Emergency sk1
Emergency sk1
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
Kelompok B-14
Ketua
: Nadhila Adani
(1102013196)
Sekretaris
: Mutiah Chairunnisah
(1102013189)
Anggota
(1102013163)
(1102013210)
(1102013236)
(1102013246)
(1102013298)
(1102013300)
(1102013304)
(1102012172)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016 2017
1
SKENARIO 1
PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien usia 27 tahun datang ke IGD RSUD dengan keluhan nyeri pada perut
sejak 3 jam yang lalu disertai dengan keluar darah dari kemaluan. Usia kehamilan dihitung dari
haid terakhir didapatkan 34 minggu. Pasien melakukan Antenatal Care di Puskesmas sebanyak 4
kali dan terakhir control satu minggu yang lalu. Pasien juga pergi ke paraji dan periksa terakhir
sebelum ke RS untuk diurut. Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan berat badan 10 kg
dan tidak ada edema pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat
penyakit jantung, ginjal, DM, dan hipertensi dalam keluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik
dengan hasil pasien tampak sakit sedang dan didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi
nadi 110 kali per menit, suhu 37C nafas 20 kali permenit. Dari status obstetric didapatkan tinggi
fundus uteri 28 cm, denyut jantung janin tidak jelas. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak
darah warna merah kehitaman mengalir dari OUI dan pembukaan cerviks tidak ada. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil kehamilan tunggal dengan janin presentasi
kepala dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan protein urin negative. Dari pemeriksaan
CTG didapatkan kesan gawat janin.
Kata-kata Sulit
1. CTG (Cardiotocography)
2. Gawat janin
cukup
3. ANC (Antenatal Care)
dan janin secara berkala
Pertanyaan
1. Mengapa pada pemeriksaan inspekulo terdapat darah berwarna kehitaman?
2. Apa saja pemeriksaan ANC?
3. Berapa kali harusnya dilakukan ANC?
4. Apa saja tanda gawat janin?
5. Apakah usia kehamilan dengan tinggi fundus uteri pada skenario sesuai?
6. Apa saja penyebab perdarahan persalinan?
7. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
8. Bagaimana tatalaksana dari kasus tersebut?
9. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu dan bayi?
10. Apa saja indikasi dilakukan pemeriksaan CTG?
Jawaban
1.
2.
3.
4.
Hipotesis
Pasien dengan perdarahan antepartum datang dengan gejala seperti nyeri perut,
perdarahan pervaginam, takikardi dan pada pemeriksaan ANC didapatkan hasil kehamilan 34
minggu dan tinggi fundus uteri 23cm. Lalu dilakukan pemeriksaan CTG dan USG. Dari hasil
pemeriksaan CTG didapatkan hasil gawat janin. Lalu dokter mendiagnosis pasien solusio
plasenta. Pasien segera diberikan penanganan berupa resusitasi intrauteri, dan diposisikan ke
lateral kiri. Komplikasi dari solusio plasenta ini bisa terjadi pada Ibu dan anak yaitu pada anak
dapat terjadi IUFD, sedangkan komplikasi pada ibu dapat terjadi gagal ginjal, syok hipovolemik,
Acute Respiratory Distress Syndrome, Hipotensi, Anemia dan jika tidak ditolong Ibu bisa
meninggal. Selanjutnya dapat dilakukan sesar.
Sasaran Belajar
4
Abortus
Iminens
Abortus
Insipiens
Abortus
Kompletus
Abortus
Kehamilan
< 20
minggu
Kehamilan
ektopik
Mola
hidatidosa
Abortus
Inkompletus
Missed Abortion
Abortus
Habitualis
Abortus Infeksious
Plasenta previa
totalis
Perdarahan
Plasenta
previa
Plasenta previa
parsialis
Plasenta previa
marginalis
Plasenta previa
letak rendah
Kehamilan
> 20
minggu
Ringan
Solusio
plasenta
Sedang
Vasa previa
Berat
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus spontan serta
terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini diringkas sebagai berikut
(Kenneth dkk, 2003):
Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus:
Kuretase
Aspirasi vakum (kuretase isap)
Dilatasi dan evakuasi (D&E)
Dilatasi dan Curretase (D&C)
Aspirasi haid
Laparatomi:
Histerotomi
Histerektomi
Teknik Medis
Oksitosin intravena
Cairan hiperosmotik intraamnion:
Salin 20%
Urea 30%
Prostaglandin E2, F2, dan analognya:
Injeksi intraamnion
Injeksi ekstraovular
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Ingesti oral
AntiprogesteronRU 486 (mifepriston) dan epostan
Berbagai kombinasi dari di atas.
b. Kehamilan ektopik:
Etiologi KET
Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan tuba menyempit atau buntu.
Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di
saluran tuba.
Faktor ovarium
Jika ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik besar.
Faktor hormonal
9
c. Mola hidatidosa
10
d)
d.
Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval waktu minimal 1 minggu .
e.
Seluruh jaringan mola hasil kerokan dikirim ke labolatorium PA.
7) Teknik Suction Curetase
a)
Dilatasi seviks kanalis dengan busi terbesar yang dapat di masukkan.
b)
Pilihlah kanula yang paling besar dan dapat dimasukkan kedalam kanalis
servikalis.
c)
Serviks dipegang dengan tenakulum
d)
Menjelang dilakukan suction curetase, oksitosin disuntikkan ataun secara
drip sehingga suction akan selalu diikuti dengan makin kecilnya uterus
e)
Tangan kiri diletakkan pada fundus uteri dengan tujuan untuk mengikuti
turunnya fundus uteri dan merasakan bahwa tidak teerjadi perforasi karena
kanula.
f)
Setelah suction kuretase, ikuti dengan kuret tajam dan besar sehingga dapat
dijamin kebersihannya.
b)
Histerektomi
1)
Syarat melakukan histerektomi adalah:
a.
Pertimbangan usia yang sudah lanjut, diatas usia 40 tahun dan usia anak
cukup.
b.
Terjadi perdarahan banyak setelah kuretase untuk menyelamatkan jiwa
pasien
c.
Resisten teerhadap obat kemoterapi.
d.
Dugaan perforasi pada mola destruen
e.
Sejak semula sudah tergolong penyakit trofoblas resiko tinggi
f.
Dugaan sulitnya melakukan pengawasan ikutan
2)
Histerektomi yang dilakukan dapat dilaksanakan:
a.
Pada Mola hidatidosa in toto (in situ)
b.
Segera setelah suction curetase berakhir
c.
Pada koriokarsinoma dengan pertimbangan khusus
3) Tekhnik Operasi
Teknik operasi sampai saat ini belum dijumpai secara utuh diberbagai pustaka.
Oleh karena itu,kami menganjurkan teknik operasi sebagai berikut:
a.
Jangan terlalu banyak melakukan manipulasi uterus sehingga dapat
mengurangi mestastase saat operasi berlangsung.
b.
Lakukan langkah histerektomi dengan mencari dulu pembuluh darah yang
besar dipotong dan diikat sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan perdarahan.
c.
Lakukan vaginal alcohol tampon padat sehingga tercecernya sel trofoblas
dari uterus segera mengalami denaturasi dan dapat mengalami kemungkinan
hidup untuk mestastase
d.
Jika dapat dilakukan, serviks dijahit sehingga kanalis servikalis tertutup dan
mengurangi kemungkinan tercecernya sel trofoblas saat operasi berlangsung.
e.
Mestastase durante operationum, dapat dilindungi dengan kemoterapi drip
(belum umum diIndonesia) tetapi kami anjurkan dan evaluasi hasilnya.
13
4)
Filosofi Operasi Pada Histerektomi
a.
Trauma yang terjadi haruslah minimal
b.
Lindungi organ penting pelvis dari trauma, yaitu : ureter, pembuluh darah
dan Vesika urinaria .
c.
Kurangi komplikasi operasi, infeksi, perdarahan, dan trauma organ pelvis
atau kenali secepatnya bila terjadi trauma untuk segera melakukan rekontruksi
d.
Hindari terjadinya prolapsus vaginal stump
.
Upayakan agar tidak terjadi komplikasi pascaoperasi
Operasi khususnya di Indonesia dengan KU rendah dan anemia, tindakan operasi dengan
hilangnya darah minimal sangat penting karena darah adalah RED (Rare, Expensive,
Dangerous).
Dianjurkan agar saat melakukan operasi diberikan profilaksis kemoterapi sehingga dapat
memperkecil aktivitas sel-sel trofoblas ganas yang kebetulan dapat masuk kepembuluh
darah atau tercecer pada vagina, untuk tumbuh dan berkembang.
15
dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari
20 batang sehari) Sastrawinata,(2005).
pelepasan pada tapaknya. Demikian pula pada waktu servik mendatar dan membuka ada
bagian tapak plasenta yang lepas. Pada tempat laserasi itu akn terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruang intervillus dari plasenta. Oleh sebab itu,
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi oleh karena segmen bawah
rahim senantiasa terbentuk Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan servik menyebabkan sinus uterus robek karena
lepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal (Mansjoer, 2001).
Manifestasi plasenta previa
Gejala yang dapat ditemukan pada keadaan plasenta previa, yaitu:
a. Perdarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri serta berulang
b. darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi
perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya
c. timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum
masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak
plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)
Diagnosis plasenta previa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang (Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan dan
berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.
Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;
Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah
cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.
Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal
perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.
Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan
Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :
Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen,
yang 95% dapat dilakukan tiap saat.
- Diagnosis banding plasenta previa
Gejala dan tanda
Faktor
Penyulit lain
Diagnosis
17
predisposisi
* multipara
* mioma uteri
* usia lanjut
*kuretase
berulang
* bekas SC
* merokok
* Hipertensi
* versi luar
*Trauma
abdomen
* Polihidramnion
* gemelli
* defisiensi gizi
* Perdarahan intraabdominal
dan/atau vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian
hilang
setelah
terjadi regangan hebat pada
perut bawah (kondisi ini tidak
khas)
* Riwayat seksio
sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik
* solusio plasenta
*
janin
mati
dalam rahim
* eklamsia
* emboli air
ketuban
* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Syok yang tidak
sesuai dengan jumlah
darah (tersembunyi)
* anemia berat
*
Melemah
atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
*Syok atau takikardia
*Adanya cairan bebas
intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk
uterus
abnormal
atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding
perut
dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* perdarahan gusi
* gambaran memar
bawah kulit
*
perdarahan
dari
tempat suntikan jarum
infus
Plasenta
previa
Solusio
plasenta
Ruptur
uteri
Gangguan
pembekuan
darah
18
19
20
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
Patofisiologi solusio plasenta
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan
mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum
terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah
plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan
maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus
yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi
menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan
bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus.
Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina
atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus
akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa
sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan
retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah
ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan
menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di
uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia
sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang
terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan
gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan
darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta
sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga
terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak
keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta.
Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan
tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda
yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah
volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar
tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama
berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.
22
Perdarahan keluar
Perdarahan tersembunyi
a.
b.
24
rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah.
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam
sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan,
walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria.
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire)
tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat
dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan
solusio plasenta yang ditelitinya. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil
cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
f. Vasa previa
Definisi vasa previa
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi
atau berada di dekat ostium uteri internum (cervical os) . Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban ( tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta)
sehingga akan pecah bila selaput ketuban pecah.
27
DAFTAR PUSTAKA
Publishing Divisions.
Fakultas Kedokteran Univeresitas Padjadjaran. 2005: Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi Edisi 2. Editor: Prof.Sulaiman S, dr.,SpOG (K); Prof.DR.Djamhoer M,
dr.,MSPH,SpOG(K); Prof.DR.Firman F W, dr.,SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
29