Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada tahun 2010
populasi penduduk Indonesia mencapai lebih dari 246 juta jiwa dengan angka
kejadian penyakit Tuberkulosis (TBC) sebesar 185 orang per 100.000 populasi
tiap tahun dan angka kematian akibat TBC sebesar 27 orang per 100.000 populasi
tiap tahun (World Health Organization, 2014). Terjadinya resistensi obat TBC
(Multidrug-resistant Tuberculosis) atau MDR-TB juga banyak dilaporkan di
Indonesia dengan angka kejadian sebesar 17% (World Health Organization,
2012a). Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian TBC terbesar
keempat di dunia setelah India, China dan Afrika Selatan (World Health
Organization, 2013).
Untuk mengatasi besarnya angka kejadian penyakit TBC di dunia, WHO
dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah
merekomendasikan pengobatan TBC dengan menggunakan kombinasi 4 obat
TBC yang dikenal dengan 4FDC (Fixed-Dose Combination). Hal ini ditujukan
untuk

meningkatkan

kepatuhan

dalam

pengobatan

dan

meminimalkan

kemungkinan terjadinya resistensi obat akibat penggunaan kombinasi obat yang


tidak lengkap. Pengobatan dengan 4FDC yang direkomendasikan WHO
mengandung 150 mg rifampisin, 75 mg isoniazid, 400 mg pirazinamid dan 275
mg etambutol. Strategi ini juga ditujukan untuk menyederhanakan cara
pengobatan (World Health Organization, 2002).

Berbagai metode analisis telah dikembangkan untuk menganalisis sediaan


FDC diantaranya yaitu dengan menggunakan metode spektrofotometri UV yang
dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat (Espinosa-Mansilla et al., 2001;
Goicoechea and Olivieri, 1999; Madan et al., 2005; Rote dan Sharma, 1997),
polarografi (Alonso Lomillo et al., 2001), High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dengan fase terbalik (Calleri et al., 2002; Khuhawar
and Rind, 2002), HPLC dengan detektor ultraviolet (UV) yang dikombinasikan
dengan derivatisasi pre-kolom (Wang et al., 2012), kromatografi lapis tipis kinerja
tinggi (Shewiyo et al., 2012), serta analisis 4FDC dalam plasma dan urin dengan
metode kolorimetri (Ellard, 1999) dan dalam plasma dengan HPLC (Zhou et al.,
2010). Adapun metode analisis menggunakan spektrofotometri inframerah yang
dikombinasikan dengan kemometrika telah dikembangkan untuk menetapkan
rifampisin, isoniazid dan pirazinamid dalam sediaan tablet (Du et al., 2007; Guo
et al., 2006; dan Teng et al., 2008) dan untuk analisis obat pada uji disolusi (de
Oliveira Neves et al., 2012) namun tanpa penetapan etambutol hidroklorida
(etambutol HCl). Sementara itu, monografi yang memuat metode analisis 4FDC
adalah sebagaimana dalam United States Pharmacopoeia (2007), National
Formulary USP30-NF25 dan World Health Organization (2008), The
International Pharmacopoeia edisi 4, yang menyatakan bahwa penetapan
kadarnya menggunakan 2 sistem HPLC yang berbeda dengan detektor UV.
Metode-metode analisis di atas memerlukan waktu pengujian yang lama
baik untuk preparasi sampel maupun analisis dengan instrumennya, memerlukan
reagensia yang banyak sehingga biaya menjadi mahal. Di samping itu, metode ini

semuanya memerlukan pelarutan sampel sementara ada zat aktif di dalam 4FDC
yang sangat tidak stabil dalam bentuk larutan, sehingga tidak tepat untuk
pengujian secara rutin. Karenanya, spektrofotometri inframerah tertransformasi
Fourier (Fourier Transform Infrared atau FTIR) mulai dikembangkan untuk
penetapan kadar semua zat aktif dalam sediaan 4FDC.
Saat

ini

dengan

berkembangnya

perangkat

lunak

komputer,

spektrofotometri FTIR yang digabungkan dengan kemometrika merupakan teknik


yang sangat baik untuk analisis multikomponen tanpa pemisahan. Berbagai
penelitian telah sukses menerapkan metode tersebut antara lain untuk kontrol
kualitas parasetamol tablet (Sarragua and Lopes, 2009), identifikasi lemak
intramuskular pada daging babi (Font-i-Furnols et al., 2013), penetapan kadar
teofilin, guaifenesin, diphenhidramin, metilparaben, propilparaben dan sodium
benzoate secara simultan (El-Gindy et al., 2006), identifikasi rice bran oil di
dalam extra virgin olive oil (Rohman and Che Man, 2012), penetapan kadar tablet
eritromisin (Ali et al., 2012) serta estimasi kadar ibuprofen dalam urin dan tablet
(Khaskheli et al., 2013).
Sepanjang penulis ketahui dan melalui studi pustaka di database Scopus,
belum ada penelitian yang mengembangkan spektrofotometri FTIR yang
digabungkan dengan teknik kemometrika untuk penetapan kadar rifampisin,
isoniazid, pirazinamid dan etambutol hidroklorida dalam sediaan multikomponen
4FDC. Oleh karena itu, penelitian ini diarahkan untuk mengembangkan metode
spektrofotometri FTIR yang digabungkan dengan teknik kemometrika kalibrasi

multivariat untuk analisis senyawa dalam campuran (analisis multikomponen)


tanpa pemisahan terlebih dahulu.

1.

Perumusan Masalah
Merujuk kepada latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:


a. Apakah pengembangan metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan
dengan kalibrasi multivariat dapat digunakan untuk analisis rifampisin,
isoniazid,

pirazinamid

dan

etambutol

hidroklorida

dalam

sediaan

multikomponen 4FDC?
b. Apakah metode spektrofotometri FTIR untuk analisis rifampisin, isoniazid,
pirazinamid

dan

etambutol

hidroklorida

yang

dikembangkan

dapat

menghasilkan data yang valid dan dapat diaplikasikan dalam sediaan obat
anti-Tuberkulosis?

2.

Keaslian Penelitian
Telah banyak penelitian dilakukan berkaitan dengan analisis tablet

kombinasi menggunakan metode spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat,


namun belum pernah dilaporkan penggunaan spektrofotometri FTIR yang
dikombinasikan dengan multivariat untuk analisis semua zat aktif dalam
kombinasi 4FDC yang mengandung rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol hidroklorida.

Penelitian ini merupakan pengembangan metode spektrofotometri FTIR


yang digabungkan dengan teknik kemometrika kalibrasi multivariat untuk analisis
senyawa dalam campuran.

3.

Urgensi Penelitian
Penelitian ini sangat penting untuk dilakukan, dalam kaitannya dengan

analisis kontrol kualitas sediaan farmasi secara rutin, terutama untuk mendukung
program nasional pemerintah Republik Indonesia maupun program WHO untuk
menjamin kualitas produk farmasi 4FDC ini di pasaran. Dengan demikian, adalah
suatu tantangan untuk mengembangkan metode analisis yang mudah, cepat, akurat
dan tidak memerlukan biaya besar serta meminimalkan penggunaan reagen yang
berbahaya bagi kesehatan analis.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang
berkepentingan. Bagi pemerintah (dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia), metode yang dikembangkan dapat digunakan
untuk pengujian dalam rangka pengawasan obat yang beredar (post market) secara
sederhana, cepat dan murah, serta lebih aman bagi analis. Bagi industri farmasi,
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode analisis yang cepat, akurat
dan berbiaya rendah untuk analisis rutin (penjaminan mutu) produk yang
dihasilkan dan yang akan dipasarkan. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan terkait suatu
metode yang cepat dan akurat untuk penetapan kadar senyawa dalam sediaan
tablet multikomponen.

B. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode
spektrofotometri FTIR untuk analisis campuran rifampisin, isoniazid, pirazinamid
dan etambutol hidroklorida dalam sediaan 4FDC secara langsung tanpa tahap
pemisahan terlebih dahulu. Adapun secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Mengoptimasi spektrofotometri FTIR yang digabungkan dengan teknik


kalibrasi multivariat kuadrat terkecil sebagian (partial least square atau PLS)
untuk penetapan kadar rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol
hidroklorida dalam sediaan multikomponen 4FDC.

2.

Melakukan validasi metode analisis campuran rifampisin, isoniazid,


pirazinamid dan etambutol hidroklorida secara spektrofotometri FTIR yang
dihubungkan dengan kalibrasi multivariat dan menggunakannya untuk
analisis sediaan kaplet 4FDC.

Anda mungkin juga menyukai