Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan proses persalinan di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ibu
(power,passage,psikologis) , faktor janin ( plasenta ), dan faktor penolong persalinan . Hal ini
sangat penting, mengingat beberapa kasus kematian ibu dan bayi di sebabkan oleh tidak
terdeteksiya secara dini adanya salah satu dari faktor faktor tersebut.
Jalan-lahir terdiri atas jalan lahir bagian tulang dan jalan lahir bagian lunak. Jalan lahir bagian
tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dan sendi-sendinya, sedang bagian lunak terdiri atas
otot-otot, jaringan, dan ligamen-ligamen. Dalam proses persalinan per vaginam janin harus
melewati jalan lahir ini. Jika jalan lahir khususnya bagian tulang mempunyai bentuk dan
ukuran rata-rata normal serta ukuran janinnya pun rata-rata normal, maka dengan kekuatan
yang normal pula persalinan per vaginam akan berlangsung tanpa kesulitan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan?

1.3 Tujuan
1.3.1

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

1.4 Manfaat
1.4.1 Agar Mahasiswa tahu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. JALAN LAHIR
2.1.1.

Definisi Jalan Lahir

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, kususnya lapisanlapisan otot dasar panggul, ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih
berperan dalam dalam proses persalinan. Janin harus menyesuaikan dirinya terhadap
jalan lahir yang relative kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus
ditentukan sebelum persalinan dimulai.(bobak, lawdermilk:2004)
Jalan-lahir dibagi atas :
a) bagian tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio)
b) bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligamen-ligamen.

2.1.2.

Jalan Lahir Tulang Panggul

Tulang-tulang panggul terdiri atas os koksa di sebelah depan dan samping dan os sakrum
dan os koksigis di sebelah belakang. Os koksa terdiri dari 3 bagian, yaitu os ilium, os
iskhium, dan os pubis.
a. Os ilium merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang
disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut krista iliaka. Ujung- ujungnya disebut spina
iliaka anterior superior dan spina iliaka posterior superior.
b. Os iskhium adalah bagian terendah dari os koksa. Tonjolan di belakang disebut tuber
iskhii yang menyangga tubuh sewaktu duduk.
c. Os pubis terdiri dari ramus superior dan ramus inferior. Ramus superior os pubis
berhubungan dengan os ilium, sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus
pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ishkium kira-kira pada 1/3 distal dari
foramen obturator. Kedua os pubis bertemu pada simfisis.

Sakrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sakralis. Vertebra pertama paling besar,
menghadap ke depan. Pinggir atas vertebra ini dikenal sebagai promonto- rium,
merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan
anterior sakrum berbentuk konkaf.
d. Os koksigis merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra koksigis.

Tulang-tulang ini satu dengan lainnya berhubungan, di depan terdapat hubungan antara
kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakroiliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Di bawah terdapat artikulasio
sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum dengan os koksigis. Di luar kehamilan
artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigis dapat
bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm. Hal ini dapat dilakukan bila
ujung os koksigis menonjol ke depan pada partus, dan pada pengeluaran kepala janin
dengan ujung os koksigis itu dapat ditekan ke belakang.
Pada seorang wanita hamil yang bergerak terlampau cepat dari duduk langsung berdiri,
sering dijumpai pergeseran yang lebar pada artikulasio sakro-iliaka. Hal demikian dapat
menimbulkan rasa sakit di daerah artikulasio tersbut. Juga pada simfisis tidak jarang
dijumpai simfisiolisis partus atau ketika tergelincir, karena longgarnya hubungan di
simfisis. Hal demikian dapat menimbulkan rasa sakit atau gangguan jalan.
2.1.3.

Sendi panggul

1. Terdapat 4 sendi panggul yaitu 2 artikulasio sakroiliaka, simfisis pubis, dan artikulasio
sakrokoksigeal. Dalam kehamilan dan persalinan artikulasio ini dapat bergeser sedikit
dan lebih longgar. Pada disproporsi sefalopelvik ringan kelonggaran ini kadang-

kadang dapat memungkinkan lahirnya janin per vaginam.


2. Artikulasio sakroiliaka menghubungkan sakrum dengan ilium, memungkinkan gerakan
terbatas ke depan dan ke belakang. Pergeseran yang terlalu lebar pada artikulasio ini
sering menimbulkan rasa nyeri di daerah persendian.
3. Simfisis pubis terbentuk dari hubungan 2 os pubis. Longgarnya hubungan simfisis ini
dapat menimbulkan simfisiolisis yang terasa sangat nyeri.
4. Artikulasio sakrokoksigea merupakan hubungan os sakrum dengan os koksigis. Adanya
sendi ini memungkinkan os koksigis tertekan ke belakang pada waktu kepala janin lahir.

2.1.4.

Ligamen-ligamen Panggul

1. Ligamen yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium pada artikulasio sakroiliaka


merupakan yang terkuat di seluruh tubuh.
2. Ligamen sakrotuberosum mengikat sakrum dengan tuber iskhii, sedang ligamen
sakrospinosum menghubungkan sakrum dengan spina iskhiadika. Kedua ligamen ini
membentuk dinding posterior dari pintu bawah panggul.

2.1.5. Pelvis Mayor dan Minor


1. Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis
minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis di atas linea terminalis, yang tidak banyak

kepentingannya di dalam obstetri.

Pelvis
mayor

Pelvis
minor

Gambar 1-2 Potongan sagltal panggul, menunjukkan pelvis mayor dan minor

2. Yang lebih penting adalah pelvis minor, dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan
pintu bawah panggul (outlet). Pelvis minor berbentuk saluran yan mempunyai sumbu
lengkung ke depan (sumbu Carus).

Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu-atas
panggul. (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu bidang
seperti pintu-atas panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut pintu-bawah
panggul (pelvic outlet).
Di antara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvis capity). Ruang
panggul mempunyai ukuran yang paling luas di bawah pintu-atas panggul, akan

tetapi menyempit di panggul tengan untuk kemudian menjadi lebih luas lagi sedikit.
Penyempitan di panggul tengah ini disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang
kadang-kadang menonjol ke dalam ruang panggul.

a) Pintu-atas panggul

Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium
korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir-atas simfisis.
Panjang jarak dari pinggir-atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm, disebut
Konjugata vera. Jarak terjauh garis melintang pada pintu-atas panggul lebih kurang
12,5-13 cm, disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakro-iliaka
ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke
linea innominata. Ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang lebih
kurang 13 cm. Selain kedua konjugata ini, dikenal pula konjugata obstetrika, yaitu
jarak dari bagian dalam tengah simfissi ke promontorium. Sebenarnya, konjugata ini
yang paling penting, walaupun perbedaannya dengan konjugata vera sedikit sekali.

Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul (pembagian caldwell dan moloy, 1933), yang
mempunyai ciri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut.

Jenis panggul menurut Caldwell-Moloy :

1. Jenis ginekoid
Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir bulat. Panjang
diameter antero-posterior kira-kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini
ditemukan pada 45% wanita.
2. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segi tiga. Umumnya pria mempunyai jenis seperti
ini, panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan daimeter transversa, akan
tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekati sakrum. Dengan demikian, bagian
belakangnya pendek dan gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit ke muka.
Jenis ini ditemukan pada 15% wanita.

3. Jenis antropoid
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 35%
wanita.
4. Jenis platipelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang.
Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang. Jenis ini
ditemukan pada 5% wanita.
Tidak jarang dijumpai jenis kombinasi ke empat jenis klasik ini. Di sinilah
letak kegunaan pelvimetri rontgen, untuk mengetahui jenis, bentuk, dan ukuranukuran pelvis secara tepat. untuk menyebut jenis pelvis kombinasi, disebutkan jenis
pelvis bagian belakang dahulu, kemudian bagian depan. Misalnya, jenis androidginekoid, itu berarti jenis pelvis bagian belakang adalah jenis android dan bagian
depan adalah ginekoid. Dapat disini dikemukakan bahwa pelvimetri rontgen itu hanya
dilakukan pada indikasi tertentu, misalnya adanya dugaan ketidak seimbangan antra

janin dan panggul (feto-pelvic disproportion), adanya riwayat trauma atau penyakit
tuberkulosis pada tulang panggul, bekas seksio sesarea dan akan direncanakan partus
pervaginam pada letak sungsang, presentasi muka, atau kelainan letak lain.
Pembatasan pemakaian sinar rontgen berdasarkan pengaruhnya terhadap sel-sel
kelamin janin yang masih amat muda itu serta ovaria ibu. Dewasa ini dapat digunakan
MRI (magnetic resonance imaging).

b) Pintu-bawah panggul
Seperti telah dijelaskan, pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang
datar, tetapi tersusun atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segi tiga,
yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan
ujung os sakrum dan segi tiga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tubera
ossis iskii dengan bagian bawah simfisis.
Pinggir-bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut
(arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini 900 atau lebih sedikit. bila
kurang sekali dari 900, maka kepala janin akan lebih sulit dilahirkan karena
memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah
ujung os sakrum tidak menonjol ke depan hingga kepala janin tidak dapat dilahirkan.
Jarak antara kedua tuber ossis iskii (distansia tuberum) diambil dari bagian
dalamnya adalah 10,5 cm. Bila lebih kecil, jarak antara tengah-tengah distansia

tuberum ke ujung sakrum (diametter sagittalis posterior) harus cukup panjang agar
bayi normal dapat dilahirkan.

c) Ruang panggul (pelvic cavity)


Seperti telah dikemukakan, ruang panggul dibawah pintu-atas panggul
mempunyai ukuran yang paling luas. Di panggul tengah terdapat penyempitan
setinggi kedua spina iskiadika. Jarak antara kedua spina ini (distansia interspinarum)
normal 10,5 cm. Ketika mengadakan penilaian ruang panggul hendaknya
diperhatikan bentuk os sakrum, apakah seperti normal melengkung baik dari atas ke
bawah dan kesamping cekung ke belakang, dan selanjutnya bagaimanakah bentuk

rongga panggul Seluruhnya. Dinding samping pada panggul ginekoid misalnya


umumnya lurus dari atas ke bawah.
Dari bentuk dan ukuran berbagai bidang rongga panggul tampak rongga ini
merupakan saluran yang tidak sama luasnya di antara tiap-tiap bidang. Bidang yang
terluas dibentuk pada pertengahan simfisis dengan os sakral 2-3, sehingga kepala
janin dimungkinkan bergeser melalui pintu-atas panggul masuk kedalam ruang
panggul. Kemungkinan kepala dapat lebih mudah masuk kedalam ruang panggul
diperbesar jika sudut antara sakrum dan lumbal, yang disebut inklinasi, lebih besar.

d) Bidang Hoodge
Bidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai dimanakah
bagian terendah janin turun dalam panggul pada persalinan.
1. Bidang Hodge I : Bidang yang dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul dengan
bagian atas simfisis dan promontorium.
2. Bagian Hodge II : Bidang ini sejajar dengan Hodge I terletak setinggi bagian
bawah simfisis
3. Bidang Hodge III : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang Hodge I dan II
terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri.
4. Bidang Hodge IV : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang Hodge I, II, dan III,
terletak setinggi os koksigis.
Pembagian ruang panggul menurut Hodge ini dipakai dalam klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

e) Ukuran-ukuran luar panggul


Ukuran-ukuran luar ini masih dapat dipergunakan di mana pelvimetri rontgen
sulit dilakukan. Dengan cara ini masih dapat ditentukan secara garis besar jenis,
bentuk, dan ukuran-ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan
dalam. Alat-alat yang dipakai antara lain jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander,
Collin, Boudeloque dan sebagainya.
Yang diukur adalah :
1. Distansia spinarium ( 24 cm 26 cm) : jarak anatar kedua spina iliaka
anterior superior sinistra dan dekstra.
2. Distansia kristarum ( 28 cm 30 cm) : jarak yang terpanjang antara dua
tempat yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuranukuran ini tidak penting. Tetapi bila ukuran ini lebih kecil 2 3 cm dari angka
normal, maka dapat dicurigai panggul itu patologik.
3. Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar) : jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka
posterior dekstra ke spina iliaka anterior superior sinistra. Kedua ukuran ini
bersilang. Jika panggul normal, maka kedua ukuran ini tidak banyak berbeda,
akan tetapi, jika panggul itu asimetrik (miring), maka kedua ukuran itu jelas
berbeda sekali.
4. Distansia intertrokanterika : jarak antara kedua trokanter mayor
5. Konjugata eksterna (Boudeloque) 18 cm: jarak antara bagian atas simfisis ke
prosessus spinosus lumbal 5.

6. Distansia tuberum ( 10,5 cm): jarak antara tuber iskii kanan dan kiri. Untuk
mengukurnya dipakai Oseander. Angka yang ditunjuk jangkar harus ditambah
1,5 cm karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung jangkar, yang
menghalangi pengukuran secara tepat. Bila jarak ini kurang dari normal, dengan
sendirinya arkus pubis lebih kecil dari 900.

2.1.6. Jalan Lahir Bagian Lunak

Pada persalinan segmen bawah uterus, serviks dan vagina ikut membentuk jalan lahir
bagian lunak. Jalan lahir bagian lunak lainnya yang berperan dalam proses persalinan
adalah otot, jaringan ikat, ligament ligament yang berfungsi menyokong alat alat
urogenitalis.
Muskulus levator ani merupakan otot yang paling penting di samping otot
otot lainnya, ke depan muskulus levator ani berhubungan dengan bangian lateral os
pubis, ke belakang dengan spina iskhiadika dan os koksigis, dan ke lateral dengan
fasia obturatorial, kedua muskulus levator ani di bagian depan membentuk trigonum
urogenitalis; di dalam trigonum ini berada uretra, vagina dan rectum.
Bagian lunak dari dasar panggul terdiri utamanya dari jaringan otot, antara lain
muskulus transversus perinea, muskulus iskhiokavernosus, muskulus
bulbokavernosus, dan muskulus sfingter ani ekternus.
Bagian dalam dasar panggul merupakan dasar kavum abdomen yang di lapisi
oleh peritoneum, serviks, vagina bagian atas, kandung kencing dan rectum tertutup
oleh peritoneum, di kelilingi oleh jaringan ikat, fasia jaringan ikat di samping uterus
dikenal sebagai parametrium, yang bergabung dengan fasia ligament transversus
servikalis dan dengan serabut muskulus levator ani. (menurut ilmu bedah
kebidanan).
Sebelum persalinan dimulai, uterus terdiri dari korpus uteri dan serviks uteri. Saat
persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan korpus uteri dan serviks uteri.
Saat persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan korpus uteri berubah menjadi
dua bagian, yakni bagian atas yang tebal dan berotot dan bagian bawah yang berotot
pasif dan berdinding tipis. Suatu cincin retraksi fisiologi memisahkan kedua segmen
ini. segmen bawah uterus secara bertahap membesar karena mengakomodasi isi
dalam rahim, sedangkan bagian atas menebal dan kapasitas akomodasinya menurun.
Kontraksi korpus uteri menyebabkan janin tertekan ke bawah, terdorong kearah
serviks.
Serviks kemudian menipis dan berdilatasi (terbuka) secukupnya sehingga
memungkinkan bagian pertama janin turun memasuki vagina. Sebenarnya, saat turun
serviks ditarik ke atas dan lebih tinggi dari bagian terendah janin.
Dasar panggul adalah lapisan itit adalah lapisan otot yang memisahkan rongga
panggul di bagian atas dari ujung perineum di bawahnya. Struktur ini membantu
janin berotasi kearah anterior saat menuruni jalan lahir. Vagina kemudian
mengembang, sehingga memungkinkan janin ke dunia luar. Seperti telah dibahas
sebelumnya, selama masa hamil jaringan lunak vagina berkembang sampai aterm.

Hal ini membuat vagina dapat berdilatasi untuk mengakomodasi janin. ( bobak,
lawdermilk : 2004 ).
2.2

KEKUATAN SELAMA PERSALINAN

2.2.1 Definisi Kekuatan


Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong
janin keluar persalinan ialah: His, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan
aksi dari ligament dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
Kontraksi involunter berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan
lapisan otot di segmen uterus bagian atas. Dari titik pemicu, kontraksi dihantar ke
uterus bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode istirahat singkat.
istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kontraksi involunter ini ialah

frekuensi (waktu antar kontraksi yaitu, waktu antara awal suatu kontraksi dan awal
kontraksi berikutnya); durasi (lama kontraksi); dan intensitas (kekuatan kontraksi).
(bobak, lawdermilk : 2004 )
2.2.2 klasifikasi kekuatan
a. Kekuatan primer membuat serviks menipis (effacement) dan berdilatasi dan
janin turun. Effacement (penipisan) serviks adalah pemendekan dan penipisan
serviks selama tahap pertama persalinan. Serviks yang dalam kondisi normal
memiliki panjang 2 sampai 3 cm dan tebal sekitar 1cm, terangkat keatas karena
terjadi pemendekan gabungan otot uterus selama penipisan segmen bawah rahim
pada tahap akhir persalinan. Hal ini menyebabkan bagian ujung serviks yang tipis
saja yang dapat diraba setelah effacement lengkap. Pada kehamilan aterm
pertama

effacement biasanya terjadi lebih dahulu daripada dilatasi. Pada

kehamilan berikutnya, effacement dan dilatasi cenderung terjadi bersamaan.


Tingkat effacement dinyatakan dalam persentase dari 0% sampai 100% (mis.
Serviks menipis 50%) (gbr. 9-11).
Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks,
yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari sekitar 1 cm sampai
dilatasi lengkap (sekitar 10 cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan. Apabila
dilatasi serviks lengkap (dan retraksi telah sempurna), serviks tidak lagi dapat
diraba (gbr. 9-11). Dilatasi serviks lengkap menandai akhir tahap pertama
persalinan.

Dilatasi serviks terjadi karena komponen muskulofibrosa ditarik dari serviks ke


arah atas, akibat kontraksi uterus yg kuat. Tekanan yg ditimbulkan cairan amnion
selama ketuban utuh atau kekuatan yang timbul akibat tekanan bagian presentasi
juga membantu serviks berdilatasi. Jaringan parut pada Serviks akibat infeksi di
masa lalu atau pembedahan dapat menghambat dilatasi serviks. ( bobak
lawdermilk : 2004).
TABEL 9 1 PENGUKURAN OBSTETRI
BIDANG
DIAMETER
UKURAN
Pintu atas konyugata
12.5 sampai 13 cm
: diagonal

1,5 sampai 2 cm lebih

Obstetri : ukuran

pendek daripada

yang menetukan

diagonal (radiografik)

apakan bagian
presentasi dapat
masuk ke pintu atas
Sejati (vera)
(anteroposterior)

> 11 cm (12,5)
(radiograflk)

Panjang konyugata diagonalis (garis


berwarna tidak putus-putus),
konyugata obstetri (garis putus-putus
berwarna), konyugata vera (garis
hitam).

Bidang tengah

0,5 cm

diameter transversa
(diameter
interspinosa)

Pengukuran diameter Interspinosa.


Dari Malasanos, dkk.-. Health
assessment, ed 4, St Louis, 1990,
Mosby.)

8 cm

Pintu bawah
diameter transversa
(diameter
intertuberosa)

Penggunaan pelvimeter Thom untuk


mengukur diameter intertuberosa.
(Dari Malasanos, dkk.: Health
assessment, ed 4, St Louis, 1990,
Mosby.)

(Gambar 9 11. Effencement dan dilatasi serviks )

b. Kekuatan sekunder
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah,
yakni bersifat mendorong keluar. Wanita merasa ingin mengedan. Usaha
mendorong ke bawah (kekuatan sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang
sama dengan yang dilakukan saat buang air besar (mengedan). Namun, dalam
usaha mendorong keluar ini, digunakan seperangkat otot dengan jenis yang
berbeda-beda. Otot-otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong
keluar isi jalan lahir. Hal ini menghasilkan peningkatan tekanan intra abdomen.
Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk
mendorong keluar.

Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi


serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong bayi keluar dari
uterus dan vagina. Apabila dalam persalinan wanita melakukan usaha volunter
(mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Mengedan akan
melelahkan ibu dan menimbulkan trauma serviks. ( bobak, lawdermilk : 2004 ).
2.2.3

Kontraksi Uterus / HIS

Untuk mengeluarkan janin, uterus melalui serangkaian kontraksi (pemendekan


otot secara berkala). Setiap kontraksi mencakup 3 fase:
a. periode peningkatan intensitas kontraksi (increment),
b. periode puncak kontraksi (acme), dan
c. periode penurunan intensitas kontraksi (decrement).

Gambar

21-6

menggambarkan ketiga fase ini dan karakteristik utama kontraksi.


Durasi kontraksi normalnya berkisar antara 30 sampai 90 detik, rata-rata 1
menit. Kekuatan, atau intensitas kontraksi diukur dalam mmHg. Kontraksi
spontan normal sering kali memberikan tekanan sekitar 60 mrnHg.

namun,

kontraksi dapat bervariasi antara 20 sampai 75 mmHg. Dilatasi serviks


kemungkinan besar tidak terjadi dengan tekanan kurang dari 25 mmHg diatas
tonus istirahat (lihat Gbr. 21-6; Berg et. al., 1992).
Kontraksi uterus selama persalinan bersifat berkala, dengan periode relaksasi
diantaranya, yang menyerupai tekanan sistolik dan diastolik jantung. Frekuensi
merujuk pada waktu antara permulaan kontraksi pertama sampai permulaan
kontraksi berikutnya. Interval antara kontraksi, sering kali disebut fase istirahat,
berkurang secara bertahap dari sekitar 10 menit pada awal persalinan sampai
sekitar 2 sampai 3 menit pada kala II. Periode relaksasi ini tidak hanya
memberikan waktu istirahat pada otot uterus dan ibu, tetapi juga penting untuk
kesejahteraan janin. Selama relaksasi miometrium yang terjadi setelah kontraksi
pada persalinan normal, terdapat fenomena pantulan, yang selama waktu itu,
aliran darah uteroplasenta meningkat di atas kadar kontrol. Dengan demikian,
pengiriman oksigen dan zat nutrisi penting ke janin tidak mengalami penurunan
yang bermakna. Saat kontraksi secara konsisten berlangsung sekitar 90 detik
(tetanik) atau terjadi lebih sering dari setiap 2 menit, fungsi plasenta dapat
terganggu,

menghasilkan

penurunan

oksigenasi

janin

dan

berpotensi

membahayakan janin akibat hipoksia intrauteri.


Kontraksi persalinan bersifat involunter, kerjanya tidak bergantung pada
keinginan ibu dan kontrol saraf ekstrauteri. Miometrium berkontraksi oleh

pergeseran filamen aktin dan miosin dan membutuhkan adenosin trifosfat dan
kalsium (Hacker et al., 1992). Estrogen meningkatkan pertumbuhan aktin dan
miosin sampai aterm, sel miometrium memiliki aktomiosin yang adeKuat untuk
menyelesaikan proses persalinan. Kontraksi otot halus uterus terutama dipacu
oleh stimulus hormonal dan tidak membutuhkan inervasi seperti yang dibutuhkan
untuk kontraksi otot skeletal. Reseptor untuk oksitosin dan prostaglundin
ditemukan dalam membran sel miometrium. Efisiensi kontraksi uterus difasilitasi
oleh keberadaan kontak sel ke sel, yang dikenal dengan gap junction dalam
jaringan miometrium, yang meningkatkan sinkronisasi kontraksi sel-sel otot
halus. Selama persalinan, jumlah dan ukuran gap juction meningkat.
Prostaglandin diperkirakan memegang peran pengatur utama, PGE2 dan PGF2
merupakan stimulus yang kuat pada kontraksi miometrium. Hormon ini
menyebabkan cepatnya penampakan gap junction miometrium dan menginduksi
perubahan kematangan pada kematangan serviks (Cunningham et al., 1993).
Kontraksi uterus yang efektif juga bergantung pada keadekuatan pertukaran
elektrolit selular kalsium, natrium, dan kalium.
Selama persalinan, uterus dibedakan ke dalam dua bagian, segmen atas dan
bawah uterus. Segmen atas, dikenal sebagai fundus, terdiri atas sel miometrium
dalam konsentrasi terbesar dan bersifat aktif, bagian uterus yang contraktil.
Fungsi fundus adalah untuk mengeluarkan isi uterus. Uterus memperlihatkan
penurunan gradien intensitas kontraksi dari fundus ke bawah. Seiring dengan
kemajuan persalinan, berkembang segmen bawah uterus yang pasif. Pada setiap
kontraksi, serat otot segmen atas tertarik, menjadi lebih pendek saat janin
menurun. Oleh karena itu, segmen atas menjadi lebih tebal. Serat segmen bawah
meregang, dan akhirnya menjadi lebih tipis. Batasan jelas antara segmen uterus
bawah dan atas dinamakan cincin retraksi fisiologis (physiologie rtraction ring).
Derajat ketidaknyamanan yang dialami selama proses persalinan sangat
bervariasi pada setiap individu. Ibu yang mengira akan mengalami nyeri pada
umumnya akan merasa lebih tidak nyaman dibandingkan ibu yang dipersiapkan
untuk menjadikannya sebagai pengalaman positif. Untuk menghilangkan
ketakutan, perawat sebaiknya mengatakan kontraksi uterus sebagai kontraksi,
bukan nyeri. (Reeder, Martin, Griffin-Koniak:2011)

GAMBAR 21-6 Fase dan karakteristik dan kontraksi uterus.

His / kontraksi uterus yang sempurna meliputi,(Yanti S.S.T,M.keb:2010 Buku


Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan) :
1. kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
2. kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
3. terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi.
4. terdapat retraksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his
Istilah-istilah lain yang berhubungan dengan his adalah pace maker yaitu pusat
koordinasi his yang berada di sudut tuba dimana gelombang his berasal dari sini
gelombang his bergerak ke dalam dan ke bawah. Fundus dominan adalah
kekuatan paling tinggi dari his yang sempurna berada di fundus uteri. Kekuatan
his yang paling lemah berada pada segmen bawah rahim (SBR).
Perubahan - perubahan His :
1. Pada uterus dan serviks: uterus teraba keras atau padat karena kontraksi.
Serviks tidak mempunyai otot-otot yang banyak, sehingga setiap muncul his
maka terjadi pendataran (effacement) dan pembukaan (dilatasi) dari serviks.

2. Pada ibu: rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim, terdapat pula
kenaikan nadi dan tekanan darah.
3. Pada janin: petukaran oksigen pada sirkulasi utero plasenta kurang sehingga
timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat dan kurang jelas didengar
karena adanya iskemia fisiologis. Kalau betul-betul terjadi hipoksia yang agak
lama, misalnya pada kontraksi tetanik, maka terjadi gawat janin asfiksia dengan
denyut jantung janin diatas 160 permenit dan tidak teratur.
Pembagian His dan sifat-sifatnya :
1. His pendahuluan: his tidak kuat dan tidak teratur namun menyebabkan
keluarnya bloody show.
2. His Pembukaan (kala I): menyebabkan pembukaan serviks sampai terjadi
pembukaan lengkap 10 cm, semakin kuat, teratur dan sakit
3. His Pengeluaran / His Mengedan ( kala II): untuk mengeluarkan janin, sangat
kuat, teratur, simetris, terkoordinir dan lama, koordinasi bersama antara
kontraksi otot perut, diafragma dan ligament.
4. His Pelepasan uri (kala III): kontraksi sedang untuk melepaskan dan
melahirkan plasenta.
5. His Pengiring ( kala IV): kontraksi lemah, masih sedikit nyeri, terjadi
pengecilan uterus dalam beberapa jam atau hari.
Kelainan His :
1. Dari uraian di atas dapat diperkirakan akan terjadinya kelainan-kelainan his
bila tidak ada dominasi fundus uteri; tidak ada simetri, hingga tidak terjadi
relaksasi dengan akibat tekanan intrauterin lebih dari 12 mmHg.
2. Persalinan oleh karena his abnormal di sebabkan disfungsi miometrium saja,
tanpa adanya penyempitan panggul, bagian lunak jalan lahir atau serviks sendiri
dalam obsterti dinamakan dysfuncional labor, salah satu penyebab distosia. Pada
banyak kasus distosia di sebabkan oleh his abnormal di temukan antara lain
inersia uteri sekunder; persalinan mulai berjalan lancar sebelumnya, akan tetapi
kemudian his melemah atau menghilang. Hal ini dapat terjadi lebih sering pada

primipara dari pada multipara. Inersia uteri primer jarang di temukan. Biasanya
terjadi pada primigravida, his terasa sakit terus menerus tanpa ada kemajuan
persalinan.
3. Untuk mengenal distosia perlu mengetahui ciri-ciri persalinan normal sebagai
berikut.
a) Persalianan normal biasanya dimulai pada pembukaan rata-rata 2 cm.
b) His makin terasa sakit dan lebih sering timbul, menimbulkan tekanan
intrauterin sekurang-kurangnya 40 mmHg dengan koordinasi yang baik (adanya
simetri) dan kemudian adanya relaksasi antara dua his dengan tekanan
intrauterin antara 6-12mmHg.
c) Pada palapsi yang di lakukan tidak pada tempat dimana badan janin
berada,dapat di raba dinding uterus tearsa tegang tidak dapat di tekan ke dalam,
bila his cukup baik. Antara his pada palapasi dinding uterus mengadakan
relaksasi, tidak sakit di raba dan mudah sekali di tekan ke dalam. Untuk
menentukan apakah his cukup baik diperlukan mengadakan pengawasan 5-6 his
berturut-turut.
d) Pada pemeriksaan dalam sewaktu ada his dapat di temukan porsio menempel
ke bagian besar janin (kepala atau bokong). Sekalian perlu di usahakan menilai
keadaan porsio, ketuban, bagian bawah janin dan turunnya bagian bawah
tersebut. Wajar bila sekalian dapat di niali presentasi bagian bawah janin dan
jalan lahir untuk menentukan apakah persalinan akan berlangsung par vias
naturalis.
e) Bila persalinan berlangsung normal dengan his yang sempurna maka
pembukaan serviks akan berlangsung pada primigravida seperti pada gambar.

2.2.4

Upaya Mengejan Maternal

Setelah serviks terlihat secara lengkap, kekuatan terpenting untuk mengeluarkan


janin adalah kekuatan sekunder yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan intra
abdomen saat ibu mendorong atau mengejan. Sebagian besar wanita mengalami
desakan tak tertahankan untuk mengejan saat kepala janin atau bagian presentasi
janin mencapai dasar panggul dan dilatasi serviks telah lengkap. Peningkatan,
tekanan abdomen diciptakan dengan napas dalam, kemudian mengontraksikan
otot-otot abdomen dengan glotis tertutup. Upaya mengejan harus bersamaan
dengan kontraksi uterus, dan wanita harus dianjurkan untuk beristirahat diantara
waktu kontraksi. Meskipun mengejan merupakan bagian yang penting untuk
kontraksi uterus pada kala II persalinan, mengejan menjadi tidak terlalu berguna
dan dapat menyebabkan edema serviks jika dilakukan pada kala I. Pada kala III
persalinan, pengeluaran plasenta secara spontan sekali lagi membutuhkan upaya
mengejan dari ibu.
Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila pembukaan sudah lengkap dan
paling efektif sewaktu ada his. Tanpa ada tenaga mengejan ini anak tidak dapat
lahir, misalnya pada penderita yang lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus
dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan ini juga melahirkan placenta setelah
placenta lepas dari dinding rahim. (Reeder, Martin, Griffin-Koniak:2011).
2.2.5

Respons Maternal Terhadap Persalinan dan Kelahiran

Proses persalinan dan kelahiran dihubungkan dengan sejumlah perubahan


fisiologis dan psikologis pada ibu yang akan melahirkan. Perubahan ini bervariasi
bergantung pada lama dan intensitas persalinan, pola pernapasan ibu yang cepat
dan pendek (panting), suhu ruangan, dan penggantian cairan. Persiapan
melahirkan dapat secara positif memengaruhi respons maternal, yaitu
menurunkan kecemasan dan meningkatkan upaya mengejan maternal.
1. Respons Fisiologis
A. Sistem Kardiovaskular
Selama persalinan, curah jantung meningkat 40% sampai 50% dibandingkan
dengan kadar sebelum persalinan dan sekitar 80% sampai 100% dibandingkan
dengan kadar sebelum kehamilan (Hacker et al., 1992). Peningkatan curah
jantung ini terjadi karena, pelepasan katekolamin akibat nyeri dan karena
kontraksi otot abdomen dan uterus. Seiring dengan kontraksi uterus sekitar 300
sampai 500ml darah dipindahkan ke volume darah sentral (Sullivan e t al., 1985).
Dalam studi klasik, Hendrick dan Quiiligan (1956) mendemonstrasikan bahwa
nyeri dan ansietas dapat meningkatkan curah jantung sekitar 50% sampai 60%.
Karena kontraksi uterus dapat menyebabkan kompresi bermakna pada aorta dan
arteri iliaka, sebagian besar peningkatan curah jantung dialirkan ke ektremitas
atas dan kepala (Gabbe et al., 1991). Pada setiap kontraksi uterus, aliran darah di
cabang-cabang arteri uterus yang menyuplai ruang intervilli menurun dengan
cepat sesuai dengan besarnya kontraksi. Penurunan ini tidak berhubungan dengan
perubahan yang bermakna dalam tekanan perfusi sistemik, tetapi lebih
berhubungan dengan peningkatan tahanan vaskular lokal di dalam uterus (Assali,
1989). Tekanan vena sistemik meningkat saat darah kembali dari vena uterus
yang membengkak. Pada kala I, tekanan sistolik rata-rata meningkat sebesar 10
mmHg dan tekanan diastolik rata-rata meningkat . sebesar 5 sampai 10 mmHg
selama kontraksi, tetapi tekanan tidak banyak berubah di antara waktu kontraksi,
pada kala II, terdapat peningkatan 30/ 25 mmHg selama kontraksi dan 10/5
sampai 10 mmHg di antara waktu kontraksi (Beischer et al,, 1986). Jika wanita
mengejan dengan kuat, terjadi kompensasi tekanan darah dan sering kali terjadi
penurunan tekanan darah secara dramatis saat wanita berhenti mengejan di akhir
kontraksi. Perubahan lain dalam persalinan mencakup peningkatan denyut nadi

secara perlahan tapi pasti sampai sekitar 100 kali per menit pada persalinan kala
II. Frekuensi denyut nadi dapat ditingkatkan lebih jauh oleh dehidrasi,
perdarahan, ansietas, nyeri, dan obat-obatan tertentu, seperti terbutalin.
Karena perubahan kardiovaskular yang terjadi selama kontraksi uterus,
pengkajian paling akurat untuk mengkaji tanda-tanda vital maternal adalah
diantara waktu kontraksi. Pengaturan posisi memiliki efek yang besar pada curah
jantung. Membalikkan posisi wanita bersalin dari miring ke telentang
menurunkan curah jantung sebesar 25% sampai 30%.
B. Sistem Pernapasan
Dalam persalinan, ibu mengeluarkan lebih banyak C02 dalam setiap napas.
Selama kontraksi uterus yang kuat, frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan oksigen akibat
pertambahan laju metabolik. Rata-rata PaC02 menurun dari 32 mmHg pada awal
persalinan menjadi 20 mmHg pada akhir kala I (Beischer et al., 1986). Menahan
napas saat mengejan selama kala 11 persalinan dapat mengurangi pengeluaran
C02. Masalah yang umum terjadi adalah hiperventilasi maternal, menyebabkan
kadar PaC02 menurun dibawah 16 sampai 18 mmHg (Beischer et al., 1986).
Kondisi ini dapat dimanifestasikan dengan kesemutan pada tangan dan kaki,
kebas, dan pusing. Jika pernapasan dangkal dan berlebihan, situasi kebalikan
dapat terjadi kareria tidal volume rendah. Mengejan yang berlebihan atau
berkepanjangan selama kala II dapat menyebabkan penurunan oksigen sebagai
akibat sekunder dari menahan napas.

C. Sistem Gastrointestinal
Motilitas dan absorpsi gastrointestinal menurun selama persalinan aktif, dan
waktu pengosongan lambung berkurang. Efek ini dapat memburuk setelah
pemberian narkotik. Banyak wanita mengalami mual dan muntah saat persalinan
berlangsung, khususnya

selama fase

transisi pada

kala

I persalinan.

Ketidaknyamanan lain mencakup dehidrasi dan bibir kering akibat bernapas


melalui mulut. Karena risiko mual dan muntah, beberapa fasilitas pelayanan
bersalin membatasi asupan oral selama persalinan. Es batu biasanya diberikan

untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat kekeringan mulut, dan bibir. Beberapa


fasilitas lain mengijinkan pemberian air putih, jus, dan ise pop. Banyak fasilitas
lain memberikan asupan cairan melalui intravena.
D. Sistem Ginjal
Wanita bersalin-mungkin tidak menyadari bahwa kandung kemihnya penuh
karena intensitas kontraksi uterus dan tekanan bagian presentasi janin atau efek
anestesia lokal. Bagaimanapun juga kandung kemih yang penuh dapat menahan
penurunan kepala janin dan dapat memicu trauma mukosa kandung kemih selama
proses persalinan. Pencegahan (dengan mengingatkan ibu untuk berkemih di
sepanjang kala 1) adalah penting. Sistem adaptasi ginjal mencakup diaforesis dan
peningkatan IWL (insensible water loss) melalui respirasi.
E. Sistem Hematopoietik
Pelahiran bayi cukup bulan per vaginam menyebabkah kehilangan darah rata-rata
sebanyak 500 ml, sedangkan kelahiran sesarea tanpa komplikasi menyebabkan
kehilangan darah rata-rata 1.000 ml. Hipervolemia kehamilan membantu
mengompensasi kehilangan darah ini. Selama persalinan, waktu pembekuan
darah sedikit menurun, tetapi kadar fibrinogen plasma meningkat. Jumlah
leukosit normalnya meningkat selama proses persalinan.
F. Sistem Cairan Dan Elektrolit
Kadar natrium dan klorida dalam plasma dapat menurun sebagai akibat dari
penurunan absorbsi gastrointestinal, napas terengah-engah, dan diaforesis ,
(perspirasi) selama persalinan dan kelahiran. Poliuria (sering berkemih)
merupakan hal yang biasa terjadi. Penurunan asupan cairan oral akibat mual dan
muntah, ketidaknyamanan, dan pemberian analgesik atau anastesi dapat lebih
jauh mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit.
G. Nyeri
Nyeri dalam persalinan dan kelahiran adalah bagian dari respons fisiologis yang
normal terhadap beberapa faktor, Selama kala 1 persalinan, nyeri terutama
disebabkan oleh dilatasi serviks dan distensi segmen uterus bawah. Nyeri pada
kala II terutama disebabkan oleh distensi dan kemungkinan gangguan pada

bagian bawah vagina dan perineum. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh, berbagai
faktor. Mekanisme nyeri dan metode penurunan nyeri didiskusikan secara
lengkap dalam Bab 23, Nyeri dan ketidaknyamanan juga sangat beragam antara
satu wanita dengan wanita lain. Bagaimanapun juga, sebuah pola respons
umumnya terjadi pada setiap fase dan kala, seperti diuraikan di bawah ini.
Pada awal kala I, selama fase laten, kontraksi pendek dan lemah, 5 sampai 10
menit atau lebih, dan berlangsung selama 20 sampai 30 detik. Wanita mungkin
tidak mengalami ketidaknyamanan yang bermakna dan mungkin dapat berjalan
ke sekeliling secara nyaman diantara waktu kontraksi. Pada awal kala I, sensasi
biasanya berlokasi di punggung bawah, tetapi seiring dengan waktu, nyeri
menjalar ke sekelilingnya, seperti korset/ikat pinggang, sampai , ke bagian
anterior abdomen. Interval kontraksi makin memendek, setiap 3 sampai 5 menit,
menjadi lebih kuat dan lebih lama.
Saat persalinan berkembang ke fase aktif, wanita sering kali memilih untuk tetap
di tempat tidur, ambulasi mungkin tidak lagi terasa nyaman. Ia menjadi - sangat
terpengaruh dengan sensasi didalam tubuhnya dan cenderung menarik diri dari
lingkungan sekitar. Lama setiap kontraksi berkisar antara 30 sampai 90 detik,
rata-rata sekitar 1 menit.
Saat dilatasi serviks mencapai 8 sampai 9 cm, kontraksi mencapai intensitas
puncak, dan wanita memasuki fase transisi. Fase transisi biasanya pendek, tetapi
sering kali merupakan waktuu yang paling sulit dan sangat nyeri bagi wanita
karena frekuensi (setiap

2 sampai 3 menit) dan lama (sering kali

berlangsungsampai 90 detik) kontraksi. Wanita menjadi sensitif dan kehilangan


kontrol. Biasanya ditandai, dengan meningkatnya jumlah show akibat ruptur
pembuluh darah kapiler di serviks dan segmen uterus bawah.
H. Status Psikologis (Psike)
Respons psikologis terhadap pengalaman persalinan sangat bervariasi dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di antara faktor yang penting adalah latar
belakang budaya wanita. Orang-orang yang berasal, dari latar belakang budaya
berbeda mungkin memiliki keyakinan yang berbeda tentang bagaimana
seharusnya sikap wanita bersalin, keberadaan orang-orang pendukung, dan peran

perawat. Misalnya, dalam keyakinan Yahudi ortodoks, kitab agama mengajarkan


kesopanan, bahkan pada saat persalinan suami mungkin dilarang melihat istrinya
yang sedang terpajan secara tidak sopan (Lutwak et al., 1988).
Persiapan kelahiran, sering kali bervariasi dan secara dramatis dapat
memengaruhi kemampuan koping wanita bersalin dan pasangannya. Dalam studi
klasik, Mercer, Hackley, dan Bostrom (1983) menemukan bahwa dukungan
emosional pasangan selama melahirkan merupakan prediktor utama terbentuknya
persepsi yang positif terhadap pengalaman. Kepercayaan diri maternal dalam
koping terhadap persalinan telah terbukti berhubungan dengan persepsinya
tentang nyeri selama persalinan (Lowe, 1991) . Begitu juga, harapan dapat
memengaruhi respons psikologis terhadap persalinan. Heaman, Beaton, Gupton,
dan Sloan (1992) mengobservasi bahwa wanita dengan kehamilan risiko tinggi
mungkin lebih mengharapkan intervensi medis dan lebih sulit mengatasi nyeri
persalinan dan kelahiran dibandingkan wanita dengan kehamilan risiko rendah.
Bagi kedua kelompok wanita tersebut, kecemasan berhubungan secara negatif
dengan harapan melahirkan. Dalam rangkaian studi klasik yang terkenal,
Lederman et al. (1978, 1979) meneliti hubungan antara faktor psikologis dalam
variabel kehamilan dan persalinan, seperti epinefrin plasma dan kemajuan
persalinan . Kecemasan dalam persalinan dan epinefrin plasma berhubungan
dengan pola denyut jantung janin dalam persalinan aktif (Lederman et al., 1981).
Lama persalinan berhubung dengan kadar epinefrin plasma dan norepinefrin pada
multipara, persalinan yang lebih lama dihubungkan dengan kadar katekolamin
yang lebih tinggi, yang berhubungan dengan ukuran kecemasan pasien
(Lederman et al., 1985).
2. Penatalaksanaan Keperawatan Selama Persalinan dan Kelahiran
Penatalaksanaan keperawatan dalam persalinan dan kelahiran dijelaskan secara
singkat. Penjelasan yang lebih rinci mengenai dimensi asuhan keperawatan yang
efektif dan aplikasi proses keperawatan diuraikan dalam Intervensi keperawatan
yang berhubungan dengan persalinan dan kelahiran terdiri dari:
1. Berikan pedoman antisipasi dan edukasi pada wanita hamil dan keluarganya
tentang proses persalinan dan pelahiran

2. Jelaskan cara membedakan tanda persalinan sejati dan semu


3. Lakukan pengkajian berkelanjutan selama periode intrapartum untuk
mengetahui perubahan penipisan serviks, dilatasi serviks, dan station janin.
4. Lakukan pengkajian berkelanjutan dan intervensi yang tepat untuk
memastikan keamanan ibu dan bayi baru lahir.
5. Jelaskan tentang perubahan fisiologis yang terjadi selama persalinan untuk
mengurangi kecemasan dan membantu wanita dan orang pendukungnya
memperoleh kontrol terhadap pengalaman persalinan.
6. Berikan intervensi farmakologis dan nonfarma-kologis yang tepat untuk
meredakan nyeri.
7. Ajarkan dan beri dukungan untuk memperbaiki pola napas yang tidak tepat
yang menghasilkan hiperventilasi atau menahan napas selama mengejan.
8. Berikan informasi pada wanita bersalin dan orang pendukungnya mengenai
kemajuan persalinan, prosedur, dan medikasi.
9. Berikan perawatan yang nyaman dan bantuan untuk melakukan higiene
personal.

BAB III
A. KESIMPULAN
Jalan-lahir dibagi atas : bagian tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan
sendi-sendinya (artikulasio), dan bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringanjaringan, dan ligamen-ligamen.

kekuatan persalinan memberikan dorongan untuk mengeluarkan janin dan


plasenta dari uterus. Kekuatan yang mendorong janin keluar saat persalinan ialah
His, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari ligament dengan
kerjasama yang baik dan sempurna serta tenaga mengejan yang paling efektif
adalah saat kontraksi.
B. SARAN
Bagi tenaga kesehatan baik perawat maupun bidan sebaiknya memberikan
konseling dan penyuluhan tentang cara mengejan yang baik saat persalinan pada
trimester awal agar ibu hamil tidak merasakan ketakutan saat persalinan dan ibu
hamil menyiapkan mentalnya.
Bagi ibu hamil, Dalam melakukan persalinan saat mengejan sebaiknya saat ada
his atau kontraksi agar efektif dan tenaga tidak terbuang dengan sia-sia.
Bagi suami maupun anggota keluarga lain ikut serta menemani ibu yang
menjalankan persalinan agar ibu merasa tidak sendiri dan ada pendorong
semangat.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Bobak, lowdermik, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4.
Jakarta, EGC.

2. Yanti, S.S.T,M.keb.2010.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan.Sewon


Bantul Yogyakarta : Pustaka Rihama.
3. Reeder, Martin, Griffin-Koniak. 2011. Keperawatan Maternitas Volume 1
Kesehatan Wanita , Bayi, dan Keluarga. Jakarta . EGC .
4. Wiknyosastro, Hanifa, saifuddin, Abdul Bari dkk. 1991. Ilmu Kebidanan .
edisi : 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai