Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Swine Influensa (flu, hog flu, pig flu) atau influensa babi adalah
penyakit saluran pernafasan akut pada babi yang disebabkan oleh virus
influensa tipe A. Gejala klinis penyakit ini terlihat secara mendadak, yaitu
berupa batuk, dyspneu, demam dan sangat lemah. Penyakit ini dengan
sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu,
umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi
komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian.
Penyakit influensa babi pertama dikenal sejak tahun 1918, pada saat
itu dunia sedang terdapat wabah penyakit influensa secara pandemik pada
manusia yang menelan korban sekitar 21 juta orang meninggal dunia. Kasus
tersebut terjadi pada akhir musim panas. Pada tahun yang sama dilaporkan
terjadi wabah penyakit epizootik pada babi di Amerika Tengah bagian utara
yang mempunyai kesamaan gejala klinis dan patologi dengan influensa pada
manusia. Karena kejadian penyakit ini muncul bersamaan dengan kejadian
penyakit epidemik pada manusia, maka penyakit ini disebut flu pada babi.
Para ahli kesehatan hewan berpendapat bahwa penyakit babi ini ditularkan
dari manusia. Selain di negara Amerika Serikat, wabah influensa babi
dilaporkan terjadi di berbagai negara Canada, Amerika Selatan, Asia dan
Afrika pada permulaan tahun 1968.
Sementara itu, di Eropa influensa babi diketahui pada tahun 1950-an,
melanda negara Cekoslovakia, Inggris dan Jerman Barat. Setelah itu, virus
menghilang untuk sementara waktu sampai muncul kembali wabah tahun
1976 di bagian Itali, yang kemudian menyebar ke Belgia dan bagian selatan
Perancis pada tahun 1979. Sejak itu dengan cepat penyakit menyebar ke
negara Eropa lain.
Pada awal tahun 1976 di Amerika Serikat terjadi suatu peristiwa yang
sangat menarik yaitu ditemukannya virus influensa babi yang dapat diisolasi
dari manusia, selanjutnya dapat terungkap bahwa apabila manusia

berhubungan dengan babi sakit, maka akan dapat menjadi terinfeksi dan
menderita penyakit pernapasan akut. Penyakit yang disebabkan oleh virus
klasik influensa babi serotipe H1N1 merupakan penyakit pernapasan pada
babi yang sangat signifikan di Amerika Utaram hampir seluruh Eropa dan
Asia bagian barat, wabah umumnya terjadi pada musim gugur atau musim
dingin. Penyakit tersebut secara klinis tidak terdeteksi di Inggris hingga
tahun 1986. (Karashin, 2000)
Sementara itu, di Australia belum pernah dilaporkan adanya penyakit
baik secara klinis maupun serologis. Dalam waktu 60 tahunan influensa babi
tidak berubah secara signifikan di alam. Karena penyakit pernafasan babi
selain disebabkan oleh virus influensa A juga disebabkan oleh agen lainnya
maka istilah influensa babi diubah menjadi Enzootic pneumonia.
Kerugian yang disebabkan penyakit pernapasan sudah banyak
dilaporkan, virus flu babi merupakan sudah banyak dilaporkan, virus flu
babi merupakan penyakit yang memicu gejala-gejala atau sindrom penyakit
pernapasan komplex. Virus flu babi sebagai penyebab pertama dicirikan
dengan adanya kematian yang rendah, derajat kesakitan tinggi dan
kejadiannya sangat sebentar, jadi virus flu babi dapat dikatakan sebagai
pemicu adanya infeksi bakteri sekunder.
Kerugian ekonomis yang terjadi dikarenakan infeksi virus influensa
yang terus kembali berulang dan karena gejala klinis yang tidak terlihat
akibat adanya respon kekebalan beberapa babi yang akan menjadi sakit
kronis. Pada kelompok ternak dengan kondisi baik akan terlihat babi kerdil
oleh karena laju pertumbuhan bobot badan yang lama sehingga terlambat
untuk dijual. Dilaporkan juga adanya kenaikan kematian anak babi, fertilitas
menurun, terjadi abortus pada kehamilan tua yang dapat diikuti wabah
penyakit pada kelompok ternak yang tidak kebal.
Masuknya influenza babi di Indonesia harus diwaspadai terutama
dengan telah merebaknya kasus avian influenza (AI) pada unggas yang
disebabkan oleh H5N1 sejak bulan Agustus tahun 2003, yang didahului
dengan dilaporkannya influensa pada itik di Indonesia. Virus AI yang
menyerang kelompok unggas disebabkan sub tipe lain, yang berbeda dengan

penyebab kematian pada babi, tapi masih dalam tipe influensa A yang sama.
Virus AI kemungkinan juga dapat menyerang babi. Namun demikian karena
virus AI sangat mudah bermutasi, mungkin saja sangat membahayakan,
tetapi masih belum dilaporkan adanya kematian pada babi. Pada tulisan ini
digambarkan penyakit influensa yang menyerang babi secara umum
berdasarkan kumpulan tulisan mengenai influenza babi. (Landolt, 2003)
1.2. TUJUAN
Mengetahui dan memahami tentang flu babi baik sejarah, definisi,
etiologi, epidemiologi, patogenesis dan patofisiologi, gejala klinis,
pemeriksaan

penunjang,

diagnosis

banding,

dasar

penatalaksanaan dan prognosis.


1.3. MANFAAT
a. Mendapat tambahan wawasan keilmuan tentang flu babi.
b. Mempermudah mahasiswa dalam mempelajari tentang flu babi.

diagnosis,

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI SISTEM PERNAPASAN
Sistem respirasi terdiri dari dua bagian yaitu bagian konduksi dan
bagian pernafasan. Bagian konduksi merupakan saluran yang dilalui udara
yang terdiri dari cavitas nasi, pharynx, larynx, trachea, bronchus dan
bronchiolus. Bagian pernafasan adalah paru-paru yang berisi bronchiolus
respiratorius, ductus alveolaris, saccus alveolaris dan alveoli. Cavitas nasi
berfungsi untuk pernafasan dan penciuman, pharynx berfungsi untuk
pernafasan dan proses menelan sedangkan larynx untuk pernafasan dan
pembentukan suara. Sistem pernafasan ini menyerap oksigen melalui
dinding alveoli dan sekaligus mengeluarkan karbondioksida.
Paru-paru adalah organ pernafasan penting dan pada orang sehat
selalu berisi udara. Paru-paru bayi baru lahir berwarna kemerahan dan
lunak. Bila bayi lahir sebelum bernafas maka paru-paru tidak akan
mengapung bila dimasukkan ke dalam air, tetapi akan tenggelem.
Paru-paru orang dewasa mempunyai permukaan yang berwarna lebih
gelap karena penimbunan partikel debu yang diisap. Paru-paru kanan lebih
besar dan lebih pendek dari pada paru-paru sebelah kiri karena kubah
diaphragma kanan lebih tinggi dan letak jantung lebih ke kiri dalam rongga
thorax. Paru-paru mempunyai sebuah apex, sebuah basis, 3 buah facies yaitu
facies costalis, facies mediastinalis dan facies diaphragmatica dan 3 buah
margo yaitu margo anterior, inferior dan posterior.
Dengan adanya fissura obliqua dan horizontalis, maka paru-paru
kanan terbagi menjadi tiga buah lobi. Fissura obliqua memisahkan lobus
inferior dari lobus medius dan lobus superior, sedangkan fisura horizontalis
memisahkan lobus superior dari lobus medius.
Fisura obliqua pada paru-paru kiri memisahkan lobus superior dari
lobus inferior. Lingula terdapat pada lobus superior paru-paru kiri. Lobus
inferior meliputi bagian besar basis pulmonalis dan bagian posterior paru.
Letak fissura obliqua paru-paru kiri dan kanan kurang lebih sesuai dengan

letak costa VI, sedangkan fissura horizontalis paru kanan berjalan menuju
cartilago costalis IV kanan.
Otot pernafasan intrinsic, otot ini berperan dalam pernafasan dan
melekat pada iga vertebra dan sternum. Jenisnya :
1. M. serratus posterior, superior, dan inferior
2. Mm. intercostalis externus,internus dan intima
3. M. levator costarum
4. M. subcostalis
5. M. Transversus thoracis
Otot ekstrinsik, otot ini untuk pernafasan paksa. Jenisnya :
1. Untuk ekspirasi : M. rectus abdominis, M. oblicuus abdominis eksternus,
M Oblicuus internus, M transverses abdominis, M quadrates lumborum
2. Untuk

inspirasi

Pectoralis

mayor

sternocleidomastoideus, Mm Scaleni.

Gambar 1. Anatomi Sistem Pernapasan

dan

minor,

Perjalanan pernapasan mulai dari nares anterior (apertura nasalis


anterior) cavitas nasi laring nasofaring choane (apertura nasalis
posterior) trakhea bronkus primer (bronkus principalis) bronkus
sekundus (bronkus lobaris) bronkus tertius (bronkus segmentalis)
bronkiolus bronkiolus terminalis bronkiolus respiratorius duktus
alveolaris alveolus sakulus alveolaris atrium alveolaris (Snell,
2006)
HIDUNG
Hidung terdiri dari bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal
terdapat dipermukaan muka dan terdiri daripada rangka penyokong yang
dibentuk oleh tulang dan rawan. Rangka hidung diliputi oleh kulit dan
permukaan dalamnya dilapisi oleh membran mukus.

Di bawah hidung

terdapat dua pembukaan yang disebut lubang hidung atau nares eksternal.
Bagian internal hidung terdiri dari kavitas (lubang) yang besar di tengkorak
terletak atas dari mulut dan di antara dua kaviti orbital (mata). Bagian dalam
hidung eksternal dan internal dibagi menjadi bagian kanan dan kiri oleh
pembagi vertikal yang dikenali sebagai septum hidung. Setiap kaviti hidung
mempunyai atap, lantai, dinding lateral dan dinding medial (septum
hidung). Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung.
Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung
internal.
Bulu hidung di dalam kaviti hidung menghalangi debu dan
mikroorganisma dari udara yang masuk dan lapisan mukus yang
memerangkapnya. Sinus venosus yang banyak ke membran mukus
membantu menghangatkan udara yang masuk menjadi hampir sama dengan
suhu badan di samping melembabkannya. Selain itu hidung juga berfungsi
sebagai organ untuk membau karena reseptor bau terletak di mukosa bagian
atas hidung. Hidung juga membantu menghasilkan dengungan (fonasi).

PHARYNX
Pharynx atau tekak terdiri dari tabung berotot kira-kira 12 hingga
13cm panjang. Farinks terletak di depan tulang vertebra servikal, dari dasar
tengkorak ke atas tulang vertebra servikal ke 6 dan berterusan dengan
esofagus. Farinks terdiri daripada otot rangka dan dilapisi oleh membran
mukus. Bagian paling atas farinks dikenali sebagai nasofarinks. Nasofarinks
terletak posterior terhadap kaviti hidung dan berhubung dengannya melalui
pembukaan hidung internal. Setiap dinding lateral mempunyai pembukaan
untuk saluran auditori (pendengaran) yang berhubung dengan telinga
tengah. Dinding posterior banyak mempunyai jaringan limfa yang disebut
adenoid. Bagian tengah farinks pula dikenali sebagai orofarinks dan terletak
posterior terhadap kaviti oral . Di dinding lateral terdapat sekumpulan
jaringan limfa yang dikenali sebagai tonsil palatin dan di anterior pula
tonsil lingual yang terletak pada dasar lidah. Bagian paling bawah farinks
ialah laringofarinks yang terletak posterior terhadap larinks.
Farinks menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
makanan dan minuman yang ditelan. Selain itu farinks menyediakan ruang
dengungan (resonasi) untuk bunyi percakapan dan jaringan limfa di
dindingnya memberi perlindungan daripada mikrorganisma yang masuk
bersama-sama udara, makanan dan minuman.
LARYNX
Larynx terletak di bagian anterior leher setinggi corpus vertebrae
cervicales III-Vi. Larynx menghubungkan bagian inferior pharynx dengan
trachea. Larynx berfungsi sebagai katup untuk melindungi jalan-jalan udara
dan menjada supaya jalan udara selalu terbuka, terutama sewaktu menelan.
Larynx juga berfungsi sebagai mekanisme fonasi yang dirancang untuk
pembentukan suara.
Kerangka larynx terdiri dari sembilan tulang rawan yang berhubungan
melalui ligamentum dan membrana. Dari sembilan tulang rawan terdapat
tiga yang tunggal (cartilago thyroidea, cartilago cricoidea dan cartilago
epiglotica) dan tiga tulang rawan berpasangan (cartilago arytenoidea,
cartilago cornoculatta dan cartilago cuneiformis).

Cartilago thyroidea adalah yang terbesar dari tulang-tulang rawan


larynx. Bagian dua pertiga cartilago thyroidea berupa lembar-lembar yang
bersatu di bidang median untuk membentuk prominentia laryngea (adam
apple), kedua lembar berpisah untuk membentuk incisura thyroidea yang
berbentuk V. Tepi posterior masing-masing lamina menonjol ke atas sebagai
cornu superius dan ke bawah sebagai cornu inferius.
Cartilago cricoidea berbentuk seperti cincin stempel yang tangkainya
menghadap ke depan. Bagian posterior (stempel) cartilago cricoidea adalah
lempengnya dan bagian anterior (tangkai) membentuk lengkupnya.
Meskipun cartilago cricoidea jauh lebih kecil daripada cartilago thyroidea,
tulang rawan ini lebih tebal dan lebih kuat. Cartilago cricoidea dihubungkan
pada tepi bawah cartilago thyroidea oleh ligamentum cricothyroideum
medianum dan pada cartilago trachealis I oleh ligamentum cricotracheale.
Cartilago arytenoidea berbentuk seperti limas bersisi tiga. Tulang
rawan ini yang berpasangan, bersendi dengan bagian-bagian lateral tepi atas
lempeng cartilagi cricoidea. Masing-masing tulang rawan di sebelah atas
memiliki apex, disebelah anterior sebuah processus vocalis dan sebuah
processus muscularis yang menonjol ke lateral dari alasnya. Apex cartilago
arytenoidea dilekatkan pada plica aryepigloticam processus vocalis pada
ligamentum vocale dan processus muscularis pada musculus cricoarytenoideus posterius dan musculus crico-arytenoideus lateralis.
TRAKHEA
Pipa udara ini merupakan tabung elastis sepanjang kurang lebih 10 cm
dengan diameter 2 cm. Saluran ini akan tetap terbuka karena terbentuk oleh
susunan 20 buah kartilago hialin berbentuk seperti huruf U yang membuka
ke arah posterior. Saluran ini merupakan lanjutan dari larynx, bagian atas
terletak di leher dan bagian bawah terdapat di dalam rongga thorax
(mediastinum superius). Setinggi angulus sterni, kurang lebih 5 cm dibawah
incisura jugularis, trachea akan bercabang dua menjadi bronchus principalis
kanan dan kiri.

Gambar 2. Trachea

BRONKUS
Trakea berakhir dengan bercabang kepada bronkus primer kanan dan
kiri pada depan tulang vertebra toraks ke-5. Cabang kanan menghadap ke
paru-paru kanan sementara cabang kiri sebaliknya. Bronkus primer terdiri
dari cincin2 tulang rawan yang tidak lengkap dan dilapisi oleh epitelium
pserdostartum berselia. Apabila bronkus primer masuk ke paru-paru,
bronkus ini pertama-tama bercabang kepada bronkus yang lebih kecil dan
dikenali sebagai bronkus sekunder. Bronkus sekunder akan terus bercabang
kepada cabang-cabang yang lebih kecil, yaitu bronkus tersier yang terbagi
jadi bronkiol. Bronkiol bercabang pula kepada tabung yang lebih kecil yang
dikenali sebagai bronkiol terminal. Trakea dan pencabangan yang berterusan
menyerupai sebatang pohon dengan dahan-dahannya dan selalu dirujuk
sebagai pokok bronkus. Fungsi pokok bronkus adalah menyediakan tempat
lewat bagi udara yang dibawa masuk ke dalam paru-paru dan untuk
mengeluarkan udara. (Moore, 2002)

2.2. FLU BABI (SWINE INFLUENZA)


a.

Definisi

10

Flu babi (swine influenza) adalah penyakit pernapasan disebabkan


oleh virus (influenza virus) yang menginfeksi saluran pernapasan dari babi
dan menghasilkan sekresi hidung, batuk menggonggong, nafsu makan
menurun, dan lesu. Flu babi bisa bertahan sekitar satu sampai dua minggu
pada babi. Babi virus influenza pertama kali diisolasi dari babi pada tahun
1930 di AS dan telah diakui oleh produsen daging babi dan dokter hewan
menyebabkan infeksi pada babi di seluruh dunia.
Dalam sejumlah kasus, orang telah mengembangkan infeksi flu babi
ketika mereka yang terkait erat dengan babi (misalnya, petani, pengolah
daging babi). (Davis, 2010)
b.

Etiologi
Penyebab influensa yang ditemukan pada babi, bersamaan dengan

penyakit yang langsung menyerang manusia. Pertama kali, virus influensa


babi diisolasi tahun 1930, sudah banyak aspek dari penyakit tersebut yang
diungkapkan, antara lain meliputi tanda klinis, lesi, imunitas, transmisi,
adaptasi virus terhadap hewan percobaan dan hubungan antigenik dengan
virus influensa lainnya serta kejadian penyakit di alam. Penyebab penyakit
saluran pernafasan pada babi adalah virus influensa tipe A yang termasuk
Famili Orthomyxoviridae. Virus ini erat kaitannya dengan penyebab swine
influenza, equine influenza dan avian influenza.
Ukuran virus tersebut berdiameter 80-120 nm. Selain influensa A,
terdapat influensa B dan C yang juga sudah dapat diisolasi dari babi.
Sedangkan 2 tipe virus influensa pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua
tipe ini diketahui sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat
dramatik sekali (antigenik shift). Pergeseran antigenik tersebut sangat
berhubungan dengan sifat penularan secara pandemik dan keganasan
penyakit. Hal ini dapat terjadi seperti adanya genetik reassortment antara
bangsa burung dan manusia. Ketiga tipe virus yaitu influensa A, B, C adalah
virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron dan
hanya berbeda dalam hal kekebalannya saja.

11

Ketiga tipe virus tersebut mempunyai RNA dengan sumbu protein dan
permukaan virionnya diselubungi oleh semacam paku yang mengandung
antigen haemagglutinin (H) dan enzim neuraminidase (N). Peranan
haemagglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan
menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim
neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel
darah merah dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel
yang terinfeksi.
Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi
ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi juga
terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam
pencegahan infeksi. Influensa babi yang terjadi di Amerika Serikat
disebabkan oleh influensa A H1N1, sedangkan di banyak negara Eropa
termasuk Inggris, Jepang dan Asia Tenggara disebabkan oleh influensa A
H3N2. Banyak isolat babi H3N2 dari Eropa yang mempunyai hubungan
antigenik sangat dekat dengan A/PortChalmers/1/73 strain asal manusia.
Peristiwa rekombinan dapat terjadi, seperti H1N2 yang dilaporkan di Jepang
kemungkinan berasal dari rekombinasi H1N1 dan H3N2. Peristiwa
semacam ini juga dilaporkan di Italy, Jepang, Hongaria, Cekoslowakia dan
Perancis. (Jawetz, 2008)
BEVERIDGE (1977) melaporkan bahwa pada tahun 1935, WILSON
SMITH menemukan virus influensa yang dapat ditumbuhkan dengan cara
menginokulasikannya pada telor ayam berembrio umur 10 hari. Setelah
diuji dalam 2 hari, cairan alantoisnya mengandung virus sebanyak 10.000
juta (1010) partikel karena virus tersebut dapat menyebabkan aglutinasi sel
darah merah, maka dari kejadian tersebut dikembangkan uji HA dan HI.
Teknik ini kemudian digunakan sebagai cara yang termudah untuk
digunakan di laboratorium. Setelah penemuan tersebut banyak para peneliti
tertarik untuk mempelajari virus influensa.
Oleh sebab itu, sekarang banyak ilmu pengetahuan mengenai virus
influensa telah diungkapkan dibandingkan dengan virus lainnya yang
menyerang manusia. Virus influensa selain dapat ditumbuhkan dalam telur

12

berembrio juga dapat ditumbuhkan pada sejumlah biakan jaringan (sel


lestari) seperti chicken embryo fibroblast (CEF), canine kidney (CK),
Madin-Darby canine kidney (MDCK). Virus influensa tidak dapat tahan
lebih dari 2 minggu di luar sel hidup kecuali pada kondisi dingin. Virus
sangat sensitif terhadap panas, detergen, kekeringan dan desinfektan. Sangat
desinfektan mutakhir yang mengandung oxidising agents dan surfactants
seperti Virkon (Antec). (Landolt, 2003)
c.

Epidemiologi
Epidemi flu babi memiliki potensi menjadi pandemi. WHO

meningkatkan level kewaspadaan pandemi global untuk flu babi ke fase 5


dari 6 fase yang ada, yaitu pandemi imminant .

Gambar 3. Peta epidemiologi kasus confirmed flu babi (WHO, 2009 )

Sebuah laporan CDC menunjukkan bahwa jumlah sebenarnya kasus,


yang sebagian besar tidak tercatat, infeksi flu babi di Meksiko yang
merupakan episentrum wabah diperkirakan telah mencapai 32.000 kasus
pada akhir April. WHO menyatakan bahwa Meksiko saat ini memiliki 1.626
kasus.
Situasi yang sama terjadi di Amerika Serikat. Dalam konferensi CDC
dinyatakan bahwa 2.618 kasus confirmed di Amerika Serikat hanya meliputi

13

sebagian kecil dari infeksi aktual yang terjadi. Sebagian besar orang yang
sakit tidak mencari pengobatan dan tidak melakukan tes untuk mengetahui
strain virus flunya (Dumyati, et al., 2009).
d.

Patogenesis
Mekanisme virus H1N1 yang menyerang sistem pernapasan manusia

pada dasarnya melalui beberapa tahapan yang membentuk siklus, yaitu :


1. Perlekatan
2. Penetrasi
3. Endositosis
4. Pelepasan materi genetik
5. Transkripsi
6. Perakitan
7. Pelepasan virion baru dari dalam sel yang terinfeksi
Tahap perlekatan merupakan tahap awal virus masuk ke dalam sel.
Tahap ini melibatkan reseptor sel hospes. Reseptor sel yang berperan dalam
infeksi virus flu tersusun atas glikoprotein atau glikolipid yang mengandung
gugus terminal sialyl-galactosyl [Neu5Ac( 2,3) Gal] atau [Neu5Ac( 2,6)
Gal]. Kedua reseptor tersebut biasanya disebut 2,3 sialic acid atau 2,6
sialic acid. Pada virus Avian Infulenza (AI), hemaglutinin virus cenderung
berikatan dengan 2,6 asam sialat. Pada kasus flu burung, hemaglutinin
virus kemungkinan mengalami perubahan akibat mutasi yang menyebabkan
penyesuaian dengan reseptor 2,6 asam sialat pada manusia. Sementara
pada babi ditemukan dua jenis reseptor yaitu 2,3 asam sialat dan 2,6
asam sialat.
Hal ini dapat menimbulkan adanya kemungkinan rekombinasi genetik
antar virus influenza yaitu antara unggas dengan virus asal manusia pada
tubuh babi.
Setelah hemaglutinin virus H1N1 berikatan dengan reseptor sel hospes,
virus akan masuk melalui fusi selubung virus dengan membran endosomal
sel hospes. Proses ini memerlukan bantuan protease sel hospes untuk
mengaktivasi prekusor hemaglutinin menjadi fragmen 1 (HA1)

dan

14

fragmen

(HA2)

yang

dapat

menyebabkan

virus

melepaskan

ribonukleoprotein ke dalam sel hospes, sehingga terjadi replikasi di dalam


sel hospes.
Tahap selanjutnya adalah pelepasan materi genetik yang kemudian di
ikuti dengan proses transkripsi menjadi mRNA yang siap untuk ditranslasi
menjadi bagian-bagian protein viral. Selanjutnya proses perakitan
komponen virion dan kemudian virion keluar dari sel yang terinfeksi .
tahapan ini membutuhkan proses yang melibatkan protein kinase,
extracellulear-signal regulated kinase (ERK) 1 dan 2. ERK ini berperan
dalam tahap akhir replikasi virus yaitu transportasi ribonukleoprotein (RNP)
yang telah disintesis di nukleas`sel hospes ke sitosol pada`saat fase
perakitan. Bagian virus H1N1 yang mengaktivasi ERK adalah hemaglutinin
(HA) yang terakumulasi di membran sel pada tahap perakitan. Hemaglutinin
menempel pada membran plasma sel yang kemudian melalui proses
budding, melepaskan virion infektif dari dalam sel hospes.
Penyakit ini menular dari babi ke babi, dapat juga menular dari babi
ke manusia dan dari manusia ke manusia. Penularan penyakit Flu Babi
adalah sebagai berikut :
1. Secara kontak langsung ( bersentuhan kemudian tangan tersebut ke
hidung atau mulut, terkena lendir penderita, produk yang tercemar, dan
sangat mudah menular melalui batuk dan bersin ).
2. Tidak langsung ( virus ini menyebar lewat udara, peralatan kandang, alat
transportasi dll ).
Virus ini tidak menular lewat daging babi jika telah dimasak dengan
suhu minimal 71 0C atau lebih dari 80 0C. Penyakit ini cenderung mewabah
di musim semi dan musim dingin tetapi siklusnya adalah sepanjang tahun.
Masa inkubasi dari flu babi ini 3 sampai 5 hari. (Ishatmini, 2009)
e.

Gejala Klinis
Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-

2 hari, tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari. Penyakit ini menyebar
sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan

15

apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan


kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai
41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi
dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata
dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari
ke 5-7 setelah gejala klinis.
Terjadi tingkat kematian tinggi pada anak-anak babi yang dilahirkan
dari induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari
setelah dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah,
apabila tidak diikuti dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah,
biasanya kurang dari 1%. Bergantung pada infeksi yang mengikutinya,
kematian dapat mencapai 1-4% Beberapa babi akan terlihat depresi dan
terhambat pertumbuhannya. Anak-anak babi yang lahir dari induk yang
terinfeksi pada saat hamil, akan terkena penyakit pada umur 2-5 hari setelah
dilahirkan, sedangkan induk tetap memperlihatkan gejala klinis yang parah.
Pada beberapa kelompok babi terinfeksi bisa bersifat subklinis dan
hanya dapat dideteksi dengan sero konversi. Wabah penyakit mungkin akan
berhenti pada saat tertentu atau juga dapat berlanjut sampai selama 7 bulan.
Wabah penyakit yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada beberapa
hewan yang mempunyai manifestasi akut. Influensa juga akan menyebabkan
abortus pada umur 3 hari sampai 3 minggu kehamilan apabila babi terkena
infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua. Derajat konsepsi sampai
dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun sampai
50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun.
Wabah infeksi flu babi pada manusia telah banyak dilaporkan.
Gejala klinis umumnya menyerupai flu musiman, diantaranya mirip dengan
gejala-gejala influenza, termasuk demam, pegal-pegal seluruh badan, lemas,
penurunan nafsu makan, pilek, nyeri tenggorokan, mual, muntah, atau diare.
Gejala klinisnya berupa gejala asimptomatik sampai pneumonia berat yang
dapat mematikan.
Karena gejalanya yang menyerupai flu musiman dan infeksi akut
saluran pernafasan, sebagian besar kasus diketahui dari surveilans flu

16

musiman. Kasus ringan dan asimptomatik jarang terdeteksi, sehingga


dampak sebenarnya infeksi flu babi pada manusia sulit diketahui. (Davis,
2010)
f.

Diagnosis Banding
Penyakit influensa A pada babi yang ringan akan dapat menjadi parah

karena

penyakit

lain

seperti

Pseudorabies

(Aujeszky's

disease),

Haemophillus parasuis, Mycoplasma hyopneumonia, Actinobacillus (H)


pleuropneumonia atau Pasteurella multocida. Keganasan dari infeksi
influensa A babi dapat meningkat pula bersamaan dengan adanya infestasi
cacing paru-paru, migrasi larva ascaris melalui paru-paru dan serbuan
bakteria sekunder. Pada beberapa kasus penyakit mirip influensa (influenzalike illness), tidak dibarengi terisolasinya virus influensa babi ataupun
organisme lain, juga terlihat adanya gejala klinis yang sama.
Hasil observasi lapangan diperkirakan bahwa terdapat kemungkinan
adanya hubungan virus influensa babi (SIV) dengan porcine respiratory
coronavirus (PRCV) pada letupan penyakit pernafasan. Pada observasi di
tingkat laboratorium gambaran klinik akan terlihat lebih parah apabila
berbarengan dengan penyakit PRCV. Adanya suhu tubuh yang lebih tinggi
dari pada infeksi tunggal, juga akan terlihat bersin dan batuk pada infeksi
ganda PRCV dan babi yang terinfeksi H3N2. Sedangkan gejala demam,
dispnu, pernafasan perut, batuk yang terus menerus dilaporkan merupakan
kombinasi penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS)
dan SIV.
g.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penunjang diagnosis sangat diperlukan dalam

penatalaksanaan penderita. Pemeriksaan laboratorium untuk memastikan


adanya infeksi flu babi pada manusia adalah hasil biakan virus positif
Influenza A (H1N1) atau hasil dengan pemeriksaan PCR positif untuk
influenza H1 . Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan serologis dengan
peningkatan titer antibodi spesifik H1 sebesar > 4 x atau hasil dengan IFA

17

positif untuk antigen H1. Bila dengan pemeriksaan salah satu tersebut
dinyatakan posisitif maka dinyatakan sebagai kasus confirmed atau kasus
pasti.
Pemeriksaan serologi lain adalah pemeriksaan laboratorium antibodi
spesifik pada 1 spesimen serum tertentu untuk virus influenza A (H1). Tetapi
pemeriksaan ini masih belum terlalu sensitif. Bila hasilnya positif masih
dianggap kategori kasus probable (diduga).
Pemeriksaan laboratorium lainnya bukan untuk memastikan adanya
infeksi flu babi. Tetapi hanya sebatas untuk membantu menilai prognosis,
menentukan jenis tindakan serta untuk menyingkirkan diagnosa banding
penyakit lainya. Pemeriksaan rutin tersebut adalah pemeriksaan darah
lengkap (hemoglobin, hitung lekosit, hitung jenis lekosit, trombosit, laju
endap darah), albumin, globulin, SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, kreatin
kinase dan analisa gas darah. Pemeriksaan mikrobiologi yang diperlukan
adalah pemeriksaan gram dan basil tahan asam atau kultur sputum dan usap
tenggorokan.
Pemeriksaan skrening cepat dengan hapusan cairan hidung dan swab
tenggorok hanya bisa dilakukan untuk melihat virus tipe A. (Fauci, 2008)
h.

Dasar Diagnosis
Diagnosa klinis umumnya didasarkan pada munculnya beberapa

gejala darurat yang disebabkan oleh virus flu babi. Bila muncul gejalagejala yang bersifat gawat darurat, penderita perlu segera dibawa kerumah
sakit. Pada anak, tanda-tanda gawat darurat tersebut, antara lain
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sesak napas atau kesulitan bernapas


Warna kulit kebiruan
Tidak mau minum atau tidak cukup minum
Anak menjadi tidur terus (penurunan kesadaran)
Anak menjadi sangat rewel sehingga tidak mau di gendong
Gejala flu membaik namun kembali lagi dengan demam dan batuk-batuk

yang lebih berat


g. Demam dengan bercak merah-merah pada kulit
Sedangkan tanda-tanda gawat darurat pada orang dewasa, antara lain :

18

a.
b.
c.
d.
e.

Kesulitan bernapas atau pendek-pendek


Nyeri atau terasa tekanan pada dada atau perut
Kepala seperti melayang
Seperti orang bingung
Muntah-muntah yang hebat atau terus menerus
Bisa juga dengan pemeriksaan kultur spesimen bisa diambil lendir atau

dahak yang berasal dari tenggorokan pasien. Pemeriksaan berguna untuk


mengetahui apakah pada dahak atau lendir terdapat virus influenza tipe A
H1N1. (Ishatmini, 2009)

i.

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Seperti infeksi virus influenza pada umunya, sebagian besar infeksi
virus H1N1 dapat sembuh dalam beberapa hari. Karena itu jika muncul
gejala influenza, penderita disarankan untuk beristirahat dan makanmakanan yang bergizi secara teratur. Suplementasi vitamin atau
meningkatkan konsumsi buah-buahan yang kaya vitamin juga dapat
membantu. Pencegahan infeksi virus ini sebetulnya sederhana, yaitu dengan
menjaga kebersihan diri serta menghindari kontak dengan orang yang sakit.
Sering mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan antiseptic,
terutama setelah batuk atau bersin, serta sebelum makan. Selain itu, jangan
menyentuh mulut, hidung atau mata dengan tangan yang kotor. Untuk
penyakit yang berat tetapi tanpa komplikasi, bisa diberikan asetaminofen,
aspirin, ibuprofen atau naproksen. Kepada. anak-anak tidak boleh diberikan
aspirin karena resiko terjadinya komplikasi sindrom reye. Obat lainya yang
biasa diberikan adalah dekongestan hidung dan penghirupan uap.
Jika infeksi lebih berat, dapat diberikan obat-obat anti viral. Obat ini
akan meredakan gejala dan mencegah komplikasi seperti pneumonia. Saat
ini pada beberapa Negara tersedia obat-obat anti virus yang efektif.
Khusus untuk kasus flu babi, direkomendasikan pemberian
oseltamivir atau zanamivir. Obat ini sama dengan yang digunakan untuk
penanganan flu burung. obat antiviral tersebut sebaiknya diberikan tidak

19

lama setelah diagnosis flu babi ditegakan. Pemberian obat dilakukan selama
5 hari. Untuk orang dewasa, dosis oseltamivir adalah 75 mg perhari. Karena
efek obat ini pada kehamilan belum diketahui, sebaiknya hati-hati jika
diberikan pada ibu hamil. Namun selama ini belum ada laporan mengenai
efek samping oseltamivir atau zanamivir baik pada ibu hamil maupun bayi
yang kemudian dilahirkan. Bia ada infeksi bakteri skunder dapat diobati
dengan antibiotik. Bila ditemukan kasus infeksi berat perlu segera ditangani
sesuai dengan penanganan standar kasus gawat darurat infeksi saluran
pernapasan. (Davis, 2010)
Non-Medikamentosa
Flu babi dapat menular dengan cepat dari manusia ke manusia.
Kecepatan penularanya sama dengan kasus influenza biasa yang sering
terjadi di beberapa Negara. Virus flu babi telah menyebar diseluruh dunia.
Bahkan WHO telah menyatakan sebagai pandemi fase 6. Oleh karena itu
perlu kewaspadaan dan peran serta kita semua dalam pencegahan dan
penanganan virus flu babi H1N1.
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk
pencegahan flu khusunya flu babi H1N1
a. Hindri kontak yang terlalu dekat dengan orang yang sedang flu
b. Biasakan cuci tangan dengan teratur menggunakan air dan sabun
terutama setelah kontak dengan pasien flu atau permukaan benda atau
lingkungan yang mungkin terkontaminasi
c. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan orang
yang sedang flu
d. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan atau rumah
e. Jaga pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi seimbang, istirahat
tidur yang cukup dan olah raga.
f. Hindari Hidup bersama dengan babi
Vaksinasi merupakan pencegahan yang efektif terhadap influenza.
Vaksin influenza terhadap virus influenza manusia tidak efektif mencegah
virus flu babi H1N1. WHO sedang mengembangkan vaksin flu babi H1N1
dan diharapkan dapat mencegah wabah virus flu babi di seluruh dunia.
(Ishatmini, 2009)

20

j.

Prognosis
Secara umum, 80-90% pasien yang menderita flu babi merasakan

gejala yang parah, namun sembuh tanpa komplikasi, seperti pada pasienpasien di Meksiko dan Amerika Serikat. Namun, pasien dewasa muda di
Meksiko memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Pasien immunocompromised juga memiliki outcome
yang lebih buruk dengan angka mortalitas yang tinggi (Davis, 2010).
Masalah yang berkaitan dengan prognosis masih belum jelas. Faktor
confounding yang mempengaruhi prognosis flu babi adalah penyakit ini
mewabah pada akhir musim flu pada umumnya. Karena flu babi adalah
virus baru dan tidak mengikuti pola flu biasa, prognosisnya sangat
spekulatif (Davis, 2010).

21

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Swine flu atau flu babi adalah penyakit saluran pernafasan akut pada
babi

yang

disebabkan

oleh

virus

influensa

tipe

berfamili

Orthomyxoviridae. Gejala klinis penyakit ini terlihat secara mendadak, yaitu


berupa batuk, dyspneu, demam dan sangat lemah. Penyakit ini dengan
sangat cepat menyebar ke dalam kelompok ternak dalam waktu 1 minggu,
umumnya penyakit ini dapat sembuh dengan cepat kecuali bila terjadi
komplikasi dengan bronchopneumonia, akan berakibat pada kematian.
Diagnosis pastinya dapat dibantu dengen pemeriksaan penunjang
seperti PCR, pemeriksaan serologis dengan peningkatan titer antibodi
spesifik H1 sebesar > 4 x atau hasil dengan IFA positif untuk antigen H1 dan
pemeriksaan rutin. Penderita biasanya diberikan terapi medikamentosa dan
non-medikamentosa. Penyakit flu babi tanpa komplikasi dapat sembuh.
3.2. SARAN
Pelajarilah dan pahamilah mengenai flu babi (H 1N1) karena flu babi
merupakan salah satu dari influenza yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Serta jagalah kesehatan agar terhindar dari flu babi bisa dengan
cara membiasakan mencuci tangan, hindari kontak dengan orang yang
sedang flu atau dengan babi, makan-makanan bergizi seimbang, istirahat
tidur yang cukup dan olah raga.

22

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F.; Butel, Janet S.; Morse, Stephen A. 2008. Jawetz,
Melnick and Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. EGC :
Jakarta

Davis, Charles Patrick MD,PhD. 2010. Swine Flu (Swine Influenza


A

[H1N1]

Virus)

online

http://www.medicinenet.com/swine_flu/article.htm

at
diakses

14 Maret 2012.

Dumyati, G.; Dickinson, G.; Perrotta, D.M. 2009. Study Supports Swine Flus
Pandemic

Potential

online

at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/news/fullstory_83573.html diakses 15
Maret 2012.
Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson,
J.L., Loscalzo, J. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine.
Seventeenth Edition. USA: Mc Graw-Hill Companies Inc.
Ishatmini,drh. dan Setijawati, Drh. 2009. Penyakit Flu Babi. (Fungsional Medik
Veteriner Madya Dinas Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Banyumas) :
Purwokerto. ( WWW.BANYUMASKAB.GO.ID)
Karasin A.I., I.H. Brown, S. Carman and C.W.Olsen. 2000. Isolation and
Characterization of H4N6 Avian Influenza Viruses from Pigs with
Pneumonia in Canada. J. of Vir. (74) 19: 9322-9327.

23

Landolt G.A., A.I. Karasin, L.Philips and C.W.Olsen, 2003. Comparison of the
Pathogenesis of Two Genetically Different H3N2 Influenza Virus in Pigs. J.
Of Clin.Microb. (41) 5: 1936-19041
Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta
Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinis Dasar ed.6. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai