembangunan kesehatan yang dilaksanakan sesuai SKN. Dalam kaitan ini SKN
dipergunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan juga ditentukan oleh peran aktif
swasta. Dalam kaitan ini potensi swasta merupakan bagian integral dari SKN.
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan perlu digalang kemitraan yang
setara, terbuka, dan saling menguntungkan dengan berbagai potensi swasta.
Sistem Kesehatan Nasional dapat mewarnai potensi swasta, sehingga sejalan
dengan tujuan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan.
b. SUBSISTEM SKN
Pendekatan pengelolaan kesehatan dewasa ini dan kecenderungannya di
masa depan adalah kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi
yang dinamis. Mengacu pada perkembangan komponen pengelolaan kesehatan
dewasa ini serta pendekatan pengelolaan kesehatan tersebut di atas, maka
subsistem SKN dikelompokkan sebagai berikut:
10

1. subsistem upaya kesehatan;


Untuk dapat mencapai

derajat

kesehatan

masyarakat

yang

setinggitingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan


menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia sebagai ketahanan nasional.
Upaya kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI dan
POLRI),

pemerintah

daerah

provinsi/kabupaten/kota,

dan/atau

masyarakat/swasta melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan


penyakit, pengobatan, dan pemulihan kesehatan, di fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas kesehatan.

Figure 2, Pembagian UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan ) dan UKM


(Upaya Kesehatan Masyarakat)

2. subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan;


Untuk mendapatkan dan mengisi kekosongan data kesehatan dasar
dan/atau data kesehatan yang berbasis bukti perlu diselenggarakan kegiatan
penelitian dan pengembangan kesehatan dengan menghimpun seluruh
potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pengelolaan penelitian dan pengembangan kesehatan terbagi atas
penelitian dan pengembangan biomedis dan teknologi dasar kesehatan,
teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik, teknologi intervensi
kesehatan

masyarakat,

dan

humaniora,

kebijakan

kesehatan,

dan
11

pemberdayaan masyarakat. Penelitian dan pengembangan kesehatan


dikoordinasikan penyelenggaraannya oleh Pemerintah.
3. subsistem pembiayaan kesehatan;
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber, yakni:
Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, organisasi masyarakat, dan
masyarakat itu sendiri. Pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi,
stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan kesehatan.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan barang publik

Figure 3, Skema subsitem pembiayaan kesehatan

(public good) yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk


pelayanan kesehatan perorangan pembiayaannya bersifat privat, kecuali
pembiayaan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu menjadi tanggung
jawab

pemerintah.

diselenggarakan

Pembiayaan

melalui

jaminan

pelayanan

kesehatan

pemeliharaan

perorangan

kesehatan

dengan

mekanisme asuransi social yang pada waktunya diharapkan akan mencapai


universal health coverage sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun

12

2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang


Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
4. subsistem sumber daya manusia kesehatan;
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis, dan kualitasnya, serta
terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang termasuk kelompok tenaga
kesehatan, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki terdiri dari
tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan kebidanan,
tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, dan tenaga kesehatan
lainnya, diantaranya termasuk peneliti kesehatan.
SKN memberikan fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan
sumber

daya

manusia

kesehatan

guna

menjamin

ketersediaan,

pendistribusian, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia kesehatan.


Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan meliputi
perencanaan kebutuhan dan program sumber daya manusia yang diperlukan,
pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan sumber
daya manusia kesehatan, pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan,
termasuk peningkatan kesejahteraannya, dan pembinaan serta pengawasan
mutu sumber daya manusia kesehatan. subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan;
5. subsitem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
Subsistem ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan,dan keterjangkauan
obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan
yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta
upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya
dalam negeri.
6. subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan;
Subsistem ini meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan,
hukum kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan
13

pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, diperlukan


manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi,
integrasi, regulasi, sinkronisasi, dan harmonisasi berbagai subsistem SKN
agar efektif, efisien, dan transparansi dalam penyelenggaraan SKN tersebut.
Dalam kaitan ini peranan informasi kesehatan sangat penting. Dari segi
pengadaan

data,

informasi,

dan

teknologi

komunikasi

untuk

penyelenggaraan upaya kesehatan, pengembangan sumber daya manusia,


dan kegiatan lainnya, yang kegiatannya dapat dikelompokkan, antara lain:
a. pengelolaan sistem informasi;
b. pelaksanaan sistem informasi;
c. dukungan sumber daya; dan
d. pengembangan dan peningkatan sistem informasi kesehatan.
7. subsistem pemberdayaan masyarakat.
SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan
perorangan, keluarga dan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan
semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga
sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan.
Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar
masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku
pembangunan kesehatan.
Dalam pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat meliputi pula
upaya peningkatan lingkungan sehat oleh masyarakat sendiri dan upaya
peningkatan kepedulian sosial dan lingkungan sekitar. Upaya pemberdayaan

14

Figure 4, Skema pemberdayaan masyarakat

perorangan, keluarga dan masyarakat akan berhasil pada hakekatnya apabila


kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi. Pemberdayaan masyarakat
dan upaya kesehatan pada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan
kesehatan.
TATA HUBUNGAN ANTAR SUBSISTEM DAN LINGKUNGANNYA
Penyelenggaraan SKN memerlukan keterkaitan antar unsur-unsur SKN sebagai suatu
tata hubungan yang efektif. Keterkaitan tersebut dijabarkan berikut ini:
a. Subsistem upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk penyelenggaraan subsistem tersebut
diperlukan berbagai upaya dengan menghimpun seluruh potensi bangsa
Indonesia. Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan melalui berbagai jenis fasilitas
pelayanan kesehatan. Berbagai upaya tersebut memerlukan dukungan penelitian
dan pengembangan kesehatan, pembiayaan, sumber daya manusia kesehatan,
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen,
informasi, dan regulasi kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat.
b. Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan diselenggarakan untuk
memberikan data dan informasi di bidang kesehatan yang berbasis bukti.
Tersedianya data dan informasi di bidang kesehatan yang berdasarkan hasil
penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan
akan dijadikan dasar perumusan strategi, kebijakan, dan program upaya
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, ketersediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat.
c. Subsistem pembiayaan kesehatan diselenggarakan

guna

menghasilkan

ketersediaan pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi


secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk
terselenggaranya upaya kesehatan secara merata, terjangkau, dan bermutu bagi
seluruh masyarakat. Tersedianya pembiayaan yang memadai juga akan
menunjang terselenggaranya subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan, subsistem sumber daya manusia kesehatan, subsistem
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, subsistem manajemen, informasi,
dan regulasi kesehatan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat.

15

d. Subsistem sumber daya manusia kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan


tenaga kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan jenis yang mencukupi,
terdistribusi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna
serta dikembangkan, sehingga upaya kesehatan dapat diselenggarakan sesuai
dengan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan yang
mencukupi dan berkualitas juga akan menunjang terselenggaranya subsistem
upaya kesehatan, subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan, subsistem
pembiayaan kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan,
subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, serta subsistem
pemberdayaan masyarakat.
e. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan diselenggarakan guna
menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan yang beredar; menjamin ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial, perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, dan penggunaan obat yang
rasional, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan saling
terkait

dengan

subsistem

upaya

kesehatan,

subsistem

penelitian

dan

pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber


daya manusia kesehatan, subsistem manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan, serta subsistem pemberdayaan masyarakat, sehingga pengelolaan
kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
f. Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan diselenggarakan guna
menghasilkan

fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi

kesehatan,

informasi kesehatan, dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang
penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Dengan
manajemen

kesehatan

diselenggarakan

yang

subsistem

berhasil
upaya

guna

kesehatan,

dan

berdaya

subsistem

guna

penelitian

dapat
dan

pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber


daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
serta subsistem pemberdayaan masyarakat, sebagai suatu kesatuan yang terpadu
dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
16

g. Subsistem pemberdayaan masyarakat diselenggarakan guna menghasilkan


individu, kelompok, dan masyarakat umum yang mampu berperan aktif dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Masyarakat yang berdaya akan berperan aktif
dalam penyelenggaraan subsistem upaya kesehatan, subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan, subsistem pembiayaan kesehatan, subsistem sumber
daya manusia kesehatan, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan,
serta subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan.
Masing-masing subsistem tersebut perlu membuat pencatatan dan pelaporan serta
diupayakan agar saling bersinergi, sehingga secara keseluruhan subsistem-subsistem
tersebut saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggitingginya. Dalam kaitan ini, hubungan SKN dengan lingkungan strategisnya
sangat penting artinya, mengingat pembangunan kesehatan tidak dapat mencapai
tujuannya tanpa memperhatikan dengan seksama interaksi dengan lingkungan strategis

Figure 5, Hubungan antar subsitem

tersebut, yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan
keamanan. Lingkungan tersebut terdapat di tingkat lokal, nasional, regional, maupun
global. Selain itu, lingkungan dimaksud dapat sebagai peluang maupun kendala.
17

2.3 Rencana Jangka Panjang Nasional dan Bidang Kesehatan


RPJP-N
a. PENGERTIAN
Menurut UU No, 17 Tahun 2007 Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran
dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk
visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang
mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025.

b. MAKSUD DAN TUJUAN


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025, selanjutnya
disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20
(dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan
dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen
bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama
sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis,
koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya di dalam satu pola sikap dan pola
tindak.

c. LANDASAN
Landasan idiil RPJP Nasional adalah Pancasila dan landasan konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan landasan
operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
langsung dengan pembangunan nasional, yaitu:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2001 Tentang Visi Indonesia Masa Depan;
18

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;


3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

d. PENTINGNYA
Perencanaan jangka panjang dan jangka menengah nasional bagi suatu negara
sangat penting, karena mempunyai banyak manfaat dan keperluan yang melatar
belakanginya. Manfaat dan keperluan tersebut adalah sebagai berikut:
Terkait dengan karakteristik atau perilaku dari para pelaku pembangunan,
khususnya pihak swasta yang notabene berkontribusi terhadap pembangunan baik
perumahan,industri atau lainya sekitar lebih dari 60 % dari keseluruhan pembangunan,
menjadi sangat perlu sekali adanya satu kepastian. Kepastian tersebut salah satunya
berupa kejelasan dan kepastian arah atau rumusan masa depan nasional yang di
formalkan baik dalam bentuk dokumen Rencana Tata Ruang atau pun Visi Pembangunan
Jangka Panjang dan Jangka Menegah.
Pihak Swasta baik dalam maupun luar negeri yang mampu mendukung
pertumbuhan melalui investasi di negara tersebut, pada umumnya bersifat jangka
panjang. Berbagai perhitungan BEP (break even point) untuk satu kegiatan investasi
industri misalnya menuntut adanya perhitungan waktu yang lebih dari 5 atau 10 tahun.
Untuk itu, keberadaan satu Visi pembangunan nasional jangka panjang dan jangka
menengah yang tertuang dalam dokumen RPJPN dan RPJMN secara signifikan akan
memberikan rasa amandan kepastian (predictable) yang selanjutnya akan mampu
mendorong terbangunya atmosfer yang kondusif bagi berbagai kegiatan investasi besar
(jangka panjang).Tanpa kepastian jangka panjang dan dengan dinamika politik yang
tinggi atau setiap lima tahun terjadi perubahan arah karena keberadaan visi hasil

19

PEMILU, jelas memberikan atmosfer yang tidak mendukung atau kondusif terhadap
perkembangan investasi nasional.
Implikasi lanjutan dari rasa aman dan kepastian diatas akan muncul satu peluang
yang akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

e. VISI DAN MISI PEMBANGUNAN NASIONAL TAHUN 20052025


Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20
tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005
2025 adalah:
Visi
Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur
Visi pembangunan nasional tahun 20052025 itu mengarah pada pencapaian
tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur
untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang
ingin dicapai.
Misi
1. Mewujudkan

masyarakat

berakhlak

mulia,

bermoral,

beretika,

berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila adalah memperkuat


jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan yang bertujuan membentuk
manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum,
memelihara kerukunan internal dan antarumat beragama, melaksanakan interaksi
antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur
budaya,bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka
memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
2. Mewujudkan

bangsa

yang

berdaya-saing adalah

mengedepankan

pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan


20

penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan


penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan; membangun infrastruktur yang
maju serta reformasi di bidang hukum dan aparatur negara; dan memperkuat
perekonomian domestik berbasis keunggulan setiap wilayah menuju keunggulan
kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan
pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri.
3. Mewujudkan

masyarakat

demokratis

berlandaskan

hukum adalah

memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran


masyarakat sipil; memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah;
menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengomunikasikan
kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan struktur hukum dan
meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil, konsekuen,
tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil.
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun
kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di
kawasan regional dan internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan
profesionalisme Polri agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat;
mencegah tindak kejahatan, dan menuntaskan tindak kriminalitas; membangun
kapabilitas lembaga intelijen dan kontra-intelijen negara dalam penciptaan
keamanan nasional; serta meningkatkan kesiapan komponen cadangan, komponen
pendukung pertahanan dan kontribusi industri pertahanan nasional dalam sistem
pertahanan semesta.
5. Mewujudkan

pemerataan

pembangunan

dan

berkeadilan adalah

meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara


menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah
yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis;
menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan
sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi
dalam berbagai aspek termasuk gender.

21

6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan


pelaksanaan

pembangunan

yang

dapat

menjaga

keseimbangan

antara

pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan


lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan
dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan, melalui pemanfaatan ruang
yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan
upaya konservasi; meningkatkan pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan
lingkungan yang berkesinambungan; memperbaiki pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup untuk mendukung kualitas kehidupan; memberikan
keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta meningkatkan pemeliharaan dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan.
7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan
bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi
kelautan; meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan
kelautan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;
mengelola wilayah laut nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan
kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia
internasional adalah

memantapkan

diplomasi

Indonesia

dalam

rangka

memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia


terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan
regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral
antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.

f. STRATEGI RPJP NASIONAL 2005-2015


Strategi untuk memantapkan misi tersebut dijabarkan secara bertahap dalam perio
de lima tahunan atau RPJM masing-masing tahap memunyai skala prioritas dan strategi
22

pembangunan yang merupakan kesinambungan dari skala prioritas dan strategi


pembangunan periode sebelumnya.
Tahap skala prioritas utama danstrategi RPJM tersebut terdiri atas:
1. RPJM pertama(2005-2009) diarahkan untuk menata kembali

dan

membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan


Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta tingkat
kesejahteraan rakyatnya meningkat.
2. RPJM kedua(2010-2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan
kebali Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya
peningkatan kualitas SDM termasuk pengembangan IPTEK serta penguasaan
daya saing perekonomian.
3. RPJM ketiga(2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan
secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya
saing kompetitif perekonomian.Berlandaskan keunggulan SDA dan SDM be
rkualitas serta kemampuan yang terus meningkat.
4. RPJM keempat(2020-2025) ditujukan untuk mewujudkan

masyarakat

Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan


pembangunan di berbagai bidang. Hal ini dilakukan dengan menekankan
terbangunnya

infrastruktur

perekonomian

yang

kokoh

berlandaskan

keunggulan kompetitif di berbagai wilayah didukung SDM berkualitas dan


berdaya saing.
RPJP-Bidang kesehatan
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana
pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari RPJPN
Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi, arah dan kebutuhan sumber daya
pembangunan nasional.
Pembangunan kesehatan merupakan investasi dalam meningkatkan kualitas
sumber

daya

manusia.

Pembangunan

kesehatan

yang

dilaksanakan

secara

berkesinambungan dalam tiga dekade terakhir telah berhasil meningkatkan derajat


kesehatan

masyarakat

secara

bermakna.

Derajat

kesehatan

masyarakat

telah

menunjukkan perbaikan seperti dapat dilihat dari angka kematian bayi, angka kematian
ibu melahirkan dan umur harapan hidup.
b. TANTANGAN MASA DEPAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

23

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN disebutkan bahwa


tantangan pembangunan bidang kesehatan yang dihadapi antara lain adalah mengurangi
kesenjangan status kesehatan masyarakat dan akses terhadap pelayanan kesehatan
antarwilayah, tingkat sosial ekonomi, dan gender; meningkatkan jumlah dan penyebaran
tenaga kesehatan yang kurang memadai; meningkatkan akses terhadap fasilitas
kesehatan; dan mengurangi beban ganda penyakit yaitu pola penyakit yang diderita oleh
sebagian besar masyarakat adalah penyakit infeksi menular, namun pada waktu yang
bersamaan

terjadi

peningkatan

penyakit

tidak

menular

serta

meningkatnya

penyalahgunaan narkotik dan obat.


1. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, terdapat be-berapa tantangan yang dihadapi antara lain: rendahnya
kualitas kesehatan penduduk yang terlihat dari masih tingginya angka kematian
bayi (AKB), angka kematian anak balita (AKABA) dan angka kematian ibu
melahirkan (AKI) serta tingginya proporsi anak balita yang mengalami gizi kurang.
Menjelang tahun 2025 derajat kesehatan masyarakat akan semakin bertambah
baik karena menurunnya AKB dan AKABA, meningkatnya status gizi masyarakat,
serta UHH. Namun demikian upaya penurunan AKI masih merupakan tantangan
yang berat.
2. Masalah kesehatan masyarakat lainnya yang dihadapi adalah beban ganda penyakit
yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, dilain
pihak semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Selain itu beberapa penyakit
infeksi cenderung meningkat kembali (re-emerging diseases) seperti penyakit TB,
dan malaria. Penyakit infeksi baru (new emerging diseases) juga telah muncul,
utamanya yang disebabkan karena virus seperti: HIV/AIDS, SARS, dan flu
burung (avian influenza). Ke depan Indonesia perlu mewaspadai timbulnya
penyakit-penyakit baru yang diakibatkan oleh virus.
3. Tantangan lain yang dihadapi adalah adanya kecenderungan meningkatnya masalah
kesehatan jiwa, masalah-masalah yang berkaitan dengan usia lanjut yang akan
menyebabkan meningkatnya beban pelayanan dan pembiayaan kesehatan,
kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan akibat kerja, dampak perubahan iklim, dan
meningkatnya pencemaran lingkungan serta perubahan gaya hidup yang tidak
sehat. Penyakit jantung dan pembuluh darah (Kardiovaskular), kanker, dan

24

penyakit tidak menular lainnya juga cenderung meningkat. Pelayanan kesehatan


masyarakat menjadi sangat maju menjelang tahun 2025 sehingga dapat melayani
semua kebutuhan pelayanan kesehatan. Akibat penyalahgunaan Napza juga
merupakan tantangan yang berat dalam pembangunan kesehatan.
4. Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan
sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan
perundangan merupakan tantangan yang sangat penting. Manajemen kesehatan
yang meliputi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, sistem informasi
kesehatan, dan hukum kesehatan yang mencakup perlindungan masyarakat,
penegakan dan kesadaran hukum belum sepenuhnya mendukung pembangunan
kesehatan. Meskipun sistem informasi kesehatan sangat penting untuk mendukung
pembangunan kesehatan, akan tetapi tidak mudah dalam pengembangannya agar
berhasil-guna dan berdaya-guna. Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat
berjalan sesuai yang diharapkan.
5. Pemberdayaan masyarakat di

bidang

kesehatan

pada

umumnya

masih

menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan


kesehatan. Pengetahuan, sikap dan perilaku serta kemandirian masyarakat untuk
hidup sehat masih belum memadai.
6. Kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang
bermutu antar wilayah, gender, dan antar kelompok tingkat sosial ekonomi;
pelayanan kesehatan reproduksi yang masih lemah; serta terbatasnya jumlah dan
belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan.
Dalam pembiayaan kesehatan, hampir seluruh penduduk Indonesia diperkirakan
telah dicakup oleh sistem jaminan kesehatan sosial. Sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang aman, bermanfaat dan bermutu belum sepenuhnya tersedia secara
merata dan terjangkau oleh masyarakat.
7. Dewasa ini belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi dan mutu tenaga
kesehatan. Merupakan tantangan bagi pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan, bahwa menjelang tahun 2025 pemenuhan seluruh kebutuhan SDM
Kesehatan bagi pembangunan kesehatan telah tercapai.
8. Selain itu, dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas,
beberapa masalah dan tantangan baru muncul sebagai akibat dari perubahan sosial
budaya, ekonomi dan politik serta perubahan lingkungan strategis, baik global,
25

regional, maupun nasional. Perubahan sosial budaya, ekonomi dan politik yang
berpotensi terjadinya konflik sosial dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Terorisme, utamanya bioterorisme dapat menjadi ancaman dalam pembangunan
kesehatan.
9. Tantangan

global

yang

dihadapi

adalah

upaya

dalam

pencapaian

sasaran Sustainable Development Goals Tantangan global lainnya antara lain


adalah perdagangan bebas, dan sumber daya kesehatan yang ikut mengglobal, perlu
diantisipasi. Pengaruh globalisasi dan liberalisasi perdagangan serta pelayanan
publik melalui kesepakatan General Agreement on Trade in Service (GATS)
dan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), dimulainya
pasar bebas ASEAN pada tahun 2003 dan pasar bebas Asia Pasific pada tahun 2020
serta

MEA 2015

akan

mempengaruhi

berbagai

aspek

penyelenggaraan

pembangunan kesehatan. Masuknya modal asing dalam penyelenggaraan


pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, dan tenaga kesehatan asing perlu
diwaspadai. Sedangkan dalam lingkup nasional antara lain adalah upaya penerapan
kebijakan pemerataan pembangunan kesehatan secara lebih luas, yang didukung
dengan sumber daya yang cukup.
c. STRATEGI PEMBANGUNAN KESEHATAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi pembangunan
kesehatan yang akan ditempuh sampai tahun 2025 adalah:
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu
hak dasar rakyat yang sangat fundamental. Pembangunan kesehatan juga
sekaligus

sebagai

investasi

pembangunan

nasional,

dengan

demikian

pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Dalam


kaitan ini pembangunan nasional perlu berwawasan kesehatan. Diharapkan setiap
program pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan kesehatan,
dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap tercapainya nilai-nilai dasar
pembangunan kesehatan.
Untuk terselenggaranya pembangunan nasional berwawasan kesehatan,
perlu dilaksanakan kegiatan advokasi, sosialisasi, orientasi, kampanye dan
pelatihan, sehingga semua pelaku pembangunan nasional (stakeholders)

26

memahami dan mampu melaksanakan pembangunan nasional berwawasan


kesehatan. Selain itu perlu pula dilakukan penjabaran lebih lanjut dari
pembangunan nasional berwawasan kesehatan, sehingga benar-benar dapat
dilaksanakan dan diukur tingkat pencapaian dan dampak yang dihasilkan.
Dalam penyelenggaraan pembangunan nasional berwawasan kesehatan,
pengembangan hukum di masa mendatang menjadi sangat penting, untuk
menjamin terwujudnya kepastian hukum, keadilan hukum, dan manfaat hukum.
2. Pemberdayaan Masyarakat dan Daerah
Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan semakin penting.
Masalah kesehatan perlu diatasi oleh masyarakat sendiri dan pemerintah. Selain
itu, banyak permasalahan kesehatan yang wewenang dan tanggung jawabnya
berada di luar sektor kesehatan. Untuk itu perlu adanya kemitraan antar berbagai
pelaku pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat pada hakekatnya
adalah melibatkan masyarakat untuk aktif dalam pengabdian masyarakat (to
serve), aktif dalam pelaksanaan advokasi kesehatan (to advocate), dan aktif dalam
mengkritisi pelaksanaan upaya kesehatan (to watch).
Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan, penyelenggaraan berbagai
upaya kesehatan harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah. Oleh
karenanya dalam pembangunan kesehatan diperlukan adanya pendelegasian
wewenang yang lebih besar kepada daerah. Kesiapan daerah dalam menerima dan
menjalankan kewenangannya dalam pembangunan kesehatan, sangat dipengaruhi
oleh tingkat kapasitas daerah yang meliputi perangkat organisasi dan sumber daya
manusianya, serta kemampuan fiskal. Untuk itu harus dilakukan penetapan yang
jelas tentang peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang kesehatan,
upaya kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, dan pengembangan serta
pemberdayaan sumber daya daerah.
3. Pengembangan Upaya dan Pembiayaan Kesehatan
Pengembangan pelayanan atau upaya kesehatan, yang mencakup upaya
kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat (client oriented), dan dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, merata, terjangkau, berjenjang, profesional,
dan bermutu. Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin perlu mendapatkan
pengutamaan. Penyelenggaraan upaya kesehatan diutamakan pada upaya
27

pencegahan dan peningkatan kesehatan, tanpa mengabaikan upaya pengobatan


dan pemulihan kesehatan. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan
prinsip kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan swasta.

2.4 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


a) Pengertian Asuransi Kesehatan Sosial (Jaminan Kesehatan Nasional-JKN)
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial, beberapa pengertian yang patut
diketahui terkait dengan asuransi tersebut adalah:
o Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari
peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi
yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
o Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
o Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat
agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dengan demikian,
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional
ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat
wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia
terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan masyarakat yang layak.
b) Prinsip-prinsip Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) berikut:
a. Prinsip kegotong royongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko
tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena
kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.

28

Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat


menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan
utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
dikumpulkan

dari

masyarakat

adalah

dana

amanat,

sehingga

hasil

pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan


peserta.
c. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip
prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal
dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
d. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga
dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai
dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi
peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
f. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badanbadan

penyelenggara

untuk

dikelola

sebaik-baiknya

dalam

rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.


g. Prinsip hasil pengelolaan
Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
untuk sebesar-besar kepentingan peserta

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatur tentang beberapa hal
diantaranya :
a. KEPESERTAAN
29

Beberapa pengertian:
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lain.
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam
bentuk lainnya.
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu yang terdiri atas:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang
menerima Upah.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun;
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan; dan
f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar Iuran.
4) Penerima pensiun terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
30

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan


e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pension sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan
kriteria:
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan
anggota keluarga yang lain.
5) WNI di Luar Negeri
Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.
b. PEMBIAYAAN
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan
Pekerja.
bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran
dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan
Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,
ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
3. Pembayaran Iuran

31

Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan


persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal
tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut
iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung
jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan
secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10
(sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2%
(dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi
Kerja. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib
membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat
dilakukan diawal. BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau
kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis
kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan.
4. Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBGs. Mengingat kondisi
geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan
mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan
Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan
mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas Kesehatan meskipun
tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani pasien dalam
keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien
dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan
32

membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah


memberikan pelayanan gawat darurat setara dengan tarif yang berlaku di wilayah
tersebut.
5. Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan
di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran,
Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang
diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam
JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non
medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan
yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan
mengikutiasuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara
biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional charge).
Ketentuan

tersebut

tidak

berlaku

bagi

peserta

PBI.

Sebagai

bentuk

pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib


menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program
dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).
Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden
dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media
massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang
memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun
berikutnya.
c. SISTEM KAPITASI
Menurut Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan
Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang berisi

33

Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan FKTP diberlakukan pengembangan


sistem pengendalian mutu dan sistem pembayaran melalui: a. norma penetapan besaran
tarif kapitasi; dan b. pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan.
a. Norma Penetapan Besaran Tarif Kapitasi
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada FKTP secara
praupaya berdasarkan kapitasi atas jumlah Peserta yang terdaftar di
FKTP.
(2) Besaran tarif kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
dibayarkan kepada FKTP pada suatu wilayah ditentukan berdasarkan
kesepakatan BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di
wilayah setempat dengan mengacu pada standar tarif kapitasi yang telah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
(3) Standar tarif kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
sebagai berikut: a. puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara
sebesar Rp.3.000,00 (tiga ribu rupiah) sampai dengan Rp.6.000,00
(enam ribu rupiah); b. rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama,
praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.8.000,00
(delapan ribu rupiah) sampai dengan Rp.10.000,00 (sepuluh ribu
rupiah); dan c. praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp.2.000,00 (dua
ribu rupiah).
(4) Penetapan besaran tarif kapitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bagi masing-masing FKTP dilakukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan seleksi dan kredensialing
dengan mempertimbangkan: a. sumber daya manusia; b. kelengkapan
sarana dan prasarana; c. lingkup pelayanan; dan d. komitmen pelayanan.
(5) Pertimbangan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) meliputi: a. ketersediaan dokter berdasarkan rasio perbandingan
jumlah dokter dengan jumlah peserta terdaftar; dan b. ketersediaan
dokter gigi, perawat, bidan termasuk jejaring bidan dan tenaga
administrasi.
34

(6) Pertimbangan kelengkapan sarana dan prasarana sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) meliputi : a. kelengkapan sarana prasarana
FKTP yang diperlukan dalam memberikan pelayanan; dan b. waktu
pelayanan di FKTP.
(7) Pertimbangan lingkup pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) meliputi: a. pelayanan rawat jalan tingkat pertama sesuai peraturan
perundang-undangan; b. pelayanan obat; dan c. pelayanan laboratorium
tingkat pratama.
b. Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan

(1) Pembayaran Kapitasi yang telah disepakati sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 29 dilakukan berbasis pemenuhan komitmen
pelayanan.
(2) Pemenuhan komitmen pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dinilai berdasarkan pencapaian indikator dalam komitmen
pelayanan yang dilakukan FKTP yang meliputi:
a. Angka Kontak (AK);
b. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS);
dan
c. Rasio Peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP (RPPB).
c. SISTEM RUJUKAN
Tata cara sistem rujukan pasien BPJS adalah sebagai berikut :
2. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis yaitu :
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
(faskes) tingkat pertama.
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
kef askes tingkat kedua.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

35

3. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung kef askes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
4. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi :
a. Terjadi keadaan gawat darurat
b. Bencana
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
faskes lanjutan.
d. Pertimbangan geografis
e. Pertimbangan fasilitas
5. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketemtuan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi
darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar
kompetensi dokter/dokter gigi pemberi pelayanan tingkat pertama.
6. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau specimen kef askes lain dalam
rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan suatu
rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa : Pengiriman pasien untuk dilakukan
pemeriksaan penunjang atau tindakan dan/atau pengiriman specimen untuk
pemeriksaan penunjang.
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

36

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi, apa yang dialami oleh dr. Moci adalah sebuah tanda keberhasilan dan
kemajuan dari system kesehatan yang ada di Indonesia. Hampir semua area kota Mataram
telah terlayani dengan system tersebut. Sebagai dokter, kita harus mengetahui dan harus upto-date dengan Sistem Kesehatan Nasional kita sendiri serta ikut mengawasi dan mengiringi
kea rah perubahan yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan, Edisi 1. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buku Pegangan Sosialisasi JKN (PDF)
tersedia di http://www.depkes.go.id/resources/download/jkn/buku-pegangan-sosialisasijkn.pdf&ved=0ahUKEwi52YwjMrMAhViHY4KHVUzD3kQFggYMAA&usg=AFQjCNETKEmZIFy6BRFBi_7Xa7
EIN6zulg&sig2=Xlqc_j8_AT8FbjbSxEOjqg diakses pada tanggal 29 April 2016

37

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang
Norma Penetapan Besaran Kapitasi Dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan
Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek
Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
United Nation. (1948). Universal Declaration of Human Rights.

Tersedia

di

www.un.org/en/universal-declaration-human-rights/ diakses pada tanggal 08 Mei 2016


WHO. (2015). Health in 2015 : From MDGs. Millenium Development Goals to
SDGs. Sustainable Development Goals (PDF) tersedia di www.who.int diakses pada tanggal
29 April 2016

38

Anda mungkin juga menyukai