Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN


2.1 Limbah
Limbah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan
yang berbentuk padat, cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau
tidak diinginkan.
Air limbah adalah air dari suatu daerah pemukiman yang telah dipergunakan untuk
berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga lingkungan hidup
yang sehat dan baik(Tchobanoglous, 1991).
Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil
karena terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan
kimia juga memerlukan air sebagai media pelarut (Dwioktavia, 2011).
Pengolahan limbah cair merupakan salah satu unit yang amat vital bagi industri
(manufaktur, tekstil, tambang, migas, perkebunan & agribisnis, rumah sakit, dll).
Output pengolahan limbah yang memenuhi baku mutu akan menghindari keluhan dari
lingkungan dan meningkatkan citra perusahaan. Sebaliknya, pencemaran yang
ditimbulkan oleh limbah cair dapat mendatangkan sanksi hokum baik administrasi,
pidana maupun perdata- terhadap perusahaan. Kadangkala masyarakat bertindak
sendiri untuk menghentikan operasi perusahaan.
2.2 Jenis-jenis limbah
Secara umum, jenis-jenis limbah ada 3, yaitu :
a. Limbah cair
Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada di dalam
fase cair. Komponen utama limbah cair adalah air (99%) sedangkan komponen
lainnya bahan padat yang tergantung asal buaata tersebut. (Rustama et. Al,
1998)
b. Limbah padat
c. Limbah gas
Di PT. PETROKIMIA GRESIK ini, menghasilkan 3 limbah yaitu limbah cair
(H3PO4, aluminium florida (AlF3), PO4), limbah padat (Pb, Hg, Cd, Fe,Cu
dll), dan limbah gas (CO2, CO, H2S). Namun pada makalah ini, kami hanya
focus pada pengolahan limbah cairnya saja.
2.3 Pengolahan limbah di PT. PETROKIMIA GRESIK
1. Pengolahan pendahuluan (pre-traetment)
pada pengolahan tahap pendahuluan, terjadi 2 proses fisika yaitu :

a. Penyaringan
b. Sedimentasi
2. Pengolahan pertama (primary treatment)
Tujuan pengolahan di tahap primary treatment ini adalah menetralkan pH
dengan menambahkan larutan kapur ke dalam air limbah dan untuk mempermudah
proses pengendapan di secondary treatment dengan penambahan koagulan.
Proses pada pengolahan ini yaitu Air limbah dialirkan dan ditampung menjadi satu
di suatu bak, yaitu Cushion Pond. Kondisi air limbah yang masuk di Cuhion Pond ini
sangat asam dengan pH 1,5-2. Kapasitas Cushion Pond ini adalah 30.000 m3 dengan
kedalaman 3 m. Cushion Pond ini dilapisi dengan lembaran plastic agar air tidak
penetrasi ke dalam tanah. Di bak ini juga dilengkapi dengan pompa untuk mengalirkan
air limbah dari Cushion Pond ke pH Adjusting Tank I sebanyak 4 buah. Endapan yang
terbentuk di Cushion Pond ini akan dibersihkan ketika air limbah yang ada di bak ini
sudah mulai kelihatan keruh. Endapan dari Cushion Pond ini sebelum dibawa ke
disposal (area pembuangan sludge) dijemur terlebih dahulu untuk memudahkan
pengangkutan sludge menuju area disposal.
3. Pengolahan kedua (secondary treatment)
4. Pengolahan ketiga (tertiary treatment)
5. Pengolahan bakteri (desinfektan)
6. Pengolahan lanjutan (ultimate disposal)

2.4 Sumber Limbah


Cair
a. Unit Effluent Treatment
Sumber limbah cair di unit Effluent Treatment, yaitu :

1) Air limbah dari unit Alumunium Flourida (AlF3)


Aaaaa
Air limbah pada unit ini berasal dari proses kristalisasi dan
pemisahan Alumunium Flourida (AlF3), dimana filtrat yang berupa kristal
liquid masuk ke Effluent Treatment. Begitu juga dengan mother liquor
yang dipisahkan kemudian diendapkan dalam Recovery Tank yang
selanjutnya dibawa ke unit Effluent Treatment. Air limbah dari unit
Alumunium Flourida (AlF3) yang masuk ke Effluent Treatment adalah
40,199 ton/jam. Air limbah dari unit Alumunium Flourida (AlF3)
mempunyai kandungan PO4 50 ppm dan Flour 1625 ppm. Air limbah
dari unit Alumunium Flourida (AlF3) ini kadang-kadang masuk ke
Cushion Pond tetapi lebih sering langsung masuk ke pH Adjusting Tank I.
2) Air limbah dari unit Asam Fosfat (H3PO4)
Air limbah dari unit Asam Fosfat (H3PO4) yang dikirim ke
Effluent Treatment adalah air dari proses produksi asam fosfat.
3) Air limbah dari unit Cement Retarder (CR) pada proses purifikasi
Pada unit ini beberapa impurities akan dihilangkan dari
phospogypsum menjadi purifiedgypsum. Purifiedgypsum ini nantinya
digunakan sebagai raw material untuk membuat granulegypsum.
Phospogypsum ini diencerkan dengan air dari bak Neutralize Water Pit
pada Slurry Tank untuk membuat slurry 39%. Slurry tersebut diaduk untuk
melarutkan impurities. Selanjutnya slurry dipompa ke filter untuk
dipisahkan antara cakegypsum dari filtratnya. Cakegypsum disemprot
dengan steam untuk menurunkan moisture yang masih terkandung di
dalamnya.
Kemudian cake tersebut (purifiedgypsum) diberikan di conveyor
untuk dikirim ke purifiedgypsum storage. Filtrat tadi yang mengandung
impurities dan phospogypsum dikirim ke Effluent Treatment untuk
dinetralkan. Air limbah dari unit Cement Retarder (CR) yang dikirim
ke Effluent Treatment adalah 119,800 ton/jam. Air limbah kiriman dari
unit Cement Retarder (CR) ini mempunyai kandungan PO4 467 ppm dan
Flour 3523 ppm. Air limbah dari proses purifikasi ini langsung masuk ke
pH Adjusting Tank I.

4) Air limbah dari unit pendukung


Buangan dari unit pendukung berasal dari blow down demin
water. Air limbah dari unit pendukung ini yang dikirim ke Effluent
Treatment sebanyak 2,4 ton/jam. Air limbah dari unit pendukung ini
masuk ke Cushion Pond.
b. Unit Advanced Treatment
Sumber limbah cair di unit Advanced Treatment, yaitu:
1) Limbah cair dari pabrik I, yang sebagian berasal dari air boiler karena
bahan baku yang digunakan di pabrik I sebagian besar dari gas.
2) Limbah cair dari pabrik II, yang berasal dari proses produksi di pabrik II
seperti air dari proses pembuatan SP-36, phonska, dan ZK.
3) Limbah cair dari pabrik III, yang berasal dari unit Effluent Treatment.
2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair
a. Unit Effluent Treatment
Effluent Treatment merupakan fasilitas pengolahan limbah cair untuk
pabrik III yang terdiri dari unit Asam Fosfat (H3PO4), unit ZA II, unit
Alumunium Flourida (AlF3), unit Cement Retarder (CR), dan unit pendukung.
Komponen utama limbah cair yang diolah di Effluent Treatment adalah fosfat dan
flour. Sifat limbah cair di pabrik III adalah asam (acidic water).
Effluent Treatment beroperasi selama 24 jam sehari dan bekerja secara
otomatis, setiap tahapan pengolahan diamati dan dikontrol dari control room.
Kapasitas limbah cair yang dapat diolah di Effluent Treatment adalah 63,185
ton/jam. Air dari hasil pengolahan tersebut sebanyak 43,185 ton/jam dapat didaur
ulang lagi untuk proses produksi pabrik tersebut.
Tahapan pengolahan limbah cair di Effluent Treatment dibagi menjadi 2
tahap, yaitu :
1) Primary Treatment
Tujuan pengolahan di tahap primary treatment ini adalah menetralkan pH
dengan menambahkan larutan kapur ke dalam air limbah dan untuk
mempermudah proses pengendapan di secondary treatment
dengan
penambahan koagulan. Langkah-langkah pengolahan di tahap primary
treatment adalah sebagai berikut :
a) Air limbah dari masing-masing unit pabrik III dialirkan dan
ditampung menjadi satu di suatu bak, yaitu Cushion Pond. Kondisi air
limbah yang masuk di Cuhion Pond ini sangat asam dengan pH 1,5-2.
3
Kapasitas Cushion Pond ini adalah 30.000 m
dengan kedalaman
3 m. Cushion Pond ini dilapisi dengan lembaran plastik agar air tidak
penetrasi ke dalam

Di bak ini juga dilengkapi dengan pompa untuk mengalirkan air limbah
dari Cushion Pond ke pH Adjusting Tank I sebanyak 4 buah. Endapan
yang terbentuk di Cushion Pond ini akan dibersihkan ketika air limbah
yang ada di bak ini sudah mulai kelihatan keruh. Endapan dari Cushion
Pond ini sebelum dibawa ke disposal (area pembuangan sludge) dijemur
terlebih dahulu untuk memudahkan pengangkutan sludge menuju area
disposal.
b) Air limbah dari Cushion Pond dipompa ke pH Adjusting Tank I.
Disini air limbah diinjeksi larutan kapur dengan konsentrasi 15%. Tujuan
penambahan larutan kapur adalah untuk menetralkan pH air limbah. Di
pH Adjusting Tank I ini dilengkapi scrapper atau pengaduk untuk
mempercepat reaksi antara air limbah dengan larutan kapur.
Apabila air limbah yang masuk ke pH Adjusting Tank I pHnya dalam
keadaan sangat asam, maka penginjeksian larutan kapur lebih banyak. Di
pH Adjusting Tank I ini dipasang pH meter untuk mengetahui pH air
limbah. pH Adjusting Tank I mampu menampung air limbah sebanyak
3
60 m .
c) Dari pH Adjusting Tank I air limbah dialirkan ke pH Adjusting
Tank II. Di pH Adjusting Tank II ini apabila pH air limbah dari pH
Adjusting Tank I belum sesuai yang dikehendaki, air limbah akan
diinjeksi larutan kapur lagi sampai pH air limbah sesuai yang
dikehendaki. Untuk mengetahui keadaan pH air limbah, di pH Adjusting
Tank II ini juga dipasang pH meter. Di pH Adjusting Tank II ini
juga dilengkapi scrapper atau pengaduk untuk mempercepat reaksi
antara air limbah dengan larutan kapur. Kapasitas pH Adjusting
3
Tank II adalah 60 m .
d) Dari pH Adjusting II air limbah dialirkan ke Coagulant Tank. Di
Coagulant Tank ini air limbah diinjeksi dengan polymer. Tujuan
penambahan polymer tersebut adalah untuk membentuk gumpalangumpalan flok sehingga akan mempercepat proses pegendapan sludge
yang masih terbawa oleh air limbah. Polymer yang diinjeksikan di
Coagulant Tank mempunyai konsentrasi 0.1%. Di Coagulant Tank ini
juga dilengkapi scrapper atau pengaduk untuk mempercepat reaksi
antara air limbah dengan polymer. Air limbah yang dapat ditampung di
3
Coagulant Tank adalah 8 m .

e) Setelah penambahan polymer di Coagulant Tank air limbah


dialirkan ke Thickener I. Bentuk Thickener I ini adalah kerucut,
dengan tujuan supaya sludge yang terbentuk mudah untuk turun ke
bawah. Sludge yang sudah terkumpul di bawah bak Thickener I
akan dipompa ke Thickener II secara underflow, sedangkan air
limbahnya dialirkan ke Neutralize

f) Air yang masuk di Neutralize Water Pit sudah bersifat netral, pH


sudah sesuai dengan yang diinginkan. Air dari Neutralize Water Pit ini
dikirim ke unit Alumunium Flourida (AlF3) dan unit Cement Retarder
(CR) untuk digunakan dalam proses lagi, digunakan sebagai campuran
pembuatan larutan kapur, dan dialirkan ke Measuring Tank.
Bahan kimia yang digunakan dalam primary treatment adalah
sebagai berikut :
a) Kapur atau CaO (slaked lime)
Kapur yang digunakan dalam bentuk Ca(OH)2 atau lime milk
dengan konsentrasi 15%, kadar CaO 56-70%, dan kandungan pasir
maksimum 10%. Dasar pemilihan CaO adalah karena dari reaksi
yang terjadi antara air limbah dengan larutan kapur akan dihasilkan
endapan yang dapat diolah kembali untuk menjadi produk lain
yang bernilai jual.
b) Polymer
Polymer yang digunakan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi
0,1%. Polymer yang digunakan adalah poly elektrolit berupa poly
acryl amida. Dasar pemilihan koagulan ini adalah karena kondisi
proses pengolahan limbah, dimana poly acryl amida dapat bekerja
dengan optimal pada kondisi netral.
2) Secondary Treatment
aaaaaTujuan pengolahan pada tahap secondary treatment ini adalah
untuk mengurangi kadar PO4 dan Flour dengan penambahan polymer,
tawas, dan caustic soda (NaOH), untuk menyaring air yang
terkandung dalam sludge sehingga menghasilkan cake yang akan
dibuang ke area disposal, serta untuk mengetahui padatan tersuspensi
(Total Suspended Solid). Langkah-langkah pengolahan pada tahap
secondary treatment adalah sebagai berikut :
a) Sludge dari Thickener I dipompa ke Thickener II. Thickener II ini
juga berbentuk kerucut, supaya sludge mudah untuk turun ke
bawah kemudian dipompa ke Vacuum Filter secara underflow. Di
Vacuum Filter air yang masih terkandung dalam sludge dihisap
dengan Filtrate Separator untuk dimasukkan ke Thickener I
kemudian diproses lagi. Sedangkan air dari Thickener II akan
dialirkan ke Measuring Tank.
b) Air yang masuk di Measuring Tank digunakan untuk campuran
pembuatan larutan caustic soda (NaOH) dan tawas (alum) di

Mixing Tank. Air limbah yang mampu ditampung oleh Measuring


3
Tank adalah 0,4 m .
c) Di Mixing Tank dilengkapi dengan scrapper atau pengaduk yang
berguna untuk mempercepat reaksi antara air limbah dengan
caustic soda (NaOH) dan tawas (alum). Dari Mixing Tank air
limbah dialirkan ke Coagulant Tank. Kapasitas Mixing Tank adalah
3
12,5 m . Larutan caustic soda (NaOH) yang diinjeksikan
mempunyai konsentrasi 40%, sedangkan larutan tawas (alum) yang
diinjeksikan mempunyai konsentrasi 50%.
d) Air limbah di Coagulant Tank akan diinjeksi dengan polymer untuk
mengurangi kandungan PO4 dan Flour. Setelah diinjeksi polymer
air limbah dialirkan ke Thickener III. Kapasitas Coagulant Tank
3
adalah 12,5 m . Larutan polymer yang diinjeksikan mempunyai
konsentrasi 0,1%.
e) Di Thickener III sludge yang masih terbawa oleh air limbah akan
turun ke bawah dan kemudian dipompa ke Thickener II untuk
disalurkan ke Vacuum Filter secara underflow. Thickener III ini
juga berbentuk kerucut untuk memudahkan sludge turun ke bawah.
Sedangkan airnya dialirkan ke Treated Water Tank, yaitu bak
penampungan air yang sudah terolah. Air limbah yang mampu
3
ditampung oleh Thickener III adalah 64 m .
f) Air yang masuk ke Treated Water Tank akan dialirkan ke Open
Ditch (pengolahan lanjutan atau advanced treatment), Vacuum Filter,
dan digunakan untuk proses di unit Asam Fosfat (H3PO4).
3
Kapasitas Treated Water Tank adalah 60 m .
Bahan kimia yang digunakan dalam secondary treatment adalah
sebagai berikut :
a) Polymer
Polymer yang digunakan dalam bentuk larutan dengan konsentrasi
0,1%. Polymer yang digunakan adalah poly elektrolit berupa poly
acryl amida. Dasar pemilihan koagulan ini adalah karena kondisi
proses pengolahan limbah, dimana poly acryl amida dapat bekerja
dengan optimal pada kondisi netral.
b) Tawas (alum)
Tawas (alum) yang digunakan dalam bentuk larutan dengan kadar
Al2O 8% dan mempunyai konsentrasi 50%.
c) Caustic soda (NaOH)

Caustic soda (NaOH) yang digunakan dalam bentuk larutan dengan


pH 10,2.

b. Unit Advanced Treatment


Di dalam pengolahan lanjutan (Advanced Treatment) ada 4 tahapan,
yaitu sebagai berikut :
1) Netralizer
Langkah-langkah pengolahan air limbah di Netralizer adalah
sebagai berikut :
a) Air limbah dari pabrik I, pabrik II, dan pabrik III ditampung
menjadi satu di Open Ditch dengan karakteristik air limbah yang
berbeda-beda, yaitu air limbah dari pabrik I lebih bersifat netral
sedangkan air limbah dari pabrik II dan pabrik III bersifat asam
dengan komponen utamanya adalah PO4 dan flour. Hal itu
dilakukan supaya air limbah dari pabrik I, pabrik II, dan pabrik III
dapat saling menetralisir sehingga pada tahap selanjutnya tidak
memerlukan penambahan bahan kimia dalam jumlah yang banyak.
b) Air limbah dari Open Ditch dimasukkan ke bak Agigator untuk
direaksikan dengan larutan kapur untuk menetralkan pH air limbah.
Di dalam bak Agigator ini dilengkapi dengan scrapper atau
pengaduk untuk mempercepat reaksi antara larutan kapur dengan
air limbah.
c) Setelah terjadi reaksi penetralan di bak Agigator, air limbah
kemudian dialirkan ke bak pengendap I untuk menurunkan padatan
tersuspensi. Bak pengendap I terdiri dari dua train yang
dioperasikan bergantian, jika bak satu sudah penuh maka aliran
diarahkan ke bak dua. Bak ini dilengkapi dengan sekat yang
berfungsi untuk menahan endapan agar tidak ikut dalam aliran air
limbah ke bak selanjutnya. Apabila endapan atau sludge di bak
pengendap I sudah penuh, maka sludge dikuras dan dibuang ke
disposal (area pembuangan sludge).
d) Setelah terjadi pengendapan di bak pengendap I, air limbah
dialirkan ke bak pengendap II untuk proses pengendapan lebih
lanjut. Bak ini ukurannya lebih kecil dari bak pengendap I dan
hanya terdiri dari satu bak saja. Apabila sludge di bak pengendap II
ini sudah penuh, maka sludge dikuras dan dibuang ke disposal
(area pembuangan sludge).

2) Equalizer
aaaaaDi tahapan pengolahan bak Equalizer ini apabila limbah cair dari
bak netralizer kadar pH masih rendah, maka akan dilakukan
penetralan lebih lanjut dengan penambahan larutan kapur atau caustic
soda (NaOH).
aaaaaLangkah-langkah pengolahan air limbah di tahapan Equalizer
adalah sebagai berikut :
a) Jika pH campuran dari bak netralizer masih rendah (asam), maka
ditambahkan larutan kapur dan caustic soda (NaOH) untuk
menetralkan air limbah sekaligus mengendapkan garam-garam
fosfat.
b) Setelah reaksi penetralan, air limbah kemudian dialirkan ke bak
pengendap I dan bak pengendap II untuk menurunkan kadar
padatan tersuspensinya. Bak pengendap I dan bak pengendap II
terdiri dari dua train yang dioperasikan secara bergantian, jika bak
yang satu sudah penuh maka aliran air limbah diarahkan ke bak
yang kedua. Bak ini juga dilengkapi dengan sekat yang berfungsi
untuk menahan agar endapan yang ada tidak ikut dalam aliran air
limbah ke bak selanjutnya. Apabila sludge sudah penuh, maka
sludge akan dikuras dan dibuang ke disposal (area pembuangan
sludge).
c) Setelah diendapkan di bak pengendap I dan pengendap I, air limbah
dimasukkan ke bak pengendap III. Bak pengendap III ini berfungsi
untuk pengendapan lebih lanjut. Bak ini memiliki ukuran lebih
kecil dari bak pengendap I dan bak pengendap II dan hanya terdiri
dari satu bak saja. Apabila sludge sudah penuh, maka sludge akan
dikuras dan dibuang ke disposal (area pembuangan sludge).
3) Point L
aaaaaPoint L adalah titik sampling air buangan terolah akhir atau
outlet dari bak Equalizer sebelum dialirkan ke kolam indikator. Di
Ponit L ini air limbah dilakukan pemeriksaan oleh Bagian Lingkungan
Hidup Pemerintah Kabupaten Gresik dan dilakukan analisa oleh Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya atau Laboratorium
lain yang sudah ditetapkan sebagai Laboratorium lingkungan oleh
Gubernur Propinsi Jawa Timur.
Pemeriksaan dan analisa dilakukan satu kali dalam satu bulan.
Analisa yang dilakukan dengan parameter sebagai berikut :
a) Titrimetri, untuk menganalisa PH dan kandungan NH3.

b) Spektofotometri, untuk menganalisa COD dan kandungan fosfat.


c) Gravimetri, untuk menganalisa kadar padatan yang tersuspensi.
d) Oil Content Analyzer, untuk menganalisa kandungan minyak dan
lemak.
4) Kolam Indikator
aaaaaAir limbah yang akan dibuang ke laut yang sudah dilakukan
pemeriksaan dan analisa di Point L maka akan dialirkan ke kolam
indikator. Yang dijadikan sebagai indikator di kolam indikator ini
adalah tumbuhan mangrove, karena mangrove lebih peka terhadap
adanya pencemaran air dibandingkan dengan indikator lannya. Jenis
mangrove yang digunakan adalah Brugueira gymnorizha, Avicenia
marina, dan Rhizopora Mucronata.
aaaaBahan kimia yang digunakan di unit advanced treatment adalah
sebagai berikut :
1) Kapur atau CaO (slaked lime)
Kapur yang digunakan dalam bentuk Ca(OH)2 atau lime milk dengan
konsentrasi 15%, kadar CaO 56-70%, dan kandungan pasir maksimum
10%. Dasar pemilihan CaO adalah karena dari reaksi yang terjadi
antara air limbah dengan larutan kapur akan dihasilkan endapan yang
dapat diolah kembali untuk menjadi produk lain yang bernilai jual.
2) Caustic soda (NaOH)
Caustic soda (NaOH) yang digunakan dalam bentuk larutan dengan
pH 10,2.
3. Outlet Pengolahan Limbah Cair
a. Unit Effluent Treatment
Pengolahan limbah cair di Effluent Treatment hanya berkonsentrasi
pada keadaan pH, kandungan PO4, kandungan Flour, dan Total
Suspended SOlid air limbah pabrik III. Outlet pada Effluent Treatment
mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri lampiran C.
aaaaOutlet dari Effluent Treatment pada tanggal 11-17 Maret 2011

Tabel 5. Outlet Effluent Treatment tanggal 11-17 Maret 2011

Sumber : Unit Effluent Treatment, 2011


b. Unit Advanced Treatment
Sesuai dengan Surat Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No. B-2079/MENLH/04/2004 tentang Penetapan Baku Mutu
Air Limbah bagi Kompleks Industri Pupuk berdasarkan beban
3
pencemaran maksimum setiap 10 m /ton produk yang menjadi parameter
pengukuran outlet air limbah adalah sebagai berikut :
Outlet dari pengolahan lanjutan (Advanced Treatment) selama 3
bulan (April-Juni 2010) adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Outlet Pengolahan Advanced Treatment Bulan April-Juni 2010

Anda mungkin juga menyukai