Anda di halaman 1dari 6

Adam Malik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

H.

Adam Malik Batubara

Wakil Presiden Indonesia ke-3


Masa jabatan
23 Maret 1978 11 Maret 1983
Presiden
Soeharto
Didahului oleh Hamengkubuwono IX
Digantikan
Umar Wirahadikusumah
oleh
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ke-7
Masa jabatan
1977 1978
Presiden
Soeharto
Didahului oleh Idham Chalid
Digantikan
Daryatmo
oleh
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-11
Masa jabatan
28 Maret 1966 23 Maret 1978
Soekarno
Presiden
Soeharto
Didahului oleh Soebandrio
Digantikan
Mochtar Kusumaatmadja
oleh
Menteri Perdagangan Indonesia ke-15
Masa jabatan
13 November 1963 27 Agustus 1964
Presiden
Soekarno

Didahului oleh Suharto


Digantikan
Achmad Yusuf
oleh
Wakil Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat
Masa jabatan
29 Agustus 1945 Februari 1950
Presiden
Soekarno
Ketua KNIP Kasman Singodimedjo
Informasi pribadi
22 Juli 1917
Lahir
Pematangsiantar, Sumatera Utara,
Hindia Belanda
5 September 1984 (umur 67)
Meninggal
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Partai politik Golongan Karya
Agama
Islam
Tanda tangan
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 meninggal
di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri
Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri Luar
Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik
ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November
1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]

Daftar isi

1 Latar belakang kehidupan

2 Karier

3 Meninggal dunia

4 Lihat pula

5 Referensi

6 Pranala luar

Latar belakang kehidupan


Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3]
Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik
adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di

Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah


Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena
kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi
merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn
Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.[3]

Karier

Menteri Utama Bidang Politik/Menteri Luar Negeri Adam Malik sedang berbicara di mimbar
PBB pada tahun 1966.

Menteri Luar Negeri Adam Malik mendampingi Presiden Soeharto mengadakan pertemuan
dengan Perdana Menteri Takeo Miki di Jepang pada tahun 1975.

Pengambilan sumpah jabatan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI pada 24 Maret 1978.

Adam Malik sudah resmi menjadi Wakil Presiden RI. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
memberi ucapan selamat kepadanya.

Suasana Pelantikan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR RI.
Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya
secara autodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor Berita Antara
yang berkantor pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II
Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai Direktur
diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil Direktur.
Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka
menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis
antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr.
Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar
Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur
merangkap Wakil Direktur.
Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematang Siantar dan
Medan. Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia
(Gerindo) di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk
persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda
memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul
Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan
Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih
sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan

susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat,
pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan
Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota
Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus
menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba.
Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR-RI) yang lahir dari hasil pemilihan umum.
Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar
biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi
Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai
wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut
menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia
menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor
Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran
kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan
sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi
Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia,
Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap
sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang
berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam
disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia
menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang
masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun
1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan
Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat
sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri
Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.
Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966.
Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II.
Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973
kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam
kabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus
memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat
ini masih tetap berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai
Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun
1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya
untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri
dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai
perundingan dengan negara-negara lain termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia
peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik
memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.
Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan
semua bisa diatur. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban

atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan
semua bisa diatur itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini semua bisa
di atur dengan uang.

Anda mungkin juga menyukai