Diajukan oleh :
dr. Wendhy Pramana
13/357165/PKU/14081
Telah disetujui
Tanggal
Pembimbing
Dipresentasikan
Pembimbing
...........
Tanggal
...........
suatu pemahaman yang lebih jelas akan pengalaman subjektif seorang individual
dan pengaruh yang dapat ditimbulkannya terhadap diagnosis, hasil keluaran
kesehatan, dan perawatan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini disertai dengan
pemahaman akan model biopsikososial yang mana para peneliti dari penelitian
kali ini berusaha memeriksa gejala-gejala depresif dan distress diabetes dalam
1.2.
sebuah sampel individu dewasa lanjut usia yang hidup dengan diabetes.
Stressor dan kesehatan mental. Hubungan antara keberadaan sejumlah kondisi
kesehatan seperti misalnya stroke, penyakit kardiovaskuler, permasalahan
respirasi, arthritis, dan neuropati serta gejala depresif yang dilaporkan sendiri oleh
individu tampaknya telah berhasil didokumentasikan dengan baik. Penelitian
terdahulu juga menunjukkan bahwa mengalami rasa nyeri neuropati yang disertai
dengan kemungkinan penurunan kemandirian dapat menimbulkan pengaruh
negatif terhadap mood seseorang. Bagi para individu yang sedang beradaptasi
dengan efek-efek dari stroke dan juga sedang berurusan dengan kesulitan fungsi
kognitif yang seringkali mengikuti suatu kondisi stroke, selain berhadapan dengan
tata laksana penyakit diabetesnya sehari-hari, dapat terjadi eksaserbasi kondisi
distress psikologis. Juga telah dikemukakan pendapat bahwa sejumlah
permasalahan respirasi, seperti misalnya asma, dan mood negatif memiliki suatu
hubungan yang berpotensi bersifat mutualisme. Tampaknya kondisi kesehatan
jantung seorang individu dan kemampuan untuk mengontrol permasalahan
kesehatan kronis memiliki korelasi yang sangat erat dengan permasalahan mood.
Tambahan lagi, gejala-gejala depresif lebih banyak ditemukan pada individu
dewasa usia lanjut yang mengalami rasa nyeri arthritis. Selain hubungan dengan
kondisi kesehatan, prevalensi gejala-gejala depresif tampaknya jauh lebih tinggi
diantara individu dewasa usia lanjut yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
rendah, berjenis kelamin perempuan, dan/atau merupakan kelompok minoritas.
1.2.1 fungsi kognitif, diabetes, dan gejala depresif. Gejala depresif seringkali
muncul di saat onset atau selama manifestasi awal dari penurunan kemampuan
kognitif dan demensia. Penurunan fungsi kognitif merupakan suatu permasalahan
yang terutama penting bagi individu-individu dewasa usia lanjut yang mengidap
diabetes. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian longitudinal ysng terdiri dari
624 individu dewasa usia lanjut yang berasal dari suatu komunitas, telah
ditemukan bahwa adanya diabetes akan dapat memprediksikan terjadinya
penurunan kognitif, terutama diantara individu-individu yang lebih jarang
melakukan kunjungan ke dokter dan merupakan ras bangsa Afrika Amerika yang
melaporkan tingkat perasaan diskriminasi yang lebih tinggi.
1.2.2 Peranan distress diabetes. Distress diabetes merupakan istilah yang
digunakan untuk menjabarkan jalur-jalur emosional yang umumnya berkorelasi
dengan kondisi hidup menyandang diabetes. Fisher dan koleganya telah
memeriksa hubungan antara depresi mayor, gejala depresif, distress diabetes, dan
kontrol glikemik. Sejauh ini, distress diabetes ditemukan berbeda dari depresi
klinis dan gejala depresif karena distress diabetes lebih berkorelasi erat dengan
kontrol glikemik dan tata laksana penyakit yang lebih buruk. Hasil temuan mereka
ini memberikan dukungan pada gagasan yang menyatakan bahwa metode-metode
terapi yang berbeda yang memberikan fokus spesifik pada distress terkait
kesehatan dapat terutama bermanfaat untuk memperbaiki gejala-gejala depresif
yang dialami oleh populasi ini. Tujuan dari penelitian kali ini ialah untuk
memeriksa korelasi antara gejala-gejala depresif pada individu-individu dewasa
usia lanjut yang mengidap diabetes dengan sejauh mana distress diabetes dapat
menjelaskan kemunculan hubungan antara gejala depresif dengan faktor-faktor
yang telah terlebih dahulu dikaitkan dengan gejala-gejala tersebut. Dihipotesiskan
bahwa individu usia lanjut dengan diabetes yang melaporkan adanya kondisi
permasalahan medis lainnya juga melaporkan jumlah gejala depresif yang lebih
tinggi. Diantara para individu usia lanjut yang hidup dengan diabetes, fungsi
kognitif yang lebih rendah dihipotesiskan memiliki korelasi dengan gejala-gejala
yang lebih depresif. Terakhir, pelaporan tingkat distress terkait diabetes yang
tinggi telah dihipotesiskan memiliki korelasi dengan tingkat gejala depresif yang
tinggi dan kemungkinan dapat menjelaskan hubungan antara kesehatan, fungsi
kognitif, dan gejala-gejala depresif.
2. Metode penelitian
Data penelitian ini berasal dari Penelitian Kesehatan Diabetes dan Penuaan
(Diabetes and Aging of Study Health [DASH]). Sampel DASH mencakup
individu-individu usia lanjut dari komunitas yang tinggal di area Birmingham,
Alabama, dan juga para pasien dari satu klinik diabetes di Universitas Alabama di
Birmingham (University of Alabama at Birmingham [UAB]). Semua partisipan
harus berusia 65 tahun atau lebih dan diidentifikasi sebagai pengidap diabetes
melalui laporan sendiri oleh partisipan atau dari diagnosis dokter. Para partisipan
yang berasal dari komunitas direkrut dari sebuah daftar individu dewasa usia
lanjut di area metropolitan Birmingham yang tersedia di pasaran dimana data ini
disimpan oleh Pusat Roybal UAB untuk Penelitian Translasional tentang Penuaan
dan Mobilitas. Partisipan klinis direkrut dari para pasien seorang dokter yang
2.2.
2.3.
2.4.
gangguan kognitif.
Gejala depresif. Kesehatan mental dinilai menggunakan Formulir Skala Pendek
Depresi Geriatrik (Geriatric Depression Scale-Short Form). Skala ini tersusun
dari 15 item yang menilai mood yang rendah dan perasaan tak berdaya (gejala
umum depresi) pada seorang individu. Kemungkinan rentang nilai skala ini ialah
dari 0 hingga 15 dan nilai alfa Cronbach adalah sebesar 0,85. Skor yang besarnya
2.5.
3.1.
3. Hasil
Partisipan. Berbagai karakteristik deskriptif dari para partisipan dipresentasikan
di dalam Tabel 1. Terdapat 246 partisipan (172 dari komunitas dan 74 dari klinik),
yang terdiri dari 126 (51,44%) bangsa Kaukasian, 110 (44,72%) ras Afrika
Amerika (AA) dan 10 orang berasal dari ras lain (4,07%). Terdapat 109
partisipan laki-laki (44,31%), dan rerata usia adalah 73,35 tahun (rentang 65-90
tahun). Waktu pelaporan mandiri sejak penegakan diagnosis berkisar antara
kurang dari satu tahun hingga 58 tahun, dengan rerata rentang waktu selama 16
tahun. Dari 246 partisipan, kondisi permasalahan kesehatan yang paling banyak
dijumpai adalah arthritis (71,54%). Rerata skor sampel pada TICS-M adalah
sebesar 23,37 (SD=5,59), nilai ini sedikit diatas nilai potong yang dianjurkan
untuk gangguan kognitif yang sebesar 21. Enam puluh lima partisipan (26,42%)
memiliki skor 20 atau kurang pada TICS-M, hal ini mengindikasikan bahwa para
partisipan tersebut mengalami permasalahan di dalam fungsi kognitifnya. Dalam
kaitannya dengan distress terkait diabetes, rerata skor pada DDSS2 adalah sebesar
3,85 (SD=2,51). Empat puluh delapan partisipan (19,51%) memiliki skor titik
potong 6 atau di atas titik potong tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa
partisipan tersebut mengalami distress tingkat sedang hingga berat. Rerata skor
GDS dari para sampel (skor titik potong sebesar 5 atau lebih untuk gejala-gejala
yang signifikan secara klinis) adalah sebesar 2,73 (SD=2,96). Empat puluh tiga
partisipan (17,48%) memiliki skor di titik potong atau lebih besar,
mengindikasikan bahwa mereka mengalami peningkatan gejala depresif.
Korelasi-korelasi yang ada ditampilkan di dalam Tabel 2. Hasil-hasil
tersebut mengindikasikan bahwa ras Afrika Amerika melaporkan lebih banyak
gejala depresif dibandingkan ras Kaukasian (r=0,17; p<0,01). Partisipan dengan
usia yang lebih tua (r=-0,16; p=0,01) yang memiliki jumlah pemasukan yang lebih
besar (r=-0,18; p<0,001), dan pendidikan yang lebih tinggi (r=-0,22; p<0,001)
melaporkan gejala depresif yang lebih sedikit. Sedangkan untuk kondisi-kondisi
10
tinggi berkorelasi dengan gejala depresif yang lebih sedikit (B=-0,17; p<0,05).
Tak satupun faktor demografis lain yang berkorelasi signifikan dengan gejala
depresif dalam model penyesuaian kovariat ini.
Menambahkan variabel permasalahan kesehatan dan fungsi kognitif ke
dalam model berperan di dalam munculnya jumlah varian di atas dan melampaui
nilai variabilitas yang dibentuk oleh variabel-variabel demografis saja secara
signifikan: R2 = 0,212; p<0,001 (Tabel 3, Model 2). Dalam model tersebut,
hubungan antara usia lanjut dengan lebih sedikit gejala depresi ditemukan masih
tetap signifikan. Sejumlah permasalahan kesehatan memiliki hubungan yang unik
dengan lebih banyak gejala depresif: dimana neuropati dan arthritis: nilai p<0,05;
permasalahan jantung: nilai p<0,01; dan stroke: nilai p<0,0001. Selain itu, tingkat
fungsi kognitif yang lebih tinggi dikaitkan dengan gejala depresif yang lebih
sedikit (nilai p<0,01).
Di dalam model akhir, penambahan variabel distress diabetes berperan
pada munculnya varian dalam jumlah yang signifikan di atas dan melebihi
variabilitas yang dibentuk oleh variabel demografis, permasalahan kesehatan, dan
fungsi kognitif: R2 = 0,20, nilai P<0,001 (Tabel 3, Model 3). Meskipun distress
diabetes dan gejala depresif memiliki korelasi tingkat sedang, namun suatu
pemeriksaan faktor inflasi varian (1,19) dan toleransi (0,84) memberikan bukti
bahwa
multikolinearitas
tidak
akan
menjadi
permasalahan
ketika
11
antara neuropati dengan gejala depresif dan antara permasalahan respirasi dengan
gejala depresif masih tetap bermakna secara statistik. Hubungan antara
permasalahan jantung dengan gejala depresif diperantarai oleh distress diabetes,
dan hubungan antara kognisi dengan gejala depresif sebagian diperantarai oleh
kondisi distress diabetes. Para individu dengan permasalahan jantung dan individu
dengan tingkat fungsi kognitif yang lebih rendah melaporkan lebih banyak
distress diabetes, dan tingkat distress diabetes yang lebih tinggi selanjutnya juga
berkorelasi dengan pelaporan gejala depresif yang lebih banyak. Hubungan antara
permasalahan jantung dengan fungsi kognitif ditemukan mengalami penurunan
sebesar 47,01% sesudah penambahan distress diabetes ke dalam model dan
hubungan antara fungsi kognitif dengan gejala depresif ditemukan mengalami
penurunan sebesar 26,80%.
4. Diskusi
Penelitian kali ini dikerjakan untuk memeriksa korelasi dari gejala depresif
pada individu dewasa usia lanjut yang mengidap diabetes. Sampel penelitian ini
terdiri dari individu ras Afrika Amerika dan ras Kaukasian yang telah terdiagnosis
diabetes sebelum ikut berpartisipasi ke dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini
memperoleh sejumlah temuan yang konsisten dengan literatur terdahulu, dan juga
sejumlah temuan baru yang dapat memberikan pandangan baru mengenai
sejumlah kemungkinan cara untuk mengurangi gejala depresif di dalam populasi
individu usia lanjut pengidap diabetes yang jumlahnya semakin lama semakin
bertambah.
12
13
yang cukup umum bagi para peneliti dan tenaga profesional layanan kesehatan
untuk melihat tingkat gejala depresif yang tinggi pada individu dengan kondisi
gangguan fungsi kognitif. Mendukung suatu kemungkinan adanya hubungan yang
bersifat dua arah, ditemukan bahwa tingkatan gejala depresif yang tinggi juga
merupakan faktor prediktif untuk terjadinya penurunan kognitif yang lebih besar.
Hasil analisis dari penelitian ini mengindikasikan bahwa fungsi kognitif memiliki
suatu hubungan yang signifikan dengan gejala-gejala depresif, dimana
kemampuan kognitif yang lebih tinggi berkorelasi dengan gejala depresif yang
lebih rendah. Meskipun hubungan signifikan antara fungsi kognitif dan gejala
depresif merupakan suatu temuan menarik yang harus ditelaah secara longitudinal
lebih jauh lagi pada individu usia lanjut dengan diabetes, namun hubungan
tersebut menjadi tidak signifikan dan mengalami penurunan yang substansial
sesudah dilakukan penambahan variabel distress diabetes ke dalam model. Oleh
karena itu, ada kemungkinan bahwa fungsi kognitif yang lebih buruk memiliki
korelasi dengan gejala depresif karena terjadinya kesulitan penanganan diabetes
yang lebih besar.
Hubungan nyata antara distress diabetes dengan gejala depresif
menunjukkan adanya kemungkinan bahwa dalam konteks ini GDS bekerja
mengidentifikasi individu-individu dengan peningkatan kondisi distress spesifik
diabetes dan bukan (atau sebagai tambahan dari) gejala depresi itu sendiri,
meskipun tanpa adanya inklusi suatu wawancara klinis terstruktur untuk depresi
membuat kita tidak dapat mengkonfirmasi apakah hal ini memang terjadi. Namun
demikian, hasil penelitian ini adalah serupa dengan yang ditemukan oleh Fisher
14
dan koleganya, dimana pada penelitian tersebut ditentukan bahwa skor skala yang
lebih tinggi yang digunakan untuk mengukur gejala depresif tampaknya
mencerminkan kondisi distress yang spesifik untuk diabetes. Hal ini merupakan
temuan penting di bidang diabetes dan gejala depresif, karena sebagian besar
metode terapi distress dilandaskan pada literatur mengenai terapi kondisi depresi.
Ada kemungkinan bahwa individu-individu dengan diabetes tidak mendapatkan
tipe terapi yang sesuai untuk kondisi peningkatan gejala depresif yang mereka
alami, yang tampaknya serupa dengan yang teramati pada kasus depresi klinis
namun dapat unik karena adanya diabetes itu sendiri. Juga penting untuk dicatat
bahwa distress diabetes kemungkinan dapat dimodifikasi, dan, karena tingginya
korelasi antara distress diabetes dengan gejala depresif, tampaknya ada
kemungkinan bahwa gejala-gejala tersebut dapat dikurangi dengan menurunkan
kondisi distress diabetes.
Salah satu keterbatasan dari penelitian kali ini ialah banyak diantara data
penelitian yang dikumpulkan merupakan pelaporan mandiri oleh partisipan.
Namun kami menggunakan suatu metode pengukuran penapisan gejala depresif
pada individu usia lanjut yang sudah banyak digunakan dan juga melakukan
pengukuran performa kognitif tervalidasi yang dilandaskan pada performa
partisipan. Meskipun telah dilakukan usaha untuk mewawancarai para partisipan
dalam suasana yang sunyi tanpa ada pengalih perhatian, namun kondisi ini tidak
selalu berhasil tercapai. Pada setiap penelitian yang menggunakan metode
wawancara lewat telepon, partisipan yang menjadi teralihkan perhatiannya oleh
sesuatu atau seseorang di dekatnya dapat mempengaruhi kemampuan partisipan
15
memungkinkan.
Meskipun
para
partisipan
telah
diminta
untuk
16
penting, seperti misalnya kontrol diabetes atau riwayat kesehatan mental sebelum
penegakan diagnosis diabetes, yang kemungkinan memiliki relevansi dengan
pemahaman gejala- gejala depresif pada kelompok usia lanjut. Juga perlu dicatat
bahwa informasi mengenai riwayat depresi pada keluarga dan gangguan
penggunaan substansi komorbid juga tidak dikumpulkan. Komorbiditas gangguan
penggunaan substansi, khususnya, dapat secara langsung mempengaruhi kontrol
diabetes maupun gejala depresif.
Karena desain analisis penelitian ini yang berupa cross-sectional, maka
adalah hal yang tidak mungkin untuk menentukan hubungan sebab-akibat atau
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan dua arah antar variabel-variabel yang
diteliti. Terakhir, hasil dari penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk semua
individu yang mengidap diabetes: mayoritas sampel berasal dari area Birmingham
yang lebih besar di Alabama, dan semua partisipan sudah sadar bahwa dirinya
mengidap diabetes. Oleh karena itu, hasil-hasil temuan dari penelitian kali ini
hanya dapat digeneralisir untuk individu yang sudah mengetahui status
diabetesnya saja. Yang juga relevan dengan kemampuan untuk digeneralisir,
penelitian kali ini memiliki representasi ras Afrika Amerika usia lanjut yang
bagus, dimana kelompok tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
memiliki hasil keluaran negatif terkait diabetes dan menyusun 45% dari jumlah
sampel total penelitian ini.
5.
Kesimpulan
17
18
depresif dengan tingkatan yang lebih tinggi. hasil temuan kali ini lebih jauh lagi
menjadi bukti bahwa memiliki kondisi komorbid permasalahan kesehatan lainnya
dapat mempengaruhi keberadaan dari gejala-gejala yang bersifat depresif. Melihat
angka yang lebih tinggi dari para individu yang tinggal di lingkungan kelompok
usia lanjut, yang banyak diantaranya didiagnosis dengan diabetes, maka intervensi
yang fokus menangani kondisi distress diabetes dapat berperan menjadikan
sejumlah signifikan dari populasi tersebut untuk menjalani hidup yang lebih
bahagia, lebih sehat, dan lebih berumur panjang. Hasil penelitian ini juga penting
bagi para klinisi dan penyedia layanan kesehatan yang menterapi para individu
pengidap diabetes. Para tenaga profesional tersebut harus diedukasi mengenai
sangat banyaknya permasalahan dan kemungkinan stressor yang akan dihadapi
oleh populasi tersebut serta bagaimana gejala distress dan depresi akan
termanifestasi, dengan tujuan untuk meyakinkan bahwa terapi yang sesuai akan
diberikan kepada kelompok pasien tersebut. Sementara permasalahan mood yang
terkait dengan diabetes tampaknya akan dapat cukup serupa dengan yang teramati
pada kasus depresi klinis, namun para pemberi layanan kesehatan dan individu
yang hidup dengan diabetes harus menyadari kemungkinan bahwa permasalahan
tersebut dapat bersifat spesifik terkait diabetes dan dapat perlu diterapi secara
berbeda dibandingkan permasalahan-permasalahan yang tidak khas untuk
penderita diabetes saja. Melihat adanya hubungan antara gangguan kognitif, gejala
depresif, dan diabetes, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kemungkinan strategi-strategi intervensi yang dapat diterapkan bagi kelompok
19
Daftar Pustaka
Centers for Disease Control and Prevention, National Diabetes Statistics Report:
Estimates of Diabetes and Its Burden in the United States, U.S. Department
of Health and Human Services, Atlanta,Ga, USA, 2014.
G. L. Engel, The need for a new medical model: a challenge for biomedicine,
Science, vol. 196, no. 4286, pp. 129136, 1977.
F. Borell-Carrio, A. L. Suchman, and R. M. Epstein, The biopsychosocial model
25 years later: principles, practice, and scientific inquiry, Annals of Family
Medicine, vol. 2, no. 6, pp. 576582, 2004.
F. Creed andG.Ash, Depression in rheumatoid arthritis: aetiology and treatment,
International Review of Psychiatry, vol. 4, no. 1, pp. 2333, 1992.
J. L. Cummings, Depression and Parkinsons disease: a review, The American
Journal of Psychiatry, vol. 149, no. 4, pp. 443454, 1992.
C. Wrosch, R. Schulz, and J. Heckhausen, Health stresses and depressive
symptomatology in the elderly: the importance of health engagement control
strategies, Health Psychology, vol. 21, no. 4, pp. 340348, 2002.
D. Vink, M. J. Aartsen, and R. A. Schoevers, Risk factors for anxiety and
depression in the elderly: a review, Journal of Affective Disorders, vol.
106, no. 1-2, pp. 2944, 2008.
20
21
22