Anda di halaman 1dari 19

terapi / resusitasi cairan

Apr 1
Posted by herrysyu
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya
berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak di dalam tubuh. Dengan
makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam
waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan jumlah yang keluar.
Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada
saat bernapas.
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air, elektrolit serta zat-zat makanan
ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena pembedahan
saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain.
Dengan terapi cairan kebutuhan akan air da elektrolit akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga
dapat digunakan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau juga digunakan
untuk menjaga keseimbangan asam basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi Cairan Tubuh
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti manusia
atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
II. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit
A. Distribusi cairan tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase air
tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat pada
awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama
kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1
tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar
air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa
yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit
lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar dua
pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa

laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik
yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler berperan dalam
mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang
bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru
lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang
dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Ratarata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya
terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,
perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan
sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Table 1. Distribusi cairan tubuh


B. Komponen cairan tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam
larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation
utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding
sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium

dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi
natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan
keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan
natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam
terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53
mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan
kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine
60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces
dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang,
keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid,
tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%
dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10 mg/hari.
Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion: Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada
metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan
dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya
dalam keseimbangan asam basa.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk
penting adalah kreatinin dan bilirubin.
C. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor
pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan mekanisme
transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif.
Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel (permeabel
selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya
sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan
tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui
air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira
sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi
tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga
mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada
perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar
melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan
dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

D. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis


Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat
operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau
traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari,
dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari
feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
I. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum.
Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot
nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada
cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.
Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan
saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi
volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi
isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).
Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium
serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.15
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravaskular.15
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian
cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian
cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat
insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan
cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau
berkurang.10
2. Perubahan konsentrasi

a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat dibilang
hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul
gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125
mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan
untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus :
Na= Na1 Na0 x TBW
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160
mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah.
Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes
insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini
adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}:
140.12
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan),
infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus
potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium18 :
K = K1 K0 x 0,25 x BB
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)

d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya
terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular
(disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida
10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi
alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat
termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen
atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.
b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada
fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan
koreksi defisit potasium yang terjadi.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik
ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan
depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin
yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan
yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan
hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
II. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.

A. Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan
ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar 300500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
B. Faktor-faktor intraoperatif
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
2. Kehilangan darah yang abnormal
3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar
dan prosedur operasi yang berkepanjangan)
C. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif


4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
III. Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi,
dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.
Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 3060 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa
rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan
yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan
pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus
yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat
adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringers dextrose, dll. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit
cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam
hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah
dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan
harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke
luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar
4-6 ml/kg untuk bedah sedang
2-4 ml/kg untuk bedah kecil
A. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti

pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi
bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema
otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan
virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa
globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis:
1. Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan
berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh
dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik
dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas
faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran

melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang


(Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah
yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)


Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada
orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam
waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali
volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi
maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat
dari hidrolisa kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
B. Terapi Cairan Preoperatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan
dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa
defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan
pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran
hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena
penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau
parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami
pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama
puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali
menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau
rehidrasi sebelum induksi anestesi.

C. Terapi Cairan Intraoperatif


Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau

evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah
darah yang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti
Ringer Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk
kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
D. Terapi Cairan Postoperatif
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama
pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan
dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh
sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan
umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup
memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%
kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup
dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung
sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C
suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan
humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk
memperbaiki daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut. Monitoring
organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
BAB III

KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya
terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga amat
penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan ditambah
lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor
preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan
komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia
dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi
cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In:
Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2.
Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh dari http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapicairan.html.

Rumus Yang Harus Diingat Perawat (Bag 1)

Sepertinya bulan Juli termasuk bulan yang penuh kemalasan bagiku ide menumpuk-numpuk,
tapi tak tergerak sedikitpun badan mengerjakan huft.. semoga tak semakin panjang saja.. ide
menulis topic ini sudah mulai terpikir dari akhir bulan yang lalu, dan sekarang harus begitu
bekerja keras menuliskan ini..
Ketika jaman kuliah S1 dulu, bekerja keras menjelang ujian mengingat-ingat rumus yang harus
diingat, begitu masuk dunia kerja rumus itu begitu saja pergi dari ingatan, begitu kepepet baru
deh obrak-abrik diktat kuliah untuk mencari-cari bahan kuliah jaman dulu. Kali ini coba menulis
rumus-rumus yang sering digunakan di dunia kerja yang kudu diinget nih
1. Rumus Tetesan Cairan infus
Terkadang sebagai perawat, menghitung tetesan perawat lebih sering dilakukan dengan ilmu
kirologi, walaupun ada beberapa yang tepat, namun tak banyak juga yang benar-benar meleset
jauh, karena kondisi pasien tak bisa semua modal kirologi, beberapa penyakit gagal organ akan
sangat berdampak buruk akibat kelebihn cairan yang kita berikan. Sambil mereview lagi, mari
kita hitung rumus tetesan infuse
Macro
Jika yang ingin dicari tahu adalah berapa tetesan yang harus kita cari dengan modal kita tahu
jumlah cairan yang harus dimasukkan dan lamanya waktu, maka rumusnya adalah:
Tetes/menit : (jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)
Jika yang dicari adalah lama cairan akan habis, maka rumusnya adalah sebagai berikut:
Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (jumlah tetesan dlm menit x 60)
Misal: seorang pasien harus mendapat terapi cairan 500 ml dalam waktu 4 jam, maka jumlah
tetesan yang harus kita berikan adalah (500 x 20 ) / ( 4 x 60 ) = 10000 / 240 = 41,7 = 42
tetes/menit begitupun untuk rumus lama infuse tinggal dibalik aja.
Micro
Selang infuse micro adalah selang infuse yang jumlah tetesannya lebih kecil dari macro,
biasanya terdapat besi kecil di selangnya, dan biasanya digunakan untuk bayi, anak dan pasien
jantung dan ginjal. Rumus untuk menghitung jumlah tetesannya adalah sebagai berikut:
Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60)
Sedangkan rumus lamanya cairan habis adalah sebagai berikut:
Lama waktu : ( Jumlah Cairan x 60) / (jumlah tetesan dalam menit x 60)

2. Rumus Rumpleed test


Rumpleed test biasanya dilakukan untuk mengetahui tanda gejala awal adanya
ptekee (bintik merah pada penderita DBD), ptekee muncul akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler, sehingga pada fase awal tidak akan langsung muncul, oleh
karena itu tujuan rumpled test adalah untuk mengetahui lebih awal adanya ptekee.
Rumus yang dipakai adalah (Sistole + Diastole) / 2, lalu tahan 5 10 menit. jika
terdapat sepuluh atau lebih bintik merah, maka dikatakan rumpled test positif, jika
kurang maka disebut rumpled test negative. Misal kita melakukan tensi darah
hasilnya 120/80 mmHg (systole : 120, Diastole: 80), maka (120 + 80)/2 = 100
mmHg, maka kita pompa hingga alat tensi darah menunjukkan angka 100 mmHg,
kita tutup tepat di angka 100 dan tahan selama 5 10 menit, lepaskan baru kita
hitung jumlah bintik merahnya. Rumpleed test merupakan uji awal adanya
gangguan trombosit pada penderita DBD, namun bukanlah hal untuk menegakkan
diagnose DBD.

3. Rumus Kebutuhan Cairan


Kebutuhan cairan pada tubuh data dihitung sebagai berikut:
Pada anak < 10 Kg , maka 10 Kg maka dihitung 100 ml/ BB. Missal BB 8 kg maka
kebutuhan cairan adalah 8 x 100 = 800 ml/hari. Pada anak dengan BB 10 20 Kg,
maka 1000 ml pada 10 kg pertama dan ditambah 50 ml per Kg penambahan berat
badannya. Missal BB = 15 kg, maka 1000 ml ditambah 5 x 50 ml maka menjadi
1250 ml/ hari kebutuhan cairannya Pada seorang dengan berat badan > 20 Kg
maka rumusnya adalah 1500 ml pada 20 kg pertama dan ditambah 20 ml/Kg
sisanya, missal seseorang dengan BB 40 Kg, maka 20 kg pertama adalah 1500 ml,
sedangkan 20 kg sisanya x 20 ml = 400 ml sehingga kebutuhan cairan seseorang
dengan berat 40 kg adalah 1500 + 400 ml = 1900 ml/hari

4. Rumus luas Luka Bakar


Rumus luas luka bakar memang terkadang membuat kita harus lebih mengerutkan
dahi, karena memang sulit-sulit gampang dalam penerapannya. Rumus pada bayi
menggunakan rumus 10 20 %, jika tangan dan kaki yang terkena maka 10 %, jika
kepala, leher dan badan depan dan belakang maka 20 %. Untuk dewasa
menggunakan rumus Rule of Nine yang digambarkan sebagai berikut:

5. Rumus Body mass index (BMI)


Body Mass Index dicari menggunakan rumus BB (Kg) / TB2 (m)
Underweight :
Kurang dari 18.5
Normal : 18.5 - 24.9
Overweight/pre-obes : 25.0 - 29.9
Obes I : 30-34.9
Obes II : 35-39.9
Obes III: lebih dari atau sama dengan 40

Diposkan oleh Ners Mawan di 14.21.00 Label: Keperawatan Dasar

Maret 8, 2013sooyuuhee Uncategorized Tinggalkan komentar


Tetesan/ Menit
faktor tetes

Otsuka 1cc = 15 tetes

faktor tetes Terumo 1 cc = 20 tetes

(Kebutuhan cairan x faktor tetes) = Jumlah tetesan/menit


(jumlah jam x 60menit)
contoh
(Kebutuhan cairan x Faktor tetes) = jumlah tetesan/menit
(Jumlah jam x 60 menit)

Infus set Otsuka (2.500 x 15) = 37.500 = 26 tetes/menit


(24 x 60)

Infus set Terumo

1.440

(2.500 x 20) = 50.000 = 35 tetes/menit


(24 x 60)

1.440

Macro
Jika yang ingin dicari tahu adalah berapa tetesan yang harus kita cari dengan modal kita tahu
jumlah cairan yang harus dimasukkan dan lamanya waktu, maka rumusnya adalah:
MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt
Tetes/menit : (jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)
Jika yang dicari adalah lama cairan akan habis, maka rumusnya adalah sebagai berikut:
Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (jumlah tetesan dlm menit x 60)
Misal: seorang pasien harus mendapat terapi cairan 500 ml dalam waktu 4 jam, maka jumlah
tetesan yang harus kita berikan adalah (500 x 20 ) / ( 4 x 60 ) = 10000 / 240 = 41,7 = 42
tetes/menit begitupun untuk rumus lama infuse tinggal dibalik aja.
Micro
Selang infuse micro adalah selang infuse yang jumlah tetesannya lebih kecil dari macro,
biasanya terdapat besi kecil di selangnya, dan biasanya digunakan untuk bayi, anak dan pasien
jantung dan ginjal. Rumus untuk menghitung jumlah tetesannya adalah sebagai berikut:
Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60)
Sedangkan rumus lamanya cairan habis adalah sebagai berikut:
Lama waktu : ( Jumlah Cairan x 60) / (jumlah tetesan dalam menit x 60)

Contoh kasus
Dokter meresepkan kebutuhan cairan Nacl 0,9 % pada Tn A 1000 ml/12 jam. faktor drips (tetes)
15 tetes/1 ml. berapa tetes per menit cairan tersebut diberikan?
Strategi menjawab kasus
1. Ketahui jumlah cairan yang akan diberikan
2. konversi jam ke menit (1 jam = 60 menit)
3. masukkan kedalam rumus (Jumlah cairan yang dibutuhkan dikali dengan faktor drips, lalu
dibagi dengan lamanya pemberian)
Jadi jawabannya adalah (1000 x 15)/(12 x 60) = 15.000/720 = 20.86 dibulatkan jadi 21
Cairan tersebut harus diberikan 21 tetes/menit.
Terkadang kita agak kesulitan dalam menghitung tetesan infus yang akan kita berikan kepada
seorang pasien, berikut tips2 nya
RUMUS
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro

contoh soal :
1. infus 500 cc diberikan kepada seorang pasien 20 tetes makro/ menit habis dalam berapa jam?
jika dalam micro?
jawab : 1 cc = 20 tetes makro > berarti pasien diberikan 1 cc/ menit
infus yang tersedia 500 cc > = akan habis dalam 500 dibagi 60 menit = 8,333 jam
kalo dalam micro tinggal di kali 3 aja. jadinya = 24,99 jam.
2. berapa tetes macro per menit tetesan 500 cc infus RL harus diberikan agar habis dalam 4 jam?
jawab : 500 cc dibagi 4 jam = 125 cc > ini jumlah cc RL yang harus diberikan per jamnya
125 cc dibagi 60 = 2,083 cc / menit. ini jumlah cc RL yang harus diberikan per menitnya.
1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro jadi 2,083 cc = (2,083 x 20) 41,66 tetes makro = (2,083 x
60) 124,98 tetes mikro.

Anda mungkin juga menyukai

  • Renpra Nyeri
    Renpra Nyeri
    Dokumen1 halaman
    Renpra Nyeri
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Judul Jiwa
    Judul Jiwa
    Dokumen6 halaman
    Judul Jiwa
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Halaman Depan
    Halaman Depan
    Dokumen3 halaman
    Halaman Depan
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Renpra Next
    Renpra Next
    Dokumen2 halaman
    Renpra Next
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Format Laporan Manajemen
    Format Laporan Manajemen
    Dokumen2 halaman
    Format Laporan Manajemen
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Anak Usia Sekolah Di Mi Nurul Huda Bulu
    Kuesioner Anak Usia Sekolah Di Mi Nurul Huda Bulu
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Anak Usia Sekolah Di Mi Nurul Huda Bulu
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Basic Life Support Puskesmas Borobudur
    Basic Life Support Puskesmas Borobudur
    Dokumen24 halaman
    Basic Life Support Puskesmas Borobudur
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Mikronutrien Adalah Vitamin Dan Mineral
    Mikronutrien Adalah Vitamin Dan Mineral
    Dokumen7 halaman
    Mikronutrien Adalah Vitamin Dan Mineral
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Imlementasi
    Imlementasi
    Dokumen5 halaman
    Imlementasi
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Terapi Cairan
    Terapi Cairan
    Dokumen19 halaman
    Terapi Cairan
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Bab III Urin
    Bab III Urin
    Dokumen1 halaman
    Bab III Urin
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Lansia 1
    Lansia 1
    Dokumen4 halaman
    Lansia 1
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Daftar Gambar
    Daftar Gambar
    Dokumen1 halaman
    Daftar Gambar
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • SAP Halusinasi
    SAP Halusinasi
    Dokumen9 halaman
    SAP Halusinasi
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Eritroderma
    ASKEP Eritroderma
    Dokumen12 halaman
    ASKEP Eritroderma
    Angel
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Lupus Mat
    ASKEP Lupus Mat
    Dokumen5 halaman
    ASKEP Lupus Mat
    Che Poetry Bintank
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Eritroderma
    ASKEP Eritroderma
    Dokumen12 halaman
    ASKEP Eritroderma
    Angel
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Anemia
    Laporan Pendahuluan Anemia
    Dokumen17 halaman
    Laporan Pendahuluan Anemia
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Edemaparu
    Edemaparu
    Dokumen16 halaman
    Edemaparu
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Terapi Cairan
    Terapi Cairan
    Dokumen19 halaman
    Terapi Cairan
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen4 halaman
    Kata Pengantar
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Pola Nafas
    Pola Nafas
    Dokumen6 halaman
    Pola Nafas
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Videbeck, 1998)
    Videbeck, 1998)
    Dokumen1 halaman
    Videbeck, 1998)
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Tugas Caring Kelompok
    Tugas Caring Kelompok
    Dokumen3 halaman
    Tugas Caring Kelompok
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Sewon Anak
    Jurnal Sewon Anak
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Sewon Anak
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Dewasa 2
    Dewasa 2
    Dokumen14 halaman
    Dewasa 2
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • Median Data Berkelompok
    Median Data Berkelompok
    Dokumen2 halaman
    Median Data Berkelompok
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat
  • ARTIKEL Falsafah
    ARTIKEL Falsafah
    Dokumen9 halaman
    ARTIKEL Falsafah
    Hickaru Mitsuke Rhaena
    Belum ada peringkat