PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. Penyakit jantung koroner yang bermanifestasi klinis akut sebagai SKA
sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai
dari Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.1,2
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner
juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. 1,2
Di Indonesia penyakit jantung koroner telah menempati angka prevalensi 7,2
% pada tahun 2007 di Indonesia. Sindrom Koroner Akut (SKA) atau Acute Coronary
Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segmentelevation myocardial infarction
(STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable
angina.2 STEMI merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
Laju mortalitas awal (30 hari) pada STEMI adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. STEMI. 1,2
Fibrilasi Atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam
prakterk sehari-hari dan paling sering menadi penyebab seorang harus menjalani
perawatan di rumah sakit.Walupun bukan merupakan keadaan yang mengancam
nyawa secara langsung, tapi FA berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. 1,2
Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun
ditemkan 160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat 1-2%
kasus dan meningkat dengan bertambahnya usia. FA lebih banyak dijumpai pada pria
dibandingkan wanita, namun beberapa kepustakan mengatakan prevalensinya sama.
1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
: Tn. z
Umur
: 41 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: petani
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
Agama
: Islam
Tanggal MRS
: 16 Juni 2016
Tanggal pemeriksaan
: 17 Juni 2016
2.2 Anamnesa
Keluhan utama
Riwayat hipertensi (+) diketahui 5 bulan yang lalu dan tidak terkontrol
Riwayat TB disangkal
Kesadaran
: Komposmentis, GCS : 15
Tanda-tanda Vital
TD
: 214/164 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
RR
: 24 x/menit
Suhu : 36,80C
BB
: 58 kg
TB
Kulit
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
: Bentuk normal, bibir sianosis (-), mukosa anemis (-), gusi berdarah (-),
bau nafas dbn.
Leher
JVP
5+1
cmH2O,
pembesaran
kelenjar
getah
bening(-),
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Superior:Akral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-), Palmar eritema (-/-), Palmar
anemis (-/-), motorik 5/5, sensorik (+/+)
Inferior
: Akral hangat, pitting edema pretibial (-/-), motorik 5/5, sensorik (+/+)
(11.0-16.5)
HCT
31,9 %
(35.0-50.0)
PLT
387x103/mm3 (150-390)
PLT
151 %
GDS
123 mg/dl
(150-390)
Faal hati
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
: 7,0g/dl
: 3,9 g/dl
: 3,1 g/dl
: 19 U/L
: 10 U/L
Faal Ginjal
Ureum
Creatinin
: 76,4 mg/dL
: 4,4 mg/dL
(15 39 mg/dL)
(0,6 1,1 mg/dL)
123 mg/dl
(<126 mg/dl)
10
Enzim Jantung
CKMB
6,84 ng/ml
Troponin I
0,04 ng/ml
EKG
16 Juni 2016
11
Hasil EKG
:
Irama
: ireguler
Heart rate
: 161 x/menit
Axis
: normal
ST segmen
17 Juni 2016
Hasil EKG
:
Irama
: sinus
12
Heart rate
: 96 x/menit
Axis
: normal
ST segmen
Bed rest
Farmakologi
13
2.8 Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
2.9 Follow Up
Tanggal
jumat
Perjalanan Penyakit
Pengobatan / Tindakan
S : sesak dan nyeri dada berkurang,
- Teruskan
16Juni 2016
TD = 223/160mmHg
N = 103 x/mnt
RR = 25x/mnt
T = 37C
Akral hangat
(STEMI)
Sabtu
24 Juni 2015
TD = 183/135mmHg
N = 105 x/mnt
RR = 24x/mnt
T = 37C
Akral hangat
(STEMI)
Teruskan
14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
r.marginalis,
r.interventricularis
posterior,
yang
yang
memperdarahi
memperdarahi
ventrikel
kedua
kanan,
ventrikel.
dan
Ramus
dan
bercabang
menjadi
r.interventricularis
anterior
dan
16
cabang
a.coronaria
kanan.
Ramus
interventricularis
anterior
3.2.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner yang bermanifestasi klinis akut sebagai SKA sampai
saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari
Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.4.5,1
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner
17
18
19
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.
20
Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
Diagnosis banding nyeri dada antara lain perikarditis akut, emboli paru,
21
22
CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
23
Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
b. NSTEMI
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih disukai, karena lebih spesifik dari pada enzim jantung tradisional seperti
CK dan CKMB.Pada pasien dengan infark miokard, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu. 5,6
c. UAP
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CKMB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosa SKA.Menurut ESC dan ACC
dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24
jam.Troponin tetap positif dalam 2 minggu.Risiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. 5,6
CKMB kurang spesifik untuk diagnosa karena juga diketemukan di
otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosa infark akut dan akan meningkat
dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. 5,6
3.2.6
Penatalaksanaan
A. Tatalaksana Awal
Tatalaksana prarumah sakit 5,6
a. pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. segera memanggil tim medis mengenai yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
24
25
3. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan
efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi
dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. 5
4. Acetyl salicyc acid (ASA)
ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 76-162 mg.5
Terapi Reperfusi 5,6,8
Pasien STEMI dengan onset nyeri dada <12 jam dan dengan elevasi segmen
ST menetap atau diduga blok cabang berkas kiri baru harus menjalani reperfusi
mekanis Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau farmakologis. Reperfusi dini
akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan
26
27
28
a. Terapi Antiiskemia
Nitrat
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat
sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian NTG
intravena (mulai 5-10 ug/menit).Laju infus dapat ditingkatkan 10 ug/menit
tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100
mmHg.Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau
dapat menggantikan NTG intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 1224 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil
atau obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya.
Penyekat Beta
Penyekat Beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60
kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti
verapamil dan diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada
persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan
pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap
29
walaupun dengan pemberian NTG intavena, morfin sulfat dengan dosis 1-5
mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.
b. Terapi Antikoagulan
Tersedia beberapa antikoagulan antara lain: unfaractionated heparin (UFH),
low molecular weight heparin (LMWH), fondaparinux, dan bivalirudin.
Pilihan tergantung strategi awal (invasif segera, invasif dini atau konservatif).
Pada strategi infasif segera, UFH, enoksaparin atau bivalirudin harus segera
diberikan.
c. Terapi Antiplatelet
ASA
Peran penting ASA adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah
dibuktikan pada penelitian klinis multiple dan beberapa meta-analisis,
sehingga ASA menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan UAP/NSTEMI.6
ASA
direkomendasikan
pada
semua
pasien
UAP/NSTEMI
tanpa
reseptor
GP IIb/IIIa
30
pada
pasien
UAP/NSTEMI
dengan
risiko
Berdasarkan autoanamnesis yang telah dilakukan pada Tn. Susia 59th pada tanggal
22Juni 2015, Os datang dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam SMRS. Nyeri dada
akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita infark miokard
atau tidak. Nyeri dada tipikal (angina) disebabkan oleh iskemia miokardium, pada
pasien ini didapatkan nyeri dada tipikal angina yaitu :
Lokasi : dirasakan pada seluruh bagian dada, Os tidak bisa menunjuk lokasi
nyeri.
Penjalaran : disangkal
Gejala yang menyertai : mual, keringat dingin, nyeri ulu hati, lemas, palpitasi
31
Dari anamnesis dapat disingkirkan penyakit lain dengan manifestasi nyeri dada yaitu
32
ditegakan diagnosa Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI) dan Fibrilasi Atrial
rapid respone.
Pada pasien ini diterapi dengan bed rest, O 2 nasal kanul 4 liter/menit, IVFD
RL 10 tetes/ menit. Farmakologi berupa :
Terapi antiiskemia :
ISDN Tab 3 x 5 mg per oral untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah
nyeri dada berulang, nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray
bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia.
Dosis initial loading dose Clopidogrel 300 mg; diikuti dengan satu kali sehari
satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu kali sehari
satu tablet).
33
Terapi antikoagulan
Inj. Arixtra 1 x 2.5 mg diberikan selama 5 hari SC merupakan antikoagulan
yang selektif menghambat faktor xa activity. Mirip dengan UFH dan LMWH,
fondaparinux mencegah generasi trombus dan pembentukan bekuan dengan
menghambat faktor Xa aktivitas tidak langsung melalui interaksinya dengan
antitrombin. Ketika fondaparinux mengikat antitrombin itu menyebabkan
perubahan konformasi permanen situs aktif antitrombin dan mengkatalisis
kegiatan Xa antifactor oleh sekitar 300 kali lipat.
Terapi lainnya
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV untuk mengurangi sekresi asam labung
Alprazolam Tab 1 x 0.25 mg per oral sebagai anti ansietas)
Secara umum penegakan diagnose dan tatalaksana pada Tn. U telah sesuai
dengan keperpustakaan. Pada pasien ini dianjurkan untuk evaluasi ekg.