Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. Penyakit jantung koroner yang bermanifestasi klinis akut sebagai SKA
sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai
dari Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.1,2
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner
juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. 1,2
Di Indonesia penyakit jantung koroner telah menempati angka prevalensi 7,2
% pada tahun 2007 di Indonesia. Sindrom Koroner Akut (SKA) atau Acute Coronary
Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segmentelevation myocardial infarction
(STEMI), Non ST-segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable
angina.2 STEMI merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
Laju mortalitas awal (30 hari) pada STEMI adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. STEMI. 1,2
Fibrilasi Atrial (FA) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam
prakterk sehari-hari dan paling sering menadi penyebab seorang harus menjalani
perawatan di rumah sakit.Walupun bukan merupakan keadaan yang mengancam
nyawa secara langsung, tapi FA berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. 1,2

Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 2,2 juta pasien FA dan setiap tahun
ditemkan 160.000 kasus baru. Pada populasi umum prevalensi FA terdapat 1-2%
kasus dan meningkat dengan bertambahnya usia. FA lebih banyak dijumpai pada pria
dibandingkan wanita, namun beberapa kepustakan mengatakan prevalensinya sama.
1,2

FA merupakan factor risiko independen yang kuat terhadap kejadian stoke


emboli. Kejadian stoke iskemik pada pasie FA nonvalvular ditemukan sebanyak 5%
pertahun. FA mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktur akibat
penyakit jantung.Diketahui bahwa sekitar 25% pasien FA juga menderita penyakit
jantung coroner. Walau hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang
mengalami FA, tapi kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai
40%.1,2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama

: Tn. z

Umur

: 41 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: petani

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: RT.01 Desa Gerunggung Kec. Sekernan

Agama

: Islam

Tanggal MRS

: 16 Juni 2016

Tanggal pemeriksaan

: 17 Juni 2016

2.2 Anamnesa
Keluhan utama

:Nyeri dada sejak + 5jam SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :


Os datang ke IGD RSUD Raden Mattaher dengan keluhan sesak nafas. Sesak
dirasakan 1 hari SMRS sesak diperberat 2 jam SMRS selain sesak os juga disertai
nyeri dada sejak 10 jam SMRS, nyeri dirasakan selama lebih kurang 15 menit saat
pasien sedang beraktifitas. Nyeri dirasakan pada seluruh bagian dada dan semakin
memberat, Os tidak bisa menunjuk lokasi nyeri.Nyeri pada dada dirasakan seperti
terhimpit, tidak menjalar ke leher, lengan kiri/kanan, rahang, gigi, ataupun
punggung.Nyeri dirasakan, tidak hilang dengan istirahat dan tidak dipengaruhi oleh

gerakan tertentu. Sebelum di bawa ke RS Raden Mattaher os merupakan rujukan dari


RSUD Ahmad Ripin.
Os tidak megeluh mual dan muntah, keringat dingin (-), lemas (+), nyeri pada
ulu hati (+), sulit bernapas (-), dan batuk (-), badan gemetaran (+), sakit kepala (+).
Os memiliki riwayat penyakit hipertensi. Rutin mengkonsumsi pil captopril,
tapi os tidak mengetahui dosis obat hipertensi yang diminum tersebut
Os baru mengetahui bahwa tekanan darah os tinggi sejak 5 bulan yang lalu,
saat os berobat ke puskesmas saat os mengeluh sering lemas.Os juga mengeluh sering
sesak saat cuaca dingin dan timbul sesak saat mengangkat barang berat atau aktivitas
berat.Pasien mengaku seorang perokok aktif sejak > 20 tahun yang lalu, sehari bisa
menghabiskan2-3 bungkus. Pasien juga sering mengkonsumsi gorengan, jeroan dan
pasien jarang berolahraga, pasien menyangkal sedang banyak pikiran.
Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung sebelumnya (+)

Riwayat Asma (+)

Riwayat hipertensi (+) diketahui 5 bulan yang lalu dan tidak terkontrol

Riwayat diabetes melitus disangkal

Riwayat TB disangkal

Riwayat penyakit ginjal disangkal

Riwayat sakit asam urat disangkal

Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama seperti Os disangkal

Riwayat hipertensi disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis, GCS : 15

Tanda-tanda Vital

TD

: 214/164 mmHg

Nadi

: 100 x/menit

RR

: 24 x/menit

Suhu : 36,80C

BB

: 58 kg

TB

: 163 cm IMT 20.04 (normal)

Kulit

: Warna sawo matang, efloresensi (-), hiperpigmentasi (-), jaringan parut


(-), pertumbuhan rambut normal, keringat (+), turgor baik.

Kepala dan leher


Rambut

: Warna hitam, tidak mudah dicabut, alopesia (-)

Kepala

: Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar.

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), edempelpebra (-/-), Reflek


cahaya (+/+)

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), secret (-), Epistaksis (-)

Mulut

: Bentuk normal, bibir sianosis (-), mukosa anemis (-), gusi berdarah (-),
bau nafas dbn.

Leher

JVP

5+1

cmH2O,

pembesaran

kelenjar

getah

bening(-),

pembesarankelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-).


Thorak
Paru
Inspeksi

: Bentuk simetris , pergerakan dada simetris, jejas (-)

Palpasi

: Pergerakan dada simetris, fokal fremitus dada kiri = kanan

Perkusi

: Sonor pada thorak dextra dan sinistra

Auskultasi

:vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus kordis teraba pada sela iga V di linea midclavicula sinistra

Auskultasi

: BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, sikatrik (-), venetasi (-)

Palpasi

:Supel, nyeri tekan epigastrium (+),defans muskuler (-), Hepar/lien tidak


teraba

Perkusi

: Timpani, Shifting dullness (-).

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Genetalia dan anus

tidak diperiksa secara langsung, melalui anamnesis tidak ada keluhan.

Ekstremitas

Superior:Akral hangat, edema (-/-), clubbing finger (-), Palmar eritema (-/-), Palmar
anemis (-/-), motorik 5/5, sensorik (+/+)
Inferior

: Akral hangat, pitting edema pretibial (-/-), motorik 5/5, sensorik (+/+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin (16 Juni 2016)
WBC 11,7 x103/mm3(3.5-10.0)
RBC

4.40 x106/mm3 (3.8-5.8)

HGB 11,2 g/dl

(11.0-16.5)

HCT

31,9 %

(35.0-50.0)

PLT

387x103/mm3 (150-390)

PLT

151 %

GDS

123 mg/dl

(150-390)

Kimia Darah (16 Juni 2015)

Faal hati
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT

: 7,0g/dl
: 3,9 g/dl
: 3,1 g/dl
: 19 U/L
: 10 U/L

Faal Ginjal
Ureum
Creatinin

: 76,4 mg/dL
: 4,4 mg/dL

(15 39 mg/dL)
(0,6 1,1 mg/dL)

Gula darah (16 Juni 2016)


GDN

123 mg/dl

(<126 mg/dl)

10

Elektrolit (22 Juni 2015)


- Natrium (Na) : 143,68 mmol/L
- Kalium (K) : 4,09 mmol/L
- Chlorida (Cl) : 102,12 mmol/L
- Calsium (ca) : 1,18

(135 148 mmol/L)


(3,5 5,3 mmol/L)
(98 110 mmol/L)
(1,19-1,23 mmol/L)

Enzim Jantung

CKMB

6,84 ng/ml

(0.0 3.74 mg/ml)

Troponin I

0,04 ng/ml

(< 0,1 mg/ml)

EKG

16 Juni 2016

11

Hasil EKG

:
Irama

: ireguler

Heart rate

: 161 x/menit

Axis

: normal

ST segmen

: ditemukan ST depresi II, aVF, V3.

Ditemukan FA rapid respon

17 Juni 2016

Hasil EKG

:
Irama

: sinus

12

Heart rate

: 96 x/menit

Axis

: normal

ST segmen

: tidak ditemukan ST elevasi maupun depresi.

2.5 Diagnosis Kerja


-

ST elevation myocard infarct (STEMI)

2.6 Diagnosis Banding


N-STEMI
perikarditis akut
emboli paru
diseksi aorta akut
nyeri otot
gangguan intestinal
2.7 Tatalaksana
Non-farmakologi

Bed rest

Farmakologi

O2 nasal kanul 4 liter/menit


IVFD RL 10 tetes/ menit
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp IV
Furosemide 40 mg 3x 80 mg
Ramipril 1x2,5 mg
Aspilet tab 1 x 80 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg per oral
Sinvastatin 1x20mg
Laxadine sirup 1x Ci
Allupurinol 1x200mg
Alprazolam Tab 1 x 0.5 mgper oral
ISDN Tab 3 x 5 mg per oral (stop)

13

2.8 Prognosis
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam

2.9 Follow Up
Tanggal
jumat

Perjalanan Penyakit
Pengobatan / Tindakan
S : sesak dan nyeri dada berkurang,
- Teruskan

16Juni 2016

mual dan muntah (-), demam (-)


GCS: 15 E4 M5 V6
O:

TD = 223/160mmHg
N = 103 x/mnt
RR = 25x/mnt
T = 37C
Akral hangat

A: ST elevation myocard infarct

(STEMI)
Sabtu

S :sesak, nyeri dada tidak ada lagi.

24 Juni 2015

Sakit kepala (+)


GCS: 15 E4 M5 V6
O:

TD = 183/135mmHg
N = 105 x/mnt
RR = 24x/mnt
T = 37C
Akral hangat

A: ST elevation myocard infarct

(STEMI)

Teruskan

14

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Pembuluh Darah Koroner


Arteri coronaria kanan dan kiri adalah arteri yang memperdarahi jantung.
Arteri coronaria kanan berasal dari sinus anterior aortae dan berjalan ke depan antara
truncus pulmonalis dan auricula kanan memberikan cabang-cabang ke atrium kanan
dan ventrikel kanan. Pada pinggir inferior jantung pembuluh ini melanjutkan diri ke
posterior sepanjang atrioventricularis untuk beranastomosis dengan a.coronaria kiri.Ia
mempercabangkan

r.marginalis,

r.interventricularis

posterior,

yang

yang

memperdarahi

memperdarahi

ventrikel

kedua

kanan,

ventrikel.

dan

Ramus

interventricularis posterior beranastomosis dengan r.interventricularis anterior yang


merupakan cabang a.coronaria kiri pada sulcus interventricularis posterior.3.4

Gambar 2.1 Anatomi arteri koroner


Arteri coronaria kiri, yang lebih besar dibandingkan dengan a.coronaria
kanan, berasal dari sinus posterior aortae kiri dan berjalan ke depan antara truncus
pulmonalis dan auricula kiri. Kemudian pembuluh ini masuk ke sulcus
atrioventricularis

dan

bercabang

menjadi

r.interventricularis

anterior

dan

r.circumflexus.Ramus intervetricularis anterior berjalan ke bawah menuju apeks


jantung dalam sulcus interventricularis anterior.Kemudian pembuluh ini berjalan

16

sekitar apeks untuk beranastomosis dengan r.interventricularis posterior yang


merupakan

cabang

a.coronaria

kanan.

Ramus

interventricularis

anterior

memperdarahi ventrikel kanan dan kiri dan septum interventricularis.3,4


Ramus circumflexus mengikuti sulcus atrioventricularis, mengitari pinggir kiri
jantung, dan berakhir dengan anastomosis dengan a.coronaria kanan. Ramus
circumflexus memperdarahi atrium kiri dan ventrikel kiri.3
Pembuluh koroner terdiri dari 3 lapisan, yaitu tunika intima (lapisan
dalam), tunika media (lapisan tengah), dan tunika adventisia (lapisan luar).2.3
3.2 Sindrom Koroner Akut (SKA)
3.2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. Sindrom koroner akut mencakup :

ST elevation myocard infarct (STEMI)

Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI)

Unstable angina pectoris (UAP) 4,5

3.2.2 Epidemiologi
Penyakit jantung koroner yang bermanifestasi klinis akut sebagai SKA sampai
saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di berbagai benua mulai dari
Amerika, Eropa dan Asia yang meliputi juga Indonesia.4.5,1
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta
penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta
orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun.
Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak
ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.46 Penyakit jantung koroner

17

juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. Di Indonesia


penyakit jantung koroner telah menempati angka prevalensi 7,2 % pada tahun 2007 di
Indonesia.1,5
3.2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya atherosklerosis secara umum dibagi menjadi faktor
risiko mayor yaitu hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan
riwayat keluarga.Faktor risiko minor yaitu laki-laki, obesitas, stress, kurang olah
raga, menopause dan lain-lain.1,6
Jika dilihat dari angka kejadiannya, arteriosklerosis lebih banyak diderita oleh
kaum pria dibandingkan dengan wanita, karena diduga faktor hormonal seperti
estrogen melindungi wanita. Setelah menopause perbandingan wanita dengan pria
yang menderita penyakit arteriosklerosis adalah sama. Selain itu kebiasaan merokok
yang umumnya ditemukan pada pria dapat merangsang proses arteriosklerosis karena
efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan
hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat
menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedang
glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensititif dinding arteri.2,3,5
3.2.4 Patofisiologi
a. Ruptur Plak
Ruptur plak ateroslerotik merupakan salah satu penyebab terjadinya
SKA, yang diakibatkan oklusi subtotal atau total dari arteri koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Plak aterosklerotik
terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik.Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak
dan adanya infiltrasi sel makrofag.Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak.
Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena

18

adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik


melemahkan dinding plak.5,7
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi STEMI, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi
UAP. 5,7

Gambar 2.2 Terbentuknya plak


b. Trombosis dengan Agregasi Trombosit
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antar lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen.Inti
lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya
trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak tak
stabil. Setelah berhubungan darah, faktor jaringan berintinteraksi dengan
faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan
pembentukan trombin dan fibrin.2,5,6
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet
dan platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih

19

luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus.Faktor sistemik dan inflamasi


ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan
berperan dalam memulai trombosis yang intermiten. 5.6
c. Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting terhadap
terjadinya SKA.Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif
yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan pada tonus pembuluh
darah dan menyebabkan spasme.Adanya spasme sering kali terjadi pada plak
yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus. 5.7
d. Erosi pada Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel.Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos
dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan
iskemia. 5.7
3.2.5 Penegakan Diagnosa
A. Anamnesa
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA, sifat nyeri
dada pada angina sebagai berikut : 4,5

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.

20

Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
Diagnosis banding nyeri dada antara lain perikarditis akut, emboli paru,

diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal.


B. Pemeriksaan fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin.Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.Sekitar seperempat pasien
infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia
dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukan
hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2,4,5
Tanda fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu
sampai 38 0C dapat dijjumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.4,5
C. Pemeriksaan Penunjang
EKG
a. STEMI
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosa infark miokard gelombang Q sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi
bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami UAP atau NSTEMI.

21

Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan


gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark transmural
digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R
dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan
sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural)
sehingga terminologi infark miokard gelombang Q dan non Q menggantikan
infark miokard mural/transmural. 4,5,6
b. NSTEMI
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan
hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Trombolysis in
Myocardial Infarction (TIMI) III Registry; adanya depresi segmen ST baru
sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al,
menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk meningkat secara
progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan baik depresi segmen
ST maupun perubahan troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi
prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI. 5.6
c. UAP
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi risiko pasien UAP.Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut.Gelombang T negatif juga
salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang
nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,05 mm dan gelombang T
negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan
karena hal lain. Pada UAP, sebanyak 4% mempunyai EKG yang normal, dan
pada NSTEMI, sebanyak 1-6% EKG juga normal. 5.6

22

Gambar 2.3 Gambaran EKG pada SKA


LAB
a. STEMI
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinin kinase CKMB dan
cardiac specifik troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala infark miokard, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker. 4,5,6
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal
menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). 2,5.6

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.

23

Creatinin kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
b. NSTEMI
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih disukai, karena lebih spesifik dari pada enzim jantung tradisional seperti
CK dan CKMB.Pada pasien dengan infark miokard, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu. 5,6
c. UAP
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CKMB telah diterima
sebagai petanda paling penting dalam diagnosa SKA.Menurut ESC dan ACC
dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24
jam.Troponin tetap positif dalam 2 minggu.Risiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. 5,6
CKMB kurang spesifik untuk diagnosa karena juga diketemukan di
otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosa infark akut dan akan meningkat
dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. 5,6

3.2.6

Penatalaksanaan

A. Tatalaksana Awal
Tatalaksana prarumah sakit 5,6
a. pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
b. segera memanggil tim medis mengenai yang dapat melakukan tindakan
resusitasi

24

c. transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta


staf medis dokter dan perawat yamg terlatih
d. melakukan terapi reperfusi
Tatalaksana di ruang emergensi 2,5,6,8
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.5
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.5
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark
atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NTG intravena. NTG intravena juga diberikan untuk mengendalikan
hipertensi atau edema paru.5
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark
inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga
harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor

25

sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi


nitrat.5

3. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi
vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena
yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik
ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan
efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi
dengan pemberian atropin 0,5 mg IV. 5
4. Acetyl salicyc acid (ASA)
ASA merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin
bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 76-162 mg.5
Terapi Reperfusi 5,6,8
Pasien STEMI dengan onset nyeri dada <12 jam dan dengan elevasi segmen
ST menetap atau diduga blok cabang berkas kiri baru harus menjalani reperfusi
mekanis Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau farmakologis. Reperfusi dini
akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan

26

dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi


pump failure dan takiaritmia ventrikular yang maligna.
PCI primer merupakan Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti
dan/atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif
dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama IMA.
Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen
activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat
ini bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang
selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu: golongan spesifik
fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti streptokinase.5
Terapi Sekunder 5,6,8
Pedoman NICE menyatakan bahwa semua pasien yang pernah MI akut harus
mendapat kombinasi aspirin, beta blocker, statin dan ACEi.11
1. Terapi Antiplatelet
Terapi platelet esensial untuk semua pasien kardiovaskular untuk
mengurangi risiko trombosis koroner.Aspirin 75 mg harus diberikan terus
selama hidup.Pasca PCI primer, terapi antiplatelet ganda dengan clopidogrel
diberikan minimum selama 2 bulan.
2. Beta Blocker
Beta blocker mulai diberikan segera setelah keadaan pasien stabil.
Studi ISIS-1 menunjukkan pemberian dini beta blocker bermanfaat
menurunkan 15% mortalitas dalam 36 jam setelah MI, dengan cara
menurunkan kebutuhan oksigen, membatasi ukuran infark. Juga mengurangi
resiko pecahnya pembuluh darah jantung dengan menurunkan tekanan darah,
juga mengurangi resiko ventrikular dan aritmia supraventrikular yang

27

disebabkan aktivasi simpatetik.Jika tidak ada kontraindikasi, pasien diberi


beta blocker kardioselektif misalnya metoprolol atau atenolol.Heart rate dan
tekanan darah harus terus rutin di.monitor setelah keluar dari rumah sakit.

3. Terapi Penurun Kadar Lipid


Manfaat HMG Co-A reductase inhibitor (statin) jelas ditunjukkan pada
beberapa studi termasuk Heart Protection Study, yaitu dengan simvastatin 40
mg/hari, terjadi perbaikan outcome dan penurunan angka kematian untuk
semua pasien kardiovaskuler. Manfaat ini tidak tergantung pada kadar awal
kolesterol/LDL.11
4. ACE Inhibitor
ACEi mulai diberikan dalam 24-48 jam pasca-MI pada pasien yang
telah stabil, dengan atau tanpa gejala gagal jantung.ACEi menurunkan
afterload ventrikel kiri karena inhibisi sistem renin-angiotensin, menurunkan
dilatasi ventrikel.ACEi harus dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi naik
sampai dosis tertinggi yang dapat ditoleransi.Kontraindikasinya hipotensi,
gangguan ginjal, stenosis arteri ginjal bilateral, dan alergi ACEi. Elektrolit
serum, fungsi ginjal dan tekanan darah harus dicek sebelum mulai terapi dan
setelah 2 minggu.11
5. Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron (eplerenone) dilisensikan sebagai terapi pascaMI yang dimulai dalam 3-14 hari MI, lebih disukai setelah terapi
ACEi.Setelah maksimum terapi eplerenone 12 bulan, pasien LVSD dapat
diterapi dengan spironolakton sesuai dengan pedoman NICE untuk gagal
jantung. Kadar potasium/kalium dan fungsi ginjal harus dimonitor.11

28

Penatalaksanaan UAP/NSTEMI 5,6,8


Pasien harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen
ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan, yaitu:9
a. Terapi antiiskemia
b. Terapi antikoagulan
c. Terapi antiplatelet
d. Revaskularisasi koroner

a. Terapi Antiiskemia
Nitrat
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat
sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian NTG
intravena (mulai 5-10 ug/menit).Laju infus dapat ditingkatkan 10 ug/menit
tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100
mmHg.Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau
dapat menggantikan NTG intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 1224 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil
atau obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya.
Penyekat Beta
Penyekat Beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60
kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti
verapamil dan diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada
persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan
pada pasien dengan kontraindikasi penyekat beta. Jika nyeri dada menetap

29

walaupun dengan pemberian NTG intavena, morfin sulfat dengan dosis 1-5
mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.
b. Terapi Antikoagulan
Tersedia beberapa antikoagulan antara lain: unfaractionated heparin (UFH),
low molecular weight heparin (LMWH), fondaparinux, dan bivalirudin.
Pilihan tergantung strategi awal (invasif segera, invasif dini atau konservatif).
Pada strategi infasif segera, UFH, enoksaparin atau bivalirudin harus segera
diberikan.

c. Terapi Antiplatelet
ASA
Peran penting ASA adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah
dibuktikan pada penelitian klinis multiple dan beberapa meta-analisis,
sehingga ASA menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan UAP/NSTEMI.6
ASA

direkomendasikan

pada

semua

pasien

UAP/NSTEMI

tanpa

kontraindikasi dengan dosis loading awal 160-325 mg (non-enteric) dan


dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang.
Klopidogrel
Pada semua pasien, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30 mg
sehari, dilanjutkan klopidogrel 75 mg sehari.Klopidogrel harus dilanjutkan
sampai 12 bulan kecuali ada risiko perdarahan hebat.
Antagonis Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis reseptor GP IIb/IIIa, misalnya tirofiban atau eptifibatide merupakan
inhibitor kuat agregasi platelet.Obat-obat tersebut menghambat pembentukan
fibrinogen

pada platelet. Walaupun antagonis

reseptor

GP IIb/IIIa

30

menghambat pembentukan thrombus, uji klinik menunjukkan bahwa mereka


hanya efektif untuk pasien NSTEMI resiko tinggi, atau untuk pasien yang
potensial mendapat PCI yang ditunda, jika digunakan bersama dengan aspirin
dan heparin/LMWH.
d. Revaskularisasi Koroner
Pada kondisi tidak ditemukan kontraindikasi spesifik, strategi invasif saat ini
direkomendasikan

pada

pasien

UAP/NSTEMI

dengan

risiko

tinggi/sedang.Pasien ini sebaiknya mendapatkan aspirin dan heparin atau


mungkin enoksaparin. Sebagaimana disebutkan di atas, klopidogrel sebaiknya
dimulai segera, jika kateterisasi diundur >24-36 jam, dan angiogram awal
menyingkirkan indikasi untuk CABG segera.
BAB III
ANALISA KASUS

Berdasarkan autoanamnesis yang telah dilakukan pada Tn. Susia 59th pada tanggal
22Juni 2015, Os datang dengan keluhan nyeri dada sejak 5 jam SMRS. Nyeri dada
akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita infark miokard
atau tidak. Nyeri dada tipikal (angina) disebabkan oleh iskemia miokardium, pada
pasien ini didapatkan nyeri dada tipikal angina yaitu :

Lokasi : dirasakan pada seluruh bagian dada, Os tidak bisa menunjuk lokasi
nyeri.

Sifat nyeri : rasa terhimpit

Penjalaran : disangkal

Nyeri tidak membaik atau hilang dengan istirahat

Nyeri semakin bertambah dan tidak dipengaruhi oleh gerakan tertentu

Gejala yang menyertai : mual, keringat dingin, nyeri ulu hati, lemas, palpitasi

31

Dari anamnesis dapat disingkirkan penyakit lain dengan manifestasi nyeri dada yaitu

perikarditis akut nyeri biasanya bersifat tajam dan pleuritik, menjalar ke


trapezius, nyeri berkurang dengan mencondongkan badan ke depan dan terasa
semakin berat dengan tidur telentang.
emboli paru Nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah
satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk), nyeri semakin memburuk jika
penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk
diseksi aorta akut Nyeri umumnya berlokasi di tengah dada dan di
punggung. Tidak jarang pula lokasi dari pusat nyeri berubah sebagaimana
diseksi meluas ke arah antegrad maupun retrograde dan nyeri berpindah
("migratory pain"), nyeri seperti disobek ("ripping" atau "tearing") dan
bersifat menetap (konstan) dengan intensitas nyeri tertinggi pada waktu awal
onset.
nyeri otot biasanya nyeri setelah aktivitas berat atau olahraga dan nyeri
bila disentuh atau ditekan.
gangguan intestinal Nyeri dada hilang timbul dan sangat dipengaruhi oleh
makanan, dengan makan nyeri berkurang atau bertambah secara nyata.
Faktor risiko yang didapatkan dari pasien yaitu :

Hipertensi hipertensi yang menetap akan menimbulkan trauma langsung


terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner).
Merokok dapat merangsang proses arteriosklerosis karena efek langsung
terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia
jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat
menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan dinding arteri,
sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensititif
dinding arteri.
Laki-laki
Kurang olahraga
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :

EKG ditemukan NSTEMI 1-6 % EKG normal dan Fibrilasi Atrial

32

Peningkatan CKMB Peningkatan konsentrasinya yang cepat merupakan


penanda SKA
Peningkatan Troponin I protein yang ditemukan dalam sel-sel jantung yang
dilepaskan ketika mereka rusak oleh iskemia atau suplai darah yang
berkurang.
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat

ditegakan diagnosa Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI) dan Fibrilasi Atrial
rapid respone.
Pada pasien ini diterapi dengan bed rest, O 2 nasal kanul 4 liter/menit, IVFD
RL 10 tetes/ menit. Farmakologi berupa :
Terapi antiiskemia :

ISDN Tab 3 x 5 mg per oral untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah
nyeri dada berulang, nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray
bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia.

Bisoprolol 1 x 2.5 mg per oral merupakan penghambat reseptor -1


adrenergik utama (bersifat kardioselektif) tanpa aktivitas stimulasi reseptor 2 (yang ada di pernapasan) sehingga mencegah adrenalin menempel pada
reseptornya di jantung sehingga kerja jantung menjadi lebih ringan dan
berdampak pada turunnya tekanan darah

Terapi anti trombotik

Aspilet 1 x 80 mg per oral untuk mengurangi agregasi trombosit, adhesi


platelet dan pembentukan trombus melalui penekanan sintesis tromboksan A2
dalam trombosit.

Clopidogrel 1 x 75 mg per oral merupakan antiagregasi trombosit atau


antiplatelet yang bekerja secara selektif menghambat ikatan Adenosine DiPhosphate (ADP) pada reseptor ADP di platelet, yang sekaligus dapat
menghambat aktivasi kompleks glikoprotein GPIIb/IIIa yang dimediasi oleh
ADP, yang dapat menimbulkan penghambatan terhadap agregasi platelet.

Dosis initial loading dose Clopidogrel 300 mg; diikuti dengan satu kali sehari
satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-325 mg satu kali sehari
satu tablet).

33

Terapi antikoagulan
Inj. Arixtra 1 x 2.5 mg diberikan selama 5 hari SC merupakan antikoagulan
yang selektif menghambat faktor xa activity. Mirip dengan UFH dan LMWH,
fondaparinux mencegah generasi trombus dan pembentukan bekuan dengan
menghambat faktor Xa aktivitas tidak langsung melalui interaksinya dengan
antitrombin. Ketika fondaparinux mengikat antitrombin itu menyebabkan
perubahan konformasi permanen situs aktif antitrombin dan mengkatalisis
kegiatan Xa antifactor oleh sekitar 300 kali lipat.
Terapi lainnya
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV untuk mengurangi sekresi asam labung
Alprazolam Tab 1 x 0.25 mg per oral sebagai anti ansietas)
Secara umum penegakan diagnose dan tatalaksana pada Tn. U telah sesuai
dengan keperpustakaan. Pada pasien ini dianjurkan untuk evaluasi ekg.

Anda mungkin juga menyukai