Anda di halaman 1dari 15

DAMPAK DARI MERAJALELANYA TINDAK PIDANA

KORUPSI DI INDONESIA
Disusun guna Melengkapi Tugas
Mata Pelajaran Pancasila Semester 1 Dosen Materi Pelajaran:
Ig. SUNARTO

Disusun oleh :
1. ANNISA PUJI RAHAYU
2. ATIKAH PRABANDINI
3. CHRISTI ROSMANIA PAKPAHAN
4. DESINTYA SARI NOREGA
5. DESY VIDI K
6. DEVIANA ISTIQOMAH
7. DINDA RIZKI FITRIANI
8. DWI OKTOFIANA
9. DWI RAHMAWATI SAFITRI
10. FAHREZA YOGA PRATAMA

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah- Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Dampak dari

Merajalelanya Tindak Pidana Korupsi di Indonesia ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki. Dan juga kami berterimakasih pada Bapak Ig. Sunarto selaku Dosen mata
kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai pengertian dan ruang lingkup perilaku. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh
dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Yogyakarta, November 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman judul............................................................................................................i

Kata pengantar...........................................................................................................ii
Daftar isi.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan masalah...............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.

Pengertian Sampah.............................................................................3
Jenis-Jenis dan Karakteristik Sampah................................................3
Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah.....................................4
Dampakyang Ditimbulkan dari Sampah 5
Solusi Pengelolaan Sampah................................................................12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan........................................................................................13
B. Saran...................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan, terutama
dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak pendapat yang timbul akibat korupsi
tersebut baik yang pendapat yang pro maupun yang kontra. Akan tetapi, korupsi merugikan
negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.

Korupsi, secara teori bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Dalam kasus
Indonesia, korupsi menjadi terminologi yang akrab bersamaan dengan kata kolusi dan
nepotisme. Dua kata terakhir dianggap sangat lekat dengan korupsi yang kemudian
dinyatakan sebagai perusak perekonomian bangsa. Bahkan sampai MPR merasa perlu
mengeluarkan ketetapan (TAP MPR) khusus untuk memastikan penuntasannya dan terakhir
dibentuk Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).
Politik uang dan suap adalah bentuk transaksi haram yang sangat akrab dengan para
elite ekonomi dan politik kita sejak zaman orde lama sampai era reformasi ini. Terminologi
ekonomi menyebutkannya sebagai transaction cost, sedangkan bahasa sosiologinya disebut
korupsi.
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk
menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus
yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Padahal penyelesaiaan
kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI, Kasus
Susno, dan Gayus akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di- Indonesia.
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas.

I.2. Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.
5.

Apakah pengertian korupsi ?


Apakah faktor -faktor apa yang mendorong seseorang melakukan tindak korupsi ?
Bagaimana cara mengukur tingkat korupsi ?
Apakah dampak korupsi terhadap Indonesia ?
Bagaimana tindakan untuk mengurangi atau meuntaskan kasus pidana korupsi di
Indonesia ?

I.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian korupsi

2. Mengetahui faktor -faktor apa yang mendorong seseorang melakukan tindak


korupsi
3. Mengetahui cara mengukur tingkat korupsi
4. Mengetahui dampak korupsi terhadap Indonesia
5. Mengetahui tindakan untuk mengurangi atau meuntaskan kasus pidana korupsi di
Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Korupsi
Korupsi merupakan masalah yang sangat populer di masyarakat sehingga banyak
definisi yang muncul sesuai dengan aspeknya masing-masing. Akibatnya, jarang kita temui
definisi yang cukup lengkap dan sempurna dalam menjelaskan korupsi.
Wikipedia yang merupakan salah satu ensiklopedia online menyebutkan bahwa
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah

perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi ini
juga tidak luput dari kekurangan karena disebutkan bahwa korupsi hanya mencakup pejabat
publik yang berarti pegawai pemerintah, politisi dan tidak termasuk sektor swasta.
Lebih lanjut, tindak korupsi tidak hanya mencakup penyuapan atau penyelewengan
sejumlah dana, namun lebih luas dari hal itu. Misalnya, seorang mahasiswa yang izin untuk
tidak masuk kuliah dengan alasan sakit, namun dia bepergian bersama temanya. Hal ini juga
merupakan tindakan korupsi. Dari banyaknya definisi korupsi sulit di bedakan antara
penyuapan dan hadiah. Penyuapan biasanya menimbulkan timbal balik dan hadiah tidak
menimbulkan timbal balik karena di anggap sebagai hibah.
II.2 Faktor -faktor apa yang mendorong seseorang melakukan tindak
korupsi
Tindakan korupsi bukanlah hal yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut
berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebaba bisa dari internal pelakupelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkunan yang kondusif bagi seseorang
untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang melakukan
korupsi. Menurut Dr. Sarlito W. Sarwo, tidak ada jawaban yang persisi, tetapi ada dua hal
yang jelas, yaitu :
1. Dorongan dari daklam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya);
2. Rangsangan dari luar (dorongan dari teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan
sebagainya).
Dr. Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasi beberapa penyebab koruopsi
yaitu :
1.
2.

Gaji pegawai negeri yangh tidak sebanding dengan kebutuhan yang semakin tinggi;
Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab

3.

meluasnya korupsi;
Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efesien, yang

4.

memberikan peluan untuk korupsi;


Modernisasi pengembangbiakan korupsi.
Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi


Pemberantasan Korupsi," antara lain :
1.

Aspek Individu Pelaku

Sifat Tamak Manusia, Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena


orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah
cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan
2.

rakus.
Moral yang Kurang Kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak

3.

yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.


Tingkat Upah dan Gaji Pekerja di Sektor Publik
Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan
hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha
memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit
didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan
tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan

4.

peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya.


Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak
dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

5.

Gaya Hidup yang Konsumtif


Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif.
Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan
untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan

6.

korupsi.
Malas atau Tidak Mau Bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat
alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun

7.

dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi.


Tidak Menerapkan ajaran Agama
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi
dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih
berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran
agama kurang diterapkan dalam kehidupan.

1. Aspek Organisasi

Kurang Memiliki Keteladanan Pimpinan, posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal
maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa
memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
1.

Tidak Memiliki Kultur Organisasi yang Benar

4.

Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur
organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif
mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi
memiliki peluang untuk terjadi.

5.
6.
1.

Sistem Akuntabilitas yang Benar di Instansi Pemerintahan yang Kurang Memadai

7.

Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang
diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah
sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak.
Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang
dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

8.
9.
1.

Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen

10. Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi
dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi
akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

11.
1.

Manajemen Cendrung Menutupi Korupsi di Organisasi

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan dengan berbagai bentuk.

1.

Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada

1.

Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh
budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari
mana kekayaan itu didapatkan.

2.

Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat masih kurang
menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat
umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah
masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.

1.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan
anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali
masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun tidak disadari.

1.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah korupsi itu tanggung
jawab pemerintah. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya
bila masyarakat ikut melakukannya.

1. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di


dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya peraturan yang
monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang
memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undangan.
II.3 Cara mengukur tingkat korupsi
Jika korupsi dapat diukur, maka akan ada kemungkinan untuk menguranginya.
Namun pada kenyataannya, secara konseptual, selalu terdapat ketidakjelasan dalam
menentukan besaran yang harus diukur. Jika pengukuran hanya dilakukan pada besaran suap
yang dibayarkan, maka ini berarti terjadi pengabdian terhadap bentuk bentuk korupsi
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada bagian pendahuluan di atas. Mengingat,
secara langsung, amat sulit ditemukan cara untuk melakukan pengukuran korupsi, maka
terdapat beberapa cara tidak langsung untuk mendapatkan informasi tentang tindak korupsi.
Beberapa cara untuk mendapatkan informasi mengenai korupsi:

1.

Laporan mengenai korupsi melalui surat kabar dan institusi independen misalnya lewat
internet;

2.

Studi kasus mengenai korupsi di sebuah instilusi, walaupun kadang- kadang laporan dari
studi kasus cenderung untuk pelaporan internal dan rahasia;

3.

Survey dengan menggunakan kuisioner. Cara ini bisa dilakukan secara langsung ke institusi
yang hendak diteliti (seperti dalam kasus Peru dan Argentina, studi dilakukan kepada petugas
dan administrator pajak), atau secara keseluruhan dalam satu negara. Hasil dari survey ini
berupa tingkat persepsi terhadap korupsi, dan bukan angka nominal tindak korupsi. World
Bank, IMF dan negara - negara pemberi bantuan keuangan biasanya menyertakan survey
seperti ini dalam setiap program bantuannya. Pada beberapa negara seperti Tanzmania,
Uganda, India, Ukaraina dan beberapa yang lain, cara ini cukup memberikan hasil yang
memuaskan. Survey bisa dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya survey mengenai
Global Competitiveness Report (Jenewa), Political and Economic Risk (Hongkong),
International Transparancy (Berlin), Political Risk Service (Syracuse).

Hasil dari berbagai macam survey di atas, telah dipergunakan secara luas bank oleh peneliti
maupun pelaku bisnis. Yang harus dihindari adalah kebingungan akan penggunaan ukuranukuran korupsi yang dihasilkan. Harus diperhatikan, bahwa indeks yang dihasilkan dari
survey-survey tersebut merefleksikan persepsi masyarakat tentang korupsi, bukan
pengukuran kuantitatif dari korupsi yang dilakukan. Negara-negara di dunia mempunyai
kecenderungan untuk mempunyai posisi yang relatif stabil dalam persepsi masyarakat
mengenai korupsi dalam negara tersebut. Beberapa perubahan posisi yang cukup signifikan
salah satunya ditunjukkan oleh Chili. Muncul pertanyaan penting, seberapa akurat perubahan
dalam indeks ini menurut perubahan riil yang terjadi di lapangan? Tidak selalu akurat. ini
disebabkan pengukuran ini menunjukkan tingkat persepsi, maka bisa saja walapun hanya
terjadi satu kasus korupsi, namun karena terus diberitakan oleh media, maka terjadii

perubahan cukup signifikan dalam persepsi masyarakat terhadap korupsi. ini menjadikan
pengukuran berdasarkan indeks persepsi tidak membedakan ukuran yang tepat terhadap
korupsi yang terjadi di suatu negara.

1.

Tingkat Korupsi di Indonesia

Ditengah gegap gempita pertumbuhan ekonomi yang positif pada tahun 2009 silam, ternyata
Indonesia merupakan negara paling korup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan
investasi para pelaku bisnis seperti yang di sebutkan Political & Economic Risk
Consultancy (PERC) pada tanggal 9 Maret 2010. Penilaian didasarkan atas pandangan
ekskutif bisnis yang menjalankan usaha di 16 negara terpilih. Total responden adalah 2,174
dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika
Serikat. Berikut daftar 16 negara terkorup di Asia Pasifik menurut PERC.

1.

Indonesia (terkorup)

1.

Kamboja (korup)

2.

Vietnam (korup)

3.

Filipina (korup)

4.

Thailand

5.

India

6.

China

7.

Taiwan

8.

Korea

9.

Macau

10. Malaysia

11. Jepang

12. Amerika Serikat (bersih)

13. Hong Kong (bersih)

14. Australia (bersih)

15. Singapura (terbersih)

Sementara itu Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dikeluarkan Transparency International
2009, yang lebih fokus pada baik-buruknya pelayanan publik di suatu negara, Indonesia
memang boleh sedikit berbangga. Sejak berdirinya KPK, IPK Indonesia mengalami
peningkatan secara bertahap.

Tabel Peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2001-2009

Tahun Survei

Nilai IPK Indonesia

Sumber TI

2001

1.9

CPI 2001

2002

1.9

CPI 2002

2003

1.9

CPI 2003

2004

2.0

CPI 2004

2005

2.2

CPI 2005

2006

2.4

CPI 2006

2007

2.3

CPI 2007

2008

2.6

CPI 2008

2009

2.8

CPI 2009

Untuk tahun 2009 IPK Indonesia naik, yakni meningkat menjadi 2,8 dari 2,6 di tahun 2008.
Peringkat Indonesia dalam ranking negara paling korup di dunia pun turun secara signifkan.
Namun, tentu saja kita tidak lantas berpuas diri dan terlena. Apalagi jika didasari pada
kenyataan bahwa IPK terbaik di dunia yang diraih oleh Selandia Baru pada angka 9,4 dan
disusul masing-masing Denmark 9.3 dan Singapura dan Sweden pada IPK 9.2. Dari angka
ini, jelas Indonesia jauh sekali dibanding dengan negara tetangga kita Singpura yang
menduduki peringkat ke-3 dunia atau Australia di posisi 8 dengan IPK 8.7. Bahkan dengan
negara serumpun-pun, Indonesia masih kalah dengan Malaysia yang menduduki posisi 56
dengan IPK 4.5

II.4 Dampak tindak pidana korupsi terhadap Indonesia


II. 5 Tindakan untuk mengurangi atau meuntaskan kasus pidana korupsi
di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai