BAB I
PENDAHULUAN
2
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan baik
fisik, mental, sosial, maupun ekonomi, karena kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan orang hidup produktif, namun seiring dengan
kemajuan pembangunan perilaku kesehatan mengalami kemunduran kecenderungan
masyarakat kurang baik seperti : merokok, mengkonsumsi makanan yang mengandung
kolesterol yang belebihan, minum minuman berkafein, serta memakan sayuran hijau yang
berlebihan tentunya hal ini akan mengakibatkan penyakit hipertensi dan apabila hipertensi
tidak diatasi dengan baik maka akan mengakibatkan stroke.
Namun demikian stroke merupakan satu jenis penyakit yang sebenarnya dapat
dicegah karena banyak faktor penyebab resiko stroke resiko stroke dapat dimodifikasi,
pada kasus stroke penting ditangani secara multi disiplin dengan memanfaatkan waktu
kritikal dimana kasus stroke sedang progresif melalui pemberian asuhan yang paripurna.
Sehingga kematian jaringan otak progresif dapat dihambat dan kematian serta kecacatan
mungkin dapat dikurangi.
Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai arah
ke bagian otak (Brunner dan Sudarth, 2001). Stroke merupakan masalah neurologik primer
di dunia, meskipun upaya pencegahan telah menimbulkan penurunan pada insiden dalam
beberapa tahun terakhir. Stroke adalah peringkat
ketiga penyebab kematian, dengan laju
1
mortalitas 18 37 % untuk stroke pertama dan sebesar 62 % untuk stroke selanjutnya.
Terdapat kira-kira 2.000.000 orang bertahan hidup dari stroke yang mempunyai beberapa
kecacatan dari angka 40 % memerlukan bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
(patofisiologi konsep klinis penyakit, 2005).
3
Setiap tahun stroke menyerang sekitar 15 juta orang diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat lebih kurang 5 juta orang pernah mengalami stroke. Sementara di Inggris terdapat
250.000 orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia, khususnya di Indonesia
setiap tahun diperkirakan 500.000 orang mengalami serangan stroke. Di jumlah itu sekitar
2,5 % diantaranya meninggal dunia. Sementara sisanya mengalami cacat ringan maupun
berat.
Di kota besar seperti Bandung dengan tingkat stress yang tinggi karena adanya
tuntutan hidup yang meningkat dan pola yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan
siap saji atau instan merupakan salah satu faktor dapat menyebabkan penyakit stroke.
Berdasarkan praktek lapangan yang dilakukan oleh Mahasiswa STIKes Budi Luhur
Cimahi di ruang IGD RSUD AL-IHSAN Provinsi Jabar didapatkan pasien dengan
gangguan system persyarafan dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
Oleh karena itu penulis tertarik dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien
Stroke Hemoragik, sehingga penulis mengambil kasus Stroke Hemoragik sebagai tugas
akhir dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Stroke Hemoragik.
1.2 METODE PENULISAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Adapun penulisan metode yang digunakan dalam pembuatan study kasus ini adalah
metode deskriptif partisipasi yaitu metode penulisan yang berdasarkan pada gambaran
masalah yang ada dan kami terjun langsung pada klien di ruangan Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan, dengan cara studi kasus dan studi pustaka. Adapun
teknik penulisan yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penyusunan tugas akhir
ini adalah:
4
Teknik pengamatan dan pengumpulan data secara langsung dan ikut serta dalam
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien.
2. Teknik wawancara langsung dengan klien.
Penulis melakukan tanya jawab dengan klien, keluarga klien, dan lingkungan
sekitar dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Hemoragik.
3. Teknik diskusi dokumenter
Mengumpulkan catatan keperawatan medis untuk mendapatkan data termasuk
didalamnya catatan tindakan perawat dan tindakan pengobatan serta pemeriksaan
penunjang.
4. Teknik studi kepustakaan
Sebagai acuan dalam penyusunan study kasus ini kami mengambil sumber atau
badan yang diperlukan dari berbagai sumber buku, baik itu pelajaran yang telah
kami dapatkan dibangku kuliah dan buku studi kepustakaan maupun mengunakan
media internet sebagai bahan refrensi.
1.3 SISTEMATIKA
Dalam makalah ini sistematika penulisan terdiri dari beberapa bab dan dari masingmasing bab terdiri dari beberapa item, antara lain :
1. BAB I, Pendahuluan
Sistematika Penulisan.
2. BAB II, Tinjauan Teori meliputi Pengertian, Anatomi dan Fisiologi, Etiologi dan
Predisposisi, Patofisiologi, Manisfestasi Klinik, Komplikasi, Penatalaksanaan,
Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang, Pathways Keperawatan, Fokus
Intervensi dan Rasional.
5
3. BAB III, Tinjauan Kasus meliputi, Pengkajian, Pathways Keperawatan Sesuai
Kasus Klien, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi,
Evaluasi.
4. BAB IV, Pembahasan meliputi, Pengkajian, Diangnosa Keperawatan, Perencanaan,
Imlementasi, Evaluasi.
5. BAB V, Penutup meliputi, Kesimpulan Saran, serta Daftar Pustaka
1.4 Tujuan Penulisan
Penyusunan makalah dengan
Tujuan Umum
Mampu mengidentifikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian klien dengan Stroke Hemoragik.
2. Mampu merumuskan diangnosa keperawatan klien dengan Stroke Hemoragik.
3. Mampu menetapkan perencanaan klien dengan Stroke Hemoragik.
4. Mengaplikasikan tindakan keperawatan klien dengan Stroke Hemoragik.
5. Mampu mengevaluasi klien dengan Stroke Hemoragik.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
7
2.1 Pengertian
Stroke adalah sindrom klinis awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa
deficit neurologist fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan
perdarahan otak non traumatic. (Arief Mansjoer, 2000). Stroke adalah defisit neorogi
yang mempunyai kaitan mendadak, dan berlangsung 24 jam, sebagai akibat dari CVD
(Hudak Gallo, 2000).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang disebabkan
oleh terhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner & Suddarth, 2001). Stroke adalah
cidera vaskuler akut pada otak berarti bahwa stoke adalah suatu cidera mendadak dan
berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. (Valery, 2006). Stroke ialah bencana atau
gangguan peredaran darah di otak. (Lumbantobing, 2007).
2.2 Klasifikasi Stroke
2.2.1
Menurut etiologinya :
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat
(pendarahan intraserebral, pecahnya aneurisme dan tomur otak yang
mengalami pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli serebral,
biasanya terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru bangun tidur atau
dipagi hari. Tidak terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
8
2.2.2
neurologi
maksimum
sejak
saat
serangan
dan
sedikit
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab utama dari stroke, sering terjadi pada pembuluh
Emboli Serebral
9
Emboli yang terjadi berupa bekuan darah, lemak, bakteri, tumor dan udara
sehingga menyebabkan sumbatan. Tempat disangkutnya/berhentinya embelus umumnya di
pembuluh darah kecil. Emboli berasal dari jantung kiri atau plaqe di arteri karotis yang
mengalami arterosklerosis. Daerah yang mengalami stroke adalah daerah yang dialiri oleh
arteri serebral medials.
2.3.3
Iskemia/TIA
Iskemia yang terjadi karena trombus atau ploqi arteresklerosis yang terlepas
sehingga menggangu aliran darah atau menyumbat. TIA merupakan keadaan awal atau
serangan sebelum stroke atau sering disebut anginaserebral stroke yang terkena iskemia
dapat terjadi 6 bulan setelah menderita TIA atau mengalami TIA secara berulang.
2.3.4
Perdarahan Serebral
Berdasarkan serebral merupakan penyebab stroke yang paling total pembuluh
darah yang pecah menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak atau area sekitarnya.
2.3.5
Perdarahan Intraserebral
Terjadi karena klien dengan hipertensi atau arterosklerosis serebral terjadi juga
10
b. Ras
c. Kelurahan
d. Jenis kelamin
2.
Reversible
a. Hipertensi
b. Penyakit jantung
c. DM
d. Hiperlipidema
e. Obesitas
f. Kebiasaan kehidupan : diet, merokok, alkohol, dan kurang aktivitas/olah
raga.
2.5 Patofisiologi
2.5.1
Proses Penyakit
Trombosis serebral yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami akluis
sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak adalah ateroskerosis
(mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas dinding pembuluh darah) dan
hiper kuagulasi pada policytemia.
Stroke juga dapat terjadi karena adanya emboli yang merupakan penyumbat
pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri cerebral.Emboli
dapat terjadi karena katup-katup jantung yang rusak akibat RHD, MCI, hibrilaasi dan
endokarditis
11
Perdarahan intra cranial dan intra cerebral juga merupakan salah satu penyebab
stroke. Perdarahan dapat terjadi karena arteriosclerosis dan hipertensi, akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenchim yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin herniasis otak.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh rupture arteri serebri ekstravasasi
darah terjadi didaerah otak dan atau sub arachnoid, sehingga jaringan yang terletak
didekatnya akan tergeser dan tertekan. Daerah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar tempat bekuan darah yang semula
lunak dan menyerupai sel merah akhirnya akan terlarut dan semakin mengecil. Otak
terletak disekitar tempat bekuan mungkin akan membengkak dan mengalami nekrosia
karena kerja enzyim akan terjadi proses pencairan sehingga terbentuk suatu rongga. Akibat
dari perdarahan intra serebri akan menyebabkan edema pada otak. Peningkatan tekanan
intrakranial dan vasi spsme. Bila hal ini terjadi pada otak akan mengkibatkan parise
gangguan bicara, bahkan sampai koma. Penyebab-penyebab lain dari stroke adalah
hipoksia umum dan hipoksia setempat
2.5.2
Pathways
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan serebral, DM, usila,
rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral
fungsi otak
12
Penekanan pada
jaringan otak
Mobilitas terganggu
Peningkatan TIK
global
GANGGUAN MOBILITAS
FISIK
GANGGUAN KOMUNIKASI
VERBAL
ADL dibantu
DEFISIT PERAWATAN DIRI
bokong
apasia
GANGGUAN PERFUSI
JARINGAN OTAK
Pasien bedrest
penekanan lama pada daerah punggung dan
GANGGUAN
INTEGRITAS
13
2.6 Manifestasi Klinis
a. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah.
b. Mual muntah
c. Fotofobia, terjadi karena perdarahan subara chnoid akibat pecahnya
aneurisma intrakanial.
d. Kaku kuduk
e. Penurunan kesadaran
f. Kerusakan motorik. Stroke menyebabkan kehilangan control volunter
terhadap gerakan motorik.
g. Kerusakan komunikasi. Stroke merupakan penyebab afasia yang paling
umum.
h. Manifestasi disfungsi bahasa dan komunikasi dapat berupa :
1) Disatria ( kesulitan bicara )
2) Disfasia atau afasia ( kehilangan bicara )
3) Apraksia yaitu ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
i. Gangguan persepsi.
j. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis.
k. Disfungsi Kandung kemih.
Untuk mempermudah mengenal gejala stroke, dapat digunakan Prehospital Stroke
Scale :
a. Mulut Mengok ( Facial drop )
Abnormal bisa satu sisi wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
14
b. Arm Drift
Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun kebawah apalagi bila
disertakan pronasi : ketika pasien disuruh menutup mata dan mengangkat
kedua lengan selama 10 detik.
c. Bicara Abnormal
Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara pelo.
2.7 Komplikasi
a. Hipoksia serebral
b. Aliran darah serebral
c. Emboli serebral
d. Komplikasi lanjut
1) Imobilitas
2) Kontraktur
3) Tromboflebilitas
4) ISK
5) Abrosi kornea
6) Nyeri karena tekanan
7) Himiporose atau defisit neurologi
2.8 Penatalaksanaan Medis
1. Mengatasi kerusakan iskemia serebral: beri O2 sesuai program, glukosa dan aliran
darah yang adekuat.
2. Mengendalikan TD (mencegah TIK): posisi kepala 15-30, hindari fleksi rotasi
kepala, diuretik osmotik (manitol), pemberian dexameason (anti inflamasi).
15
3. Terapi farmakologi:
a. Mempertahankan perfusi dan oksigenisasi otak: tonral.
b. Mempertahankan metabolisme jaringan otak: nicolin, nootropil.
c. Mempertahankan daya tahan tubuh: neurobion.
d. Hemodinamik: menurunkan viskositas darah.
e. Pembedahan (craniotomi).
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat
Gejala
Tanda
b. Sirkulasi
Gejala
Tanda
: Hipertensi
arterial
sehubungan
dengan
adanya
embolisme/malformasi vascular
Disritmia, perubahan EKG
Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/aorta yang
abnormal
16
c. Integritas Ego
Gejala
Tanda
d. Eliminasi
Gejala
e. Makanan/cairan
Gejala
Tanda
f. Neurosensori
Gejala
: Sinkope/ pusing
Sakit kepala akan sangat berat dengan adanya perdarahan intra
serebral/subaraknoid.
Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi serangan TIA,
yang dikemukakan dalam berbagai derajat stroke jenis yang lain),
sisi yang terkena terlihat seperti mati/lumpuh/ penglihatan
menurun.
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Sentuhan: hilangnya rasa sensorik kolateral pada ekstremitas
17
Tanda
Pada
wajah
seperti
paralysis
atau
parase
(ipsilateral).
Afasia: gangguan/kehilangan fungsibahasa mungkin afasia
motorik
(kesulitan
kemampuan
mengungkap
menggunakan
motorik
kata-kata)
saat
kehilangan
pasien
ingin
menggerakkannya (apraksia).
Kehilangan kemampuan untuk mengenali atau menghayati
masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia), seperti
gangguan kesadaran terhadap citra tubuh, kewaspadaan, kelalaian
terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan persepsi.
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Ukuran atau reaksi pupil tidak sama
Kekakuan nukal dan kejang
g. Nyeri Kenyamanan
Gejala
Tanda
18
h. Pernafasan
Gejala
Tanda
19
i. Keamanan
Tanda
j. Interaksi Sosial
Tanda
k. Pendidikan kesehatan
Gejala
l. Pemeriksaan diagnostik
1) Tomografi Komputer
Untuk mengetahui penyebab dan lokasi stroke
2) Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik okulasi atau rupture.
3) CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
Catatan : mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan
tersebut.
4) Fungsi Lumbal
20
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
5) MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi
arteriovena ( MAV )
6) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah sistem arteri korotis
( aliran darah / Muncul plak ) arteriosklerotik )
7) EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
8) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas : kalsifikasi krorotis interna terdapat
pada trombosis serebral : kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan sereral berhubungan dengan interupsi aliran darah
: gangguan oklusif, hemoragi
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular:
kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
21
c. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan
kerusakan
sirkulasi
serebral,
kerusakan
neuromuscular,
kehilangan
menelan
berhubungan
dengan
kerusakan
neuromuscular/perceptual.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat,
keterbatasan kognitif.
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah : gangguan oklusif, hemoragi
Tujuan
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan
motorik/sensori
2) Tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
3) Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan deficit
Intervensi :
22
1) Temukan factor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab
khusus selama koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya
peningkatan TIK.
R: kerusakan/kemunduran tanda dan gejala neurologist atau kegagalan
memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan.
2) Pantau status neurologist dan bandingkan dengan keadaan normal
R : mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi, luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP
3) Pantau tanda-tanda vital
R: variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada
daerah vasomotor otak
4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap
cahaya.
R : reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius (III) dan berguna
dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih dalam keadaan
baik.
5) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis (netral)
R : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainage dan
meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat seperti antikoagulasi,
antifibrolitik dan antihipertensi
7) Kolaborasi dengan petugas laboratorium seperti pemeriksaan nasa
protrombin dan kadar dilantin
23
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular :
kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif
Tujuan
24
Kriteria hasil :
1) Mempertahankan posisi optimal dengan tidak adanya kontraktur,
footdrop
2) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena
3) Mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan
cara yang teratur
R : mengidentifikasikan kekuatan/kelemahan
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam
R : menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
3) Melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
R : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur, menurunkan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis
4) Tinggikan tangan dan kepala
R : meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema
5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
R : mempertahankan posisi fungsional
6) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda lain
dari gangguan sirkuasi
R : jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma
7) Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang meonjol secara teratur
25
R : titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia.
8) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam latihan resistif
R : menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan
kekuatan
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan otot seperti
baklofen dan dantrolen
c. Kerusakan komunikasi (verbal dan non verbal) berhubungan dengan
kerusakan
sirkulasi
serebral,
kerusakan
neuromuscular,
kehilangan
Kriteria hasil :
1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
2) Membuat metode komunikasi
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi
R : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap
komunikasi
2) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana, ulangi dengan
kata/kalimat yang sederhana
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut
26
R : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek
R : menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia)
5) Berikan metode komunikasi alternative seperti menulis di papan tulis,
menggambar.
R : memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan.
6) Diskusikan mengenai hal-hal yang dikebal pasien seperti pekerjaan dan
hobi
R : meningkatkan percakapan yang bermakna
7) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
R : pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik
dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan
terapi.
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi,
transmisi, integrasi (trauma neurologist), stress psikologis
Tujuan
Kriteria hasil :
1) Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
2) Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residual
Intervensi :
1) Lihat kembali proses patologis individual
27
R : kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membanty dalam
mengkaji/mengantisipasi deficit spesifik dan perawatan
2) Evaluasi adanya gangguan penglihatan
R : berdampak negative pada kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan
3) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabitan yang
berbahaya
R : menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin
dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan
4) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul
R : penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan
kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan
kesesuain dari gerak yang mengganggu ambulasi.
5) Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan.
R : meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko terjadinya
trauma
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
R : menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan
yang berhubungan dengan sensori berlebihan
7) Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang
pendek. Pertahakan kontak mata
R : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang pertahian
atau masalah pemahaman.
28
e. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan dan tahanan,
kehilangan control/koordinasi otot, kerusakan perceptual/kognitif, nyeri,
depresi
Tujuan
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
2) Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan
sehari-hari.
R
membantu
dalam
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan
29
R : memberi bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
f. Resiko kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/
perceptual
Tujuan
Kriteria hasil :
1) Mendemostrasikan metode makan tepat untuk situasi individual dengan
aspirasi tercegah
2) Mempertahankan berat badan yang ideal
Intervensi :
1) Catat luasnya paralysis fasial, gangguan lidah, kemampuan melindungi
jalan nafas. Timbang BB secara teratur sesuai kebutuhan.
R : untuk menentukan intervensi nutrisi/pilihan rute
2) Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.
R : menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan dan
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
R : memberikan simulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
4) Berikan makanan perlahan pada lingkungan yang tenang.
R : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar.
5) Anjurkan pasien untuk menggunakan sedotan untuk minum.
R : menguatkan otot fasial dan menurunkan resioko terjadinya tersedak.
30
6) Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori
yang masuk.
R : jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan
dan nutrisi, harus dicarikan metode alternative lain untuk makan.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam
Kriteria hasil :
1) Berpartisipasi dalam proses belajar
2) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan
terapeutik
3) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi :
1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori
R
deficit
mempengaruhi
pilihan
metode
pengajaran
dan
isi/kompleksitas intruksi.
2) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan. Identifikasi
cara meneruskan program setelah pulang.
31
R : aktivitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi
dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi. Mengikuti cara
tersebut
merupakan
suatu
hal
penting
pada
kemajuan
pemulihan/pencegahan komplikasi.
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
R : berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan/perlu direncanakan
berdasarkan pada kebutuhan secara individual
4) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berpikir
R : simulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berpikir.
5) Indentifikasi factor-faktor resiko individual seperti hipertensi, obesitas,
merokok, arterioklerosis dan perubahan pola hidup yang penting
R : meningkatkan kesehatan secara umum dan menurunkan resiko
kambuh.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan control secara medis,
contohnya perubahan fungsi penglihatan, sensorik, motorik, gangguan
respon mental atau perilaku dan sakit kepala yang hebat.
R : evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan resiko terjadinya
komplikasi/kehilangan fungsi yang berlanjut.
4. Implementasi Keperawatan
32
Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini
perawatan harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya bahaya fisik dan
perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak hak dari klien serta dalam memahami tingkat
perkembangan klein. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis
tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi.
Tujuan dari pelaksaan keperawatan yaitu membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap
pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan
perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan tahap mekanisme umpan balik
diman perawat menilai tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat. Dengan demikian evaluasi dapat berupa
evaluasi formatif maupun evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif dilakukan terus menerus selama melakukan tindakan
keperawatan. Evaluasi ini berguna untuk menilai setiap dalam perencanaan,
mengukur kemajuan klien dalam menentukan keefektifan rencana atau
menentukan apakah rencana tersebut dapat diteruskan, perlu diubah, atau sudah
tercapai.
33
Evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir yang menggambarkan apakah tujuan
akhir tercapai atau tidak sesuai dengan rencana tindakan atau hanya tercapai
sebagian atau bahkan timbul masalah keperawatan yang baru.
Adapun hasil evaluasi yang diharapkan pada klien dengan stroke
haemoragik diantaranya ialah:
a. perfusi jaringan serebral adekuat.
b. kerusakan mobilitas fisik teratasi.
c. kerusakan komunikasi teratasi
d. perubahan sensori persepsi teratasi
e. defisit perawatan diri teratasi.
f. tidak terjadi kerusakan menelan.
g. pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
34
BAB III
TINJAUAN KASUS
35
Tanggal Pengkajian
: 07 Juni 2011
Ruang/ Kelas
: ICU
Nomor Register
: 37 40 70
Diagnosa Medis
: Stroke Haemoragic
Tanggal Masuk
: 07 Juni 2011
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien bernama Tn. N berusia 50 tahun, berjenis kelamin laki laki, status
pernikahan kawin, beragama Islam, suku bangsa Sunda, dan bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia. Pendidikan terakhir klien SMA, klien bekerja
sebagai TNI, dengan pangkat Tamtama. Klien bertempat tinggal di Kampung
Panancangan Desa Cimenteng Jaya. Sumber biaya berasal dari Askes. Informasi
didapat dari keluarga klien, dan status klien.
2. Resume
Tn. N datang ke ICU RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat diantar oleh perawat
IGD pukul 22.00 WIB dengan keadaan tidak sadar. Kesadaran klien sopor,
terpasang infuse RL pada kedua tangan kanan dan kirinya, terpasang keteter
dengan volume urine 300 cc, NGT, dan ETT, serta di lakukan bantuan nafas
dengan menggunakan ambubag.
30
36
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga klien mengatakan klien dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto karena
keluar busa dari mulut klien sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit,
keluarga tidak mengetahui factor pencetusnya, timbulnya secara mendadak,
upaya yang dilakukan keluarga klien selama ini yaitu pergi berobat di rumah
sakit.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Keluarga klien mengatakan klien tidak mempunyai riwayat alergi, baik alergi
obat, makanan, binatang, maupun lingkungan. Klien tidak memiliki riwayat
kecelakaan, klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien tidak
memiliki riwayat alergi obat. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan
DM.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keterangan:
: laki laki
: hubungan keluarga
37
: perempuan
: hubungan perkawinan
: meninggal
: klien
38
Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan oleh perawat ruangan, oral
hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh perawat ruangan dengan
menggunakan Gargarisma, klien tidak mencuci rambut.
39
4. Pengkajian Fisik
a. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva merah muda, korne normal, sklera anikterik, pupil isokor, otot
otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda tanda
radang, tidak menggunakan kaca mata maupun lensa kontak, reaksi terhadap
cahaya baik.
b. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, kondisi telingan normal, tidak ada cairan dari telinga,
tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
c. Sistem Wicara
Tidak terkaji karena kesadaran klien sopor.
d. Sistem Pernapasan
Jalan napas klien ada sumbatan yaitu sputum kental berwarna kuning, klien
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5,
FiO2 60%, PS: 15, irama teratur, klien tidak batuk, suara napas ronkhi.
e. Sistem Kardiovaskular
Sirkulasi perifer, nadi 98 x/ menit dengan irama teratur dan denyut kuat, TD:
174/90 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis pada kanan dan kiri,
temperatur kulit dingin, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler < 3 detik,
tidak ada edema. Kecepatan denyut apical 102 x/ menit dengan irama teratur,
tidak ada kelainan bunyi jantung.
f. Sistem Hematologi
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 26 Januari 2010, yaitu:
40
Hb
: 8,9 gr/ dl
Ht
: 27 vol%
41
5. Data Penunjang
Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri
yang masuk kedalam seluruh system ventrikel disertai edema serebri generalisata.
6. Penatalaksanaan
a. IVFD
1) RL : NaCl 0,9 % (1:2) 60 %
2) Gelofusin 60 %
3) Perdipin 10/50
4) Myloz 45/45 5 cc/ jam
5) Manitol 4 x 125 cc
6) Dipeptiven untuk 5 hari 100 cc
b. Obat
1) Ceftriaxone 1 x 2 gr
2) OMZ 2 x 40 mg
3) Phenitoin 3 x 100 mg
4) Citicolin 2 x 500 mg
5) Sohobion 5000 1 x 1 amp
6) Vit. C 1 x 400 mg
42
DATA FOKUS
Nama Klien/ Umur
: Tn. N/ 50 tahun
: D3/ ICU
43
Data Subyektif
Data Obyektif
1. Jalan napas klien ada sumbatan yaitu
sputum kental berwarna kuning.
2. Klien bernafas menggunakan ventilator
dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5,
FiO2 60%, PS: 15.
3. Suara napas ronkhi.
4. Tingkat kesadaran klien sopor.
5. GCS 4.
6. Terjadi peningkatan tekanan intra kranial.
7. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari
dimandikan oleh perawat ruangan.
8. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan
dilakukan oleh perawat ruangan dengan
menggunakan Gargarisma.
9. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit,
S: 35, 7 oC.
10. Hasil CT Scan pada tanggal 07 Juni 2011
yaitu adanya hematoma di thalamus kiri
yang masuk kedalam seluruh system
ventrikel
disertai
edema
serebri
generalisata.
11. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 07 Juni 2011
Hb : 8,9
Ht : 27
44
Eritrosit : 3,3
Leukosit : 13.700
Trombosit : 271.000
MCV : 83
MCH : 27
MCHC : 33
Albumin : 2,5
Ureum : 75
Kreatinin : 145
Natrium : 2,9
Kalium : 99
Klorida : 178
pH : 7,477
PCO2 : 27,8
PO2 : 212,2
HCO3 : 20,8
Base exces : -1,8
O2 saturation : 98,8
45
ANALISA DATA
Nama Klien/ Umur
: Tn. N/ 50 tahun
: D3/ ICU
No.
1.
Data
DS : -
Masalah
Bersihan
DO:
jalan
Etiologi
Akumulasi
nafas secret
C.
2.
Perubahan
Hemoragi,
DS : -
perfusi
edema
DO:
jaringan
serebral.
serebral
b. GCS 4.
c. TTV: TD 174/90 mmHg, N: 98 x/ menit, S: 35, 7
o
C.
serebri generalisata.
Kerusakan
mobilitas
DS : DO:
a. Klien mandi 1 x/ hari pada pagi hari dimandikan
oleh perawat ruangan.
b. Oral hygiene 1 x/ hari menggunakan dilakukan oleh
perawat ruangan dengan menggunakan Gargarisma.
fisik
Paralisis
46
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, ditemukan
pada tanggal 07 Juni 2011.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi, edema
serebral, ditemukan pada tanggal 07 Juni 2011.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis, ditemukan pada tanggal
07 Juni 2011.
Kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
b. Kesadaran klien membaik.
c. GCS 15
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Perencanaan:
a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan.
R/ : Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi
mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan kesulitan dalam
pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan mengidikasikan
tanda akan terjadi kegagalan nafas.
47
b. Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler
R/ : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang
dan mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan
kemungkinan lidah jatuh yang dapat menyumbat jalan napas.
c. Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat
warna dan kekeruhan dari secret.
R/ : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih
dalam harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat
menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan
vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan.
d. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suarasuara
tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll).
R/ : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis,
kongesti, atau obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral
dan atau menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari
pasien yang imobilisasi lama).
e. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien).
R/ : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung
hidung mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan
perifer.
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit
48
R/ : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat menurunkan
hipoksemia jaringan. pemberian oksigen nasal untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigen bagi tubuh yang kekurangan untuk kebutuhan miokard
untuk melawan hipoksia/iskemia.
g. Monitor analisis gas darah
R/ : Memantau kecukupan kebutuhan oksigen, pemeriksaan AGD dapat
diketahui terjadinya hipoksia ataupun gangguan keseimbangan asam basa,
sehingga dapat membantu dalam pemberian terapi.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
Pukul 22.10 WIB Kolaborasi dalam pemberian oksigen 2-4 lt/menit, klien
terpasang ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO 2 60%, PS: 15.
Pukul 22.15 WIB Memonitor
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2
60%, PS: 15. Pukul 22.20 WIB Meninggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler,
klien berbaring dengan posisi semi fowler. Pukul 22.30 WIB Kolaborasi dengan
perawat ruangan dalam melakukan suction, secret berwarna kuning kental. Pukul
22.40 Mengauskultasi suara paru, suara paru ronkhi. Pukul 22.45 WIB Mengkaji
tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien), tidak ada tanda-tanda
sianosis. Pukul 04.00 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam mengambil
darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,477, PCO2 : 27,8, PO2 : 212,2, HCO3 : 20,8,
Base exces : -1,8, O2 saturation : 98,8.
Rabu, 08 Juni 2011
49
Pukul 21.00 WIB Memonitor
bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep: 5, FiO2
60%, PS: 15. Pukul 21.15 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam
melakukan suctionm, secret berwarna kuning kental. Pukul 21.30 WIB
Mengauskultasi suara paru, suara paru masih ronkhi. Pukul 21.45 WIB Mengkaji
tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien), tidak ada tanda-tanda
sianosis. Pukul 04.00 WIB Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam mengambil
darah untuk analisis gas darah, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2: 145,8, HCO3: 21,6,
Base case: -2,3, O2 satoration: 98,7.
Evaluasi:
Rabu, 09 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S
: -
: Intervensi dilanjutkan
Kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
50
b. Kesadaran klien membaik.
c. GCS 15
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Perencanaan:
a. Kaji status neuralgis
R/ : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial penurunan
TIK dan mengetahui lokasi. Luas dan resolusi kerusakan SSP.
b. Tentukan factor factor yang berhubungan dengan penyebab khusus selama
penurunan perfusi.
R/: Mengetahui keadaan umum klien, memantau adanya peruabahan yang
mencolok dan untuk penetapan intervensi.
c. Ukur TTV
R/ : Mengetahui keadaan umum klien dan memantau adanya perubahan yang
mecolok
d. Posisikan klien dengan posisi kepala agak ditinggikan dalam posisi anatomis
R/ : Menurunkan tekanan arteri dengan menaikan drainage dan menaikan
sirkulasi/ perfusi serebral.
e. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan (batuk terus)
R/ : Manuver valvasa dapat menaikan TIK dan memperbesar resiko
perdarahan.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
51
Pukul 22.25 WIB
52
Rabu, 08 Juni 2011
Pukul 21.40 WIB Mengkaji status neurologis. Dengan cara menilai GCS,
kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6. Pukul 22.00 WIB Mengukur TTV tiap 1 jam,
TD : 172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt.Pukul 05.30 WIB
Memposisikan klien dengan posisi kepala agak di dirikan dan dalam posisi
anatomis, klien belum bisa untuk merubah posisi.
Evaluasi:
Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S
: -
: Intervensi dilanjutkan
Kriteria hasil:
a. Klien dapat untuk merubah posisi (miring kanan).
b. Klien dapat menggerakkan tangan kanan dan kaki kanan.
c. Klien tidak dibantu dalam melakukan aktivitas sehari hari (makan,mandi).
Perencanaan:
a. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang,miring) dan jika memungkinkan
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
R/ : Menurunkan terjadinya trauma jaringan
53
b. Lakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
R/ : meminimalkan atrofi otot menaikan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur.
c. Gunakan penyangga lengan ketika klien berada posisi tegak sesuai indikasi
R/ : selama paralisis flaksid penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko
terjadinya subluksasio lengan dan sindrom bahu-lengan
d. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
R/ : Mempertahankan posisi fungsional
e. Observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau tanda lain dari
gangguan sirkulasi.
R/ : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
f. Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur.
Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah kemerahan dan berikan alat
bantu seperti bantalan lunak sesuai kebutuhan.
R/ : Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan
bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya
dekubitus.
Pelaksanaan:
Selasa, 07 Juni 2011
54
Pukul 24.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring )
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah.Pukul 05.30 WIB
Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien tidak
bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien sopor. Pukul
06.00 WIB Menggunakan penyangga lengan ketika klien berada dalam posisi
tegak sesuai indikasi, klien tidak dapat melakukan posisi tegak, kesadaran klien
sopor, klien hanya terlentang. Pukul 06.20 WIB Memposisikan lutut dan panggul
dalam posisi ekstensi, posisi lutut ekstensi.
Rabu, 08 Juni 2011
Pukul 05.00 WIB Mengubah posisi minimal setiap 2 jam ( terlentang, miring )
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terganggu, klien bisa dimiringkan namun harus disanggah. Pukul 06.00 WIB
Melakukan latihan rentang gerak aktif pasif pada semua ekstrimitasi, klien tidak
bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien sopor. Pukul
06.30 WIB Mengobservasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema, atau
tanda lain dari gangguan sirkulasi, tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik.
Pukul 06.40 WIB Menginspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol
secara teratur. Lakukan masase secara berhati-hati pada daerah kemerahan dan
berikan alat bantu seperti bantalan lunak sesuai kebutuhan, tidak ada luka pada
daerah-daerah yang menonjol.
Evaluasi:
Rabu, 08 Juni 2011 pukul 07.30 WIB
S
:-
55
O
: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang
terjadi antara teori dan kasus, menganalisa faktor faktor pendukung dan penghambat,
serta alternativ pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan disetiap
tahapannya. Pembahsan ini mecakup pengkajian, diagnovsa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan satu langkah awal dalam proses keperawatan. Pada tahap ini
penulis melakukan pemgkajian pada klien secara menyeluruh yang penulis dapatkan
melalui tehnik anamnesa, tehnik observasi, pemeriksaan fisik, study kepustakaan, dan
study dokumentasi.
56
Penyebab stroke menurut teori yaitu trombosis, emboli serebral, iskemia/TIA,
perdarahan serebral, faktor resiko stroke terdiri dari non revensible yaitu usia, ras,
jenis kelamin, dan reversible yaitu hipertensi, penyakit jantung, DM, hiperlipidemia,
obesitas, kebiasaan kehidupan : diet, merokok, alkohol, dan kurang aktivitas/olah
raga.Pada kasus penyebab stroke Tn. N berdasarkan hasil CT Scan pada tanggal 07
Juni 2011 yaitu adanya hematoma di thalamus kiri yang masuk kedalam seluruh
system ventrikel disertai edema serebri generalisata dan menurut keluarga klien Tn. N
memiliki penyakit hipertensi dan DM. Gejala klinik yang dialami klien tidak jauh
berbeda dengan teori yaitu penurunan kesadaran, kerusakan motorik, kerusakan
komunikasi.
Adapun faktor pendukung saat dilakukan pengkajian ini adalah keluarga klien sangat
kooperatif dalam memberikan informasi tentang masalah kesehatan yang dialami
Tn.N, serta tersedianya alat alat pengkajian fisik yang memadai diruangan.
Sedangkan faktor penghambat nya adalah tidak kooperatif karena saat dalam
pengkajian pasien dalam keadaan tidak sadar atau sopor.
B. Diagnosa Keperawatan
57
Diagnosa Keperawatan yang terdapat pada teori ada 7 yaitu perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan oklusif,
hemoragi, kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular:
kelemahan, parastesia dan kerusakan perceptual/kognitif, kerusakan komunikasi
(verbal dan non verbal) berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuscular, kehilangan tonus/control otot fasia/oral, perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan perubahan sensori persepsi, transmisi, integrasi (trauma
neurologist), stress psikologis, deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan
kekuatan
dan
tahanan,
kehilangan
control/koordinasi
otot,
kerusakan
Sedangkan pada kasus ditemukan hanya 3 diagnosa yaitu bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan
dengan
hemoragi,
edema
serebral,
kerusakan
mobilitas
fisik
C. Perencanaan
58
Pada tahap ketiga ini ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan perawatat, yaitu
penentuan prioritas, penentuan tujuan dan kriteria hasil, serta penentuan masalah.
Penentuan prioritas masalah keperawatan secara teori ditentukan berdasarkan masalah
yang mengancam jiwa dan berdasarkan kebutuhan Maslow. Pada kasus Tn. N penulis
menetapkan masalah keperawatan yaitu bersihan jalan nafas inefektif berhubungan
dengan akumulasi secret.
Langkah kedua yaitu menentukan tujuan dan kriteria hasil. Penentuan tujuan mengacu
pada masalah keperawatan klien dan penentuan kriteria hasil mengacu berdasarkan
data data yang ada pada klien. Penentuan kriteria hasil mengacu pada prinsip
SMART.
Langkah ketiga yaitu menyusun rencana tindakan yaitu untuk mencapai tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada langkah ketiga ini penulis
menyusun rencana tindakan berdasarkan teori.
Pada tahap ini juga penulis tidak menemukan hambatan. Banyak literatur dan
bimbingan perawat ruangan dan bimbingan institusi sangat membantu penulis
melakukan tahap perencanaan ini.
D. Pelaksanaan
59
Tahap ini merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat namun tidak semua
tindakan mampu dilakukan sesuai rencana karena waktu interaksi dengan klien tidak
dalam waktu 24 jam, melainkan kurang lebih 8 jam per hari, oleh karena itu untuk
mengatasi hal tersebut penulis bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan sebelumnya.
Secara teori ada tiga langkah dalam proses ini, yaitu tindakan keperawatan mandiri,
tindakan
keperawatan
kolaborasi,
dan
mendokumentasikan
semua
kegiatan
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan umpan balik untuk menilai keberhasilan suatu rencana
keperawatan yang telah dibuat sebelumnya. Evaluasi ini meliputi 2 hal, yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses didokumentasikan dalam catatan
keperawatan berupa respon klien setalah dilakukan tindakan keperawatan, sedangkan
evaluasi hasil adalah tahap akhir untuk menilai apakah tujuan tercapai, tercapai
sebagian, atau tidak tercapai.
60
Evaluasi proses penulis dokumentasikan dalam bentuk respon klien pada setiap
tindakan keperawatan yang penulis lakukan evaluasi hasil didokumentasikan dalam
catatan perkembangan dalam bentuk SOAP. Adapun hasil evaluasi sumatif yang
dilakukan penulis pada tanggal 09 Juni 2011 bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan akumulasi secret masalah belum tertasi dan tujuan tidak tercapai
karena klien bernafas menggunakan ventilator dengan TV: 400, RR: 12 x/menit, Peep:
5, FiO2 60%, PS: 15, secret berwarna kuning kental, suara nafas ronkhi, tidak ada
tanda-tanda sianosis, Ph: 7,393, PCO2: 35,1, pO2: 145,8, HCO3: 21,6, Base case: -2,3,
O2 satoration: 98,7. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hemoragi, edema serebral evaluasi pada tanggal 09 Juni 2011 masalah belum teratasi
dan tujuan tidak tercapai karena kesadaran sopor, GCS E2 M4 V0 = 6, TTV: TD :
172/92 mmHg, N : 99 x/mnt, S : 36 oC, RR : 12 x/mnt. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan paralisis evaluasi pada tanggal 09 Juni 2011 masalah belum
teratasi dan tujuan tida tercapai karena klien bisa dimiringkan namun harus disanggah,
klien tidak bisa menggerakan seluruh anggota tubuhnya karena kesadaran klien spoor,
tidak ada edema, pengisian kapiler < 3 detik, tidak ada luka pada daerah-daerah yang
menonjol.
Faktor pendukung dalam evaluasi yaitu kerja sama antara mahasiswa dengan perawat
ruangan dalam melakukan setiap tindakan dan menilai perkembangan kondisi klien,
sedangkan faktor penghambat yaitu keterbatasan waktu yang dimiliki oleh perawat
sehingga masalah belum teratasi.
.
61
BAB V
PENUTUP
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien Tn. N selama dua hari mulai
dari tanggal 07 Juni 2011 sampai dengan 09 Juni 2011 diruang ICU RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta maka penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan pembahasan dari
pengkajian sampai evaluasi.
A. Kesimpulan
Pada tahap pengkajian ada beberapa hal yang menjadi kesenjangan antara teori dan
kasus yaitu pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya CT Scan. Penegakkan
diagnosa medis berdasarka gejala klinis yang terjadi pada Tn. N. Tanda dan gejala
serta pengobatan yang didapat Tn. N sesuai dengan teori.
Pada kasus Tn. N diagnosa keperawatan yang muncul yaitu bersihan jalan nafas
inefektif berhubungan dengan akumulasi secret, perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan
dengan
hemoragi,
edema
serebral,
kerusakan
mobilitas
fisik
Pada kasus Tn. N penulis menetapkan masalah keperawatan yaitu Bersihan jalan nafas
inefektif berhubungan dengan akumulasi secret Penetapan rencana keperawatan sesuai
dengan teori.
62
Pada pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis menemui kesulitan dalam melakukan
tindakan karena keterbatasan waktu yaitu hanya kurang lebih 8 jam per hari saja,
tetapi penulis mengatasi hal itu dengan bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan rencana tindakan.
52
Pada tahap evaluasi ketiga diagnosa belum teratasi tindakan keperawatan masih
dilanjutkan.
B. Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan untuk rumah sakit, perawat ruangan, serta
mahasiswa/ i adalah sebagai berikut:
1. Untuk rumah sakit
Supaya mempertahankan serta dapat lebih meningkatkan pelayanan rumah sakit
sehingga terwujud rumah sakit berstandar internasional.
2. Untuk perawat ruangan
a. Untuk dapat memaksimalkan perannya sebagai perawat profesional;
b. Mempertahankan serta meningkatkan asuhan keperawatan yang berkualitas
diruangan.
3. Untuk mahasiswa/ i
a. Untuk dapat lebih meningkatkan serta menetapkan apa yang telah didapatkan
di akademik sesuai SOAP yang ada;
b. Harus lebih banyak bertanya apabila kurang mengerti sebelum melakuakn
tindakan agar terhindar dari kesalahan.
63
DAFTAR PUSTAKA