Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama
Jenis kelamin
Tempat, tanggal lahir
Pekerjaan
Agama
Suku bangsa
Alamat
Status

: Tn. S
:L
: 2 Agustus 1956 (59 tahun)
: Swasta
: Islam
: Jawa
: Menteng Rawa Panjang RT 002/006 Menteng Atas, Jakarta
Selatan
: Menikah

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Mei 2016, pada pukul 11.00
WIB di Poliklinik Mata RSAL dr. Mintohardjo, Jakarta.
A. Keluhan utama
Mata kanan pasien melihat sedikit kabur sejak tanggal 19 Desember 2015 (3
hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)).
B. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan mata
kanan agak kabur untuk melihat sejak 3 hari SMRS. Keluhan lain seperti mata merah,
gatal, dan mata berair disangkal. Awalnya, pada tanggal 19 Desember 2015 mata
kanan pasien terpukul balok kayu dan penglihatan menjadi agak kabur lalu pasien
berobat ke Puskesmas dan mata dibersihkan. Pada tanggal 20 Desember 2015 pasien
dirujuk ke RS Agung dengan keluhan yang sama. Pada tanggal 21 Desember 2015
pasien berobat ke poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan penglihatan
mata kanan bertambah kabur dan terkesan berkabut dan mata menjadi silau serta mata
terasa tidak nyaman. 2 minggu kemudian pasien kembali datang dengan keluhan
penglihatan semakin kabur, terdapat penglihatan ganda pada mata kanan, pasien
melihat pelangi saat menatap cahaya, dan kepala terasa nyeri serta adanya bayangan
hitam di bagian pinggir mata saat melihat, seakan melihat terowongan. Keluhan lain
seperti muntah disangkal. Dan keluhan yang sama pada mata kiri juga disangkal.

Pasien mengatakan bahwa sebelum keluhan terjadi, penglihatan pasien masih baik
dan pasien dapat melihat jauh dengan jelas.
C. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes disangkal. Riwayat operasi dan
rasiasi pada mata sebelumnya disangkal.
D. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit hipertensi dan diabetes pada keluarga disangkal. Riwayat katarak dan
glaukoama pada keluarga disangkal.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1 STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
: compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Kesan gizi
: cukup
Tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi
: 72x/menit
Pernafasan
: 16x/menit
Suhu
: afebris

1.3.2

Status oftamologis

OD
1/300

Visus dan refraksi

OS
6/6 E

Orthoforia

Kedudukan bola

Orthoforia

mata
Pergerakan bola
mata
2

Ptosis (-), lagoftalmus (-), blefaritis

Palpebra superior

Ptosis (-), lagoftalmus (-), blefaritis

(-), hordeolum (-) kalazion (-),

(-), hordeolum (-) kalazion (-),

ektropion (-), entropion (-), oedem

ektropion (-), entropion (-), oedem

(-), trikiasis (-), hematoma (-)

(-), trikiasis (-), hematoma (-)

lagoftalmus (-), blefaritis (-),

Palpebra inferior

lagoftalmus (-), blefaritis (-),

hordeolum (-) kalazion (-),

hordeolum (-) kalazion (-),

ektropion (-), entropion (-), oedem

ektropion (-), entropion (-), oedem

(-), trikiasis (-), hematoma (-)

(-), trikiasis (-), hematoma (-)

Hiperemis (-), pterigium (-),

Konjungtiva tarsal

Hiperemis (-), pterigium (-),

subkonjunctival bleeding (-),

superior

subkonjunctival bleeding (-),

pingekuela (-), folikel (-), sekret (-)


Sekret (-), hiperemis (-), folikel (-),

Konjungtiva tarsal

pingekuela (-), folikel (-), sekret (-)


Sekret (-), hiperemis (-), folikel (-),

papil (-)

inferior

papil (-)

Kemosis (-), injeksi konjungtiva (-),

Konjungtiva bulbi

Kemosis (-), injeksi konjungtiva (-),

injeksi siliar (-), pterigium (-),

injeksi siliar (-), pterigium (-),

perdarahan subkonjungtiva (-)

perdarahan subkonjungtiva (-)

Jernih, sikatrik (-), ulkus (-),

Kornea

Jernih, sikatrik (-), ulkus (-),

neovasularisasi (-), perforasi (-),

neovasularisasi (-), perforasi (-),

benda asing (-), oedem (-)

benda asing (-), oedem (-)

Dangkal, hifema (-), hipopion (-),

COA

flare (-)

Dangkal, hifema (-), hipopion (-),


flare (-)

Cokelat, kripti (+), sinekia (-)

Iris

Cokelat, kripti (+), sinekia (-)

Tepi reguler, bulat, RCL (+), RCTL

Pupil

Tepi reguler, bulat, RCL (+), RCTL

(+)

(+)

Keruh

Lensa

Keruh

Sulit dinilai

Viterus

Sulit dinilai

Papil batas tegas, terlihat pucat,

Funduskopi

Papil batas tegas, terlihat pucat,

rasio c/d: 0,8


35 mmHg

rasio c/d: 0,5


TIO (non kontak)

34 mmHg
3

Menyempit

Tes konfrontasi

Menyempit

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
1.5 RESUME
Pasien laki-laki usia 59 tahun datang ke poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo
dengan keluhan mata kanan agak kabur untuk melihat sejak 3 hari SMRS. Keluhan
lain seperti mata merah, gatal, dan mata berair disangkal. Awalnya, pada tanggal 19
Desember 2015 mata kanan pasien terpukul balok kayu dan penglihatan menjadi agak
kabur lalu pasien berobat ke Puskesmas dan mata dibersihkan. Pada tanggal 20
Desember 2015 pasien dirujuk ke RS Agung dengan keluhan yang sama. Pada tanggal
21 Desember 2015 pasien berobat ke poliklinik mata RSAL dr. Mintohardjo dengan
keluhan penglihatan mata kanan bertambah kabur dan terkesan berkabut dan mata
menjadi silau serta mata terasa tidak nyaman. 2 minggu kemudian pasien kembali
datang dengan keluhan penglihatan semakin kabur, terdapat penglihatan ganda pada
mata kanan, pasien melihat pelangi saat menatap cahaya, dan kepala terasa nyeri serta
adanya bayangan hitam di bagian pinggir mata saat melihat, seakan melihat
terowongan. Keluhan lain seperti muntah disangkal. Dan keluhan yang sama pada
mata kiri juga disangkal. Pasien mengatakan bahwa sebelum keluhan terjadi,
penglihatan pasien masih baik dan pasien dapat melihat jauh dengan jelas.
Riwayat hipertensi dan DM sebelumnya dan pada keluarga disagkal. Riwayat
pembedahan pada mata disangkal. Riwayat katarak dan glaukoma disangkal.
Pada pemeriksaan status generalis tidak ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan visus dan refraksi, pergerakan bola mata, pemeriksaan palpebra dan
konjungtiva, kornea, iris, pupil, dan vitreus dalam batas normal. Pada pemeriksaan
tajam penglihatan didapatkan visus mata kanan 1/300 dan mata kiri 6/6, COA
ditemukan dangkal pada kedua mata, lensa keruh pada kedua mata. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan mata kanan papil batas tegas, terlihat pucat, rasio c/d: 0,8 dan
pada mata kiri papil batas tegas, terlihat pucat, rasio c/d: 0,5. TIO 35/34 mmHg dan
lapang pandang menyempit.
1.6 DIAGNOSA KERJA
4

Glaukoma sekunder ec katarak traumatik


1.7 DIAGNOSA BANDING
- Glaukoma primer akut sudut tertutup
- Ablasio retina
1.8 PEMERIKSAAN ANJURAN
- Permeriksaan perimetri
- Pemeriksaan gonioskopi
- Persiapan operasi:
o Pemeriksaan darah lengkap
o Foto thoraks dan EKG
o Pemeriksaan biometri
1.9 PENATALAKSANAAN
Non medika-mentosa:
1. Edukasi
a. Menjaga tekanan intraokular dengan rajin memeriksakan diri ke dokter dan
mengkonsumsi obat dengan teratur
b. Menjaga tekanan darah, salah satunya dengan menjaga pola makan
c. Perlunya operasi katarak
2. Rujuk ke dokter spesialis mata guna dilakukan prosedur pembedahan ekstraksi
katarak.
Medikamentosa:
1. Obat:
- Glaopen eye drop 1 dd gtt I
- Glaucon 250 mg 3x1
- Aspar K 3x1
2. Pembedahan:
- Ekstraksi katarak
1.10

PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam

: dubia ad bonam

Ad snactionam

: dubia ad bonam

BAB II
ANALISA KASUS

Diagnosa glaukoma ec katarak pad apasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan oftalmologi.
1. Pasien laki-laki usia 59 tahun datang keluhan penglihatan mata kanan yang semakin
kabur dari waktu ke waktu. Dari segi usia dapat dipikirkan gangguan mata yang
berkaitan dengan pertambahan usia seperti kelainan degeneratif yang terjadi pada
media refraksi, contohnya lensa, gangguan vaskular, atau gangguan metabolik.
Penurunan penglihatan ini tidak disertai dengan keluhan mata merah, gatal, atau
berair. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat keadaan mata
tenang dengan penurunan visus perlahan, sehingga dapat diperkirakan penyebabnya
adalah karena katarak, glaukoma, dan retinopati. Tajam penglihatan yang menurun
sendiri dapat disebabkan oleh proses hidrasi dan denaturasi protein yang
menghamburkan berkas cahaya sehingga mengurangi transparansi lensa. Visus turun
perlahan pada mata tenang ini juga dapat dikarenakan glaukoma, dimana pada
glaukoma dapat terjadi lapang pandang yang menyempit.
2. Pasien juga mengeluh penglihatan berkabut dan mata menjadi silau. Hal ini sesuai
dengan teori, dimana pasien dengan katarak mengeluh penglihatan berkabut, berasap,
atau berembun. Mata silau terutama saat melihat cahaya sendiri disebut juga
fotofobia, hal ini disebabkan karena opasitas lensa mengakibatkan terjadinya
pembiasan akibat perubahan indeks refraksi lensa.
3. Terdapat penglihatan ganda pada mata kanan dikarenakan adanya perbedaan indeks
refraksi antara satu bagian lensa yang mengalami kekeruhan dengan bagian lensa
lainnya.
4. Adanya keluhan pasien melihat pelangi saat menatap cahaya atau biasa disebut halo
dikarenakan adanya gangguan sirkulasi atau karena adanya dilatasi pupil. Hal ini
merupakan salah satu tanda dari glaukoma.
5. Keluhan kepala terasa nyeri serta bayangan hitam di bagian pinggir mata saat melihat,
seakan melihat terowongan adalah salah satu tanda dari glaukoma. Rasa nyeri adalah
tanda dari peningkatan tekanan intraokular. Sedangkan tunnel vision disebabkan oleh
cedera pada retina, saraf optik, atau bahkan otak.

6. Riwayat trauma tumpul pada mata dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari
palpebra sampai dengan saraf optikus berupa kerusakan molekuler, reaksi vaskuler,
dan robekan jaringan.
7. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus mata kanan 1/300 dan visus mata kiri
6/6 Add +3.00. COA ditemukan dangkal pada kedua mata, lensa keruh pada kedua
mata. Dari hasil pemeriksaan tersebut diagnosa mengarah ke arah katarak. Adanya
trauma yang mengawali keluhan mengarahkan diagnosis ke arah katarak traumatika.
Pada pemeriksaan funduskopi ditemukan mata kanan papil batas tegas, terlihat pucat,
rasio c/d: 0,8 dan pada mata kiri papil batas tegas, terlihat pucat, rasio c/d: 0,5. TIO
35/34 mmHg dan lapang pandang menyempit. Hal tersebut menunjukkan adanya
glaukoma, yang dicurigai sebagai glaukoma sekunder akibat katarak traumatika.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis, maka pasien didiagnosa


dengan glaukoma sekunder akibat katarak traumatika. Seperti yang kita ketahui, katarak dan
glaukoma digolongkan dalam mata tenang visus turun perlahan.
Penatalaksanaan untuk kataarak adalah dengan pembedahan dimana merupakan solusi
terbaik untuk mengobati katarak dengan angka keberhasilan mencapai 95%. Alasan pada
pasien ini dianjurkan untuk dilakukannya operasi katarak antara lain:
1. Visus yang turun mulai mengganggu aktivitas
2. Mencegah terjadinya katarak hipermatur yang dapat menyebabkan komplikasi lain
seperti uveitis dan glaukoma
Dianjurkan dilakukan fakoemulsifikasi karena lebih menguntungkan dengan insisi
yang lebih sedikit dan tanpa jahitan sehingga mempermudah penyembuhan luka paska
operasi.
Penatalaksanaan untuk glaukoma adalah dengan memberikan obat-obatan yang
menurunkan tekanan intraokular dengan cara supresi pembentukan aquoeus humor, fasilitasi
keluar aquoeus humor, dan penurunan volume vitreus. Target penurunan TIO adalah 30%.
Glaopen eye drop 1 dd gtt I mengandung latanoprost 0.05 mg merupakan analog
prostaglandin yang berguna untuk memfasilitasi aliran keluar aquoeus humor, obat ini akan
mereduksi 25-33% TIO. Glaucon 250 mg 3x1 mengandung acetazolamid merupakan
Carbonic anhidrase inhibitors berguna untuk mensupresi pembentukan aquoeus humor dan
7

akan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Selain pengobatan secara medikamentosa, metode
non medika mentosa juga diperlukan yaitu dengan pemberian edukasi kepada pasien untuk
menjaga tekanan intraokular dengan rajin memeriksakan diri ke dokter dan mengkonsumsi
obat dengan teratur, serta menjaga tekanan darah, salah satunya dengan menjaga pola makan.
Serta edukasi mengenai perlunya operasi katarak. Lalu rujuk ke dokter spesialis mata guna
dilakukan prosedur pembedahan ekstraksi katarak.
Prognosis ad vitam adalah ad bonam karena glaukoma ec katarak traumatika tidak
berpotensi menyebabkan kematian. Prognosis ad fungtionam adalah dubia ad bonam karena
diharapkan setelah dilakukan pengobatan dan pembedahan, keluhan yang dirasakan pasien
akan berkurang. Prognosis ad sanactionam adalah dubia ad bonam karena timbulnya
glaukoma paska operasi masih mungkin terjadi.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
LENSA
Lensa adalah sebuah struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna, dan hampir
transparan, dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa berfungsi memfokuskan bayangan
pada lensa. Posisinya tepat di sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang
berasal dari korpus siliaris. Serat-serat ini menyisip pada bagian ekuator kapsul lensa. Kapsul
lensa adalah suatu membran basilis yang mengelilingi substansi lensa. Sel-sel epitel dekat
ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat
lensa baru sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nukleus sentral, serat
muda yang kurang padat di sekeliling nukleus menyusun korteks lensa. Karena lensa bersifat
avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat dari aqueous humor.
Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut di
dalam aqueous.1,2
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata
dan bersifat bening terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram
bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri
dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh),
dan sedikit sekali mineral. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water
soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (), beta () dan delta kristalin.
Sedangkan yang termasuk water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada kebanyakan jaringan lain. Seperti telah
disinggung sebelumnya, tidak ada reseptor nyeri dan pembuluh darah di lensa,3,4
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
-

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk

menjadi cembung
Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
Terletak di tempatnya

Keadaan patologik lensa ini dapat berubah:


-

Tidak kenyal pada orang dewasa yang dapat mengakibatkam presbiopia


Keruh atau apa yang disebut katarak
Tidak berada di tempat atau subluksasi atau dislokasi

Gambar 1. Anatomi lensa

Gambar 2. Struktur lensa

Seiring dengan bertambahnya usia, serat lamelar subepitelial akan semakin bertambah
banyak, sehingga lensa akan bertambah besar dan kurang elastis seiring dengan
bertambahnya usia. Korteks dan nukleus lensa terdiri dari lamer-lamer konsentris, dengan
nukleus lensa lebih keras dibandingkan korteksnya. Garis-garis persambungan (suture line)
yang terbentuk dari persambungan tepi-tepi serat lamelar ini akan berbentuk seperti huruf Y
saat dilihat menggunakan slit lamp, dan huruf Y ini akan tampak tegak di bagian anterior dan
terbalik di bagian posterior.2
Seiring dengan bertambahnya usia dan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti
trauma, toksin, penyakit sistemik seperti diabetes melitus, merokok, dan faktor keturunan,
dapat terjadi kekeruhan pada lensa yang disebut juga dengan katarak. Patogenesis dari
katarak sendiri sebenarnya belum diketahui secara pasti, namun pada beberapa stadium
tertentu dari katarak dapat terjadi komplikasi berupa glaukoma, yang sering juga disebut
dengan lens-induced glaucoma.1

10

Sudut bilik mata depan


Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut filtrasi ini
berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang
menghubungkan akhir dari membran Descement dan membran Boman, lalu ke posterior 0,75
mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal Schlemm dan trabekula sampai ke COA. Limbus
terdiri dari dua lapisan epitel dan stroma. Epitelnya dua kali tebal epitel kornea. Di dalam
stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. Siliaris anterior.1,5,6
Bilik mata depan terdapat diantara kornea perifer dan iris, dengan struktur anatomi
utama yaitu jalinan trabekular dan garis Schwalbe. Jalinan trabekular adalah sebuah struktur
yang berjalan melalui sulkus sklera, berbentuk segitiga dengan dasar pada badan siliar.
Jalinan trabekular terdiri dari jaringan kolagen dan jaringan elastis, yang membentuk kanalis
Schlemm. Jalinan trabekular dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu jalinan uveal, jalinan
korneoskleral, dan jalinan jukstakanalikular, jalinan uveal terletak di bagian internal yang
menghadap ke bilik mata depan, sedangkan jalinan korneoskleral terletak di bagian eksternal,
bersebelahan dengan kanalis Schlemm. Bagian terluar dari jalinan trabekular adalah jalinan
jukstakanalikular, yang terdiri dari lapisan jaringan ikat yang meiliki tebal yang bervariasi.
Kanialis Schlemm sendiri terdiri dari sel-sel endothelial yang dikelilingi jaringan ikat seperti
vena. Kanalis Schlemm memiliki kanalis pengumpul internal yang berhubungan dengan vena
episkleral dan vena konjungtival melalui kanalis pengumpul eksternal, yaitu pleksus vena
intraskleral, pleksus sklera profundus, dan vena akuos.1

11

Gambar 3. Sudut bilik mata depan


Persarafan simpatis jalinan trabekular berasal dari ganglion simpatis superior,
sedangkan persarafan parasimpatis berasal dari ganglion siliaris. Saraf sensoris bilik mata
depan berasal dari ganglion trigeminalis.1
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran
cairan mata maka akan terjadi penimbunan cairan bilik mata sehingga tekanan bola mata
meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal
Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Sudut filtrasi berbatas dengan akar
berhubungan dengan sklera kornea dan disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin
melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot
siliar longitudinal.3

AQUOEUS HUMOR
Tekanan intaokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.4
Aquoeus humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior
mata. Volumenya adalah sekitar 250 ul, dan kecepatan pembentukannya yang bervariasi
12

diurnal adalah 2,5 uL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma.
Kompisisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang
lebih rendah.4
Pembentukan dan Aliran Aquoeus Humor
Aquoeus humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius epitel siliaris.
Setelah masuk ke bilik mata depan, aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata
depan lalu ke anyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen aqueous dengan darah di iris.4
Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan kadar preotein. Hal itu
disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan serum darah.4
Aliran Keluar Aquoeus Humor
Anyaman trabekula terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori yang
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalam anyaman trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut
sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga menigkat. Aliran aqueous humor ke dalam
kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan
endotel. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor keluar
dari mata antara berkas otot siliaris ke runag suparakhnoid dan dalam sistem vena corpus
siliare, koroid, dan sklera (aliran uveoskleral).4
Tahanan utama aliran keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah jaringan
jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal Schlemm dan bukan sistem
vena. Namun, tekann di jaringan vena episklera menentukan nilai minimum tekanan
intraokular yang dapar dicapai oleh terapi medis.4

13

Gambar 4. Aliran aqueous humor

Tekanan bola mata


Tekanan intraokular dinyatakan dalam satuan mmHg. Normalnya tekanan intaokular
adalah 12-22 mmHg, tekanan diatas 22 mmHg tergolong lebih tinggi dari normal. Ketika
tekanan intraokular lebih tinggi dari normal namun tidak didapatkan gejala glaukoma maka
hal tersebut termasuk hipertensi okular.3
Tekanan intraokular dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu4:

Variasi diurnal
Detak jantung
Respirasi
Olahraga
Fluid intake
Obat-obatan sistemik
Obat-obatan topikal
Konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan intraokular. Di beberapa studi, kafein

tidak dibuktikan memiliki efek dalam menurunkan atau meningkatkan tekanan


intraokular. Tekanan intraokular ditunjukkan alan lebih meninggi saat seseorang
berbaring dibandingkan berdiri, terutama karena tekanan di vena episkleral yang
meningkat. Beberapa orang memiliki peningkatan tekanan intraokular yang berlebih saat
berbaring, dan hal ini dapat mencetuskan terjadinya glaukoma dalam beberapa kasus.
Tekanan intraokular juga biasanya meningkat seiring usia dan berhubugan dengan
genetik.7
GLAUKOMA
14

DEFINISI
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah suatu
neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan
pengecilan lapang pandang; biasanya disetai peningkatan tekanan intraokular.1,2
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini disebabkan oleh
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan
mata did aerah sudut bilik mata atau di celah pupil.2

Gambar 5. Perbedaan mata normal dan mata glaukoma


EPIDEMIOLOGI
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika
Serikat terkena glaukoma, dan diantara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis.
Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Glaukoma
sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih, menyebabkan
penyempitan lapang pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul perlahan dan
sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang luas. Ras kulit
hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan diagnosis, dan
penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih. Glaukoma sudut tertutup
didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Presentase ini jauh lebih tinggi pada orang
Asia dan suku Inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan
bilateral akibat glaukoma di Cina. Galukoma tekanan normal merupakan tipe yang paling
sering didapatkan di Jepang.1
KLASIFIKASI GLAUKOMA
Glaukoma dibagi atas glaukoma primer, sekunder, dan kongenital.4
1. Glaukoma primer
15

Pada glaukoma primer tidak diketahui penyebabnya, didapatkan bentuk:


a. Glaukoma sudut tertutup (closed angle glaucoma, acute congestive glaucoma)
b. Glaukoma sudut terbuka (open angle glaucoma, chronic simple glaucoma)
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata, disebabkan:
Kelainan lensa
- Luksasi
Pembengkakan (intumesen)
Fakolitik
Kelainan uvea
Uveitis
Tumor
Trauma
Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema)
Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan lekoma adheren
Pembedahan
Bilik depan mata yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak.
Penyebab glaukoma sekunder lainnya:
Rubeosis iridis (akibat trombois vena retina sentral)
Penggunaan kortikosteroid topikal berlebihan
3. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil (Buftalmos, hidroftalmos).
Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan kongenital lain.
4. Glaukoma absolut
Keadaan akhir suatu glaukoma, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular1:


A. Glaukoma sudut terbuka
1. Membran pratrabekular
Semua kelianna ini dapat berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup akibat
kontraksi membran pratrabekular.
a. Glaukoma neovaskular
b. Pertumbuhan epitel ke bawah
c. Sindrom ICE
2. Kelainan trabekular
a. Glaukoma sudut terbuka primer
b. Glaukoma kongennital
c. Glaukoma pigmentasi
d. Sindrom eksfoliasi
e. Glaukoma akibat steroid
f. Hifema
g. Kontusio atau resesi sudut
h. Iridosiklitis (uveitis)
i. Glaukoma fakolitik
16

3. Kelainan pasca trabekular


a. Peningkatan tekanan vena episklera
B. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil (iris bombe)
a. Glaukoma sudut tertutup primer
b. Seklusio pupilae (sinekia posterior)
c. Instumesensi lensa
d. Dislokasi lensa anterior
e. Hifema
2. Pergeseran lensa ke anterior
a. Glaukoma sumbatan siliaris
b. Oklusi vena sentralis retina
c. Skleritis posterior
d. Paska bedah ablasio retina
3. Pendesakan sudut
a. Iris plateau
b. Intumesensi lensa
c. Midriasis untuk pemeriksaan fundus
4. Sinekia anterior perifer
a. Penyempitan sudut kronik
b. Akibat bilik mata depan yang datar
c. Akibat iris bombe
d. Kontraksi membran pratrabekular

PATOFISIOLOGI GLAUKOMA
Aqueous humor adalah yang mengisi bagian depan dan belakang mata. Cairan ini
dihasilkan oleh korus siliaris dengan jumlah 2,5 mikro liter/menit. Aqueous humor
berjalan dari posterior hingga ke anterior dan kembali ke vena episklera. Apabila terjadi
hambatan pada aliran tersebut, maka akan terjadi peningkatan tekanan intraokular yang
menyebabkan gejala, salah satunya adalah gangguan penglihatan.2
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel
ganglion retina yang mengakibatkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam
retina serta berkurangnya akses di nervus opticus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai
pembesaran cawan optik.1
Efek peningkatan tekanan intraokular dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar
peningkatan tekanan intraokular. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular
mencapai 60-80 mmHg, menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai
edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
tekanan intraokular biasanya tidak meningkat lebih dari 30 mmHg dan kerusakan sel
gangliom terjadi setelah waktu yang lama, sering setelah beberapa tahun. Pada glaukoam
17

tekanan normal, sel-sel gangliom retina mungkin rentan mengalami kerusakan akibat
tekanan intraokular dalam kisaran normal, atau mekanisme kerusakannya yang utama
mungkin iskemia optic nervi optici.1

18

Gambar 6. Glaukoma

19

GLAUKOMA AKIBAT KELAINAN LENSA

Definisi
Lens-induced glaucoma adalah glaukoma yang diasosiasikan dengan absorpsi spontan
dari substansi lensa melalui kapsula yang intak. Pengertian lebih lanjut dari lens-induced
glaucoma pada saat ini adalah kondisi klinis dengan karakteristik glaukoma sekunder di satu
mata dengan katarak senilis hipermatur maupun imatur dan matur dengan sudut terbuka,
tekanan intraokular yang normal di satu mata dan sudut terbuka, dan hilangnya gejala dan
membaiknya visus detelah dilakukan ekstraksi katrak di mata yang terkena.8
Lens-induced glaucoma terdiri dari glaukoma akibat dislokasi lensa, glaukoma
fakomorfik dan fakolitik, yang akan dibahas lebih lanjut.
Epidemiologi
Tidak ada statistik epidemiologi resmi mengenai jumlah kasus baik glaukoma
fakolitik maupun fakomorfik, namun keduanya lebih sering terjadi di negara berkembang
dimana akses perawatan kesehatan masih belum merata dan memadai, terutama untuk
penanganan operasi katarak. Tidak ada tendensi ras maupun jenis kelamin pada kedua kasus
ini, namun untuk usia, secara garis besar glaukoma fakomorfik maupun fakolitik didapatkan
pada pasien usia tua dengan katarak senilis, namun dapat juga terjadi pada pasien usia muda
setelah terkena katarak trumatik atau katarak intumesen yang berkembang dengan cepat,
terutama untuk kasus glaukoma fakolitik. Dislokasi lensa sendiri sering terjadi paska
pemasangan IOL pada operasi katarak.9,10
Etiologi
Lensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan,
misalnya pada sindrom Marfan. Glaukoma fakomorfik terjadi akibat intumesensi lensa.
Dalam keadaan katarak tertentu, terjadi hidrasi lensa berlebih, terutama pada stadium imatur
dan matur, sehingga lensa menjadi membesar. Hidrasi lensa ini dapat mencapai bilik mata
depan, sehingga terjadi keadaan blokade pupil dan glaukoma sekunder sudut tertutup.1, 2
Pada glaukoma fakolitik, katarak stadium lanjut seperti hipermatur dapat
menyebabkan kebocoran pada bagian kapsula anterior, yang menyebabkan protein lensa cair
dapat mencapai bilik mata depan. Terjadi reaksi inflamasi di bilik mata depan dan jalinan
20

trabekular menjadi oedem dan terjadi obstruksi akibat protein lensa, yang menyebabkan
kenaikan tekanan.2
Patofisiologi
1. Dislokasi lensa
Dislokasi lensa atau ectopia lentis parsial atau total dapat bersifat herediter atau
disebabkan oleh trauma.1

Dislokasi lensa herediter


Dislokasi lensa herediter biasanya bilateral dan sering menyertai homosisteinuria dan

sindroma Marfan. Penglihatan kabur khususnya apabila lensa mengalami dislokasi keluar
dari garis pandangan. Jika dislokasinya parsial, tepi lensa dan serat zonula yang
memegangnya dapat terlihat di pupil. Kalau lensanya mengalami dislokasi total ke dalam
vitreus, lensa dapat dilihat dengan oftalmoskop.1
Lensa yang mengalami dislokasi parsial sering dipersulit dengan pembentukan
katarak. Jika demikian, kataraknya harus diangkat, namun prosedur ini harus ditunda selama
mungkin karena ada risiko kehilangan vitreus yang cukup bermakna, yang bisa menyebabkan
ablasio retina. Kalau lensanya bebas di dalam vitreus, dapat terjadi glaukoma yang berespon
jelek terhadap terapi di masa yang akan datang. Kalau dislokasinya parsial dan lensanya
jernih, prognosis penglihatannya baik.1
Dislokasi lensa traumatik
Dislokasi lensa traumatik parsial atau total dapat terjadi setelah terjadi cedera
kontusio, seperti pukulan tinju ke mata. Jika dislokasi terjadi parsial, mungkin tidak akan ada
gejala, tetapi jika lensanya mengambang di dalam vitreus, pasien mengalami kabur
penglihatan dan biasanya mata merah. Iridodonesis, iris yang bergetar saat pasien
menggerakkan matanya adalah tanda umum dislokasi lensa dan ini disebabkan oleh
hilangnya penopang lensa. Tanda ini terdapat pada dislokasi lensa parsial maupun total tetapi
lebih jelas pada dislokasi total.1
Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada apertura pupil yang
menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga
berkaitan dengan glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik.1

21

2. Glaukoma fakomorfik
Glaukoma fakomorfik terbentuk dengan diawali oleh adanya proses katarak senilis
pada lensa. Pada orang lanjut usia, menurunnya kadar antioksidan dapat menyebabkan
paparan radikal bebas yang berlebih pada lensa dan akan terjadi kerusakan oksidatif pada
lensa. Akan timbul zat peroksidase lipid, terutama pada membran sel lensa yang akan
menyebabkan gangguan pada pompa Na-K, yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik
lensa yang akan menyebabkan hidrasi lensa. Hidrasi lensa berlebih ini akan menyebabkan
perubahan bentuk lensa menjadi mencembung dan menimbulkan kekeruhan pada lensa.11, 12
Mekanisme primer pada glaukoma fakomorfik adalah lensa yang menebal dan
mencembung sehingga menyebabkan blokade pupil dalam sudut tertutup. Kenaikan tekanan
intraokular pada kasus ini diakibatkan karena blokade pupil yang terdiri dari kombinasi
perubahan ukuran lensa dan displacement lensa hingga menyentuh bilik mata depan sehingga
menimbulkan keadaan sudut bilik mata depan tertutup. Keadaan ini akan menghambat aliran
aqueous humor dan menimbulkan gejala seperti glaukoma akut sudut tertutup.12
3. Glaukoma fakolitik
Glaukoma fakolitik adalah glaukoma inflamatorik yang diakibatkan oleh kebocoran
protein lensa melalui kapsula lensa pada keadaan katarak hipermatur maupun matur. Seiring
dengan berjalannya usia, komposisi protein lensa berubah, dengan terjadi peningkatan
konsentrasi dari protein bermolekul tinggi. Pada kasus katarak hipermatur, protein tersebut
terlepas melewati kapsula lensa yang akan mencetuskan terjadinya glaukoma sekunder akibat
adanya protein tersebut, makrofag fagositik dan sel-sel inflamasi lainnya yang menyebabkan
jalinan trabekular menjadi oedem dan tersumbat, sehingga aliran aquoeus humor menjadi
tidak lancar. Glaukoma fakolitik dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yang pertama, bentuk
akut akibat terjadinya kebocoran protein lensa yang hebat sehingga menyebabkan oklusi
jaringan trabekular dan yang kedua yaitu dengan onset yang lebih gradual akibat dari respon
imun yang disebabkan kebocoran pada bilik mata depan.10, 13
Manifestasi klinis
1. Dislokasi lensa
Pasien biasanya mengeluh tajam penglihatan berkurang baik berupa
hipermetropia yang disebabkan oleh afakia maupun miopia yang disebabkan miopia.
22

Keluhan biasanya disertai diplopia, dengan lepasnya zonnula zinii menyebabkan pula
kurangnya daya akomodasi. Keluhan lain adalah melihat halo serta fotosensitif.1
Gejala objektifnya antara lain bilik mata depan akan terlihat dangkal pada
tempat masih terdapat lensa, sedangkan pada tempat yang tidak terdapat lensa, bilik
mata depan akan terlihat dalam. Pupil pada mata afakia akan terlhat hitam, sedangkan
pada mata dengan lensa akan keruh.Pada mata yang tidak terdapat lensa akan
didapatkan iridodonesia (iris tremulans) karena tidak ada tahanan di belakang iris.
Pada funduskopi akan tampak 2 papil yang dibentuk oleh sinar yang melalui pupil
yang tidak ada lensa dan yang ada lensa.1,3
2. Glaukoma Fakomorfik
Glaukoma fakomorfik dapat dikenali dari keluhan utama pasien yaitu mata
merah dan terasa nyeri di satu mata yang sudah terjadi penurunan visus tanpa ada
keluhan lain sebelumnya. Pasien juga mengeluh adanya melihat bayangan seperti
pelangi (halo), rasa mual dan muntah serta adanya riwayat katarak sebelumnya. Pada
pemeriksaan segmen anterior dapat ditemukan adanya injeksi konjungtiva dan
episklera, edema kornea, bilik mata dangkal dan katarak imatur pada lensa disertai
lensa yang letaknya lebih di depan. Dapat juga ditemukan pupil yang ireguler dan mid
dilatasi. Peningkatan tekanan intraokular juga ditemukan pada pemeriksaan dengan
tonometri hingga lebih dari 35 mmHg.9, 12
3. Glaukoma Fakolitik
Glaukoma fakolitik biasa terjadi pada orang tua dengan riwayat penglihatan
kabur secara perlahan selama beberapa bulan atau tahun sebelum timbul onset akut
seperti rasa nyeri yang tiba-tiba di sekitar mata dan belakang kepala, konjungtiva
hiperemis, dan penurunan visus yang semakin memburuk. Persepsi cahaya juga tidak
akurat karena kepadatan katarak. Dapat juga terdapat gejala mual dan muntah akibat
rasa sakit, yang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.10
Pemeriksaan slit lamp menunjukkan adanya edema kornea mikrositik, sel
prominen dan reaksi flare tanpa adanya presipitat keratis, dan sudut bilik mata depan
yang terbuka. Tidak adanya presipitat keratis dapat membedakan glaukoma fakolitik
dan fakoantigenik. Dapat juga ditemukan debris seluler pada sudut bilik mata depan
dan pseudohipopion. Partikel putih besar, terdiri dari kalsium oksalat dan kristal
kolesterol, yang menandakan adanya penggumpalan lensa juga dapat ditemukan pada
23

bilik mata anterior. Ditemukan katarak hipermatur (Morgagni) pada lensa dan juga
pengerutan dari lensa bagian anterior yang menandakan adanya pengurangan volume
lensa dan material lensa. Ditemukan juga peningkatan tekanan intraokular.
Pemeriksaan gonioskopi menunjukkan hasil normal.10
Pemeriksaan Khusus untuk Glaukoma
Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular. Dikenal empat cara tonometri, yaitu:

Palpasi atau digital dengan jari telunjuk


Indentasi dengan tonometri Schiotz
Aplanasi dengan tonometer aplanasi Goldmann
Nonkontak pneumotonometri

Tonometri palpasi atau digital


Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juag yang paling tidak cermat, sebab cara
mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dapat digunakan saat tidak ada alat lain.
Caranya adalah dengan kedua jari telunjuk diletakkan di atas bola mata sambil penderita
diminta melihat ke bawah. Mata tidak boleh ditutup sebab menutup mata dapat menyebabkan
tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi
adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi: dimana
satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.3
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut3:
N: normal
N+1: agak tinggi
N+2: untuk tekanan yang lebih tinggi
N-1: lebih rendah dari normal
N-2: lebih rendah lagi

Tonometri Schiotz
24

Tonometri Schiotz adalah suatu alat pengukur tekanan bola mata dinilai secara tidak
langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga
tonometri indentasi Schiotz. Dengan tonometri Schiotz dilakukan indentasi (penekanan)
terhadap permukaan kornea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada kornea
maka akan terlihat perubahan pada skala Schiotz. Makin rendah tekanan bola mata makin
mudah bola mata ditekan, yang pada skala akan terlihat angkka skala yang lebih besar. Hal
ini juga berlaku sebaliknya. Angka skala yang ditunjuk dapat dilihat nilainya di dalam tabel
untuk mengetahui kesamaan tekanan dalam mmHg. Transformasi pembacaan skala tonometer
ke dalam tabel akan menunjukkan tekanan bola mata dalam mmHg.3
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien ditidurkan dengan posisi horizontal dan
mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain 0.5%. tonometri Schiotz kemudian
diletakkan di atas permukaan kornea, sedangkan mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik
di langit-langit.3
Kelemahan dari pemeriksaan ini adalah tidak memperhatikan faktor kekakuan sklera.
Cara yang paling sederhana untuk mengetahui kekakuan sklera ialah dengan menggunakan 2
macam beban 5.5 dan 10 gram. Bila bacaan dengan beban 10 gram selalu lebih tinggi
dibandingkan hasil bacaan dnegan 5.5 gram maka mata tersebut mengalami kekakuan sklera
yang

lebih tinggi dari normal dibanding hasil bacaan pada saat tersebut, begitu juga

sebaliknya. Pemeriksaan ini dapat menyebabkan leceetnya kornea sehingga dapat


mengakibatkan keratitis dan erosi kornea.3

Tonometer aplanasi
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat baik karena
membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea atau bungkus bola mata.
Tonometer aplanasi merupakan alat yang peling tepat untuk mengukur tekanan bola mata dan
tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan lensa.3

Nonkontak pneumotonometri
25

Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan intraokular dengan


memberikan tekanan udara pada seluruh struktur kornea yang digunakan untuk mendatarkan
kornea. Berguna untuk kornea yang ireguler, sikatrik dan oedema. Alat ini terdiri dari pompa
sumber tekanan udara sebagai pengaktif sensor, sensor untuk mengukur tekanan intra okular
yang diletakkan pada mata, transducer yang mengubah tekanan udara menjadi sinyal elektrik,
dan unit penguat dan pencatat sinyal serta pengubah tampilan ke dalam rekaman kertas atau
dalam bentuk digital.3
Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang
diantaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi sudut ini memberi dampak penting
pada aliran keluar aquoeus humor. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan
menggunakan pencahayaan oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan
pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer menggunakan slit lamp. Akan tetapi sudut
bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi
langsung struktur-struktur sudut. Dengan gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata
yang dapat menimbulkan glukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa
sudut (goniolens). Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil
dari anyaman kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila
garis Schwalbe tdak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.3
Oftalmoskopi
Oftalmoskopi digunakan untuk memeriksa nervus optikus. Pada keadaan normal,
diskus optikus biasanya berbentuk bulat atau oval dengan cup sentral. Cup-disc-ratio (CDR)
tidak cukup adekuat untuk menentukan apakah diskus optikus mengalami kerusakan
glacomatous. Membedakan cup normal dan cup glaukomatous adalah sulit. Perubahan awal
dari neuropati optik glaukomatous adalah sangat tipis, yaitu6:

Pembesaran umum cup


Pembesaran cup secara fokal
Pendarahan splinter superfisial, kehilangan lapisan serabut saraf
Tembus pandang neuriretinal rim
Perkembangan pembuluh darah menyilang
Asimetri cup antara kedua mata
Atrofi peripapil
26

Pemeriksaan lapang pandang


Dilakukan pada kasus glaukoma karena ditemukan adanya penyempitan lapang
pandang. Kerusakan serabut saraf akibat proses glaukoma akan menunjukkan gambaran khas
pada pemeriksaan lapang pandang, seperti sebagai berikut6:

Generalized depression
Parasentral skotoma
Arkuata atau Bjerrum skotoma
Nasal step
Defek altitudinal
Temporal wedge

Pemeriksaan histologis
Pada glaukoma fakolitik, analisis ultrastruktural cairan akuos dan spesimen
trabekulektomi menunjukkan makrofag yang kaya dengan melanin, eritrosit, dan debris sel
bebas selain dari makrofag yang kaya dengan material lensa yang terkait dengan kondisi
tersebut. Flare dapat berjumlah sangat banyak sehingga cairan akuos tampak berwarna
kuning.11
Parasentesis ruang anterior
Dilakukan apabila ragu menegakkan diagnosis glaukoma fakolitik, namun biasanya
diagnosis ini dapat ditegakkan berdasarkan tampilan klinis saja. Parasentesis ini dilakukan
untuk mendeteksi maktofag yang menelan material lensa. Cairan akuos kemudian
diperiksakan dengan mikroskop phase-contrast atau filtrasi dengan pewarnaan Milipore.
Optical Coherence Tomography (OCT)
Adalah suatu prosedur non invasif dengan menggunakan gelombang cahaya untuk
mengambil gambaran potong lintang dari retina, jaringan yang sensitif terhadap cahaya yang
ada di belakang mata. Dengan OCT, masing-masing lapisan retina akan terlihat dan dapat
diperkirakan ketebalannya. Pemeriksaan tersebut dapat membantu dalam diagnosis glaukoma
dan penyakit pada retina seperti degenerasi macular terkait usia dan penyakit mata yang
disebabkan diabetes.13
Perubahan pada diskus optikus pada glaukoma antara lain14:
27

Penyempitan secara difus atau fokal atau notching pada nervus optikus,

terutama bagian pole inferior dan superior


Kelainan bak difus amupun lokal pada RNFL, terutama bagian superior

temporal atau inferior temporal


Hemoragic kepala dari nervus optikus
Optic disc rim terlihat asimetris
Mendeteksi kehilangan jaringan saraf

Diagnosis banding
- Glaukoma uveitis
Terjadi peningkatan tekanan intraokular pada kasus uveitis akut dan kronis yang
menyebabkan sinekia anterior atauposterior yang luas yang menyebabkan glaukoma sekunder
sudut tertutup. Tidak ada riwayat katarak pada kasus ini.15
- Glaukoma primer akut sudut tertutup
Didapatkan lensa yang jernih dengan bilik mata depan tertutup.15
- Glaukoma neurovaskular
Didapatkan adanya neovaskularisasi pada iris.15

Tatalaksana
Terapi pada peningkatan tekanan intraokular secara medikamentosa antara lain:
Supresi pembentukan aqueous humor
Contoh dari obat obatan ini adalah golongan topikal beta adrenergic antagonis, adrenergik agonis, carbonic anhidrase inhibitor.1

Penyekat adrenergik-beta
Dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan obat lain. Contohnya adalah timolol
maleat 0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%,
metipranalol 0,3%, serta carteolol 1% dua kali sehari dan gel timolol maleat 0,1%, 0,25%,
dan 0,5% sekali setiap pagi adalah preparat-preparat yang tersedia saat ini. Kontraindikasi
utama pemakaian obat-obatan ini adalah penyakit obstruksi jalan nafas kronik (terutama

asma) dan defek hantaran jantung.1


-adrenergik agonis
28

Apraclonidine (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis adrenergik-2 yang menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa
menimbulkan efek pada aliran keluar. Ini terutama berguna untuk mencegah peningkatan
tekanan intraokular paska terapi segmen anterior dan dapat diberikan sebagai terapi jangka
pendek pada kasus-kasus yang sukar disembuhkan. Obat ini tidak sesuai untuk terapi
jangka panjang karena bersifat takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya
waktu) dan tingginya insiden terhadap reaksi alergi. Epinefrin dan dipivefrin juuga dapat
digunakan, namun sekarang sudah jarang dipakai. Sedangkan brimonidine 0,2% tetes mata
adalah -adrenergik agonis yang menghambat produksi cairan akuos dan meningkatkan

outflow cairan akuos. Obat ini dapat dikombinasikan dengan timolol.1


Carbonic anhidrase inhibitors
Baik sistemik ataupun topikal dpat pula digunakan. Dorzolamide hydrochloride
2% tetes mata dan brinzolamide 1% dapat digunakan 2-3 kali sehari untuk menurunkan
TIO, namun dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis alergi. Sedangkan untuk obat
sistemik, dapat diberikan acetazolamid pada kasus dimana pengobatan topikal sudah tidak
bermanfaat atau pada kasus glaukoma akut yang butuh penurunan TIO secepatnya.
Acetazolamide dapat diberikan peroral dengan dosis 125-250 mg hingga 4 kali sehari, atau
diamox sequels 2 kali sehari secara IV sebanyak 500 mg sekali pemberian.1

Fasilitasi aliran keluar aqueous humor

Analog prostaglandin
Larutan bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%, dan travoprost 0,004%, masingmasing sekali setiap malam, dan larutan unoprostone 0,15% dua kali sehari akan
meningkatkan aliran keluar aqueous melalui uveosklera. Analog prostaglandin merupakan
obat-obat lini pertama atau tambahan yang efektif. Semua analog prostaglandin dapat
mengakibatkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit periorbita, pertumbuhan bulu
mata, dan penggelapan iris yang permanen. Obat-obatan ini juga sering dikaitkan dengan
reaktivasi uveitis dan keratitis herpes walaupun jarang serta dapat menyebabkan edema

makula pada individu dengan faktor predisposisi.1


Obat parasimpatomimetik
Obat jenis ini akan meningkatkan aliran keluar aqueous humor dengan bekerja pada
anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang digunakan sejak
ditemukannya analog prostaglandin, tetapi dapat bermanfaat untuk sebagian pasien. Obat
ini diberikan dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau
29

bentuk gel 4% yang diberikan sebelum tidur. Carbacjol 0,75-3% adalah obat kolinergik
alternatif. Obat-obatan parasimpatomimetik memberikan efek miosis disertai penglihatan
suram, terutama pada pasien katarak dan spame akomodatif yang mungkin mengganggu

pada pasien usia muda. Ablasio retina adalah kejadian yang jarang namun serius.1
Epinefrin 0,25% - 2% diteteskan sekali atau dua kali sehari, meningkatkan aliran keluar
aquoeus humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan aqueous humor.
Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal termasuk refleks vasodilatasi
konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikular, dan reaksi alergi. Dipivefrin
adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisme secara intraokular menjadi bentuk
aktifnya. Baik epinefrin dan dipivefrin tidak boleh digunakan untuk mata dengan sudut
bilik mata depan yang sempit. Kedua obat tersebut menimbulkan efek simpang pada hasil
bedah drainase glaukoma sesudahnya.1

Penurunan volume vitreus


Agen hiperosmotik dapat digunakan untuk menarik air dari vitreus dan menyebabkan
vitreus mengecil, sehingga produksi cairan aquoeus menurun yang menghasilkan penurunan
tekanan intraokular.cara ini sangat bermanfaat pada kasus glaukoma akut sudut tertutup dan
pada glaukoma maligna akibat displacement dari lensa kristalina. Dapat diberikan gliserin
oral (gliserol) 1 mL/kgBB dalam 50% larutan dicampur dengan sari buah lemon dengan
jumlah yang sama. Apabila gliserol tidak bisa digunakan, maka dapat digunakan manitol 20%
1-2 g/kgBB dalam infus dengan kecepatan 60 tetes per menit.1
Pembedahan juga dapat dilakukan pada kasus blokase pupil pada glaukoma sudut
tertutup, seperti laser peripheral iridotomy (LPI) dan laser trabeculoplasty. Pada laser
trabeculoplasty prosedur ini akan memfasilitasi outflowdari cairan aquoeus lewat jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm. Dapat pula dilakukan trabekulektomi, namun seiring dengan
berjalannya waktu, pembedahan untuk kasus glaukoma sudah tidak terlalu diperlukan.1
Untuk penanganan katarak secara definitif, harus dilakukan [embedahan. Pembedahan
katarak dilanjutkan dnegan pemasangan lensa tanam (intaocular lens/IOL) untuk
mendapatkan visus yang baik. Bila glaukoma fakolitik terjadi akibat dislokasi lensa ke dalam
rongga vitreus, maka tindakan bedah yang dilakukan adalah pars plana vitrectomy dengan
pemindahan lensa dari dalam rongga vitreus.1
Tindakan ekstraksi katarak adalah sebagai berikut:
30

a. Ekstraksi katarak intrakapsular (EKIK) atau Intracapsular Cataract Extraction


(ICCE)
b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK) atau Extracapsulare Cataract
Extraction (ECCE)
c. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
d. Fakoemulsifikasi
Komplikasi
-

Tajam penglihatan yang menurun bahkan hilang akibat glaukoma yang tidak

terkontrol
Edema kornea persisten
Komplikasi dari operasi, seperti perdarahan suprakoroidal, ruptur kapsul, trauma
kornea, prolaps vitreus.

Prognosis
Glaukoma fakolitik dan fakomorfik umumnya memiliki prognosis yang cukup
baik apabila ditangani dengan tepat. Terutama setelah dilakukan ekstraksi katarak dan
penanaman lensa intraokular, dilaporkan kemajuan yang cukup baik. sebagian besar
pasien memiliki ketajaman penglihatan yang baiks etelah operasi denagan glaukoma
remsii total. Namun dapat terdapat sekuele seperti kehilangan tajampenglihayan persisten
akibat neuropati optik glaukomatosa. Karena itu, diagnosis dan penanganan secara dini
dan tepat sangat diperlukan.8

KATARAK

Definisi
Katarak berasal dari bahassa Yunani Katarrhakies, Inggris cataract, Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, disebut bular dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang terjadi akibat hidrasi lensa, denaturasi protein, atau akibat keduanya.16

31

Klasifikasi katarak
Katarak secara umum diklasifikasikan berdasarkan morfologi, maturitas, dan age of onset,
yaitu:
1. Morfologi
a. Katarak nuklear
b. Katarak kortikal
c. Katarak subkapsularis
d. Katarak kapsularis, dibagi menjadi dua jenis yaitu anterior kapsular dan
posterior kapsular
2. Maturitas
a. Katarak insipien
Pada stadium ini terlihat kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior.
b. Katarak intumesen
Kekeruhan lensa yang disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degeneratif menyerap air sehingga menjadi cembung. Masuknya air ke dalam
celah lensa mengakibatkan lensa menadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Katarak intumesen mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan
ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya
biasanya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
c. Katarak imatur
Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada katarak imatur akan
dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan
lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung, akan dapat
menimbulkan hambatan pupil yang menyebabkan glaukoma sekunder.
d. Katarak matur
Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi
akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
telah dikeluarkan maka lensa akan keluar sehingga lensa kemballi pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh sehingga uji bayangan iris negatif.
e. Katarak hipermatur
Katarak yang mengalami degenerasi lanjut dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Masa lensa keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi kecil, berwarna kuning. Bila proses terus berlanjut disertai kapsul
32

yang menebal maka korteks yang berdegenerasi tidak bisa menebal sehingga
nukleus terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan ini
disebut katarak morgagni.
Perbedaan stadium katarak

Kekeruhan
Cairan lensa
Iris
COA
Sudut bilik mata
Shadow test
Penyulit

Insipien
Ringan
Normal
Normal
Normal
Normal
-

Imatur
Sebagian
Bertambah
Terdorong
Dangkal
Sempit
+
Glaukoma

Matur
Seluruh
Normal
Normal
Normal
Normal
-

Hipermatur
Masif
Berkurang
Tremualans
Dalam
Terbuka
Pseudops
Uveitis +
glaukoma

3. Age of onset
a. Katarak kongenital yang sudah terlihat pada usia < 1 tahun
b. Katarak juvenile terjadi pada usia > 1 tahun
c. Katarak senile terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Kebanyakan katarak yang
kita jumpai adalah jenis ini akibat proses degeneratif.
Katarak Traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat
sesudah beberapa hari ataupun tahun. 2
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
tercetak (imprinting) yang cincin Vossius. 2,17

Gambar 7. Vossius ring.

33

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya massa lensa di dalam bilik depan. 2
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik massa lensa yang akan bercampur
magrofag dengan cepatnya, yang dapat menyebabkan uveitis. Lensa dengan kapsul anterior
saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut
sebagi cincin Soemering atau bila epitel lensa berploriferasi aktif akan terlihat mutiara
Elsching. 2
Pukulan langsung ke mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak. Terkadang
munculnya katarak akan tertunda bahkan selama beberapa tahun. Trauma okuli non perforans
dapat disebabkan oleh mekanisme coup dan countercoup. Ketika permukaan anterior mata
terkena pukulan, terdapat pemendekan anterior-posterior yang terjadi dengan cepat yang
disertai oleh ekspansi equatorial. Peregangan equatorial ini dapat mengganggu kapsul lensa,
sonulla, atau keduanya. Kombinasi dari coup, countercoup, dan ekspansi equatorial
bertanggung jawab terhadap terjadinya katarak traumatic setelah trauma okuli non perforans.
Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan contrecop. Mekanisme
coup adalah mekanisme dengan dampak langsung. Ini akan mengakibatkan cincin Vossius
(pigmen iris tercetak) dan kadang-kadang ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah
trauma tumpul. Mekanismecontrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari tempat
trauma

yangdisebabkan

oleh

gelombang

energy

yang

berjalan

sepanjang

garis

sampaikebelakang. Ketika permukaan anterior mata terkena trauma tumpul, ada pemendekan
cepat pada anterior-posterior yang diikuti pemanjangan garis ekuatorial. Peregangan
ekuatorial dapat meregangkan kapsul lensa, zonula atau keduanya. Kombinasi coup,
contrecoup dan pemanjangan ekuatorial bertanggung jawab dalam terjadinya katarak
traumatik yang disebabkan trauma tumpul bola mata
Trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata dapat menyebabkan lensa
menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan dengan bola keras adalah salah satu
contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda samapi kurun waktu beberapa tahun.
Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai kemungkinan adanya riwayat trauma
sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibatnya kadang-kadang cukup sulit dibuktikan
dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai adanya trauma
sebelumnya tersebut. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun

34

posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk
katarak tercetak ( imprinting ) yang disebut cincin Vossius.

Gambar 8. Katarak traumatik (Flower-shaped cataract).

Penatalaksanaan
Satu-satunya terapi pada katarak adalah tindakan pembedahan, terapi bedah ini dilakukan bila
didapatkan indikasi pembedahan, yakni:
-

Katarak matur, karena bila berlanjut menjadi katarak hipermatur dikhawatirkan akan

menimbulkan uveitis dan glaukoma


Katarak hipermatur
Katarak yang menimbulkan komplikasi, seperti katarak imatur yang menimbulkan

glaukoma
Katarak yang mengganggu kehidupan sosial

Macam-macam pembedahan
1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) atau ekstraksi intrakapsular
Jenis pembedahan ini adalah dengan mengangkat lensa bersama kapsulnya
melalui insisi limbus superior 140 hingga 160 derajat. Pembedahan ini dapat
dilakukan pada zonulla Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus.
Pada ekstraksi ini tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sudah sangat lama populer. Pembedahan ini dilakukan dnegan
menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga penyulit tidak banyak
seperti sebelumnya.

35

Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi


pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular.
Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini adalah astigmatisme,
glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE) atau ekstraksi ekstrakapsular
Ekstraksi ini adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran lenda dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior dan
meninggalkan kapsul posterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan
endotel,

bersama-sama

keratoplasti,

implantasi

lensa

intraokular

posterior,

perencanaan implantasi sekunder lensa intra okuar, kemungkinan prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, paska
bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca.
Jenis pembedahan ini sejak beberapa tahun silam telah menjadi operasi
pembedahan katarak yang paling seing dilakukan karena apabila kapsul posterios
utuh, maka lensa intraokular dapat dimasukkan ke dalam kamera posterior. Insiden
komplikasi paska operatif lebih kecil terjadi jika kapsul posteriornya utuh. Penyulit
yang dapat timbul pada pembedahan ini yatu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau keduanya) adalah teknik
ekstrakapsular yang mengunakan getaran-getaran ultrasonik untuk mengangkat
nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga
mempermudah penyembuhan luka paska operasi. Teknik ini kurang efektif pada
katarak yang padat.
Pengobatan katarak traummatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak
sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okuler primer atau sekunder. 2
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka
segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang
tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat

36

mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasio retina, uveitis
atau salah letak lensa. 2

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DC, Asbury T, Eva PR. Glaucoma. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2013.
p. 228.
2. Riordan-Eva P. Anatomy and Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva P, Cunningham
ET, editors. Vaughan & Asburys General Ophtalmology. 18 th ed. New York:
McGrawHill; 2011. p. 10-2.
3. Ilyas S, Yulianti SR. Anatomi dan Fisiologi Mata. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed.
Jakarta: FKUI: 2013. p. 9.
4. Karla J, Robert S, Mariannette, Steven I. Lens and Cataract. In: John F, editor. Untited
States: American Academy of Ophtalmogoly; 2001. p. 10-5, 40-5.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto;
2002. p. 239-62.
6. American Academy of Ophtalmology. Glaucoma, Basic and Clinical Science Course,
Section 10, 2011-2012. p. 3-5, 33-42, 108-110.
7. American Academy of Ophtalmology. Factors Influencing Intraocular Pressure.
Available

at:

http://www.aao.org/bcscnippetdetail.aspx?id=326606ea-a985-4a3d-

b79c-8452afc85342. Accessed on April 18, 2016.


8. Kothari R, Tathe S, Gogri P, Bhandari A. Lens-Induced Glaucoma: The Need to
Spread Awareness About Early Management of Cataract among Rural Population.
ISRN Ophtalmology: 2013. Doi:10.1155/2013/581727.
9. Gill
H.
Phacomorphic
Glaucoma.

Available

at:

http://emedicine.medscape.com/article/1204917-overview . Accessed on April 18,


2016.
10. Kayoung Y.phacolytic Glaucoma. http://emedicine.medscape.com/article/1204814clinical#showall
11. Kanski JJ. Lens-related glaucoma. In: Clinical Ophtalmology. 6th ed. 2007. p. 408-410.
12. American Academy of Ophtalmology. Phacomorphic Glaucoma. Available at
http://www.aao.org/bcscnippetdetail.aspx?id=e982e257-893f-4c7f-967bdfc52fc565e0 . Accessed on April 19, 2016.
13. American Academy of Ophtalmology. Optical Coherence Tomography. Available at
http://www.aao.org/eye-health/treatments/what-is-optical-coherence-tomography

Accessed on April 28, 2016.


14. Schuman JS. Spectral Domain Optical Coherence Tomography for Glaucoma (An
AOS Thesis). Transactions of the American Ophthalmological Society. 2008;106:426458.
38

15. Phacolytic

Glaucoma.

Available

at

http://www.healio.com/opthalmology/glaucoma/news/online/%7B5364b728-ceb5484c-ae3e-d51bebcd6d97%/7D/phacolytic-glaucoma . Accessed on April 25, 2016.


16. Ilyas S. Katarak. Sari Ilmu Penyakit Mata. In: Tanzil M, editor. Jakarta. FKUI; 2006.
p. 212-18.
17. Berke SJ. Post traumatic glaucoma in ophtalmology. Edisi II: Yanoff M, Duker JS,
Augsburger, Mosby, 2004.

39

Anda mungkin juga menyukai