Anda di halaman 1dari 7

NAMA

: RYOLLA ZATA QISTHINA

NIM

: D1091141023

MATA KULIAH

: PERENCANAAN PEDESAAN
TIPOLOGI DESA/PEDESAAN

Desa yang ada di Indonesia cukup beragam. Oleh karena itu, diperlukannyalah
tipologi untuk menggolongkan tiap-tiap desa tersebut. Dengan adanya tipologi ini akan
mempermudah penjelasan mengenai arah perkembangan desa tersebut. Pada tulisan kali
ini akan membahas mengenai 5(lima) tipologi wilayah desa/pedesaan. Adapun kelima
tipologi desa ini adalah tipologi wilayah berdasarkan aspek lingkungan fisik, tipologi
wilayah berdasarkan aspek posisi geografis terhadap pusat pertumbuhan (kota), tipologi
wilayah berdasarkan aspek spasial, tipologi wilayah berdasarkan potensi ekonomi, dan
tipologi wilayah berdasarkan tingkat perkembangan.
Tipologi yang pertama adalah tipologi yang didasarkan atas aspek lingkungan
fisik. Pembagian wilayah ini didasarkan atas persamaan lingkungan fisik daerah
tertentu, wilayah yang memiliki kesamaan tentang lingkungan fisik digolongkan
menjadi satu. Kesamaan ini berupa letak dan posisi bentang lahan wilayah tersebut di
permukaan bumi. Terdapat beberapa tipe wilayah jika didasarkan aspek lingkungan
fisik, diantaranya adalah wilayah pegunungan/perbukitan, wilayah dataran tinggi dan
dataran rendah, serta wilayah pesisir, dan juga wilayah lain sebagainya. Untuk desa
pada wilayah pegunungan. Umumnya pemusatan desa tersebut didorong adanya
kegotongroyongan

penduduknya.

Pertambahan

penduduk

memekarkan

desa

pegunungan kesegala arah tanpa direncanakan, dimana pusat kegiatan penduduk juga
mengikuti pemekeran desa.
Selanjutnya adalah wilayah desa di dataran tinggi dan rendah. Untuk desa di
dataran tinggi, umumnya permukimannya berbentuk linier yang sejajar dengan koridor
jalan raya utama yang melewati desa tersebut. Jika desa muncul secara alami, tanah

pertanian di luar desa sepanjang jalan raya menjadi permukiman baru. Ada kalanya
pemekaran ke arah dalam yang tepatnya berada di belakang perrmukiman lama. Lalu
dibuat jalan raya mengelilingi desa agar tidak terciptanya desa yang terisolir. Untuk
desa pada wilayah dataran rendah, umumnya penduduk pada desa ini memiliki mata
pencahariaan yang bergantung pada alam, khusunya di sektor pertanian.
Tipologi desa berdasarkan aspek lingkungan fisik selanjutnya adalah wilayah
desa yang berada di pesisir pantai. Dengan kondisi pesisir pantai yang landai, dapat
tumbuh permukiman yang bermatapencaharian di bidang perikanan, perkebunan kelapa,
dan perdagangan. Desa yang berada di pesisir pantai ini jika mengalami perluasan yaitu
dengan cara memanjang sampai bertemu dengan desa pantai lainnya. Pusat kegiatan
tetap dipertahankan di dekat permukiman. Tipologi desa jika didasarkan atas aspek
lingkungan fisik lainnya sebagai contoh adaah desa yang berada di pedalaman. Desa di
pedalaman ini tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan
perkotaan. Desa ini memiliki nuansa ideal perdesaan yang berupa desa yang dipenuhi
dengan suasana kedamaian seperti kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan
alam yang bersahabat.
Tipologi yang selanjutnya dibahas adalah tipologi wilayah berdasarkan aspek
posisi geografis terhadap pusat pertumbuhan yang notabene adalah Kota. Terdapat 6
tipologi wilayah jika didasarkan dari posisi geografis terhadap kota yaitu desa di urban,
desa di sub urban, desa di koridor antar kota, desa di rural dan desa terisolasi.
Pembagian tipologi ini didasarkan atas asumsi yaitu desa-desa yang berada di pusat
pertumbuhan memiliki tingkat perkembangan yang tinggi dan kemudian mengalami
penurunan perkembangan seiring dengan menjauhnya jarak desa terhadap kota. Tiaptiap tipologi memiliki ciri masing-masing. Untuk desa yang berada di urban memililki
ciri yaitu jumlah penduduk yang besar serta memiliki kepadatan penduduk yang tinggi,
dari total kesuluruhan lahan, jumlah areal terbangun lebih banyak dibandingkan areal
non terbangun, lahan didominasi oleh bangunan padat dan penggunaan lahan yang
heterogen. Penduduk pada desa di urban umumnya bukan masyarakat pertanian dan

memiliki pendapatan perkapita yang besar. Selanjutnya adalah desa di sub urban yang
dicirikan memiliki akses ke kota yang baik, desa ini merupakan daerah peralihan desa
dan kota pada bidang sosial ekonomi dan budaya. Desa ini memiliki perkembangan
penduduk yang tinggi. Umumnya pada desa di sub urban, lahan terbuka yang ada di
desa ini perlahan-lahan mulai menyusut, masyarakat pada desa ini termasuk masyarakat
heterogen. Desa di koridor antar kota memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan
desa di sub urban, yang membedakan dan yang menjadi ciri khas desa ini adalah desa
ini dilalui jalur transportasi antar kota dan desa ini sangat bergantung pada potensi lokal
dan rencana pengembangan wilayah.
Selanjutnya adalah desa di rural dan desa terisolir. Pada desa di rural, masih
terjadi rural-urban linkages dan desa ini masih menjadi pendukung hinterland bagi
kota. Di desa ini jumlah penduduk rendah, sehingga hubungan sosial akrab dan
didominasi oleh masyarakat dengan mata pencaharian utama sebagai petani. Walaupun
mendukung kota, desa ini masih memiliki keterbatasan sarana dan prasarana. Dan yang
terakhir adalah desa terisolir, di desa ini sama sekali tidak ada rural-urban linkages.
Penduduk pada desa terisolir ini dapat dikatakan terbelakang jika dilihat dari
pendidikan, kesehatan dan pendapatan. Dan penduduk desa ini masih sangat tergantung
pada alam sekitar.
Topik selanjutnya adalah tipologi wilayah berdasarkan aspek spasial, dimana
tipologi ini dibedakan atas dasar letak permukiman dan tata guna lahan perdesaan. N.
Daldjoeni (1987) mengemukakan bahwa jika ditinjau dari pola tata guna lahannya ada
empat bentuk pedesaan yang dapat dijumpai di Indonesia, yaitu desa menyusur
sepanjang pantai, desa terpusat, desa linier di dataran rendah dan desa mengelilingi
pusat fasilitas. Tipologi pertama yang dibahas adalah tipologi desa menyusur sepanjang
pantai. Bentuk desa ini terjadi dikarenakan aktivitas manusia yang mnecari ikan dan
hasil laut lainnya. Desa yang memanjang sepanjang pantai ini memiliki kelerengan yang
termasuk dalam kategori landai. Oleh karena itu, dapat tumbuh permukiman. Pada desa
ini penduduknya umumnya adalah nelayan. Selain mata pencaharian pada bidang

perikanan, penduduk desa ini juga ada yang mata pencahariaanya pada sektor
perkebunan dan perdagangan. Permukiman yang ada menyambung menyusuri pantai,
namum pusat kegiatan tetap dipertahankan dekat dengan tempat tinggal awal.
Bentuk desa selanjutnya adalah desa dengan tipolgi terpusat. Desa ini umumnya
berada di pegunungan dengan pola permukiman mengelompok dan dikelilingi oleh
sawah dan tempat kegiatan industri pengolahan di luarnya. Pada wilayah pegunungan
umumnya dihuni oleh penduduk yang berasal dari keturunan yang sama sehingga antar
masyarakat masih merupakan saudara atau kerabat. Pemusatan permukiman yang ada di
desa ini didorong oleh rasa gotong royong yang tinggi, perkembangan desa ini
mengarah kesegala arah tanpa rencana dimana pusat-pusat kegaiatan mengikuti arah
pemekaran.
Desa linier di dataran rendah terbentuk dikarenakan mengiuti alur jalan raya atau
alur sungai. Tujuan adanya desa ini adalah mendekati prasarana yang disediakan
terutama jalan raya sehingga memudahkan mobilitas manusia, barang dan jasa desa
tersebut. Jalur transportasi yang ada dijadikan sebagai penentu pola keruangan dari
wilayah tersebut. Dan bentuk desa yang terakhir adalah desa yang mengelilingi pusat
fasilitas. Bentuk semacam ini banyak ditemukan di dataran rendah yang memiliki
fasilitas umum yang banyak dimanfaatkan penduduk setempat. Fasiltas umum tersebut
bisa berupa mata air, waduk, danau, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Pembagian tipologi keempat adalah tipologi wilayah berdasarkan potensi
ekonomi. Tipologi ini dibedakan berdasarkan potensi Sumber Daya Alam dan Sumber
Daya Manusia serta peluang ekonomi akibat posisi dan relasi dengan wilayah lain.
Terdapat banyak tipologi wilayah jika didasarkan potensi ekonomi sebagai contoh
diantaranya adalah desa persawahan, desa perkebunan, desa nelayan, desa
pertambangan atau galian, desa kerajinan, desa industri, desa pariwisata dan lain
sebagainya. Hal ini tergantung dari desa tersebut memiliki potensi pada sektor apa yang
dapat mendukung perekonomian desa tersebut dan dapat meningkatkan pendapatan
perkapitanya. Secara umum, tipologi wilayah berdasarkan potensi ekonomi dibagi

menjadi 4(empat) yaitu desa agrobisnis, desa agroindustri, desa pariwisata dan desa non
pertanian. Desa agrobisnis adalah desa yang berorientasi pada sektor pertanian secara
umum terutama pada sektor perdagangan produk hasil pertanian tersebut. Desa
agroindustri adalah desa yang beroirentasi pada sektor pertanian terutama dalam bidang
industri pertanian tersebut, baik dari segi teknologi pertanian maupun yang lainnya.
Desa pariwisata adalah desa yang berada di suatu daerah pariwisata yang mata
pencaharian serta keseharian dari masyarakat desa pariwisata ini sangat bergantung dari
usaha yang mengandalkan lokasi pariwisata tersebut. Dan yang terakhir adalah desa non
pertanian. Desa non pertanian adalah desa yang di dalam lingkungan desa tersebut tidak
ada lagi terlaksana kegiatan pertanian, melainkan usaha-usaha yang dilakukan oleh
masyarakat penduduk yang tinggal di desa tersebut yaitu berusaha bekerja di sektor non
pertanian. Contohnya seperti berdangang.
Dan

yang

terakhir

adalah

tipologi

wilayah

berdasarkan

tingkat

perkembangannnya. Jika didasarkan tingkat perkembangan desa terdapat 4(empat)


tipologi, yaitu Pradesa, Desa Swadaya, Desa Swakarsa, dan Desa Swasembada.
Tipologi pertama adalah pradesa, tipe ini dapat disebut dengan desa tradisional. Desa
tradisional ini pada umumnya dijumpai dalam kehidupan masyarakat adat terpencil,
dimana seluruh kehidupan masyarakat termasuk teknologi bercocok tanam, cara
memelihara kesehatan, cara makan dan lain sebagainya masih sangat bergantung pada
alam sekeliling mereka. Tipe desa ini biasanya bersifat terpencar dan sementara.
Selanjutnya adalah desa swadaya. Desa swadaya biasa dikenal dengan desa
terbelakang. Diamana desa ini adalah suatu wilayah desa dimana penduduk desa
tersebut umumya memenuhi kebutuhannya sendiri. Desa ini biasanya terpencil dimana
masyarakatnya

jarang

berhubungan

dengan

masyarakat

luar

yang

akhirnya

menyebabkan proses kemajuannya sangat lamban karena kurang atau bahkan tidak
sama sekali berinteraksi dengan wilayah lain. Dimana ciri-ciri desa swadaya adalah
daerahnya dapat dikatakan terisolir dengan dareah lainnya, penduduknya jarang,
sebagian besar bermata pencaharian di bidang agraris, masyarakatnya cenderung

tertutup, masyarakat memegang teguh adat yang ada, teknologi sangat kurang,
hubungan antar masyarakat di dalam satu desa sangat erat serta pengawasan sosial
dilakukan oleh keluarga. Desa swadaya ini memprioritaskan pada masalah pemenuhan
kebutuhan dasar sosial, kesehatan dan ekonomi.
Selajutnya adalah desa swakarya atau bisa disebut dengan desa yang sedang
berkembang. Pada desa ini keadaannya sudah lebih maju dibandingkan desa swadaya.
Pada desa ini masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hasil produksi ke
wilayah lain disamping sebaagai pemenuhan kebutuhan pribadi. Interaksi yang ada
sudah mulai nampak, meskipun dalam intensitas yang rendah. Adapun ciri desa
swakarya adalah adanya pengaruh dari luar yang dapat mengakibatkan perubahan pola
fikir, masyarkaat desa swakarya sudah mulai terlepas dari adat, produktivitas
masyarakatnya mulai meningkat, serta sarana dan prasarana yang ada mulai meningkat
di desa tersebut. Desa swakarya memiliki landasaran yang lebih kuat dibanding desa
swadaya dan berkembang lebih baik serta lebih menekankan pada kerjasama. Penduduk
di desa swakarya sudah mulai melakukan peralihan mata pencaharian yang mulanya
pada sektor primer berlaih ke sektor lainnya. Di desa swakarya prioritas penanganannya
pada masalah keamanan, ketertiban, kesadaran politik, peran serta masyarakat dalam
pembangunan dan kinerja kelembagaan.
Sebagai yang terakhir adalah desa swasembada atau yang dapat dikatakan
sebagai desa maju. Desa ini sudah mampu mengembangkan semua potensi yang
dimiliki secara optimal. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan penduduknya dalam
mengadakan interaksi denagan masyarakat luar, melakukan perdagangan antar wilayah
dan kemampuan untuk saling mempengaruhi dengan penduduk wilayah lain. Dimana
dari hasil interaksi antar wilayah tersebut masyarakat dapat menyerap teknologi baru
untuk memanfaatkan sumber daya yang akan mengakibatkan proses pembangunan
berjalan dengan baik. Adapun ciri-ciri desa swasembada adalah hubungan antar
manusia bersifat rasional, mata pencahariannya heterogen, teknologi dan pendidikan
tinggi, produktivitas tinggi, sudah terlepas dari adat dan sarana prasarana sudah lengkap

dan modern. Desa ini memiliki kemandirian yang lebih tinggi dalam segala bidang.
Adapun prioritas penanganannya terkait meningkatkan kinerja pemerintah serta
pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Sumber:
Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni
Handayani,

Shelvia.

2014.

Makalah

Jenis

dan

Tipologi

Desa.

http://sheviahandayani.blogspot.co.id/2014/11/makalah-jenis-dan-tipologidesa.html (diakses 19 September 2016)


Nasution,

Asnawi.

2013.

Tipologi

Pedesaan.

http://asnawinst.blogspot.co.id/2013/03/tipologi-pedesaan.html (diakses pada


19 September 2016)
Suparmini, 2014. Masyarakat Desa-Kota. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Tim Dosen Perencanaan Perdesaan.2016.Tipologi Wilayah Perdesaan. Pontianak:
Univesitas Tanjungpura
Wulandari,

Christina.

2015.

Pola

Keruangan

Desa.

http://cullend17nov.blogspot.co.id/2015/03/pola-keruangan-desa.html (diakses
19 September 2016)

Anda mungkin juga menyukai