Anda di halaman 1dari 29

BLOK EMERGENCY

SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN

Kelompok B-14

Ketua

: Nadhila Adani

(1102013196)

Sekretaris

: Mutiah Chairunnisah

(1102013189)

Anggota

: Marlita Adelina Pratiwi

(1102013163)

Nerissa Arviana Rahadianthi

(1102013210)

Putri Utari Azde

(1102013236)

Reynaldi Fattah Zakaria

(1102013246)

Wahyu Tanzil Furqan

(1102013298)

Widi Astuti Rosa

(1102013300)

Windri Sekar Nilam

(1102013304)

Muhammad Fajar Ramadhan

(1102012172)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016 2017
1

SKENARIO 1

PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung dari
haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas sebanyak 4
kali dan terakhir control satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan periksa terakhir
sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan berat badan 10 kg
dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat
penyakit jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam keluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik
dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
nadi 110 kali per menit, suhu 37C nafas 20 kali permenit. Dari status obstetric didapatkan tinggi
fundus uteri 28 cm, denyut jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak
darah warna merah kehitaman mengalir dari OUI dan pembukaan cerviks tidak ada. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi
kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin negative. Dari pemeriksaan
CTG didapatkan kesan gawat janin.

Kata-kata Sulit
1. CTG (Cardiotocography)
2. Gawat janin
cukup
3. ANC (Antenatal Care)
dan janin secara berkala

= metode untuk evaluasi kondisi janin selama gestasi


= keadaan/reaksi ketika bayi tidak memiliki oksigen yang
= pemeriksaan kehamilan untuk memeriksa keadaan Ibu

Pertanyaan
1. Mengapa pada pemeriksaan inspekulo terdapat darah berwarna kehitaman?
2. Apa saja pemeriksaan ANC?
3. Berapa kali harusnya dilakukan ANC?
4. Apa saja tanda gawat janin?
5. Apakah usia kehamilan dengan tinggi fundus uteri pada skenario sesuai?
6. Apa saja penyebab perdarahan persalinan?
7. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
8. Bagaimana tatalaksana dari kasus tersebut?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu dan bayi?
10. Apa saja indikasi dilakukan pemeriksaan CTG?

Jawaban
1.
2.
3.
4.

Karena terjadi hipoksia dan terdapat bekuan darah


Denyut jantung janin, usia janin, presentasi kepala dan punggung
Minimal 4x selama kehamilan
a. DJJ <100x/menit, >160
b. mekonium = ada kotoran di cairan amnion bayi
5. Tidak, harusnya 34 minggu = 33-35 cm
6. a. Plasenta previa = kelainan pada perletakan plasenta, menutupi OUI
b. Solusio plasenta = ada bekuan darah di plasenta
7. Solusio plasenta
8. Ibu diposisikan ke lateral kiri, diberi cairan, infus dextrose 5%, tokolisis(menghambat
kontraksi uterus)
9. Komplikasi pada anak dapat terjadi IUFD, sedangkan komplikasi pada ibu dapat terjadi
gagal ginjal, syok hipovolemik, Acute Respiratory Distress Syndrome, Hipotensi, Anemia
dan jika tidak ditolong Ibu bisa meninggal
10. a. intermitten = low risk
b.
Kontinue = sering -> high risk -> ada meconium, Ibunya demam 37,5-38C, ada
perdarahan

Hipotesis

Pasien dengan perdarahan antepartum datang dengan gejala seperti nyeri perut,
perdarahan pervaginam, takikardi dan pada pemeriksaan ANC didapatkan hasil kehamilan 34
minggu dan tinggi fundus uteri 23cm. Lalu dilakukan pemeriksaan CTG dan USG. Dari hasil
pemeriksaan CTG didapatkan hasil gawat janin. Lalu dokter mendiagnosis pasien solusio
plasenta. Pasien segera diberikan penanganan berupa resusitasi intrauteri, dan diposisikan ke
lateral kiri. Komplikasi dari solusio plasenta ini bisa terjadi pada Ibu dan anak yaitu pada anak
dapat terjadi IUFD, sedangkan komplikasi pada ibu dapat terjadi gagal ginjal, syok hipovolemik,
Acute Respiratory Distress Syndrome, Hipotensi, Anemia dan jika tidak ditolong Ibu bisa
meninggal. Selanjutnya dapat dilakukan sesar.

Sasaran Belajar
4

Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan dalam Kehamilan


2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Komplikasi dari Perdarahan Kehamilan
serta Tatalaksana
3. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana pada Kasus diatas

1. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan dalam Kehamilan

Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan.


Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering
dikaitkan dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan yang
terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III
disebut perdarahan antepartum.
a. Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.(Mansjoer Arif, 1999)
b. Kehamilan ektopik terganggu
adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium rahim
yang terganggu sehingga dapat terjadi abortus dan berbahaya bagi wanita tersebut.
(Mochtar, 1998 : 226)
c. Molahidatidosa
adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan tidak
berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi
patologik.
d. Plasenta previa
e. adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang letaknya tidak normal, yaitu
pada bagian bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan rahim. Pada keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro,
2005).
f. Solusio Plasenta
adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat perlekatannya yang normal pada
rahim sebelum janin dilahirkan (Saifuddin, 2006).
g. Vasa previa
h. adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau berada di
dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada didalam
selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga
akan pecah bila selaput ketuban pecah.

Abortus
Iminens
Abortus
Insipiens
Abortus
Kompletus
Abortus
Kehamilan
< 20
minggu

Kehamilan
ektopik
Mola
hidatidosa

Abortus
Inkompletus
Missed Abortion
Abortus
Habitualis
Abortus Infeksious
Plasenta previa
totalis

Perdarahan
Plasenta
previa

Plasenta previa
parsialis
Plasenta previa
marginalis
Plasenta previa
letak rendah

Kehamilan
> 20
minggu

Ringan
Solusio
plasenta

Sedang

Vasa previa

Berat

2. Memahami dan Menjelaskan Penyebab dan Komplikasi dari Perdarahan serta


Tatalaksana
a. Abortus
Etiologi abortus
Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik.
- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal
Kelainan kongenital uterus
- Anomali duktus Mulleri
- Septum uterus
- Uterus bikornis
- Inkompetensi serviks uterus
- Mioma uteri
- Sindroma Asherman
Autoimun
- Mediasi imunitas humoral
- Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
- Faktor endokrin eksternal
- Antibodi antitiroid hormon
- Sintesis LH yang tinggi
Infeksi
Hematologik
Lingkungan
Tatalaksana abortus
1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfuse darah dan
cairan yang cukup.
2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6
jam, suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya.
3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi
perdarahan yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil
konsepsi.
4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan
penderita.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2
Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru
yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
8

dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus spontan serta
terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini diringkas sebagai berikut
(Kenneth dkk, 2003):
Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus:
Kuretase
Aspirasi vakum (kuretase isap)
Dilatasi dan evakuasi (D&E)
Dilatasi dan Curretase (D&C)
Aspirasi haid
Laparatomi:
Histerotomi
Histerektomi
Teknik Medis
Oksitosin intravena
Cairan hiperosmotik intraamnion:
Salin 20%
Urea 30%
Prostaglandin E2, F2, dan analognya:
Injeksi intraamnion
Injeksi ekstraovular
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Ingesti oral
AntiprogesteronRU 486 (mifepriston) dan epostan
Berbagai kombinasi dari di atas.
b. Kehamilan ektopik:
Etiologi KET
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan tuba menyempit atau buntu.
Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
Faktor ovarium
Jika ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik besar.
Faktor hormonal
9

Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan


gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan akan terjadi kehamilan ektopik.
Tatalaksana KET
Menurut Arief Manjoer (2000: 269) bahwa penatalaksanaan terhadap wanita dengan KET
di RS yaitu sbb :
- Rawat inap segera untuk penanggulangannya.
- Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki KU dengan pemberian cairan yang
cukup (D 5%, glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi darah bila ada indikasi
untuk hipovolemia atau anemia.
- Segera setelah diagnosa ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan
operatif gawat darurat.
Tindakan operatif pada tuba dapat berupa :
a. Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil
konsepsi
b. Salpingektomi yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian
diikuti dengan reparasi bagian tersebut
Berikan antibiotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum luas seperti :
a. Sulbesilin secara IV dosis 3x1 gram
b. Gentamisin secara IV dosis 2 x 80 gram
c. Metronidazole secara IV dosis 2x1 gram
d. Ceftriaxone secara IV dosis 1 x 1 gram
e. Amoksilin dan klavulaik acid secara IV dosis 3 x 500 mg
f. Klindamisin secara IV dosis 3 x 600 mg
Untuk nyeri pasca tindakan dapat diberikan
a. Ketoprofen 100 mg supositoria
b. Tromodal 200 mg secara IV
c. Pethidin 50 mg secara IV
Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari
Konseling pasca tindakan
a. Kelanjutan fungsi reproduksi
b. Resiko hamil ektopik ulangan
c. Kontrasepsi yang sesuai
d. Asuhan mandiri selama dirumah
e. Jadwal kunjungan ulang

c. Mola hidatidosa
10

Etiologi Mola Hidatidosa


Menurut Moechtar, 1990. Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti.
Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah :
1.Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial
ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang
sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
3. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasikan dan
penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
4.Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein
pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan
mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
5.Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini
sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta
daya tahan tubuh.
Tatalaksana mola hidatidosa
Karena molahidatidosa adalah suatu kehamilan patologi dan tidak jarang disertai penyulit
yang membahayakan jiwa, pada prinsipnya harus segera dikeluarkan .Terapi
molahidatidosa terdiri dari tiga tahap, yaitu :
Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien molahidatidosa, yaitu :
a)
Koreksi dehidrasi.
b)
Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang), juga untuk memperbaiki
syok.
c)
Bila ada gejala preeklamsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai protocol
penanganannya.
11

d)

Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsul ke bagian penyakit dalam.

Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi


a)
Kuretase (suction curetase)
1)
Definisi
Kuret adalah pembersihan sisa-sisa jaringan yang ada dalam rahim .
2)
Faktor Resiko
a.
Usia ibu yang lanjut
b.
Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik .
c.
Riwayat infertilitas
d. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
e.
Berbagai macam infeksi
f.
Paparan dengan berbagai macam zat kimia
g. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
h.
Kelainan kromosom
3) Teknik Pengeluaran Jaringan
Pengeluaran jaringan yaitu setelah serviks terbuka (primer maupun dengan
dilatasi), jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan
kuretase.
a.
Sondage, menentukan posisi ukuran uterus.
b.
Masukan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 900 untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
c.
Sisa abortus dikeluarkan dengan tumpul, gunakan sendok terbesar yang bisa
masuk.
d.
Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua, dengan eksplorasi jari maupun
kuret.
4)
Risiko Yang Mungkin Terjadi
a.
Perdarahan
b.
Pengerokan yang terlalu dalam akan meninggalkan cerukan atau lubang di
dinding rahim.
c.
Gangguan haid
d.
Infeksi
5)
Persiapan Sebelum Operasi
a)
Informed consend
b)
Puasa
c)
Cek darah, darah harus tersedia dan sudah dilakukan crossmatching.
6)
Kuretase Pada Pasien Molahidatidosa
a.
Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin,
kadar beta Hcg dan foto toraks) keculai bila jaringan mola sudah keluar sepontan .
b.
Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria
stift (LS) dan dilakukan kuretase 24 jam kemudian .
c.
Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus
dengan tetesan infus oksitosin 10 IU dalam 500 cc dextrose 5 % .
12

d.
Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
e.
Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
7) Teknik Suction Curetase
a)
Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
b)
Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis
servikalis.
c)
Serviks dipegang dengan tenakulum
d)
Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara
drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
e)
Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti
turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena
kanula.
f)
Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat
dijamin kebersihannya.
b)

Histerektomi
1)
Syarat melakukan histerektomi adalah:
a.
Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak
cukup.
b.
Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa
pasien
c.
Resisten teerhadap obat kemoterapi.
d.
Dugaan perforasi pada mola destruen
e.
Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
f.
Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2)
Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
a.
Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
b.
Segera setelah suction curetase berakhir
c.
Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka.
Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
a.
Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat
mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
b.
Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang
besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
c.
Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas
dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan
hidup untuk mestastase
d.
Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan
mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
e.
Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip
(belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
13

4)
Filosofi Operasi Pada Histerektomi
a.
Trauma yang terjadi haruslah minimal
b.
Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah
dan Vesika urinaria .
c.
Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis
atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
d.
Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
.
Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi dengan
hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare, Expensive,
Dangerous).
Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi sehingga dapat
memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh
darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.

Pemeriksaan tindak lanjut


Tujuan utama tindakan lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang mengisyaratkan
keganasan. Pemeriksaan tindak lanjut pada pasien molahidatidosa meliputi:
1.
Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, sekurang-kurangnya satu tahun.
2.
Ukur kadar hCG setiap 2 minggu, walaupun sebagian menganjurkan pemeriksaan
setiap minggu, belum terbukti adanya manfaat yang nyata.
3.
Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar yang meningkat
atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi dan biasanya terapi.
4.
Setelah kadar normal yaitu setelah mencapai batas bawah pengukuran pemeriksaan
dilakukan setiap 6 bulan, lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.
5. Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan setelah 1 tahun.
6.
Karena itu, tindak lanjut serta penatalaksanaan saat ini berpusat pada pengukuran
serial kadar hCG serum untuk mendeteksi tumor trofoblas persisten.
d. Plasenta Previa
Definisi plasenta previa
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal
yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta
dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum
(Saifuddin, 2002).
Etiologi dan faktor resiko plasenta previa
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para
ahli, penyebab plasenta previa yaitu :
14

a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah


rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk
mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang
persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas
operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
Faktor Risiko Plasenta Previa
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor faktor yang dapat meningkatkan kejadian
plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan
pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti
: bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada
mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari
tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak
kehamilan < 2 tahun dan kehamilan 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1)
Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia,
plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini
disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium
masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis
pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang ulang
dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual
plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada
umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta
previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan
faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan
rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari
previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum
bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3)
Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. Menurut Sastrawinata
(2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas,
seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab
sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea,
bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan
plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang
subur (Manuaba, 2001).
c. Faktor pendorong
Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan
atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi

15

dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari) Sastrawinata,(2005).

Klasifikasi plasenta previa


Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir :
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan
menutupi sebagian ostium uteri internum.

Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa


Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan
pada pembukaan 4 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh
ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 5 cm sebagian pembukaan ditutupi
oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi
ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan
plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi
plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis
pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan
mengenai besarnya pembukaan (Wiknjosastro, 2002).
Patofisiologi plasenta previa
Menurut Chalik (2002), pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester
ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuknya dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang tumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
16

pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada
bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu,
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah
rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
Manifestasi plasenta previa
Gejala yang dapat ditemukan pada keadaan plasenta previa, yaitu:
a. Perdarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri serta berulang
b. darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi
perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya
c. timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum
masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak
plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)
Diagnosis plasenta previa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan dan
berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;
Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah
cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan
Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen,
yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
- Diagnosis banding plasenta previa
Gejala dan tanda
Faktor

Penyulit lain

Diagnosis
17

* Perdarahan tanpa nyeri, usia


gestasi >28 minggu
* Darah segar
*Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi,
aktivitas
fisik,
kontraksi
braxton hicks atau koitus

predisposisi
* multipara
* mioma uteri
* usia lanjut
*kuretase
berulang
* bekas SC
* merokok

* Perdarahan dengan nyeri


intermitten atau menetap
* Warna darah kehitaman dan
cair, tapi mungkin ada bekuan
jika solusio relatif baru
* Jika ostium terbuka, terjadi
perdarahan berwarna merah
segar.

* Hipertensi
* versi luar
*Trauma
abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi

* Perdarahan intraabdominal
dan/atau vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian
hilang
setelah
terjadi regangan hebat pada
perut bawah (kondisi ini tidak
khas)

* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik

*Perdarahan berwarna merah


segar.
* Uji pembekuan darah tidak
menunjukkan adanya bekuan
darah setelah 7 menit
*
Rendahnya
faktor
pembekuan darah, fibrinogen,
trombosit, fragmentasi sel
darah

* solusio plasenta
*
janin
mati
dalam rahim
* eklamsia
* emboli air
ketuban

* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
*
Melemah
atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk
uterus
abnormal
atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding
perut
dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
*
perdarahan
dari
tempat suntikan jarum
infus

Plasenta
previa

Solusio
plasenta

Ruptur
uteri

Gangguan
pembekuan
darah

18

Penatalaksanaan plasenta previa


Tindakan pada plasenta previa :
a. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum
yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan
dalam jumlah mencukupi.
b. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
c. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis
atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah
(plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan
selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti,
lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum; jika
perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
d. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada
kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10
mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.

19

Komplikasi plasenta previa


Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah :
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Prematuritas atau lahir mati
e. Solusio plasenta
Definisi solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin
lahir . Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika
separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis
sebagai abortus imminens (5). Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya
mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi
normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada
kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 2.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).


Epidemiologi solusio plasenta
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur
lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat
1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio
plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada
angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan
diagnosisnya (8).
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam
500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi,
terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut
hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio
plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang
dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5%
terjadi solusio plasenta .

20

Klasifikasi solusio plasenta

Gambar 3. Klasifikasi solusio plasenta


Klasifikasi solusio placenta antara lain:
a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat
perlengkatannya.
b. Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat
perlengketannya.
c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba pada
pemeriksaan dalam.
Manifestasi solusio plasenta
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya
menurut gejala klinis:
a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat
pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut
terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini
harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan
yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio
plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum
dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti
solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut
terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya
mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian
pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat.
Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian
janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
21

tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
Patofisiologi solusio plasenta
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan
bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina
atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa
sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di
uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia
sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang
terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan
gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan
darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta
sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga
terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak
keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan
tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda
yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah
volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar
tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama
berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

22

Perdarahan keluar

Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative


1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.
lebih baik.
2. Plasenta terlepas sebagian atau
2. Plasenta
terlepas
luas,uterus
inkomplit.
keras/tegang.
3. Jarang
berhubungan
dengan
3. Sering berkaitan dengan hipertensi.
hipertensi.
Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan
dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
Penyulit terhadap ibu
Penyulit terhadap janin
1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi
1. Tergantung pada luasnya plasenta yang
darah umum
lepas dapat menimbulkan asfiksia
2. Terjadi
penurunan
tekanan
ringan sampai kematian dalam uterus.
darah,peningkatan nadi dan pernapasan
3. Ibu tampak anemis
4. Dapat timbul gangguan pembekuan
darah,karena
terjadi
pembekuan
intravaskuler diikuti hemolisis darah
sehingga fibrinogen makin berkurang
dan memudahkan terjadinya perdarahan
(hipofibrinogenemia)
5. Dapat timbul perdarahan packapartum
setelah persalinan karena atonia uteri
atau gangguan pembekuan darah
6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal
dan terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
7. Timbunan darah yang meningkat
dibelakang
plasenta
dapat
menyebabkan
uterus
menjadi
keras,padat dan kaku.
Diagnosis solusio plasenta
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai
contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum
begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi
perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin
meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan
tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan
saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat
intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak
memadai atau terlambat.
23

a.

b.

Tatalaksana solusio plasenta


Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya
gejala klinis, yaitu:
Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari
36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak
tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung
terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah
solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin
hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio
plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah,
amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat
ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka
transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke
dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari
hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana.
Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan
untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi
solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang
umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah
terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria,
keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin
dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai
hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian
darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi
hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah
harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan
fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan
fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan

24

rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan

Komplikasi solusio plasenta


Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:
a. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat
dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi
uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan
adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. Titik akhir dari hipotensi
yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit
volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi
terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis
hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan
penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk
banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan
tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas
hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian
darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat
memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu
karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat
nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh karena itu oliguria
hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin
dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian
darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat
mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di
RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus
25

solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
f. Vasa previa
Definisi vasa previa
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi
atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.

Etiologi vasa previa


Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada
kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh
janin, sehingga dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali
pusat/ insersi.
Patofisiologi vasa previa
Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan plasenta oleh
pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah
tersebut berjalan di daerah oestium uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat
berbahaya bagi janin karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh
darah dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika perdarahan banyak
kehamilan harus segera di akhiri.
Manifestasi vasa previa
Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi
velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah
ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung
anak menjadi buruk. Bisa juga menyebabkan bayi itu meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya
perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan
segala kemungkinan penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.
26

Diagnosis vasa previa


Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal
dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput
ketuban didepan ostium uteri internum.
Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 3 tetes larutan basa
kedalam 1 mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran
akan tetap berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan
segera pecah dan campuran berubah warna menjadi coklat.
Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan
plasenta
Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa
sedikit perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
Penatalaksanaan vasa previa
Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai bahwa ibu hamil mengalami
kehamilan ganda segera lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami
insersio velamentosa, lakukan rujukan pada Rumah Sakit (Seksio Sesarea).
3. Memahami dan Menjelaskan Rencana Ratalaksana pada Kasus diatas
Langkah pertama menghadapi pasien dengan perdarahan adalah segera periksa
pernafasannya dan memberikan infus larutan ringer laktat atau larutan fisiologik dan
kecepatannya disesuaikan dengan kebutuhan setiap kasus, serta memeriksa Hb dan golongan
darah. Transfusi darah bila kadar Hb <10 dan juga dipantau dari waktu ke waktu tanda-tanda
vital ibu hamil dan pemantauan kesejahteraan janin. Dianjurkan mempergunakan CTG guna
pemeriksaan yang lebih akurat untuk memantau keadaan janin. Untuk gawat janin langsung
persiapkan tindakan caesar section.

27

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G et al: Williams Obstetrics 21st Editions. McGraw-Hill Medical

Publishing Divisions.
Fakultas Kedokteran Univeresitas Padjadjaran. 2005: Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi Edisi 2. Editor: Prof.Sulaiman S, dr.,SpOG (K); Prof.DR.Djamhoer M,
dr.,MSPH,SpOG(K); Prof.DR.Firman F W, dr.,SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:

Airlangga University Press, 2001; 456-70.


Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.


Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian

Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.


DeCherney, AH; Nathan, L. 2003. Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hanafiah,
T.M
2004.
Plasenta
Previa,
on
line,
(http://www.
Library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-tmhanafiah2.pdf, diakses tanggal 30 Agustus
2010).
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi
kedua. Jakarta : EGC.
Martaadisoebrata Djamhoer, Wijayanegara Hidayat, dkk. 2005. Obstetri Patologi.
Jakarta. EGC.
Saifuddin, Abdul Bari.2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
28

Wiknjosastro,Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai