Anda di halaman 1dari 2

Nama

Kelas
Tanggal

:
:
:
PESAN IBU

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena
kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue
menghampirinya,
"Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"
"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan
menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan
berkata,
"Tidak Dik, saya sudah kenyang."
Sambil terus mengikuti si pemuda, si anak berkata,
"Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali.
Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue.
"Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya. Dengan senang hati
diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian
tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.
Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit
tersinggung. Ia langsung menegur,
Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk
mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si
pengemis itu?"
"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk
mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kuekue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya
menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka
uangnya saya berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti.
"Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh."

Si anak pun segera menghitung dengan gembira. Sambil menyerahkan uang si pemuda
berkata,
"Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."
Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira
diterimanya uang itu sambil berucap,
"Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu
sangat berarti bagi kehidupan kami.
Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan
bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras,
jujur, dan membanting tulang. Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan
kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang
telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi
embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.

Anda mungkin juga menyukai