Anda di halaman 1dari 7

Air baku

Dewasa ini, air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk
mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal,
karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan
manusia. Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian
pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat.
Disamping bertambahnya populasi manusia, kerusakan lingkungan merupakan salah
satu penyebab berkurangnya sumber air baku. Abrasi pantai menyebabkan rembesan air laut
ke daratan, yang pada akhirnya akan mengontaminasi sumber air baku yang ada di bawah
permukaan tanah. Pembuangan sampah yang sembarang di sungai juga menyebabkan air
sungai menjadi kotor dan tidak sehat untuk digunakan. Di Indonesia sendiri diperkirakan, 60
persen sungainya, terutama di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercemar berbagai limbah,
mulai dari bahan organik hingga bakteri penyebab diare. Saat ini masalah penyediaan dan
pengolahan air baku menjadi perhatian khusus baik bagi negara-negara maju maupun negara
berkembang. Indonesia yang merupakan negara berkembang tidak luput dari permasalahan
penyediaan dan pengolahan air baku bagi masyarakatnya. Belum maksimalnya penyediaan
dan pengolahan air baku menjadikan satu masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar
kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi
bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.
Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan air bersih pun semakin meningkat.
Sementara ketersediaan air bersih tidak dapat mengimbangi peningkatan pertambahan
penduduk. Ketersediaan air bersih semakin menurun dari tahun ke tahun akibat eksploitasi
yang dilakukan oleh penduduk dan meluasnya areal pemukiman yang mengekvansi areal
hutan sebagai areal resapan air yang berfungsi sebagai cadangan air tanah. Konsumsi air
bersih rumah tangga ikut ambil bagian dalam eksploitasi sumber daya air.
Sejumlah kota besar di Indonesia menghadapi krisis air baku atau air bersih dalam
beberapa tahun mendatang. Kota-kota besar itu diantaranya Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Medan, Makassar, dan Balikpapan. Swastanisasi dan perubahan cara
pandang masyarakat terhadap air, dianggap sebuah upaya untuk melestarikan air dan
memperpanjang daya gunanya. Krisis air bersih di perkotaan umumnya berbentuk
tercemarnya sungai-sungai oleh limbah rumah tangga dan industri. Padahal air sungai itu
dijadikan bahan baku pengolahan air kotor oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

menjadi air bersih. Dalam hal ini, peran dari PDAM sangatlah penting karena pemenuhan
akan kebutuhan air bersih masyarakat sangt bergantung pada kinerja dari PDAM. Semakin
tercemar air baku yang ada, semakin mahal biaya pengolahannya.
Definisi dalam Undang-Undang Sumber Daya Air (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2004) menyatakan bahwa air adalah semua air yang terdapat pada,
diatas maupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air
tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Sedangkan definisi sumber daya air adalah
adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Menurut Kodoatie dalam Asih (2006:39), berbagai kegiatan manusia, meliputi
kegiatan budidaya pertanian, pengadaan air baku untuk keperluan air minum maupun
industri, aktivitas perkotaan, pembangkit tenaga listrik tenaga air, perikanan, pariwisata, dan
lain-lain, memerlukan sumber daya air yang cukup untuk tumbuh dan berkembangnya
kegiatan tersebut. Apabila air tersedia terlalu banyak akan menimbulkan banjir, dan
sebaliknya apabila terlalu sedikit akan menimbulkan kekeringan, terlebih lagi jika air yang
jumlahnya sudah sedikit itu
tercemar sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan dan lingkungan.
Kondisi ini akan menghambat proses tumbuh dan berkembangnya kegiatan kehidupan
manusia bahkan mahluk hidup lainnya, dan memberikan indikasi bahwa sistem lingkungan
telah mengalami kerusakan (berkurangnya luasan hutan, tingkat sedimentasi dan pembuangan
limbah yang tak terkendali).
Penyediaan dan pengolahan air bersih di Indonesia diserahkan pada masing-masing
daerah. Pengawasan air bersih dibawah tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda),
sedangkan pengelola langsung berada pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
(Suparno, 2013:11).
Air yang keberadaanya dijamin konstitusi, yakni pada pasal 33 UUD 1945, ayat 3
yang berbunyi : " Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Dalam PP Nomor
82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pada
Pasal 2 ayat (1): Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan
secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. (2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Pasal 3:
Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundangundangan.

Pengolahan air merupakan suatu proses yang digunakan untuk membuat sumber air
baku menjadi air yang dapat diterima (pemisahan air dengan pengotornya secara fisik, kimia,
dan biologi) bagi pengguna akhir sesuai dengan standar mutu yang dibutuhkan, termasuk air
bersih, air minum, air untuk proses industri, dan untuk keperluan lainnya. Pengolahan air ini
dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air (IPA), yaitu suatu kesatuan bangunan-bangunan
yang berfungsi mengolah air baku meniadi air bersih/minum.
Pengelolaan air bersih di Indonesia antara kabupaten dan kota mempunyai sistem
yang berbeda. Pengelolaan kabupaten mempunyai sistem yang menyebar, akibat dari adanya
penyebaran populasi penduduk, membutuhkan SDM yang cukup besar, daya beli masyarakat
sangat rendah, dan jumlah pelanggan air bersih banyak dari sektor rumah tangga. Sedangan
sistem pengelolaan air bersih di kota dengan sistem yang lebih terintregasi, pelanggannya
lebih beraneka-ragam, dan daya beli masyarakat kota lebih tinggi (Suparno, 2013:11).
Pada umumnya Instalasi Pengolahan Air Minum merupakan suatu sistem yang
mengkombinasikan proses koagulasi, flokuasi, sedimentasi, filtrasi, dan disinfeksi serta
dilengkapi dengan pengontrolan proses juga instrumen pengukuran yang dibutuhkan.
Instalasi ini harus didesain untuk menghasilkan air yang layak dikonsumsi masyarakat
bagaimanapun kondisi cuaca dan lingkungan. Selain itu, sistem dan subsistem dalam instalasi
yang akan didesain harus sederhana, efektif, dapat diandalkan, tahan lama, dan murah dalam
pembiayaan (Kawamura, 1991).
Tujuan dari sistem pengolahan air minum adalah untuk mengolah sumber air baku
menjadi air minum sesuai dengan standar kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Tingkat
pengolahan air minum ini tergantung pada karakteristik sumber air baku yang digunakan. Air
permukaan cenderung memiliki tingkat kekeruhan yang cukup tinggi dan adanya
kemungkinan terkontaminasi oleh mikroba yang lebih besar. Untuk pengolahan sumber air
baku yang berasal dari air permukaan ini, unit filtrasi hampir selalu diperlukan. Sedangkan
air tanah memiliki kecenderungan untuk terkontaminasi dan adanya padaran tersuspensi yang
lebih sedikit. Akan tetapi, gas terlarut yang ada pada air tanah ini harus dihilangkan.
a. Intake
Intake adalah pengambilan air dari sumbernya. Beberapa lokasi intake pada sumber air
yaitu intake sungai, intake danau dan waduk, dan intake air tanah. Jenis-jenis intake, yaitu
intake tower, shore intake, intake crib, intake pipe atau conduit, infiltration gallery, sumur
dangkal dan sumur dalam
b. Aerasi
Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau untuk
menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan menjadi suatu

oksida. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan
larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi +2, yaitu Fe+2 dan Mn+2. Ketika
kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi
yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar.
c.

Oleh karena itu, mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi.
Koagulasi
Koagulasi merupakan suatu proses pengolahan air dengan menggunakan sistem
pengadukan cepat sehingga dapat mereaksikan bahan kimia (koa

Perubahan iklim ternyata dapat mengurangi persediaan air perkotaan secara signifikan dan bisa
mempengaruhi permintaan air. Dengan ketidakpastian iklim di masa depan, perencanaan terhadap
penyediaan dan permintaan air memerlukan sebuah proses adaptasi (Fane, 2010). Penyediaan air
minum dan layanan sanitasi sangat penting bagi kesehatan manusia. Setelah dievaluasi, ketahanan
sistem air bersih dan sanitasi terhadap perubahan iklim (dengan perkiraan tahun 2020 dan 2030),
memperlihatkan bahwa sangat sedikit teknologi yang tahan terhadap perubahan iklim dan
keberlanjutan terhadap kemajuan saat ini terhadap target MDGs (Howard dkk, 2010).
Air sangat penting untuk kehidupan. Namun berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa 884 juta
orang masih belum memiliki akses ke air minum dengan baik, dan 2,6 miliar orang tidak memiliki
akses untuk meningkatkan sanitasi.
Perang/permasalahan air pertama kali terjadi di Mesopotamia 3.000 tahun yang lalu dan berakhir
dengan kesepakatan air pertama, yang memungkinkan untuk berbagisumber daya air. Hukum harus
dianggap sebagai komoditas yang memfasilitasi kerja sama, memainkan peran penting dalam
mencegah konflik air dan menghormati hak-hak terhadap air pada masyarakat.
Sebagai contoh kasus, Kota Pontianak yang merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat, sering
mengalami permasalahan air bersih. Padahal dengan tiga julukan, yakni Kota Khatulistiwa, Kota
seribu Parit, dan Kota Tepian Sungai, Pontianak memiliki letak geografis yang sangat strategis
menuju Kota Metropolitan Pontianak.
Saat ini, sumber air baku yang digunakan PDAM Kota Pontianak berasal dari Sungai Kapuas dan
Sungai Landak. Dari segi kuantitas, ketersediaan air baku cukup berlimpah, namun dari segi kualitas,
sumber air baku Kota Pontianak terancam intrusi air laut pada tahun normal dan tahun kering di
musim kemarau.
Selain itu, air tanah di Kota Pontianak merupakan air gambut yang berwarna dan bersifat asam. Pada
kondisi eksisting, di musim kemarau tahun normal, intake air baku di Kota Pontianak terintrusi air
laut. Sehingga pengambilan air baku dialihkan ke daerah hulu, di Intake Cadangan Penepat, yang ada
di Sungai Landak, berjarak sekitar 24 Km Kota Pontianak (IPA Imam Bonjol). Sehingga PDAM
Pontianak memerlukan biaya yang cukup besar.
Hal ini diakibatkan karena keterbatasan dimensi pipa transmisi Intake Cadangan Penepat ke IPA
Imam Bonjol. Selain itu juga karena adanya keterbatasan dari daya dukung lingkungan setempat.

Di kawasan Kuala Mandor menuju ke Parit Adam, pipa transmisi yang ada di dalam tanah akan
melalui suatu kawasan tanah gambut yang memiliki sifat asam yang sangat tinggi dan pH rendah,
akibatnya pipa transmisi berjenis DCIP (Ductile Cast Iron Pipe) yang notabene tidak tahan terhadap
korosif dan erosi, menjadi berkarat dan bocor.
Apalagi di kawasan tersebut juga ada bakteri besi yang juga menyebabkan kebocoran pipa. Sehingga
air baku yang semula ditansmisikan sebesar 400 liter/detik hanya dapat sampai di IPA Imam Bonjol
sebesar 300 liter/detik. Padahal pada kondisi normal, kapasitas total IPA yang ada di Kota Pontianak
adalah sebesar 1.210 liter/detik. Akibatnya, PDAM Pontianak hanya bisa melayani sebesar 30% dari
pelanggan PDAM, meskipun biaya untuk mendapatkan air baku sudah cukup besar (PDAM
Pontianak, 2009).
Bisa dikatakan bahwa pemerintah tidak berhasil dalam menjamin ketersediaan air baku di Kota
Pontianak. Padahal air minum dan air bersih sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, baik dari segi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.
Adapun strategi adaptasi yang bisa dilakukan yakni dengan Revitalisasi Intake Penepat. Yakni
dengan mengadakan pergantian pipa transmisi Penepat ke IPA Imam Bonjol, baik berupa peningkatan
dimensi pipa dan juga pergantian jenis pipa transmisi yang lebih adaptif terhadap daya dukung
lingkungannya. Perlu dilakukan perhitungan yang cermat mengenai dimensi pipa yang bisa memenuhi
kebutuhan air bersih penduduk Kota Pontianak pada musim kemarau.
Selain itu, strategi adaptasi lainnya adalah dengan pemakaian sistem Reverse Osmosis (RO). Reverse
osmosis merupakan proses pemurnian air yang menghilangkan 95-99% dari kebanyakan air
kontaminan termasuk mikroorganisme, senyawa organik, dan senyawa anorganik terlarut. Proses
reverse osmosis menggerakkan air dari konsentrasi kontaminan yang tinggi (sebagai air baku) menuju
penampungan air yang memiliki konsentrasi kontaminan sangat rendah.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi perencanaan sumber air baku Kota Pontianak yang adaptif
terhadap daya dukung alam/lingkungan kawasan pesisir Kapuas (sumber air baku sangat berwarna
pada musim hujan pada iklim basah dan terancam intrusi pada musim kemarau), sehingga dapat
memenuhi kebutuhan air minum Kota Pontianak dari segi kualitas, kuantitas, kontinuitas sepanjang
tahun, dan harga kompetitif serta dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur air minum yang
berkelanjutan.
Sistem ini berupa pembuatan Barrage (Bendung) di Sungai Ambawang dan membuat kanal dari
sungai Landak menuju sungai Ambawang (supplesi), hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas
air sungai Ambawang. Barrage berfungsi sebagai pencegah salinitas, sekaligus mengatur ketersediaan
air baku untuk Pontianak dan sekitarnya. Intake untuk kota Pontianak dibuat di lokasi Barrage, jarak
(panjang pipa) ke IPA Imam Bonjol lebih kurang 5 km, sehingga biaya pengoperasian akan lebih
murah.
Perencanaan sistem penyediaan air bersih yang menggunakan air baku dari barrage long storage di
Sungai Ambawang, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air bersih bagi konsumen di kawasan
Kota Pontianak, baik dari segi kapasitas, kontinuitas, kuantitas, maupun kualitas. Dengan adanya
barrage long storage di Sungai Ambawang diharapkan bisa menyediakan air baku yang tidak
terintrusi air laut. Dengan adanya strategi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi PDAM Kota
Pontianak untuk peningkatan pelayanannya.
Yang perlu diperhatikan adalah adanya fenomena bahwa rambatan intrusi air laut terlihat semakin ke
daerah hulu dan frekuensi kejadian intrusi air laut pada intake air baku semakin meningkat. Hal ini
juga mengancam keberlangsungan sistem pengaplikasian Barrage Long Storage Ambawang.
Diharapkan intrusi air laut tidak mencapai pintu suplesi di Sungai Landak. Intrusi air laut sangat

tergantung pada karakteristik estuari, pasang surut, dan sebit sungai. Semakin besar tinggi pasang
surut dan semakin kecil debit sungai, maka intrusi air laut akan semakin jauh.
Yang perlu diperhatikan adalah adanya fenomena bahwa rambatan intrusi air laut terlihat semakin ke
daerah hulu dan frekuensi kejadian intrusi air laut pada intake air baku semakin meningkat. Hal ini
juga mengancam keberlangsungan sistem pengaplikasian Barrage Long Storage Ambawang.
Diharapkan intrusi air laut tidak mencapai pintu suplesi di Sungai Landak. Intrusi air laut sangat
tergantung pada karakteristik estuari, pasang surut, dan sebit sungai. Semakin besar tinggi pasang
surut dan semakin kecil debit sungai, maka intrusi air laut akan semakin jauh.
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menjaga hutan. Sebagian besar air di dunia berasal dari
daerah tangkapan yang alami atau hutan. Ada hubungan yang erat antara hutan dan kualitas air yang
keluar dari daerah tangkapan air. Hutan sering menjadi dasar untuk pengelolaan terpadu sumber daya
air. Patut diketahui bahwa pengetahuan tentang jenis dan umur pohon, kondisi tanah dapat membantu
menentukan jenis kebijakan pengelolaan hutan akan paling bermanfaat. Hilangnya tutupan hutan dan
konversi penggunaan lahan dapat mempengaruhi pasokan air, mengancam kelangsungan hidup jutaan
orang dan tentunya merusak lingkungan.
Pengelolaan hutan memiliki dampak penting terhadap kualitas air. Ada banyak studi tentang dampak
dari pengelolaan hutan terhadap kualitas air, yang umumnya menunjukkan bahwa sedimen meningkat
setelah adanya penebangan kayu, tetapi dengan adanya pengelolaan hutan membantu mengurangi
kerusakan ini.

Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dari semua pihak dalam mengatasi permasalahan air.
Akademia harus bergabung dan bekerja pada solusi yang praktis untuk menjawab
permasalahan ini. Masyarakat sipil juga memiliki peran penting, terutama
ketika lembaga-lembaga dan undang-undang tidak menjamin mereka. Pemerintahan yang
menangani air merupakan kunci dari solusi ini. Oleh karena itu, praktisi hukum dan ilmuwan
juga harus bekerja sama dan saling membantu, serta membantu politisi terhadap pengakuan
dan pelaksanaan hak terhadap air bagi masyarakat banyak. Dengan adanya upaya adaptasi
dan mitigasi yang strategis yang memperhatikan aspek lingkungan, keilmuan, sosial, dan
hukum, diharapkan bisa mengatasi permasalahan air di Pontianak, Kalimantan Barat,
Indonesia.
Oleh:Laili Fitria ST.MT
Copyright LPSAIR 2016 - Borneoclimatechange
Komentar :

TERBARU

TERPOPULER

Pembesan Jalan Perbatasan Tidak Diganti Rugi


Tanggal. 20 June 2016

Cornelis: Kalbar Mampu Menyelamatkan Hutan


Tanggal. 17 June 2016

Gubernur Kalbar Mengajak Dunia Bekerjasama Melindungi Hutan dan Mengatasi Perubahan
Iklim
Tanggal. 16 June 2016

Apresiasi Pada Masyarakat Adat,Fahutan Untan Bantu Mesin Pengelola Buah Tengkawang
Tanggal. 15 June 2016

Bertekat Menanam Kembali Pohon Tengkawang


Tanggal. 05 June 2016

Alamat
JL. Imam Bonjol Gg. Tanjung Sari No.7B

No Telepon
(0561)7940147

Email
borneoclimatec@gmail.com

Copyright 2015 | Fix by. " Anonymous [ CR0W ] "

Anda mungkin juga menyukai