Anda di halaman 1dari 18

I.

KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme
yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
bereupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh
secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerotik, dan penyakit vascular
mikroangiopati dan neuropati ( Price, Wilson, 2006).
Diabetes Melitus merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibay kurangnya
hormone insulin,menurunnya efek insulin atau keduanya ( Kowalak,
Welsh, Mayer, 2014).
B. Epidemiologi
Tingkat prevalensi diabetes mellitus adalah tinggi. Diduga
terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap
tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan
penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopatik
diabetic. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2
kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan
mereka yang tidak menderita diabetes (Price, Wilson, (2006).
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya
meninggal karena penyakit vascular. serangan jantung, gagal ginjal,
stroke dan gangrene adalah komplikasi yang utama. Dampak ekonomi
pada diabetes jelas terlihat berakbat akibatnya pada biaya pengobatan

dan hilangnya pendapatan, selain konsekuensi financial karena


banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vascular ( Price,
Wilson, 2006).
C. Etiologi & Klasifikasi
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang
ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada akhirnya
menuju proses bertahap peerusakan imunologik sel-sel yang
memproduksi insulin.

Individu yang peka secara genetic

tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu


berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap
se-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
yang di rangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes mellitus
terjadi jika lebih 90% sel-sel beta menjadi eusak, sehingga terjadi
insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan
dengan defisiensi insulin ( Kowalak, Welsh, Mayer, 2014).
Penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada
orang-orang beresiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan member
jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda
awitan manifestasi klinis defisiensi insulin ( Kowalak, Welsh,
Mayer 2014).
Pada pasien-pasien diabetes mellitus tipe 2, penyakit
mempunyai pola familial yang kuat.

Apalagi pada saudara

kandung, resiko berkembangnya mendekati 40% dan 33% untuk


anak dan cucunya.. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan

sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya terdapat resistensi


dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya dengan reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi
pembawa GLUT 4 glikosa dan meningkatkan transport glikosa
menembus membrane sel. Kelainan in dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat respetor pada membrane sel yang selselnya responsive terhadap insulin (Price, Wilson, 2006).
Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks
reseptor insulin bdengan system transport glukosa. Pada akhirnya,
timnul kegagalan sel beta

dengan menurunnya jumlah insulin

yang beredar dan tidak lagi memadai lagi untuk mempertahankan


euglekemia. Pengurangan berat badan sering dikaitkan dengan
perbaikan dalam sensivitas insulin dan pemulihan toleransi
glukosa (Price, Wilson, 2006).
Adapun klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus
Data Grup (Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and
Other Categories og Glucosa Intolerance):
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI) atau tipe 1
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI atau tipe 2
a) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
b) DMTTI dengan obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistic
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada diabetes mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara


normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh proses
autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe 1 ditandai
oleh awitan mendadak yang biasanya terjasdi pada usia 30 tahun.
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat penurunan sensivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) aatau akibat penurunan jumlah
produksi insulin (Clevo, Margareth, 2012).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi

klinis

diabetes

mellitus

dikaitkan

dengan

konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan


defisiensi insulin tidak mempertahankan kadar glukosa puasa yang
normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika
hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini maka
timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diresis osmotic
yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia). Karena glikosa hilang bersama urine, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang.
Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timnul sebgai
akibat kehilangan kalori, pasien mengeluh lelah dan mengantuk
(Brunner & Suddarth 2002).

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan


gejala yang ekplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan,
polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak dapat pengobatan
segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol
metabolism dan umumnya penderita peka terhadap insulin ( Brunner
& Suddart, 2002).
Sebaliknya, pasien dengan tipe 2, mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan

gejala

apapun,

dan

diagnosis

hanya

dibuat

berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes


toleransi glukosa. Pada hiperhlikemia yang lebih berat, pasien tersebut
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen.
Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis, karena pasien ini tidak
defisiensi insulin secara absolute namun relatif. Sehingga kadar insulin
pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal, atau malahan tinggi,
tetapi tetap tidak memadai untuk memperthankan kadar glukosa dalam
darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin ekogen
( Brunner & Suddarth, 2002).
E. Patofisiologi
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalmi metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi
glokogen dan 20% sampai 40% di ubah menjadi lemak. Pada diabetes
mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi

insulin. Penyerpan glikosa kedalam sel macet dan metabolismenya


terganggu. Keadaan ini meyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia ( Clevo,
Margareth, 2012 ) .
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan kabohidrat, lemak, dan protein menjadi menipis. Karena
digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia (Kowalak, Welsh, Mayer, 2014).
Pada individu yang secara genetic rentan terhadap diabetes tipe
1, kejadian pemicu yakni kemungkinan infeksi virus, akan
menimbulkan produksi autoantibody terhadap sel-sel beta pancreas.
Destruksi sel yang diakibatkan, menyebabkan penurunan sekresi
insulin dan akhirnya kekurangan hormone insulin. Defisiensi insulin
mengakibatkan

keadaan

hiperglikemia,

peningkatan

lipolisis

(penguraian lemak) dan katabolisme protein. Defisiensi insulin juga


mengganggu metabolism protein dan lemak yang dapat menyebabkan
penurunan berat badan ( Kowalak, Welsh, Mayer, 2014 ).
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut menimbulkan hiperglikemia (Price, Wilson, 2006 ).

Badan

keton

meerupakan

asam

yang

mengganggu

keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.


Ketoasidosis diabetic yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda
dan gejala seprti hiperventilasi, mual-muntah, nafas bau keton, bila
tidak di tangani maka akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan
kematian ( Price, Wilson, 2006 ).
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang
disebabkan oleh satu atau lebih factor berkut ini; kerusakan sekresi
insulin produksi glukosa yang tidak tepat di dalam hati, atau
penurunan sensivitas reseptor

insulin perifer. Faktor genetic

merupakan hal yang signifikan, dan awitan diabetes dipercepat oleh


obesitas serta gaya hidup sedentary (sering duduk) (Brunner &
Suddarth , 2002 ).
Normalnya insulin akan terikat dengasn reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terjadinya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa di
dalam sel. Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, gatus terdapat peningkatan jumlah insyulin yang
disekresikan (Brunner & Suddarth, 2002).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mecegah
pemecahan lemak dan produksi bahan keton yang menyertainya. Oleh
sebab itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe 2
( Kowalak, Welsh, Mayer, 2014 ).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah; gula darah puasa>130ml/dl, tes toleransi glikosa >
200mg/dl, 2jam setelah pemberian glukosa
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas; kadar lipid dan kolestrol meningkat
4. Osmolaritas serum
5. Pemeriksaan elektrolit (Na)
6. Pemeriksaan gas darah arteri
7. Pemeriksaan trombosit darah
8. Pemeriksaan Ureum
9. Pemeriksaan insulin
10. Pemeriksaan urine
11. Pemeriksaan kultur dan sensivitas ( Clevo, Margareth, 2012 )
G. Penatalaksanaan Medis
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda\
4) Memepertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
6) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita
Prinsip diet DM adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal giet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak (Clevo Rendi.,M, Margareth.,TH,
2012)
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin, apabbila dikeerjakan setiap
1 jan sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atu menambah jumlah

reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan


b.
c.
d.
e.

reseptornya.
Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
Meningkatkan kadar kolestrol-high density lipoprotein
Kadar glykosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan

akan dirangsang pembentukan glikogen baru


f. Menurunkan kolestrol dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik ( Clevo,
Margareth, 2012 )
3. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Meklanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat reseptor: pankreatik, ekstra
pancreas
b) Kerja OAD tingkat respetor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida biasanya mmpunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lainnya yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:
a) Biguanida [ada tingkat preceptor ekstra pancreas
b) Biguanoda pada tingkat reseptor: meningkatkan
jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascaresptor: mempunyai
efek intraseluler ( Clevo, Margareth, 2012 )
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin:
a) DM tipe 1
b) DM tipe 2 yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (Nurhalima.,R, 2013)
4. Cangkok pancreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari


donor hidup saudara kembar identik ( Nurhalima,2013).
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi Dm meliputi:
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar,
penyakit jantung koroner
c. Penyakit mikrovaskler: mengenai pembuluh darah kecil,
retinopati, nefropati
d. Neuropati saraf sensorik, saraf otonom berpanguh pada
gastrointestinal, kardiovaskuler (Price, Wilson, 2006).
2. Komplikasi menahun Diabetes Melitus
a. Neuropatik diabetik
b. Retinopatik diabetic
c. Nefropati diabetic
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren, terdapat lima grade ulkus diabetikum:
1) Grade 0: tidak ada luka
2) Grade 1 : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade 2 : kerusakan kulit sampai pada otot dan tulang
4) Grade 3 : terjadi abses
5) Grade 4 : gangrene pada kaki bagian distal
6) Grade 5 : gangrene pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal ( Nurhalima, 2013 ).

II.

PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN


A. Biodata
1) Identitas Klien: Mencakup mengenai data-data umum pasien
2) Identitas Penanggung Jawab: Mecakup mengenai data-data umum
dari penanggung jawab pasien
3) Keluhan Utama : Penyebab pasien masuk rumah sakit
4) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat kesehatan pasien saat masuk
rumah sakit,keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung,menyetakan seperti mau muntah, lemah otot
5) Riwayat kesehatan dulu : Riwayat kesehatan/penyakit yang telah
diderita sebelumnya. Biasanya pasien DM mempunyai riwayat
hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard
6) Riwayat kesehatan keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita DM
7) Pengkajian (Pola Gordon )
a. Pola persepsi terhadap kesehatan;

Pada pasien gangrene kaki diabetic terjadi perubahan


persepsi dan tatalaksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangrene kaki diabetic, sehingga
menimbulkan persepsi yang negative terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak menaati prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama.
b. Pola aktivitas dan latihan
Terjadi kelemahan, susah berjalan/bergerak, akibat
adanya luka gangrene, kram otot, gangguan tidur dan istirahat,
takikardi pada waktu melakukan aktivitas lama.
c. Pola istirahat dan tidur
Istirahat tidak efektif akibat adanya poliuri, nyeri pada
kaki yang luka, sehingga pasien mengalami kesusahan tidur.
d. Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat
dieprtahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minumk, berat badan menunrun, mudah
lelah, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Pola Eliminasi:
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieresis
osmotic yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri),
dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria).
f. Pola Kognitif Perseptual
Pasien dengan gangrene cenderung

mengalami

neuropati/ mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap


adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan dan gangguan
penglihatan.

g. Pola Konsep Diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran
diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran keluarga.
h. Pola Koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik,

perasaan

tidak

berdaya

karena

ketergantungan

menyebabkan reaksi psikologis yang negative berupa marah,


kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain
i. Pola Seksual Reporduksi
Angiopati dapat terjadi pada system pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi
sex, gangguan kualitas maupun ereksi, serta member dampak
pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgame menurun dan terjadi impoten pada
pria.
j. Pola Hubungan
Luka gangrene yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
k. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Lamanya waktu perawatan, perjalanan yang kronik,
perasaan

yang

menyebabkan

tidak

reaksi

berdaya
psikologis

karena
yang

ketergantungan

negative

kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain.

berupa,

l. Pola Sistem Kepercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan
fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak mengahambat penderita
dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah
penderita ( Nurhalimah, 2013)
B. Analisa Data
Data Subjektif:
1. Klien mengeluh nyeri pada luka ulkus di ekstremitas, skala 5-6,
nyeri seperi terbakar
2. Klien mengeluh akan luka pada ekstremitas yang belum kunjung
sembuh
3. Pasien mengatakan asam lambung meningkat, dan merasa mual
4. Klien mengatakan merasa sering BAK
5. Pasien mengatakan terdapat adanya luka gangrene pada
ekstremitas

Data Objektif
1. Wajah tegang saat ulkus dibersihkan. klien menyeringai saat ulkus
di tekan
2. Terdapat lesi pada bagian tumit kaki kiri, suhu kulit ekstremitas
dingin
3. Makan yang dihabiskan dari yang diberikan
4. Urine yang keluarkan banyak , warna kuning pekat
5. Luka grade 2 pada pada bagian ekstremitas
No.

DATA
ANALISA DATA
1. DS: Pasien mengeluh Reaksi autoimun
Sel beta pancreas
nyeri pada luka ulkus
hancur
di ekstremitas , skala

MASALAH
Nyeri akut

5-6,

nyeri

seperi Defisiensi insulin

terbakar
DO : Wajah tegang

Hiperglikemia
Fleksibilitas darah

saat

ulkus
merah

dibersihkan.

pasien
Pelepasan O2

menyeringai

saat
Hipoksia perifer

luka ulkus di tekan


Nyeri akut
2. DS: Klien mengeluh
akan

luka

ekstremitas
belum

Reaksi autoimun

Keridakefektifan

pada

Sel beta pancreas

perfusi

yang

hancur

perifer

kunjung

sembuh
DO : Terdapat lesi

jaringan

Defisiensi insulin
Hiperglikemia
Fleksibilitas darah

pada

bagian
merah

ekstremitas,

suhu
Pelepasan O2

kulit

ekstremitas
Hipoksia perifer

dingin
Perfusi jaringan
3. DS:
mengatakan

Pasien

tidak efektif
Reaksi autoimun,

asam

idiopatik. umur,

lambung meningkat,

genetic, dll

dan merasa mual

Jumlah sel

DO: Pasien tampak

pancreas menurun

Nutrisi

kurang

dari kebutuhan

pucat, badan lemas

dan hancur
Defisiensi insulin
Hiperglikemia
Glucagon naik
Glukogenesis
Ketogenesis
pH naik
Mual/muntah
Nutrisi kurang

4. DS:

Klien

mengatakan

merasa

sering BAK
DO : : Jumlah urine

Reaksi autoimun
Sel pancreas

Kekurangan
volume cairan

hancur
Defisit insulin

yang

dikeluarkan
Hiperglikemia

banyak,

berwarna
Poliuria

kuning pekat
Kekurangan
5.

DS: Pasien

volume cairan
Reaksi autoimun

Kerusakan

mengatakan terdapat

Sel beta pancreas

integritas kulit

adanya luka gangrene

hancur

pada ekstremitas

Defisiensi insulin
Hiperglikemia

DO: Luka grade 2

Fleksibilitas darah

pada pada bagian

merah

ekstremitas

Pelepasan O2
Hipoksia perifer

Ekstremitas

Gangren

Kerusakan
integritas kulit

C. Diagnosa Keperawatan
(Herdman, 2013)
1. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan perifer
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perubahan kemampuan hemoglobin mengikat oksigen
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan hilangnya nafsu makan

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan


aktif
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi

Anda mungkin juga menyukai