Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas menyatakan bahwa Puskesmas merupakan Unit
Pelaksana

Teknis

Dinas

(UPTD)

Kesehatan

Kabupaten/Kota

yang

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di


wilayah kerjanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Puskesmas menjadi
fasilitas kesehatan pertama yang didatangi pasien di sekitar lingkungan
Puskesmas. Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Kemenkes, 2014).
Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian
perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang
bertujuan

untuk

memeliharan

dan

meningkatkan

derajat

kesehatan

masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi


pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan
kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan serta penelitian di
bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
termasuk pengendalian faktor risiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005). Dalam UU
No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 164 disebutkan bahwa
upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor
formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada
di lingkungan tempat kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam

dengan baik. Faktor penyebab tersering terjadinya kecelakaan kerja ialah


karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja
yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia
(Tarwaka, 2008).
Puskesmas Ngrampal merupakan salah unit fungsional UPTD
kesehatan Kabupaten Sragen yang memiliki wilayah kerja yang cukup besar
dan melaksanakan pelayanan 24 jam. Tenaga kerja Puskesmas Ngrampal
yang tercatat pada tahun 2015 sejumlah 50 orang. Jika memperhatikan isi dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang, maka Puskesmas Ngrampal
termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para
pelaku langsung yang bekerja di puskesmas, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung puskesmas (Kemenkes, 2007).
Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh
pekerjaan. Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang
besar bagi kelangsungan suatu usaha atau sistem. Berdasarkan latar belakang
tersebut, laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat
dan tenaga kesehatan mengenai pentingnya upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja di Puskesmas, terlebih dapat memberikan kontribusi positif bagi
perbaikan pelaksanaan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja terutama di
Puskesmas Ngrampal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja?
2. Apa saja sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja dan
lingkungan?
3. Bagaimana manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC (Hazard
Identification, Risk Assesment and Determining Controls) di Puskesmas
Ngrampal?
2

4. Bagaimana manajemen identifikasi bahaya, potensi bahaya serta kontrol


bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah pekerjaan dengan
menggunakan JSA (Job Safety Analysis) di Puskesmas Ngrampal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Untuk mengetahui sumber bahaya menurut keselamatan, kesehatan kerja
dan lingkungan.
3. Untuk mengetahui manajemen risiko dengan menggunakan HIRADC di
Puskesmas Nrampal.
4. Untuk mengetahui manajemen identifikasi bahaya, potensi bahaya serta
kontrol bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah pekerjaan dengan
menggunakan JSA di Puskesmas Ngrampal.
D. Manfaat
a. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan
kerja di lingkungan kerja bidang kesehatan, utamanya di Puskesmas

Ngrampal
Dapat menambah

pengetahuan

mengenai

manajemen

risiko,

identifikasi bahaya, potensi bahaya serta kontrol bahaya yang ada di

Puskesmas Ngrampal
Melatih kemampuan dalam hal mengidentifikasi bahaya di tempat
kerja dan melaporkannya.

b. Bagi instansi kesehatan/Puskesmas


Puskesmas mendapatkan gambaran

tentang

identifikasi

risiko

keselamatan kerja pada pekerja di lingkungan Puskesmas Ngrampal.


Memberikan masukan yang berarti bagi puskesmas dan sebagai bahan

evaluasi.
Memberikan solusi alternatif pada puskesmas mengenai pelaksanaan
program keselamatan dan kesehatan kerja, terutama berkaitan dengan
pencegahan kecelakaan kerja di Puskesmas Ngrampal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Keselamatan Kerja
Keselamatan (safety) merupakan suatu keadaan terbebasnya seseorang
dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi
keselamatan merupakan suatu pendekatan keilmuan maupun pendekatan
praktis yang mempelajari faktor faktor penyebab terjadinya kecelakaan
serta berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk
memperkecil risiko terjadinya kecelakaan.
Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Risiko keselamatan
merupakan aspek aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
kebakaran, ketakutan, aliran listrik terpotong, luka memar, keseleo, patah
tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.Semua itu sering
dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan
mencakup tugas tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan
latihan.
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan (Health) mempunyai makna sehat secara fisik, mental, dan
juga sehat secara sosial. Hal ini menunjukkan pengertian sejahtera (wellbeing). Kesehatan berupaya mempelajari faktor faktor yang dapat
menyebabkan manusia menderita sakit dan sekaligus berupaya untuk
mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk mencegah agar
manusia tidak menderita sakit, bahkan menjadi lebih sehat.
Kesehatan kerja dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi kesehatan
yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi tingginya baik jasmani, rohani, maupun sosial dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit
umum (Undang Undang Pokok Kesehatan RI No 9 Tahun 1960 bab I
pasal 2).
3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu kondisi dan faktor


yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu, atau orang lain
di tempat kerja.
Pelaksanaan K3 di Indonesia sendiri berlandaskan pada UU nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, UU nomor 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
PP nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keppres nomor 22
tahun 1993 tentang PAK/PAHK, Kepmenkes

nomor 128 tahun 2004

tentang Kebijakan Dasar Puskesmas, dan Kepmenkes nomor 1758 tahun


2003 tentang Standar Yankesja dasar.
Keselamatan

dan

Kesehatan

Kerja

menurut

World

Health

Organization (WHO) adalah aktivitas multidisiplin yang bertujuan pada :


a. Proteksi dan promosi kesehatan para pekerja dengan mencegah dan
mengontrol Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja
(KAK) dengan cara menghilangkan faktor yang berasal dan
berhubungan dengan lingkungan kerja.
b. Pembangunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) , lingkungan
kerja, dan organisasi di tempat kerja.
c. Peningkatan dari segi fisik, mental, dan sosial dari para pekerja dan
mendukung pembangunan serta pemeliharaan kapasitas kerja.
d. Memungkinkan para pekerja untuk mempunyai kehidupan yang
produktif baik sosial maupun ekonomi dan untuk berkontribusi positif
pada pembangunan yang berkelanjutan.
(WHO, 2001)

B. Sumber Bahaya
Bahaya merupakan suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi
terhadap terjadinya kejadian kecelakaan berupa cidera, penyakit, kematian,
kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah
ditetapkan (Tarwaka, 2008). Bahaya juga termasuk kerusakan harta benda
didalamnya yaitu kerusakan lingkungan, dalam definisi bahaya ini adalah
aspek lingkungan (Kridatama, 2010).

Dalam terminologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya


diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Bahaya keselamatan kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan
yang menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan
property perusahaan.Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan
antara lain :
a. Bahaya mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik
seperti tersayat, terjatuh, tertindih, terpeleset
b. Bahaya elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat
mudah terbakar
d. Bahaya peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya
explosive
2. Bahaya kesehatan kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak

pada

kesehatan,

menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.Dampaknya


bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan, antara lain:
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan nonpengion, suhu ekstrim dan pencahayaan
b. Bahaya kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan
seperti antiseptic, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor
c. Bahaya ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture,
manual handling dan postur janggal
d. Bahaya biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang
berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi
(jamur) yang bersifat pathogen
e. Bahaya pathogen, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman.
Beberapa istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja meliputi:
Hazard (sumber bahaya) merupakan suatu keadaan yang
memungkinkan/dapat menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan, atau
menghambat kemampuan pekerja yang ada.
Danger (tingkat bahaya) menunjukkan suatu peluang bahaya yang
sudah tampak tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan preventif.
Risk (risiko bahaya) prediksi keparahan bila terjadi bahaya dalam
siklus tertentu.
Incidence (insidensi bahaya) munculnya kejadian bahaya yang

dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang melebihi


ambang batas badan/struktur Konsep Dasar K3.
Accident kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau
kerugian (manusia/benda).
Sumber bahaya dapat berasal dari:
1. Manusia
Kesalahan utama yang disebabkan oleh manusia adalah kurang terampil,
kurang tepat, terganggu emosinya sehingga menyebabkan timbulnya
kecelakaan dan kerugian (Bennet dan Rumondang, 1995).
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan
sesuai fungsinya, tidak ada latihan tentang penggunaan alat tersebut, tidak
dilengkapi dengan pelindung dan pengaman, serta tidak ada perawatan
atau pemeriksaan (Syukri, 1997).
3. Bahan
Bahaya yang ditimbulkan akan tergantung pada sifat dari bahan tersebut.
Syukri Sahab (1997) membagi sifat bahan menjadi: mudah terbakar,
mudah meledak, menimbulkan energi, menimbulkan kerusakan pada kulit
dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, menyebabkan kelainan janin,
bersifar racun dan radioaktif.
4. Proses
Tingkat bahaya dari suatu proses kegiatan tergantung pada teknologi yang
digunakan. Proses yang dilakukan dengan menggunakan peralatan
sederhana dan peralatan yang kompleks/rumit mempunyai potensi bahaya
yang berbeda (Syukri Sahab, 1997).
5. Cara Kerja
Cara kerja berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan
berupa tindakan tidak aman, misalnya:
a. Caramengangkut yangsalah
b. Posisi tidak benar
c. Tidak menggunakan APD
d. Lingkungan kerja
e. Menggunakan alat ataumesin yangtidak sesuai
C. Kecelakaan Kerja

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,


Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas
dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda.
Sedangkan menurut Mayendra (2012), kecelakaan akibat kerja merupakan
suatu kejadian yang tidak diduga, tidak dikehendaki, dan dapat menyebabkan
kerugian, baik jiwa maupun harta benda, yang terjadi disebabkan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan, serta dalam perjalanan
berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan
yang biasa atau wajar dilalui.
Kecelakaan kerja dapat

diklasifikasikan

berdasarkan

beberapa

hal.Berdasarkan selang waktu akibatnya, kecelakaan terbagi menjadi dua yaitu


kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung
merupakan

kecelakaan

yang

akibatnya

langsung

tampak

atau

terasa.Sedangkan kecelakaan tidak langsung adalah kecelakaan yang


akibatnya baru tampak atau terasa setelah ada selang waktu dari saat
kejadiannya.Berdasarkan dari sisi korbannya, kecelakaan juga terbagi menjadi
dua yaitu kecelakaan dengan korban manusia dan kecelakaan tanpa korban
manusia.Kecelakaan akibat kerjadapat menyebabkan 5 jenis kerugian yaitu
kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat,
serta kematian.
Secara umum terdapat 2 hal pokok yang menyebabkan kecelakaan kerja
yaitu tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe
human acts) dan keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions).
Menurut Mayendra (2012), terdapat beberapa teori penyebab kecelakaan
kerja, yaitu :
1. Teori domino
Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich tahun 1931. Konsep dasar
dari teori ini adalah:
1) Kecelakaan adalah sebagai suatu hasil dari serangkaian kejadian yang
berurutan dan tidak terjadi dengan sendirinya.
2) Penyebabnya adalah faktor manusia dan faktor fisik.
3) Kecelakaan tergantung kepada lingkungan fisik kerja dan lingkungan
sosial kerja.
4) Kecelakaan terjadi karena kesalahan manusia.

Heinrich menekankan bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh


kesalahan yang dilakukan manusia.Pada gambar di bawah ini menjelaskan
bahwa penyebab kecelakaan seperti domino yang disusun berurutan. Bila
domino pertama roboh, maka semua domino di kanannya pun akan roboh.
Dengan demikan, bila terjadi kesalahan manusia, maka tercipta kecelakaan
dan kerugian akan terjadi.

Gambar 2.1. Teori Domino


1. Teori Bird and Loftus
Pada teori ini, kunci terjadinya kecelakaan masih sama, yaitu adanya
tindakan dan kondisi yang tidak aman. Namun, tidak lagi menitikberatkan
penyebab kesalahan pada manusia semata, tetapi lebih menyoroti
bagaimana manajemen yang baik dapat mengambil peran dalam
pengendalian sehingga tidak terjadi kecelakaan.

Gambar 2.2. Teori Bird and Loftus

10

3. Teori Swiss Cheese


Teori yang dikembangkan oleh Reason ini menyatakan bahwa
kecelakaan terjadi karena adanya kegagalan interaksi pada setiap
komponen yang terlibat dalam suatu sistem produksi. Seperti gambar di
bawah ini, kegagalan suatu proses digambarkan seperti lubang dalam
setiap lapisan sistem yang berbeda.

Gambar 2.3. Teori Swiss Cheese


D. Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit
akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. WHO
membedakan empat kategori penyakit akibat kerja (Perangin-Angin, 2012):
1. Penyakit

yang

hanya

disebabkan

oleh

pekerjaan,

misalnya

pneumoconiosis.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
karsinoma bronkhogenik.
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang
menjadi sebab penyakit akibat kerja, antara lain (Perangin-Angin, 2012):
11

1. Golongan fisik, seperti:


a. Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.
b. Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan
darah dan kelainan kulit.
c. Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat
cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat
menimbulkan frostbite, trenchfoot, dan hypothermia.
d. Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.
e. Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan
kelainan pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan
terjadinya kecelakaan.
2. Golongan kimia (chemis), yaitu:
a. Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis,
asbestosis, dan lainnya.
b. Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau
keracunan.
c. Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.
d. Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.
e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya
yang dapat menimbulkan keracunan.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
a. Material Safety Data Sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas maupun tenaga kesehatan
laboratorium.
b. Menggunakan karet hisap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk
petugas/tenaga kesehatan laboratorium.
c. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, pelindung
pernapasan, sarung tangan, jas laboratorium) dengan benar.
3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS,
dan lainnya.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menekan angka infeksi
nosokomial di unit pelayanan kesehatan adalah:

12

a. Seluruh

pekerja

harus

mendapatkan

pelatihan

dasar

tentang

kebersihan, epidemiologi, dan desinfeksi.


b. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan
dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk
bekerja dengan bahan infeksius serta dilakukan imunisasi.
c. Menggunakan desinfektan yang sesuai dengan cara penggunaan yang
benar.
d. Sterillisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan specimen secara benar.
e. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
f. Menggunakan cabinet keamanan biologis yang sesuai.
g. Kebersihan diri dari petugas
(Sumamur, 2009)
4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan konstruksi
mesin, sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu
pekerjaan dan lain-lain yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik,
bahkan lambat laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh
pekerja.
5. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja
yang tidak baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan
kebosanan.
E. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manajemen risiko adalah suatu budaya, proses dan struktur dalam
mengelola suatu risiko secara efektif dan terencana dalam suatu sistem
manajemen yang baik (Soehatman dan Ramli, 2010).
Manajemen risiko menurut standar K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Lingkungan) terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification (Identifikasi
Bahaya), Risk Assesment (Penilaian Risiko), dan Determining Control
(Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan HIRADC. Tahap-tahap
manajemen risiko yang seharusnya dilaksanakan di setiap instansi adalah
sebagai berikut (Kridatama, 2010; Tarwaka, 2004):
1. Inventarisasi kegiatan kerja
Inventarisasi kegiatan kerja dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan
mengerti betul keadaan jenis pekerjaan dan bahaya terkait.
2. Identifikasi bahaya

13

Identifikasi bahaya adalah proses untuk mengenali bahaya yang ada dan
mengidentifikasi sifat-sifatnya. Secara sistematis sumber bahaya bisa
dibedakan menjadi 2 yaitu faktor bahaya (faktor fisik, kimia, biologis,
fisiologis, serta faktor psikologis) dan potensi bahaya (berasal dari
tindakan maupun kondisi yang tidak aman).
3. Identifikasi efek bahaya
Efek bahaya mencakup dampak terhadap manusia, alat kerja dan
lingkungan kerja.Asumsi yang digunakan adalah asumsi terparah yang
mungkin terjadi sebagai akibat kecelakaan, namun tetap dalam batasan
yang logis dan realistis.
4. Penilaian risiko
Komponen utama yang terdapat dalam manajemen risiko, antara lain :
a. Komunikasi dan konsultasi
Melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan
terkait dengan proses manajemen risiko secara keseluruhan.
b. Penetapan tujuan
Hal ini bertujuan untuk menentukan parameter proses termasuk kriteria
risiko yang akan dilakukan penilaian.
c. Identifikasi risiko
Mengidentifikasi dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana faktorfaktor yang ada mempengaruhi terjadinya risiko.
d. Analisis risiko
Mengidentifikasi dan mengevaluasi pengendalian yang sudah ada.,
menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi,
dan kemudian menentukan tingkatan risiko yang ada. Risiko adalah
kombinasi dari probability (kemungkinan terjadinya insiden dampak
yang mengakibatkan kecelakaan dan PAK), frequency

(keseringan

kejadian berbahaya atau paparan bahaya atau aspek lingkungan),


severity (keparahan dari suatu kecelakaan atau PAK). Semakin tinggi
nilai peluang, keseringan dan keparahan maka nilai risikopun semakin
tinggi.
1) Peluang (Probability)
Tingkatan Kriteria
5

Penjelasan

Hampir pasti akan

Suatu kejadian akan terjadi pada semua

terjadi

kondisi/setiap

kegiatan

yang

akan

dilakukan

14

4
3
2

Cenderung untuk dapat Suatu kejadian mungkin akan terjadi


terjadi

pada hampir semua kondisi

Mungkin dapat terjadi

Suatu kejadian akan terjadi pada

Kecil kemungkinan

beberapa kondisi tertentu


Suatu kejadian mungkin terjadi pada

terjadi

beberapa kondisi tertentu, namun kecil

Sangat jarang terjadi

kemungkinan terjadi
Suatu kejadian mungkin dapat terjadi
pada suatu kondisi yang khusus/luar
biasa/setelah bertahun-tahun

2) Keseringan (frequency)
Frekuensi
Sekali dalam setahun
Sekali dalam sebulan
Sekali dalam seminggu
Sekali sehari
Berkali-kali dalam sehari
3) Keparahan (severity)
Tingkatan

Kriteria

Nilai
1
2
3
4
5

Penjelasan

TidakSigni Tidak ada cedera, tidak ada gangguan kesehatan, kerugian

fikan
Minor

material kecil.
Cedera ringan,

memerlukan

perawatan

P3K,

ada

gangguan kesehatan ringan, langsung dapat ditangani,


3

Sedang

kerugian material sedang.


Memerlukan perawatan medis, dan dapat ditangani
dengan bantuan pihak luar, hilang hari kerja, kerugian

Mayor

material cukup besar.


Cedera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh
secara total, memerlukan perawatan medis/penanganan

Bencana

khusus, kerugian material besar.


Menyebabkan kematian / fatal, bahan toksik dan efeknya
merusak, menyebabkan ketergantungan perawatan medis
yang intensif & khusus, kerugian material sangat besar.

5. Penggolongan Nilai Risiko

15

Penggolongan risiko berdasarkan nilai kombinasi antara probability,


frequency dan severity .Penentuan tingkat risiko adalah dengan
mengkombinasikan perhitungan dari dampak risiko dan peluang risiko :
Risiko = Probability XSeverity
Tabel 1. Matrixpenilaian risiko

E :

EXTRIMRISK, memerlukan penanganan/tindakan segera

H :

HIGHRISK, memerlukan perhatian pihak senior manajemen

M :

MEDIUM, harus ditentukan tanggung jawab manajemen terkait

L :

LOWRISK, kendalikan dengan prosedur rutin & inspeksi K3

Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi nilai tingkat risiko. Nilai


tingkat extremedan high maka dikelompokkan dalam kriteria yang tidak
dapat diterima (Non Acceptable Risk), sedangkan tingkat risiko medium
dan low dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (Acceptable
Risk) (Kridatama, 2010).
6. Tindakan Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko dapat mengikuti Hirearki of Control yang berupa
urutan dalam pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul.
Adapun hirearki pengendalian adalah sebagai berikut (Tarwaka, 2008) :
1) Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah memodifikasi atau menghilangkan
metode, bahan ataupun proses untuk menghilangkan bahaya secara
keseluruhan.
2) Substitusi
Substitusi merupakan penggantian material, bahan, proses yang
mempunyai nilai risiko yang tinggi dengan yang mempunyai risiko
lebih kecil.
1) Rekayasa Teknik

16

Rekayasa teknik merupakan suatu pengendalian bahaya secara teknik


yang bisa diterapkan untuk mengurangi paparan bahaya yang ada.
3) Administrasi
Pengendalian administrasi dengan mengurangi atau menghilangkan
kandungan

bahaya

instruksi.Pengendalian

dengan
tersebut

memenuhi
diantaranya

prosedur
adalah

atau

mengurangi

paparan terhadap kandungan bahaya dengan pergiliran atau perputaran


kerja (job rotation), sistem ijin kerja, atau dengan menggunakan tanda
bahaya.
4) Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung terhadap
bahaya.Dengan memberikan alat pengaman ini dapat mengurangi
keparahan risiko yang timbul. Alat yang digunakan haruslah yang
sesuai dengan potensi bahaya dan jenis pekerjaan yang ada.
7. Sisa Risiko
Setelah ditentukan tindakan pengendalian yang layak, maka tim
HIRADC harus menganalisa ulang kembali risiko dari aktivitas kerja
tersebut. Bila setelah dilakukan pengendalian awal nilai risiko masih tinggi
atau sangat tinggi maka pengendaliannya digolongkan dalam kategori
tidak diterima.Dengan adanya sisa risiko, maka perlu dilakukan
pengendalian lanjutan.Tujuan dari pengendalian lanjutan ini adalah agar
tingkat risiko suatu bahaya dengan kategori tidak diterima dapat turun
menjadi bahaya dengan kategori yang dapat diterima.

17

BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA
A. Sumber Data
Sumber data yang digunakan berupa data primer. Data primer diperoleh
langsung dari hasil observasi lingkungan dan kegiatan di Puskesmas. Selain
itu data primer lainnya diperoleh dengan melakukan wawancara kepada
petugas setempat.
B. Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan sebagai bahan dalam laporan ini diperoleh melalui
beberapa teknik pengambilan data yaitu:
1. Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan metode penelusuran landasan teori yang
kemudian digunakan dalam mengambil keputusan penyelesaian masalah
dan pengumpulan data berdasarkan buku-buku dan sumber literatur yang
memberikan gambaran secara umum.
2. Studi Lapangan

18

Studi lapangan merupakan metode pengumpulan data di lapangan dan


dari lembaga terkait untuk mendapatkan fakta-fakta yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual serta mendapatkan pembenaran
terhadap keadaan dan program yang sedang berlangsung sesuai yang
diharapkan, meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian,
perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan kegiatan K3L di Puskesmas Ngrampal.
3. Wawancara
Metode tanya jawab langsung kepada pihak yang berkepentingan
dalam hal kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan. Pada kegiatan ini
wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan petugas setempat.

BAB IV
HASIL OBSERVASI
A. Aktivitas Kegiatan di Puskesmas Ngrampal
Puskesmas Ngrampal memiliki beberapa pelayanan yang meliputi
pelayanan poli umum, poli gigi, poli KIA, poli gizi, laboratorium, instalasi
gawat darurat (IGD). Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Puskesmas
Ngrampal dapat terlihat pada alur pelayanan di bawah ini:
Gambar 4.1. Alur Pelayanan Puskesmas Ngrampal

ALUR PELAYANAN PUSKESMAS NGRAMPAL

19

1. Pasien datang
2. Pendaftaran
Pasien menuju ke bagian loket pendaftaran dengan membawa
berkas-berkas pendaftaran. Untuk pasien baru membawa kartu identitas,
kartu keluarga, dan kartu jaminan kesehatan untuk data pembuatan rekam
medis serta kartu pendaftaran yang baru. Bila pasien sudah pernah berobat
(pasien lama) harus menunjukkan kartu berobat kepada petugas.
3. Ruang tunggu
Selanjutnya pasien menunggu di kursi yang telah disediakan hingga
pasien dipanggil oleh petugas sesuai urutan pendaftaran, kemudian pasien
diarahkan menuju kamar periksa.
4. Pemeriksaan
Pemeriksaan pasien dapat dilakukan di poli KIA, poli umum, dan poli
gigi sesuai dengan indikasi dan keluhan pasien. Setelah dilakukan
pemeriksaan, pasien akan diberikan resep obat atau juga dapat dirujuk
untuk mendapatkan pelayanan lebih lanjut. Rujukan dapat berupa rujukan
internal ke laboratorium ataupun poli lain di lingkungan Puskesmas
Ngrampal, dapat pula dilakukan rujukan eksternal ke rumah sakit dan
pelayanan kesehatan penunjang lainnya.
5. Ruang Obat
Pasien yang diberikan resep dari dokter ataupun petugas kesehatan
dapat mengambil obat di apotek atau ruang obat.
6. Pasien pulang
Selain pelayanan rawat jalan, Puskesmas Ngrampal juga memiliki
pelayanan IGD. Aktivitas kegiatan yang dilakukan yang berhubungan
dengan K3 di tempat tersebut yaitu:
1. Pasien datang
2. Pendaftaran
Pasien datang langsung menuju ke IGD, keluarga pasien
mendaftarkan ke bagian loket pendaftaran. Untuk pasien baru
membawa kartu identitas, kartu keluarga, dan kartu jaminan kesehatan
untuk data pembuatan rekam medis serta kartu pendaftaran yang baru.
Bila pasien sudah pernah berobat (pasien lama) harus menunjukkan
kartu berobat kepada petugas.
3. Pemeriksaan
Dokter dan perawat IGD langsung melakukan pemeriksaan dan
penanganan pasien sesuai dengan keluhan pasien. Selain pemeriksaan
20

fisik, puskesmas dapat melayani pemeriksaan penunjang berupa


pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan laboratorium dasar. Bila
pasien memerlukan pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut di luar
fasilitas yang dimiliki puskesmas, pasien akan dirujuk ke layanan
kesehatan tingkat kedua yaitu rumah sakit tipe D atau tipe C.
4. Pelayanan Rawat Inap
Bila pasien memerlukan pengamatan dan perawatan yang lebih
intensif atau diindikasikan oleh dokter, pasien dapat dirawat di bangsal
yang dimiliki oleh Puskesmas Ngrampal.
1. Ruang obat
Pasien IGD dan pasien rawat inap yang diberi resep oleh dokter
2.

akan mendapat pelayanan farmasi dari apotek.


Pasien pulang
Pasien yang sudah pulih kondisinya dapat pulang. Untuk pasien
yang memerlukan penanganan lebih lanjut dapat dirujuk ke pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit.

B. HUBUNGAN

KEBISINGAN DENGAN TEKANAN

DARAH DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGRAMPAL


Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkunag Hidup No. Kep
48/MENLH/11/1996 dalam Mulia (2005) kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang
dapat

menimbulkan

gangguan kesehatan manusia

dan kenyamanan

21

lingkungan. Pendapat lain menyebutkan bising merupakan campuran


berbagai macam suara yang tidak dikehendaki, merusak kesehatan, dan salah
sati penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006).
Salah satu efek kebisingan terhadap kesehatan adalah efek fisiologis.
Umumnya, bising yang bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bising
terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah
perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan
gangguan sensoris. Hubungan antara kebisingan dengan kemungkinan
timbulnya gangguan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan, dan lamanya
seseorang berada di tempat atau sumber bunyi tersebut, baik dari hari ke hari
ataupun seumur hidupnya (Prabu 2009).
Kebisingan direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai
ancaman atau sterss yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran
hormon sterss seperti epinefrin, noreprinefrin dan kortisol. Sterss akan
mempengaruhi sistem saraf yang kemudian berpengaruh pada detak jantung
sehingga berakibat pada perubahan tekanan darah. Tekanan darah adalah
tekanan didalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah ke
seluruh tubuh. Meningkatnya tekanan darah dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme seperti: jantung memompa lebih kuat, arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku atau bertambahnya cairan dalam sirkulasi
bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah (Babba, 2007)
Wilayah kerja Puskesmas Ngrampal meliputi 8 desa. Diantara dusun
dan desa di wilayah kerja Puskesmas Ngrampal ada yang berada dekat
dengan jalan raya dan ada yang berada jauh dengan jalan raya. Jalan raya
yang dimaksud adalah jalan Raya Solo-Surabaya. Kriteria dekat adalah < 500
meter, sedangkan kriteria jauh adalah > 500 meter.
Data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kebisingan Jalan
Raya Solo-Surabaya terhadap hipertensi diambil dari 50 pasien. Pasien
tersebut terdiri dari 23 pasien yang tinggal dekat dengan jalan raya dan 27
pasien jauh dari jalan raya. Data pasien diambil dari bulan Juli-September

22

2015 dengan tidak memperhatikan tempat tinggal. Pasien ini adalah pasien
yang datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Ngrampal.
Data yang kami peroleh menunjukkan bahwa jarak dekat dari jalan
raya meningkatkan resiko menderita hipertensi. Penelitian ini dapat
dilanjutkan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan analisis lebih lanjut
untuk dapat melihat pengaruh kebisingan jalan raya dengan hipertensi secara
luas.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya untuk memberikan
jaminan

keselamatan

dan

meningkatkan

derajat

kesehatan

pada

23

pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat


kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan,
pengobatan dan rehabilitasi.
2. Manajemen risiko menurut standar K3L (Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Lingkungan) terdiri dari 3 bagian yaitu Hazard Identification
(Identifikasi

Bahaya),

Risk

Assesment

(Penilaian

Risiko),

dan

Determining Control (Penetapan Pengendalian) atau sering disebut dengan


HIRADC.
3. Masalah utama K3L di Puskesmas Ngrampal adalah tidak adanya petugas
K3L sehingga membuat manajemen terhadap aspek K3L menjadi lemah.
Hal ini terbukti dengan belum adanya APAR dan tanda jalur evakuasi di
lingkungan Puskesmas.
4. Berdaasarkan survei yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Ngrampal terdapat hubungan antara kebisingan dengan kejadian hipertensi
dimana masyarakat yang tinggal di dekat jalan raya lebih banyak
menderita hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal jauh
dari jalan raya.
B. Saran
1. Puskesmas Ngrampal diharapkan mempunyai petugas K3L untuk
memanajemen aspek K3L di lingkungan Puskesmas.
2. Diperlukan adanya sosialisasi dan pelatihan terhadap petugas medis di
Puskesmas Ngrampal mengenai K3L, kecelakaan kerja, dan penggunaan
APD saat bekerja.
3. Perlu adanya SOP khusus untuk menangani masalah K3L dan kecelakaan
kerja di Puskesmas Ngrampal.
4. Diharapka pihak Puskesmas dapat mengajukan proposal ke pemerintah
daerah untuk melengkapi aspek sarana dan prasarana K3L yang belum
tersedia.

24

DAFTAR PUSTAKA
Benjamin O (2008). Fundamental Principles of Occupational Health and Safety.
Second edition. Geneva: International Labour Organization
Bennet S dan Rumondang S (1995). Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta : Pustaka Binaman Pressinda.
Kementerian Kesehatan RI (2007). Pedoman manajemen K3 di Rumah Sakit.
Jakarta: Kemenkes.
Kementerian Kesehatan RI (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014. http://www.dpkes.go.id/. Diakses pada
tanggal 12 Agustus 2015.
Kridatama

(2010). Prosedur

Identifikasi

Bahaya

Penilaian

dan

Pengendalian Risiko. Jakarta: PT. Cipta Kridatama.

25

Mayendra O (2012). Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja .http://lib.ui.ac.id/file?


file=digital/125565-S-5639 - Analisis%20penyebab-Literatur.pdf
Diakses pada tanggal 12 Agustus 2015.
Perangin-Angin (2012). Chapter II. http://repository.usu.ac.id/ bitstream/
123456789 /34445 /4/Chapter% 20II.pdf Diakses pada tanggal 12
Agustus 2015.
Soehatman dan Ramli (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan
Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Suma'mur

(2009). Higiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

Jakarta: Sagung Seto


Syukri Sahab. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: Bima Sumber Daya Manusia.
Tarwaka (2008). Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Sragen: Harapan Press.
Undang-Undang No.1 tahun 1997 tentang Keselamatan Kerja.
World Health Organization (2001). Occupational Health: A Manual For Primary
Health Careworker. http://www.who.int/occupational_health/regions/en
/oehemhealthcareworkers.pdf - Diakses pada tanggal 4 Oktober 2015.

26

27

Anda mungkin juga menyukai