Anda di halaman 1dari 20

Laporan Studi Kasus Pengawasan Jamban Keluarga

Puskesmas Tirtajaya Kabupaten Karawang


Periode Juli 2016

Pembimbing:
dr. Djap Hadi Susanto, MKes
Disusun oleh:
Dhita Aprilia Anjoti
11.2014.104

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, Juli 2016

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya
saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi
salah satu kewajiban dalam rangka Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Makalah ini dibuat dengan pendekatan kedokteran keluarga. Semoga laporan yang
saya buat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan dan bantuan yang
telah diberikan dalam penyelesaian makalah ini semua pihak yang turut membantu
terselesainya makalah ini.
Saya juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah yang saya buat
ini, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga di masa
mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.

Jakarta, Juli 2016

Penyus
un

Bab I

Pendahuluan
Masalah kesehatan adalah sesuatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Menurut Hendrik
L.Bloom ada 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masarakat, yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Status
kesehatan akan tercapai secara optimal, bilamana keempat faktor tersebut secara bersamasama mempunyai kondisi yang optimal pula.1 Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
sangat berperan dalam riwaayat timbulnya penyakit. Oleh karena itu pengetahuan mengenai
segi-segi individu maupun secara berkelompok dalam masyarakat. 2Masalah sanitasi dasar
(air bersih, akses fasilitas sanitasi, persampahan, drainase dan sebagainya( di Indonesia sudah
seharusnya menjadi perhataian utama bagi pemeritah kita. Sanitasi menjadi penting karena
masyarakat membutuhkannya setiap melakukan aktifitasnya sehari-hari. Menurtut WHO,
lebih dari 2,6 milyar pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini tidak memiliki akses terhadap
sanitasi dasar. Hampir 70% masyarakat masih terbiasa Buang Air Besar (BAB) sembarangan.
Dan diantara negara-negara ASEAN, Indonesia masih tertinggal dalam hal akses sanitasi,
dimana posisinya berada di bawah Filipina dan Kamboja. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010,
proporsi penduduk atau rumah tangga yang akses terhadap fasilitas sanitasi layak (dikatakan
layak apabila sarana tersebut milik sendiri atau bersama, kloset jenis leher angsa dan
pembuanagan akhir tinjanya ke tangki septik atau SPAL) sebesar 55,53% dan akses terhadap
fasilitas tidak layak sebesar 44,7%. Provinsi paling tinggi akses terhadap fasilitas tidak layak
adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (74,65%) dan terendah di DKI jakarta (17,17%).

Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1. Definisi Jamban


Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia
yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher
angka (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampung kotoran dan air untuk
membersihkanya.3
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.853 tahun 2008 tentang Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban sehat adalah suatu fasilitas pembuangan
tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit.
2.2. Jenis-Jenis Jamban
Menurut Chayatin, jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan kontruksi dan cara
menggunakannya yaitu: 4
1. Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya terdiri
atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai jamban ini dapat
dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu bata atau beton. Jamban
semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya.
2. Jamban Plengsengan
Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh suatu
saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari jamban ini tidak
dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban semacam ini sedikit lebih baik
dan menguntungkan daripada jamban cemplung, karena baunya agak berkurang dan
keamanan bagi pemakai lebih terjamin.
3. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger dengan
diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu bau yang
ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini adalah perembesan
kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

4. Angsatrine (Water Seal Latrine)


Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang
berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl.Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau.
Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air
yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung. Dengan demikian dapat mencegah
hubungan lalat dengan kotoran.
5. Jamban di Atas Balong (Empang)
Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara
pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di
daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut
kepada kebiasaan yang diharapkan maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi.


Balong tersebut tidak boleh kering.
Balong hendaknya cukup luas.
Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air.
Ikan dari balong tersebut jangan dimakan.
Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter.
Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air.

6. Jamban Septic Tank


Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic.
Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan
oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank dapat terdiri dari dua bak
atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa
(misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat
memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan
terdapat proses penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga
macam lapisan yaitu:
1. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat.
2. Lapisan cair.
3. Lapisan endap.

Menurut Azwar (1990), dilihat dari bangunan kakus yang didirikan, tempat
penampungan kotoran yang dipakai serta cara pemusnahan kotoran serta penyaluran air
kotor, maka kakus dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni:
a) Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya dibangun di
dekat dibawah tempat injakan, dan atau dibawah bangunan kakus.
b) Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas empang, sungai
ataupun rawa. Kakus model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang
biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran
khusus yang kemudian diberi pembatas berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang
ditanam melingkar di tengah empang, sungai ataupun rawa.
c) Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada tempattempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Disini tinja didisenfeksi
dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai pembersihnya dipakai kertas
(toilet paper). Ada dua macam kakus kimia yakni :
1. Type lemari (commode type).
2. Type tanki (tank type).
d) Kakus dengan angsa trine,ialah kakus dimana leher lubang closet selalu terisi air
yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Kakus
model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampungan dan lubang
atau sumur rembesan yang disebut septic tank. Kakus model ini adalah yang terbaik,
yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan.
Jika diperhatikan keempat macam kakus sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa ada kotoran yang perlu dipikirkan pengolahan selanjutnya,
sebaliknya ada yang tidak perlu dikelola lagi, artinya kakus jenis ini menyerahkan
sepenuhnya kepada alam untuk penanganan kotoran selanjutnya.5
Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia pada
dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan
kotorannya yaitu:
a) Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah.
b) Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang.
2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya yaitu:
a) Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di atas
galian penampungan kotoran.
b) Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada
langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan
dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian penampungan
kotoran.6
2.3.

Syarat Jamban Sehat


Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 7

a) Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter
dari sumber air minum.
b) Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus.
c) Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari
tanah di sekitarnya.
d) Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya .
e) Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna.
f) Cukup penerangan.
g) Lantai kedap air.
h) Ventilasi cukup baik.
i) Tersedia air dan alat pembersih
Menurut Arifin yang dikutip oleh Abdullah ada tujuh syarat-syarat jamban sehat yaitu:
3

1. Tidak mencemari air

a) Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
b) Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
c) Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
2. Tidak mencemari tanah permukaan
Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian
kotoran ditimbun di lubang galian.
3. Bebas dari serangga
a) Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.
Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.
b) Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
c) Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya.
d) Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
e) Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung.
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan.
a) Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan.
b) Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat
oleh air.
c) Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk
membuang bau dari dalam lubang kotoran.
d) Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus
dilakukan secara periodik.

5. Aman digunakan oleh pemakainya


Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran
seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain.
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya.
a) Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
b) Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran.
c) Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan
cepat penuh.
7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.
a) Jamban harus berdinding dan berpintu.
b) Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan
Menurut Notoatmodjo, suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1
a) Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut .
b) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c) Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
d) Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatang-binatang lainnya.
e) Tidak menimbulkan bau.
f) Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).

g) Sederhana desainnya.
h) Murah.
i) Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain: 1
1) Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas
dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang
(privacy) dan sebagainya.
2) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat
dan sebagainya.
3) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan di lokasi yang tidak mengganggu
pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.
4) Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

Bab III
Kunjungan Rumah
Puskesmas
: Tirtajaya
Tanggal kunjungan rumah : 29 Juli 2016
Data Riwayat Keluarga

I.

Identitas Pasien :

Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
II.

: Ny. S
: 38 tahun
: Perempuan
: Pedagang
: Tamat SD
: Desa Sabajaya, dusun Jamantr II RT 011/ RW 004 Karawang

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Riwayat Biologis Keluarga :


Keadaan kesehatan sekarang : Cukup
Kebersihan perorangan
: Kurang
Penyakit yang sering diderita : Kepala Pusing
Penyakit keturunan
: Tidak ada
Penyakit kronis/ menular
: Tidak ada
Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
Pola makan
: Baik (3 kali sehari)
Pola istirahat
: Cukup
Jumlah anggota keluarga
: 4 orang

a.
b.
c.
d.
e.

Psikologis Keluarga
Kebiasaan buruk
: Tidak ada
Pengambilan keputusan
: Diri sendiri
Ketergantungan obat
: Tidak ada
Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas
Pola rekreasi
: Kurang

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Keadaan Rumah/ Lingkungan


Jenis bangunan
Lantai rumah
Penerangan
Kebersihan
Ventilasi
Dapur
Jamban keluarga
Sumber air minum
Sumber pencemaran air
Pemanfaatan pekarangan
Sistem pembuangan air limbah
Tempat pembuangan sampah
Sanitasi lingkungan

a.
b.

Spiritual Keluarga
Ketaatan beribadah
Keyakinan tentang kesehatan

: Baik
: Cukup

a.
b.
c.

Keadaan Sosial Keluarga


Tingkat pendidikan
Hubungan antar anggota keluarga
Hubungan dengan orang lain

: SD
: Baik
: Baik

III.

IV.

V.

VI.

: Permanen
: Tanah
: Cukup
: Kurang
: Baik
: Ada
: Ada
: Air minum isi ulang
: Ada
: Tidak ada
: Tidak ada
: Ada
: Kurang

d.
e.

Kegiatan organisasi sosial


Keadaan ekonomi

VII. Kultural Keluarga


a.
Adat yang berpengaruh

: Kurang
: Cukup
: Tidak ada

VIII. Anggota Keluarga :


No

Nama

2
3
4

Hubungan

Keadaan

Umur

Pekerjaan

Agama

Suami

42 tahun

Pedagang

Islam

Sehat

Istri

38 tahun

Pedagang

Islam

Sehat

A
S

Anak
Anak

17 tahun
12 tahun

Pelajar
Pelajar

Islam
Islam

Sehat
Sehat

dengan keluarga

Kesehatan

Keterangan :
Tanda Panah = Pasien
IX.

Keluhan Utama
BAB cair, kurang lebih 6 kali sejak pagi ini

X.

Keluhan Tambahan
Badan lemas

XI.

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang dengan keluhan buang air besar cair kurang lebih 6 kali sejak pagi ini. BAB

lebih cair dari biasanya namun masih ada ampas, berwarna cokelat, Bab sedikit ampas, tidak

ada darah, tidah ada lendir, tidak berbau amis. Sebelumnya, pasien muntah 1x, berisi
makanan yang dimakan sebelumnya. Os juga mengatakan bahwa badanya merasa lemas
sehingga sulit untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. Os menyangkal keluhannya disertai
dengan demam atau keluhan yang lain. Os belum minum obat. Os mengaku sering makan di
pinggir-pinggir jalan dan tidak mencuci tangan sebelum makan. BAK tidak ada keluhan.
XII.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit maag, kencing manis, penyakit jantung, asma dan alergi, tuberkulosis disangkal.
XIII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Status Generalis :
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Berat Badan
Tinggi Badan

: Tampak Sakit Sedang


: Compos Mentis
:
:
:
:
:

120 / 70 mmHg
85 x/menit
20 x/menit
48 kg
155 cm

Pemeriksaan umum:
Kepala

: Normosefali

Mata

: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)

Hidung

: Septum deviasi (-)

Telinga: Tidak tampak kelainan dari luar


Leher

: Tidak tampak pembesaran KGB regional, kel tiroid


tidak tampak membesar.

Paru

: Suara napas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)

Jantung

: Bunyi jantung I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

: Tampak datar, teraba supel, Bising usus > , nyeri


tekan (+) di epigastrium

Ekstremitas

: Bentuk normal, edema (-)

XIV. Diagnosis Penyakit :


Gastroenteritis akut
XV.

Diagnosis Keluarga :
Tidak ada

XVI. Anjuran Penatalaksanaan penyakit :

a. Promotif : Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai


penyakit diare dan PHBS seperti kepentingan jamban keluarga dan sistem air
limbah sebagai salah satu langkah pencegahan penyakit diare.

b. Preventif : Menjalankan gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi makanan 4


sehat 5 sempurna, mengolah makanan secara bersih, sering mencuci tangan
dengan sabun dan tidak jajan sembarangan.
c. Kuratif

: terapi medikamentosa :
Oralit 1x 1 sachet setiap kali diare
Attapulgit 1x1

d. Rehabilitatif: Makanan yang bergizi dan bersih, minum air secukupnya


XVI. Prognosis
Penyakit
Keluarga
Masyarakat

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

XVII. Resume
:
Seorang wanita, bernama Ny. S, berumur 38 tahun datang dengan keluhan BAB cair
sebanyak kurang lebih 6 kali sejak pagi hari ini. BAB lebih cair dari biasanya, masih
ada ampas, tidak berlendir, tidak berdarah, dan tidak berbau amis. Muntah 1x, berisi
makanan yang dimakan sebelumnya. Badan terasa lemas. Tidak ada demam dan
keluhan lain.
Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
Pemeriksaan Fisik: Bising usus meningkat, nyeri tekan (+) di epigastrium
Diagnosis : Gastroenteritis akut

Bab IV
Pembahasan

Menurut teori Blum kesehatan manusia terdiri beberapa unsur yang saling berinteraksi
dan saling terkait secara hirarkis yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan
keturunan.
Dari hasil kunjungan rumah pada penderita diare akut, didapat bahwa kondisi jamban
pada rumah pasien belum memenuhi syarat sehingga meningkatkan resiko menderita
penyakit yang berhubungan dengan buruknya sanitasi dasar. Pasien juga mengaku memiliki
kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti tidak mencuci tangan sebelum makan. Pasien
disarankan untuk melakukan pencegahan sekunder untuk mencegah komplikasi yang dapat
timbul dengan minum obat, dan melakukan hal-hal yang terdapat dalam perilaku hidup sehat.
Sedangkan keluarga pasien sebagai kelompok resiko tinggi, dianjurkan untuk berperilaku
hidup sehat.
Sebagai dokter keluarga yang bekerja di Puskesmas Tirtajaya, sebaiknya dapat
memberikan pelayanan kesehatan dengan cara penyuluhan perorangan mengenai pentingnya
menerapkan pola hidup ber PHBS salah satunya memiliki sanitasi dasar / jamban yang
memenuhi syarat.

Daftar Pustaka

1. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;


2003.
2. Daniur. Materi-materi pokok ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Widya Medika;
1995.
3. Abdullah, Yatimin. Pengantar studi etika. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada; 2010.
4. Mubarak, Wahid I, Chayatin N. Ilmu kesehatan masyarakat teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika; 2009.
5. Azwar. Pengantar ilmu kesehatan lingkungan. Jakarta: Yayasan Mutiara; 1990.
6. Warsito H. Pengantar metodologi penelitian, buku panduan mahasiswa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama; 1997.
7. Depatremen Kesehatan Republik Indonesia. Strategi nasional sanitasi total berbasis
masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai