Anda di halaman 1dari 7

KEPEMIMPINAN MULTIKULTURAL

PENCEGAH
GEGAR BUDAYA ( CULTURAL SHOCK ) PENYEBAB
MELETUSNYA KONFLIK ANTAR ETNIS
(Seri Pendidikan Politik Rakyat Melalui Komunikasi AntarBudaya)
Oleh : AR. Kadir
Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. ( The Random House
Dictionary ).

I.

PRAWACANA
Walaupun bangsa Indonesia telah mengenal hubungan antar budaya yang
harmonis sejak nenekmoyang menduduki kepulauan Indonesia ratusan abad yang
lalu, namun kini setelah banyak cendekiawan, ulama, politisi, pengusaha maupun
ahli hukum yang berwawasan modern, tetap saja sifat instinktif yang residual
primitif muncul ke permukaan. Lebih-lebih disaat berbagai konflik kepentingan
menyeruak dalam kehidupan bangsa, seperti konflik politik, bisnis, etnis maupun
konflik local primordial.
Berbagai peristiwa yang terjadi akibat konflik kepentingan etnis di
nusantara akhir-akhir ini seolah-olah menjadi trend dunia. Jika di Afrika terjadi
pertikaian etnis antara suku Tutsi dan suku Hutu ( Ruwanda Burundi ), suku
Kurdi di Turki, suku Tamil di Ceylon, maka di Indonesia juga sering terjadi
pertikaian etnis seperti Madura, Makassar, Banten, Dayak, Melayu ( Kalbar ) dan
suku-suku di Irian ( Papua ). Penyebab utamanya adalah Komunikasi Antar
Budaya yang tersumbat. Sungguh aneh dijaman modern ini bisa terjadi, padahal
dijaman kuno hubungan antar etnis sering dilakukan oleh saudagar Cina,
Madagaskar, India dan bangsa lainnya tanpa pertumpahan darah bahkan sering
terjadi perkawinan antar etnis untuk melanggengkan tali kekeluargaan. Kita kenal
komunikasi antar budaya Cina ke Eropah dan Asia dengan Jalur Sutera, yang
selain bermisi dagang juga memiliki misi budaya.
Tahap awal komunikasi dilakukan dengan bahasa tubuh, isyarat raut
wajah, gerak anggota tubuh ( tangan, mata dll ) sebagai bahasa nonverbal.
Kemudian dengan kecerdasan akalnya manusia mulai belajar bahasa etnis lain,
sehingga memudahkan komunikasi antar etnis dimuka bumi ini. Kini dengan
bantuan kemajuan teknologi komunikasi manusia semakin , cerdas, lugas dan
lancar berkomunikasi. Namun demikian lagi-lagi pada saat terdesak oleh

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

kepentingan individu, manusia yang cerdas, alim dan beragamapun kembali


menjadi primitif.
II.

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA.


Dalam paparan ini, langsung kita membicarakan bahwa komunikasi berhubungan
dengan perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi
sesama manusia lainnya. Sesuai kodratnya Homo Socius, homo luden, homo
economicus dan homo sapien , manusia mustahil hidup menyendiri, pasti ia
berinteraksi untuk memenuhi kebutuhannya.
Hubungan sosial itu akan terpenuhi melalui pertukaran benda ( kebutuhan makan,
minum, pakaian dengan barter ekonomi pasar primitif ). Pertukaran kebutuhan
itu menjadi jembatan yang menghubungkan manusia yang satu dengan lainnya,
maka tanpa komunikasi manusia akan terisolasi ( terkucil ).
Ketika kita berbicara, maka yang terjadi sesungguhnya ketika sedang berperilaku,
berkomunikasi dengan bahasa terucapkan. Bila kita tersenyum, melambaikan
tangan, berwajah garang, muram, atau anggukkan atau geleng kepala itu juga
berkomunikasi melalui bahasa isyarat, juga berperilaku. Perilaku ini acapkali
digunakan manusia untuk mengkomunikasikan sesuatu yang mengandung arti
tertentu kepada orang lain.
Budaya menunjukkan bangsa, demikian kata pepatah. Budaya merupakan cara
manusia hidup. Berkomunikasi, kegiatan ekonomi, politik, sosial, kebiasaan
makan, penggunaan bahasa, persahabatan dan teknologi merupakan kegiatan
berdasarkan pola-pola budaya. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan
minat, budaya didefenisikan secara formal sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarkhi, agama, waktu, peranan,
hubungan ruang dan konsep alam semesta.
Budaya dan komunikasi. Keanekaragaman budaya berpengaruh pula
beranekaragamnya praktek-praktek komunikasi, karenanya maka budaya
merupakan landasan berkomunikasi. Bagaikan ikan dengan air, budaya dan
komunikasi tidak adapat dipisahkan, karena budaya selain menentukan siapa
bicara dengan siapa, tentang apa ( message ) dan bagaimana orang menyandi ( to
code ) pesan, juga memberi makna pesan yang disampaikan dan kondisi
pengiriman pesan serta cara memperhatikan dan menafsirkan pesan / informasi.
Komunikasi antar budaya lebih cenderung dikenal sebagai perbedaan budaya
dalam mempersepsi obyek-obyek sosial dan kejadian-kejadian, di mana masalahmasalah kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh adanya perbedaanperbedaan persepsi dalam memandang masalah itu sendiri. Dalam hal ini
komunikasi antar budaya diharapkan berperan memperbanyak dan memperdalam
persamaan dalam persepsi dan pengalaman seseorang. Namun demikian karakter
budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman pengalaman yang
berbeda sehingga membawa kita kepada persepsi yang berbeda-beda atas dunia
eksternal kita.
Bahasa verbal maupun non verbal dalam komunikasi memang dapat dipelajari,
namun tetap saja keterbatasan individual berperan dalam keberhasilan komunikasi
antar budaya. Perbendaharaan kata, tata bahasa dan fasilitas verbal belum cukup.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

Maka pemahaman dan penguasaan bahasa isyarat ( non verbal ) seperti : gerakgerik anggota tubuh dan ekspresi wajah, maupun isyarat halus dari nada suara,
kemungkinan akan ditafsirkan secara salah dan memungkinkan orang lain
tersinggung perasaanya, tanpa kita tahu mengapa hal itu terjadi.
Pola komunikasi suatu masyarakat tertentu merupakan bagian dari keseluruhan
pola budaya dan dapat dipelajari / dipahami dalam konteks bahwa pola-pola
komunikasi yang menjadi pengamatan kita diseluruh dunia adalah kumpulan dari
adat istiadat yang selama ini kita anggap sepele dan tidak berarti.
III.

TERJADINYA GEGAR BUDAYA ( CULTURAL SHOCK )


Gegar budaya seperti yang sering terjadi diberbagai kota maupun dipedalaman,
menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tentang budaya etnis, kelompok
usia, kelompok agama maupun kelompok tradisi tertentu ditanah air. Dalam satu
RW terjadi pertikaian antar RT, antar gang, antar pendukung sekte keagamaan
bahkan antar pendukung partai. Ironis memang, namun itulah naluri dasar
manusia yang paling primitif selalu timbul bila terjadi perbedaan kepentingan
( pribadi, kelompok maupun ajaran tertentu ). Berikut ini faktor-faktor penyebab
terjadinya gegar budaya.
Antropolog Cylde Khuckpohn memperingatkan kita bahwa setiap jalan kehidupan
yang berbeda, memiliki asumsi tentang tujuan keberadaan manusia, tentang apa
yang diharapkan dari orang lain dan dari Tuhan, tentang apa yang menjadi
kejayaan dan kegagalan. Aspek budaya terbuka ( overt ) dan tertutup ( covert )
menunjukkan bahwa banyak kegiatan sehari-hari kita dipengaruhi oleh pola dan
tema yang asal ( genuine ) dan maknanya kurang kita sadari. Kelakuan
(behavior) dipengaruhi oleh budaya itu memudahkan kebiasaan ( habits ) hidup
sehari-hari, sehingga seseorang melakukan banyak perbuatan ( terutama yang
aneh, menyimpang dan fatal ) tanpa memikirkan akibat dari perilakunya tersebut.
Terjadilah pelaziman budaya ( cultural conditioning ) itu memberikan kebebasan
untuk secara sadar memikirkan usaha baru ( inovasi ) yang kreatif. Ekses
kebebasan tanpa sadar membuat kelakuan kita dapat menggerakkan timbulnya
masalah nasional, seperti rasisme ( etnosentrisme dibeberapa daerah ), yang
akibatnya berdampak global. Untuk penyelesaian masalah ini diperlukan peraturan
perundang-undangan dan reedukasi dalam upaya menciptakan suasana aman,
tenteram, adil, berkepastian hukum bagi seluruh warga.
Dalam budaya multietnis, multi agama, multi dimensional seperti di kota Medan
khususnya, terdapat budaya dominan yang sama. Namun juga terdapat subkultur
dengan cirri-ciri yang dapat memisahkan dan membedakannya dari sub kelompok
lainnya.
Klarifikasi subkultur ini didasarkan kepada : Usia, kelas sosial, jenis kelamin, ras
atau etnis lain yang membedakan mikrokultur yang satu dengan mikrokultur yang
lainnya. Perbedaan itu bisa didasarkan atas usia, pekerjaan ( pegawai kantor,
buruh perkebunan, pabrik dll ), polisi, tentara, mahasiswa, mungkin juga
kelompok dunia bawah tanah ( gay, homo seksual, pengguna narkoba,
premanisme dll ).

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

Unsur-unsur universal dan keaneka ragaman budaya (universals and cultural


diversity) juga menjadi penyebab timbulnya gegar budaya, manakala aktivitas
tertentu secara lintas budaya yang bersifat unik oleh masyarakat tertentu tidak
dapat diterima oleh kelompok masyarakat lainnya. Hubungan erat antara budaya
dan perilaku manusia ini dikomentari oleh Leislie White sebagai suatu penjelasan
mengenai perbedaan budaya diantara bangsa itu bersifat kaku, tidak imajinatif dan
tidak lazim, kita bisa memandang perilaku ini sebagai perbedaan dalam tradisi
budaya yang menggairahkan pendukungnya masing-masing.
Penyebab gegar budaya lainnya adalah perilaku rasional, irasional dan non
rasional. Perilaku rasional
dalam suatu budaya didasarkan atas apa yang
dianggap masuk akal oleh suatu kelompok dalam mencapai tujuan tujuan atau
kepentingannya. Perilaku irasional menyimpang dari norma-norma menyimpang
yang diterima suatu kelompok masyarakat ( etnis, agama, partai, OKP dll ).
Kelompok budaya yang berperilaku irasional biasanya bertindak tanpa logika dan
dimungkinkan sebagian besar oleh suatu respons emosional, sedangkan perilaku
nonrasional tidak berdasarkan logika, dan tidak bertentangan dengan
pertimbangan masuk akal, semata-mata dipengaruhi oleh budaya atau subkultur
seseorang. Berbagai peristiwa seperti Sambas, Sampit, Poso, Ambon, Aceh
Banyuangi bisa dikategorikan kedalam jenis ini, suatu ketika kita sadar mengapa
melakukan perilaku ini, dan para individu yang terlibat juga kadang tidak sadar
dan percaya mengapa melakukan. Bahkan mungkin dipengaruhi oleh prasangka
yang berat sebelah memandang perbedaan kultur. Bahkan pertentangan politik
dapat dibawa ke lembaga mental psikologis, karena perilaku mereka sering
dianggap irasional ataupun non rasional. ( contoh PKB, Golkar, Muhammadyah di
Jatim ).
Faktor penting lainnya pemicu gegar budaya, manakala kita tidak memahaminya
adalah TRADISI. Tradisi melengkapi masyarakat dengan suatu tatanan mental
yang berpengaruh kuat atas sistem moral untuk menilai apa yang dianggap benar
atau salah, baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan. Suatu
budaya diekspresikan dalam tradisi, tradisi yang memberikan para anggotanya
suatu rasa memiliki dalam suatu keunikan budaya. Tradisi juga dimiliki oleh suatu
organisasi sipil, militer, agama dan suatu kelompok masyarakat ( perhatikan
ucapara keprotokolan mereka ! ).
Tradisi walaupun merupakan norma dan prosedur yang harus ditaati bersama,
juga harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman, pengetahuan dan
teknologi menuju terciptanya budaya global.
Perbedaan-perbedaan budaya dengan segala keunikannya, merupakan pemicu
benturan budaya , bila manager kosmopolitan yang multicultural tidak mampu
mencermati perobahan jaman. Mereka harus mampu menghargai dan mampu
berkomunikasi dengan kelompok budaya yang ada dalam wewenang
manajerialnya. Tidak memaksakan sikap-sikap ( attitudes ) dan pendekatanpendekatan budaya yang dimilikinya terhadap orang lain. Sikap menghargai
budaya oranglain yang beda merupakan syarat kepemimpinan multi budaya
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sikap ini mutlak dimiliki bila
tidak ingin disebut Pemimpin Etnosentrisme.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

IV.

KEARIFAN PEMIMPIN MULTI BUDAYA.


Pemahaman tentang komunikasi antar budaya, komunikasi lintas budaya,
ataupun komunikasi silang budaya mutlak diperlukan bagi para pemimpin, elite
politik, negarawan , pelaku bisnis, penegak hukum, ulama, manggala praja
( polisi dan tentara ), manager personalia, pengelola sumber daya insani disetiap
strata kehidupan bangsa kita. Melalui proses pembelajaran sepanjang hayat ( life
longeducation ), pengayaan ( enrichment ) , pengalaman lintas budaya dan
budaya dialog ( berbagai bidang ) kita akan menjadi lebih toleran, terbuka,
peduli, percaya diri, rasa hormat dan lapang dalam menghadapi ketidak adilan,
keganjilan, kesewenangan, kebiadaban dan kebrutalan budaya untuk kemudian
mencari terapi penyelesaian masalah.
Melalui proses pengalaman dan studi formal mengenai konsep budaya, akan
menambah kesadaran kita terhadap dampak budaya asli kita masing-masing,
disamping itu kita mendapat pandangan baru ( newvision ) dalam memperbaiki
komunikasi kita dengan orang lain.
Kemampuan pribadi ( personal mastery ) seorang pemimpin multi budaya, akan
bertambah dan meningkat manakala ia mau dan mampu menjalin dan
membangun komunikasi silang budaya melalui harmoni dan sinerji, bahkan
melakukan kolaborasi budaya dilingkungan kerjanya.
Proses pembelajaran, pengayaan, dan pengalaman bagi para pemimpin dapat dan
harus dilakukan terus menerus sesuai perkembangan masyarakat dan kemajuan
teknologi komunikasi global, dimana dunia semakin sempit, negara tanpa batas
(borderless state) dan berkembangnya informasi maya ( melalui internet ).
Kesadaran para pemimpin dan pemuka masyarakat bahwa budaya dan perilaku
seseorang atau golongan adalah relatif, karenanya untuk menyiasati agar
komunikasi lintas budaya berjalan serasi dan harmonis pemimpin harus luwes dan
luas ( visioner ) dalam berinteraksi dengan orang lain yang menjadi bawahan,
rakyat, kawula, warga, pengikut ataupun anggota suatu kelompok masyarakat.

V.

PENUTUP
1. Dengan bekal pemahaman dan luasnya pengetahuan tentang komunikasi antar
budaya, berarti kita memiliki kemampuan pribadi dan keterampilan
managerial yang dapat diandalkan dalam memahami oranglain, mampu
menempatkan diri dalam posisi budaya oranglain dengan tetap menjaga
jatidiri budaya sendiri ( adaptasi, toleransi, harmoni dan sinergi budaya ).
2.

Perbedaan tradisi, budaya dan berbagai perilaku subkultur tertentu dalam


kelompok masyarakat dapat dijadikan alat perekat membangun kebersamaan
( togetherness ) untuk tujuan dan tercapainya kepentingan bersama atas dasar
saling peduli, saling menghormati dan saling mempercayai sesama anak
bangsa.

3.

Komunikasi antar ( silang / lintas ) budaya bagi bangsa Indonesia sangat


penting untuk dipahami oleh segenap komponen bangsa, mengingat negara
dan bangsa Indonesia terdiri dari kepulauan yang dihuni oleh berbagai etnis

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

dengan anekaragam budaya, tradisi dan memeluk agama yang beraneka


ragam. Pemahaman ini sangat penting utamanya dalam menyikapi
pelaksanaan otonomi daerah yang sering dijangkiti pandangan etnosentrisme
sempit.
4.

Opensky policy dibidang informasi dan komunikasi yang dianut Indonesia


mengharuskan, segenap masyarakat Indonesia memahami dan mengerti
komunikasi antar budaya, mengingat revolusi 3 T ( Technology, tourisme and
Transportation ) yang melanda dunia akan memperlancar arus perjalanan
bangsa asing berkunjung ke Indonesia, untuk berbagai kepentingan yang
bersifat global.

5.

Masih melekatnya etnosentrisne sebagian suku / RAS dan kelompok budaya


tertentu, yang berprasangka terhadap kelompok ras / budaya lainnya, tetap
menjadi potensi konflik yang latent, harus diwaspadai oleh pemerintah dan
masyarakat, walaupun dipermukaan tampak interaksi positif dengan bahasa
pemersatu, tidaklah menjamin komunikasi lintas budaya berjalan mulus, tanpa
diiringi oleh pembiasaan perilaku melalui pendekatan hati nurani dan akal
rasio serta kecerdasan spritual.

6.

Kata kunci yang sangat penting dalam komunikasi antar berdaya adalah
KETULUSAN dalam komunikasi dialogis setiap komponen dan anggota
kelompok budaya, yang diiringi oleh sikap pribadi yang bebas dari rasa
permusuhan dan prasangka.
Semoga bangsa kita mampu dan mau keluar dari buruk sangka dan
pertentangan kepentingan kelompok SARA yang sesungguhnya hanyalah
merupakan pemborosan energi dan waktu belaka. Masih banyak karya kreatif
dan inovatif yang dapat diabdikan bagi bangsa dan negara tercinta.
Medan, 8 Maret 2001

Alamat :
Jln. Adinegoro No. 14
Medan 20235
E. mail : ark_infokom@plasa.com

AR. K A D I R
Pemerhati Komunikasi Politik
dan Irama Kehidupan
Mantan Ka. Kanwil Deppen SU.

Tulisan ini diadaptasikan dari berbagai sumber :


1.

Komunikasi Antar Budaya, cetakan kelima Pebruari 2000 ( DR. Deddy


Mulyana, MA, - Drs. Jalaluddin Rakhmad, M.Sc ).

2.

The Leader of The Future, cetakan kedua Agustus 1997 ( Frances


Hesselbein, Marshall Goldsmith, Richard Beck hards editor ).

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

3.

Leadership and The New Science, cetakan pertama, Mei 1997 ( Margaret
J. Wheatley ).

4.

Pengalaman pribadi selama bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil


Departemen Penerangan Republik Indonesia.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_7/332521339.rtf

Anda mungkin juga menyukai