Anda di halaman 1dari 4

5.1.

Enansiometer dan Aktivitas Farmakologi


Lehman dkk. (1976) merumuskan definisi stereo-selektivitas menurut cara berikut :

enansiometer yang lebih cocok ( dengan afinitas lebih tinggi terhadap reseptor) disebut eutomer,
sedangkan yang afinitasnya lebih rendah disebut distomer. Nisbah aktivitas eutomer dan
distomer dinamakan nisbah eudismik ; indeks eudismik dinyatakan sebagai berikut :
El = log afinitas Eu log afinitas Dist
Hubungan eutomer dan distomer dengan aktivitas farmakologi dilukiskan dalam gambar 1.12.
LOG AFINITAS
(PA2)

ISOMER YANG LEBIH KUAT (EUTOMER)


ISOMER YANG KURANG KUA(pA2)

Gambar 1.12 Rajah afinitas dan distomer deretan analog oksotremorin (4-18) terhadap afinitas
eutomer. Eutomer ( selalu isomer R dalam deretan ini ) sudah sewajarnya terletak pada garis
dengan kemiringan satu, sedangkam distomer membentuk pola acal. (diproduksi seixin P.A.
Lehman (1933). dalam Mechanism of drug action (T.P. Singer dkk.,Peny.),Academic Press, New
York)

Dalam deretan agonis dan antagonis (untuk definisinya lihat bab 2, subbab 3) hasil bagi afinitas
eudismik dapat juga dipakai sebagai sebagai ukuran stereo-selektivitas karena salah satu kaprah
yang meluas, distomer suatu rasemat sering dianggap takaktif dan tidak ada akibatnya terhadap
aktivitas farmakologi suatu pemikiran yang diperkuat oleh fakta bahwa resolusi (pemisahan)
rasemat secara ekonomi tidak menguntungkan. Ariens dkk. menerbitkan satu seri buku dan
makalah yang memperlihatkan kekeliruan konsep ini dan menekankan perlunya menggunakan
enansiometer murni untuk pengobatan dan penelitian.
Karena itu, distomer hendaklah dilihat sebagai ketidakmurnian yang meliputi 50% dari
jumlah keseluruhan suatu obat ketidakmurnian yang dalam kebanyakan hal sama sekali
tidaklemban, soudijn )dalam Ariens dkk.,1983) membuat daftar semua kemungkinan efek yang
tak terkendaki pada distomer :
1.
2.
3.
4.

Menunjang efek samping


menentang kerja farmakologi eutomer
termetabolisis menjadi senyawa yang aktivitasnya tidak menguntungkan;
termetabolisis menjadi senyawa beracun

namun, ada kalanya pemakaian rasenat memberi kentungan ; kadang-kadang zat itu lebih
berkhasiat dari masing-masing enansiomer yang dipakai terpisah (misalnya antihistamin,
isotipendil), atau distomer beubah menjadi eutomer in vivo (obat antiradang ibufrofen).
akhir- akhir ini terdapat kecendrungan untuk mengembangkan obat dengan dua jenis kerja atau
lebih, biasanya dengan mekanisme kerja yang berlainan. Pada obat hibrida itu ( yang mungkin
satu rasemat), perbandingan nisbi berbagai jenis kerja sudah ditetaokan lebih dahulu ;
menggunakan dua obat dengan aktivitas sendiri-sendiri dan bukan obat tunggal memungkinkan
pengobatan yang paling tepat danteliti, disesuaikan dengan kebutuhan penderita masing-masing.
namun, pendekatan ini dapat menjadi amat rumit, seperti diuraikan dalam makalah menarik oleh
Ariens (1984)
tak dapat diasngka bahwa pemisahan enansiomer acap kali sulit dan mahal. dalam hal demikian,
kita tidak mempunyai pilihan lain kecuali memakai rasemat. Akan tetapi, kadang-kadang obat
tak-khiral mempunyai efek sama atau lebih, dibandingkan dengan analog khiralnya (misalnya
sefentanil terhadap morfin;lihat bab5,pasal 3.7). Dalam hal ini pemakaiannya dapat dibenarkn
hanya atas dasar itu saja.

5.2 Isomer Geometri


Isomer cis/trans adalah hasil rotasi terbatas sepanjang ikatan kimia yang ditimbulkan oleh
ikatan rangkap atau system cincin kaku dalam molekul isomer, Isomer cis/trans bukan bayangan
cermin mempunyai sifat fisikokimia.

berlainan, yang tercermin pada aktivitas farmakologinya karena gugus-gugus fungsi dalam
molekul ini terpisah pada jarak berbeda-beda dalam berbagai isomer itu, maka menurut aturan,
gugus gugus itu tidak mungkin terikat pada reseptor yang sama, karena itu, isomerisme geometri
sendiri bukan merupakan daya tarik utama bagi ahli kimia medisinal. Yang penting sebagai hasil
isomerisme itu adalah kereaktifan dan ketercpaian subtituen dalam kerangka kaku itu, Aspek ini
dibahas bersama dengan analisi konformasi (pasal 5.3)
Dengan menggunkan kaidah urutan Cahn-Ingold_Prelog, Blackwood dkk. (1968) merancang
suatu sistem yang dapat menyelesaikan tugas isomerisme cis/trans (atau syn/anti dalam hal
ikatan C=N) yang mutlak dan tidak meragukan. Umpamanya, Senyawa CHCL tidak dapat
diberin nama tanpa meragukan menurut kaidah klasik. Namun, setelah prioritas subtituen pada
setia atom karbon ditetapkan (dengan memakai kaidah urutan), maka konfigurasi dengan kedua
subtituen berprioritas tinggi terletak pada sisi yang sama, disebut isomer Z (untuk zusammen
yang berarti sama-sama dalam bahasa Jerman ). Konfigurasi dengan subtiten tersebut yang
terletak pada sisi berlawanan, dan dinyatakan sebagai isomer E (untuk entegen yang berarti
berlawanan).

Anda mungkin juga menyukai