PENDAHULUAN
(Hevea
brasiliensis
Muell.
Arg)
pertama
kali
diperkenalkan di Indonesia tahun 1986 pada waktu itu masih menjadi jajahan
Belanda. Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman
koleksi. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan salah satu
komoditas utama di Indonesiauntuk ekspor maupun untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri sebagai bahan baku keperluan industri. Tanaman
karet banyak tersebar diseluruh wilayah Indonesia, terutama di pulau Sumatra
dan juga pulau lain yang diusahakan baik oleh perkebunan negara, swasta
maupun karet rakyat. Skala yang lebih kecil perkebunan karet didapatkan di
pulau Jawa, Kalimantan dan Indonesia bagian timur.
Areal perkebunan karet terluas di dunia adalah Indonesia bersama dua
negara Asia Tenggara lainnya yaitu Malaysia dan Thailand. Ketiga negara
tersebut bergantian menjadi pemasok utama karet alam di dunia yang
menduduki peringkat 1,2 dan 3. Penyebab naik turunnya posisi pemasok
utama karet adalah kualitas karet ekspor yang dijual di pasar internasional.
Guna menjaga kualitas produksi karet perlu banyak sekali perlakuan dan
perawatan tanaman karet agar produksi karet maksimal.
Persediaan karet di pasar dunia juga dipengaruhi oleh kondisi alam,
terutama hujan dan banjir. Hujan berlebihan yang menimbulkan banjir
mengakibatkan produksi karet menurun. Selain kondisi alam hujan dan banjir
perlu juga diperhatikan penetrasi cahaya, suhu lingkungan, ketersediaan air
dan curah hujan, kelembaban, jenis tanah dan pH tanah serta perawatan dan
penanganan karet agar diperoleh hasil yang maksimal. Sebagai negara
produsen getah karet, maka Indonesia harus memperhatikan segala aspek
tersebut demi peningkatan kualitas karetnya.
Karet merupakan tanaman yang dapat menghasilkan metabolit sekunder
berupa getah (lateks). Pemanfaatan getah banyak digunakan dalam dunia
industri misalnya sebagai bahan pembuat ban kendaraan, bola, sarung tangan,
dan peralatan lainnya. Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekspor
karet alam nomor 2 setelah Thailand, meskipun produksi karet Indonesia
masih dibawah Thailand. Adanya peluang yang sangat besar tersebut
II.2
- Lateks segar
- Air
- Asam formiat (asam semut)
Cara Kerja
No
Penentuan KKK
II
1.
Berat Lateks
100 gram
100 gram
2.
40 gram
35 gram
3.
Faktor koreksi
72 %
72 %
4.
KKK (%)
28,8 %
25,2 %
II.3
Pembahasan
harga atau uji ulang KKK karena harga getah karet dipengaruhi oleh nilai
kadar karet kering. Jika kadar karet keringnya tinggi petani mengalami
keuntungan dari segi harga sedangkan pihak pabrik mengalami kerugian
karena masih ada air yang tersimpan dalam lateks dan apabila diolah lebih
lanjut dapat merusak produk akibat tumbuh jamur. Namun jika kadar karet
keringnya ringan petani mengalami kerugian sedangkan pihak pabrik
mengalami keuntungan dari segi kualitas lateks dengan kandungan air di
dalamnya berkurang dan meminimalisir tumbuhnya jamur atau kontaminan.
Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut diambil jalan tengah yaitu
untuk menentukan harga getah karet dilihat dari kadar karet kering yang
menguntungkan bagi pihak petani maupun pihak pabrik.
Kadar Karet Kering (KKK) merupakan kandungan padatan karet per
satuan berat (%) yang telah dilakukan menggunakan prinsip dalam metode
pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan,
pencucian dan pengeringan. Kadar karet kering diperlukan untuk menetapkan
jumlah bahan yang dibutuhkan dalam proses pengolahan lateks dan untuk
menetapkan jumlah asam yang dibutuhkan dalam proses koagulasi.
Dalam praktikum yang telah dilakukan, yaitu menentukan Kadar Karet
Kering (KKK) lateks menggunakan mesin penggilingan karet. Untuk
mengetahui Kadar Karet Kering (KKK) Lateks, perlu dilakukan beberapa
tahapan yaitu sebagai berikut:
Tahap pertama pengambilan lateks segar sebanyak 100 ml kemudian
ditambahkan asam formiat sebanyak 3 cc atau 3 tetes, fungsi ditambahkan
asam formiat ke dalam lateks adalah untuk mempercepat proses
penggumpalan. Setelah itu diaduk perlahan hingga menggumpal dan digiling
hingga menjadi lateks crepe untuk memperluas permukaan dan mempercepat
proses pengeringan lateks. Setelah itu dikeringkan dengan menggunkan kain
penyerap untuk mengurangi kadar airnya. Setelah dikeringkan, crepe
ditimbang kemudian ditentukan nilai kadar karet kering nya.
Dari hasil perhitungan kadar karet kering lateks, didapatkan nilai KKK
nya yang pertama sebesar 28,8 % dan nilai KKK yang kedua sebesar 25,2 %,
yaitu dengan mengetahui berat crepe yang telah ditimbang kemudian
dikalikan dengan faktor koreksinya. Sehingga didapatkan hasilnya sebagai
berikut:
Selain itu, untuk menentukan harga getah karet dilihat dari kadar karet
keringnya yang menguntungkan bagi pihak petani maupun pihak pabrik.
IV. KESIMPULAN
1. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menentukan kadar karet kering (KKK)
lateks dengan menggunakan mesin penggilingan karet yaitu alat berupa
timbangan, mangkok plastik, mangkok bertangkai, kain penyerap dan kawat
aluminium. Kemudian bahan yang diperlukan yaitu seperti lateks segar, air dan
asam formiat (asam semut).
2. Kriteria lateks yang kualitasnya baik untuk proses pengolahan karet yaitu tidak
boleh dicampur dengan air, lateks berwarna putih dan berbau segar dan lateks
bersih serta tidak mengandung banyak kotoran atau terkontaminasi.
3. Cara menentukan kadar karet kering (KKK) lateks menggunakan mesin
penggilingan yaitu dapat dilakukan dengan beberapa tahapan seperti
pengambilan lateks segar yang kemudian ditambahkan larutan asam formiat
dan diaduk secara merata hingga membeku, setelah itu digiling menggunakan
mesin penggilingan karet hingga menjadi crepe, crepe dikeringkan dan
kemudian ditimbang. Selanjutnya dilakukan perhitungan KKK nya dan dari
hasil perhitungannya didapatkan nilai KKK yang pertama dengan berat crepe
40 gram sebesar 28,8 % dan yang kedua dengan berat crepe 35 gram sebesar
25,2 %.
DAFTAR PUSTAKA
Chapter, 2011. Karet. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara
Http://www.antakowisena.com/artikel/pengolahan-bahan-olahan-karet-rakyatbokar.html
Https://millamaulidia.wordpress.com/2012/05/08/laporan-pengolahan-lateks/
Nazarrudin & Paimin, 2006. Karet, strategi pemasaran dan pengolahan. Penebar
Swadaya. Jakarta
Setyamidjaja, D., 1993. Karet Bidudaya dan Pengolahan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Suwarto, 2010. Budi Daya Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya.
Jakarta