Anda di halaman 1dari 19

III.

LAPORAN CHAPTER
CHAPTER 7
FILSAFAT PEMBAHARUAN MODERN
Pada abad pertengahan, terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan ide sebelumnya.
Benang merahnya adalah, bahwa bagaimanapun keunggulan dari etika dalam perkembangan
konsep manusia.
ROUSSEAU
Rousseau membuat pemikiran filosofis bergairah tentang pemikiran manusia. Rosseau
menentang konsep tentang keseimbangan dari doktrin religi tentang dosa dan doktrin pencerahan
tentang perbaikan manusia melalui intelektualisasi. Rosseau memandang bahwa manusia pada
dasarnya baik Pendidikan dan peradaban bagaimanapun menghancurkan kebaikan manusia yang
alami.
Kemudian, Rosseau dikalangan yang mengusung pandangan bahwa manusia sebagi individu.
Dia berpikir adalah penting dalam peralihan dari atraksi oriental ke tradisi Barat untuk menyerap
dari seorang individu menjadi sebuah kumpulan masyarakat. Dalam waktu yang sama Rosseau
juga focus pada mencegah egoism yang ada pada diri individu. Rosseau juga mencari cara untuk
mencapai kekuatan dari moral yang alami dalam diri kita melalui karakter yang ada dalam diri
kita.
JJ. Rosseau di perancis menyatakan bahwa Manusia pada dasarnya baik dan karena
institusilah dia menjadi jahat. Diktum ini merupakan diktum yang mengawali pandangan
manusia sebagai bagian dari strukturnya yaitu masyarakat. Pandangan ini juga merupakan
pandangan deterministik yang menjelaskan bahwa perubahan sikap yang terjadi pada manusia
ditentukan oleh institusi sebagai eksistensi yang lebih luas dan memilki kekuasaan terhadap
manusia sebagai individu. Namun diktum Rosseau tersebut masih menyajikan paradoks pada
premis awal hubungan kausalitasnya. Presmis awal yang menyebutkan bahwa manusia pada
dasarnya baik, masih tersusun dari pemahaman idealistik tentang bagaimana watak asali
manusia.
Rousseau menyebutkan bahwa negara

terbentuk lewat suatu perjanjian sosial. Artinya,

individu-individu dalam masyarak sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan
kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Kekuasaan bersama ini kemudian
dinamakan negara.
KANT

Immanuel Kant seorang filsuf termasyhur dari Jerman memiliki tiga pokok pemikiran yang
harus diketahui terlebih dahulu, dikarenakan pemikirannya begitu original dan terlihat berbeda
dari pemikiran para filsuf sebelumnya terutama berangkat dari filsuf Inggris bernama David
Hume, berikut ini pokok pemikirannya:
1. Panca indera, akal budi dan rasio. Kita sudah tahu tentang arti empirisme yang
mementingkan
rasionalisme

pengalaman
yang

inderawi

mengedepankan

dalam memperoleh
penggunaan

rasio

pengetahuan dan

dalam

memperoleh

pengetahuan, tetapi rasio yang kita ketahui adalah sama dengan akal dan logis,
namun Kant memberi definisi berbeda. Pada Kant istilah rasio/ rasio memiliki
arti yang baru, bukan lagi sebagai langsung kepada pemikiran, tetapi sebagai sesuatu
yang ada di belakang akal budi dan pengalaman inderawi. Dari sini dapat dipilah
bahwa ada tiga unsur: akal budi (Verstand), rasio (Vernunft), dan pengalaman
inderawi.
2. Dalam filsafatnya Kant mencoba untuk mensinergikan antara rasionalisme dan
empirisme. Ia bertujuan untuk membuktikan bahwa sumber pengetahuan itu
diperoleh tidak hanya dari satu unsur saja melainkan dari dua unsur yaitu
pengalaman inderawi dan akal budi. Pengetahuan a-priori merupakan jenis
pengetahuan yang datang lebih dulu sebelum dialami, seperti misalnya pengetahuan
akan bahaya, sedangkan a-posteriori sebaliknya yaitu dialami dulu baru mengerti
misalnya dalam menyelesaikan Rubix Cube. Kalau salah satunya saja yang dipakai
misalnya hanya empirisme saja atau rasionalisme saja maka pengetahuan yang
diperoleh tidaklah sempurna bahkan bisa berlawanan. Filsafat Kant menyebutkan
bahwa pengetahuan merupakan gabungan (sintesis) antara keduanya.
3. Dari sini timbullah bahwa Kant adalah seorang Kopernikan dalam bidang filsafat.
Sebelum Kant, filsafat hampir selalu memandang bahwa orang (subjek) yang
mengamati objek, tertuju pada objek, penelitian objek dan sebagainya. Kant
memberikan arah yang sama sekali baru, merupakan kebalikan dari filsafat
sebelumnya yaitu bahwa objeklah yang harus mengarahkan diri kepada subjek. Kant
dapat dikatakan sebagai seorang revolusioner karena dalam ranah pengetahuan ia
tidak memulai pengetahuan dari objek yang ada tetapi dari yang lebih dekat terlebih
dahulu yaitu si pengamat objek (subjek).

Dengan ini tambah lagi salah satu fungsi filsafat yaitu membongkar pemikiran yang sudah
dianggap mapan dan merekonstruksikannya kembali menjadi satu yang fresh, logis, dan
berpengaruh.
HEGEL
Georg wilhelm friedrich hegel. Menurut hegel ada satu kekuasaan absolut yang sedang
bekerja di dunia ini. Kekuasaan tersebut ia sebut ide mutlak. Ide mutlak bergerak dalam sejarah
dan bentuk yang paling sempurna dalah negara. Negara berasal dari gerak dialktis di tengah
masyarakat. Dengan demikian negara adalah bentuk tertinggi pengorganisasian manusia dan ia
mengawasi kepentingan-kepentingan individu. Bagi Hegel mengetahui adalah proses dimana
objek yang diketahui dan subjek yang mengetahui saling mengembangkan, sehingga tidak
pernah sama atau selesai. Pengetahuan saya hari ini mengfalsifikasi pengetahuan saya kemarin
juga pengetahuan besok dst. Dalam proses tu saya sendiri senantiasa menjadi orang baru, karena
dengan perubahan pengertian, kedudukan dan tanggung jawab, saya pun berubah. Pengetahuan
adalah going proses, dimana yang diketahui dan aku yang mengetahui terus berkembang. Tahap
yang sudah dicapai disangkal atau negasi oleh tahap baru, bukan karena salah atau tidak berlaku
lagi, tetapi karena terbatas. Jadi tahap lama tidak benar karena terbatas, dan dengan demikian
jangan dianggap kebenaran. Tetapi yang benar dalam penyangkalan dipertahankan itulah inti
Dialektiak Hegel yang merupakan wujud pengetahuan manusia.
Contoh ; kata "pulau". Pulau itu sebenarnya "tanah" (tesis). Tetapi itu tidak betul. Karena
India itu tanah tapi bukan pulau. Pulau itu bukan tanah tetapi air (antitesis). Karena tak ada pulau
tampa air. Tetapi pernyataan itupun tidak benar (antitesi-antitsis): pulau itu bukan air, melainkan
tanah yang dikelilingi oleh air (sintesis). "Kebenaran" pulau hanya dapat dicapai oleh dua negasi
dalam hal ini.
Dalam bukunya Phenomenologi of Mind, Hegel mengatakan; Pengetahuan absolute terjadi
bila semua realitas sudah total lengkap karena filosof atau seseorang sudah menemukan seluruh
realitas, final. Karena tidak ada yang asing sama-sekali bagiku. Dengan itu maka pengetahuan
disebut absolute. Bagi Hegel filsafat yang sampai pada pengetahuan absolute itu bahkan
mengatasi agama. Bagi Hegel Roh Semesta sendiri merupakan proses yang menemukan diri
melalui liku-liku perkembangan kesadaran diri dan kemajuan pengetahuan yang akhirnya
menyatu dalam pengetahuan absolute. Menurut Hegel agama adalah pengetahuan absolute dalam
bentuk simbolis. Sedangkan filsafat dalam kenyataannya karena sadar akan dirinya sendiri.

Bukan karena sudah tahu semua, tetapi semuanya dapat dimengerti, semuanya dipahami sebagai
sudah semestinya. Dengan memahami segalanya, rasa kaget, kecewa, frustasi hilang. Semuanya
menjadi bening, bukan karena menguap semacam penglaman mistik, melainkan seluruh
pluralitas tetap ada tetapi dipahami sebagai tahap-tahap dialektis dalam perkembangan Roh
Semesta (Akal-Umum atau Allah) yang dalam kesadaran sang filosof menemukan diri.
Negara modern merupakan pengejewantahan rasionalitas dan kebebasan (pengakuan hak-hak
asasi manusia). ia (hegel) tidak sepakat dengan orang yang masih menggunakan suara-hati, untuk
menolak undang-undang. Menurut Hegel suara hati yang wajar akan menemukan dalam strukturstruktur Negara modern pola-pola kehidupan yang justru menunjang kebebasan. Karena itu
katanya kita tak perlu mempertentangkan antara suara hati dan kewajiban-kewajiban objektif
dalam Negara modern
SCOPENHAUER
ARTHUR SCOPENHAUER (1788-1868) yang dilahirkan di Danzing, karya pokoknya
diterbitkan tahun 1819, yaitu Die Welt als Wille und Vorstellung, atau dunia sebagai Kehendak
dan gagasan. Menurut Schopenhauer terletak dalam ajaran tentang benda dalam dirinya sendiri
(Ding an sich). Menurut Schopenhauer, dunia adalah suatu gagasan. Sehingga manusia
menemukan di dalam dirinya bahwa kehendaklah yang menjadi daya dorong, yang naik dari
bagian tak sadar ke bagian sadar. Oleh karena itu kehendaklah adalah bagian hidup yang
terdalam. Tubuh tidak lain adalah kehendak yang telah diobyektif dalam ruang dan waktu. Bagi
Schopenhauer dunia ini bukan logis, tetapi juga bukan tidak logis (dalam arti secara logis salah)
melaikan a-logis (tanpa akal) Akal adalah alat bagi kehendak yang tidak rasional. Jadi jalan
kepada kebahagian ialah penyangkalan kehendak, seperti yang diajarkan agama Buddha.

BENTHAM AND MILL


John stuart mill. Baginya, negara muncul hanya sebagai instrumen untuk menjamin
kebebasan individu. Bagi Mill, hal yang harus diperbuat negara adalah menciptakan Greatest
Happines for

Greates Number (kebahagiaan terbesar untuk jumlah yang tebesar). Dengan

demikian prinsip mayoritas harus dijunjung tinggi dalam suatu negara.


KARL MARX

Menurut marx, pekerjaan adalah kegiatan khas manusia. Yang membedakan manusia
dengan binatang adalah karena dia bekerja. Dengan pekerjaannya manusia merealisasikan diri.
Manusia harus mengubah lingkungannya/alam karena tubuh yang dimilikinya tidak serta merta
sesuai dengan alam (lain dengan binatang). Untuk mengubahnya manusia harus bekerja.
Binatang membuat atau mereproduksi apa yang dia butuhkan, manusia tidak hanya yang dia
butuhkan, tetapi bisa untuk dijual lagi, dinikmati keindahannya, bahkan terkadang hanya bangga
dengan pekerjaannya. Manusia bekerja dengan bebas dan universal. Manusia dapat membuat
rumah dengan bebaragai macam bahan. Dengan bahan yang sama manusia dapat menggunakan
untuk beraneka ragam keperluan dst. Bekerja menunjukkan hakekatnya.
Pekerjaan sebagai objektivasi manusia, dengan mengukir manusia mulai mengobjektifkan
apa yang dipikirkan, ia mulai tahu bahwa ia mampu, bukan hayal seperti sebelumnya dst.
Sekarang setelah jadi ukirannya ia mempunyai kepastian tentang dirinya sendiri. Dengan
pekerjaan manusia mampu melihat dirinya dari pekerjaannya. Makna pekerjaan itu tercermin
dari perasaan bangga. Dengan pekerjaan itu manusia membuktikan dirinya bahwa ia nyata tidak
berhayal.
Pekerjaan dan sifat social manusia, Dengan bekerja manusia juga membuktikan bahwa ia
mahluk social, karena manusia tidak akan mampu mengerjakan apa yang dibutuhkannya semua.
Dengan pekerjaan kita orang lain akan senang dan kita akan bangga karena hasil kita dihargai
dan kita diakui olehnya. Pekerjaan adalah jembatan antarmanusia. Manusia tampak bersifat
social, dan hakekat itu terbukti dalam pekerjaan. Pekerjaan juga menjembatani manusia yang
lampau dan sekarang lewat hasil karya mereka. Sejarah adalah hasil ciptaan manusia melalui
pekerjaan manusia generasi kegenerasi.
Keterasingan dalam pekerjaan
Kalau bekerja adalah perealisasian diri, mestinya bekerja itu gembira. Tetapi dalam
kenyataannya, yang terjadi sebaliknya. Kebanyakan kita stress dengan pekerjaan kita dan kita
jadi diri kita sendiri setelah lepas santai dari pekerjaan. Mengapa demikian? Kata Marx ini
karena system kapitalime. Karena mereka bekerja hanya syarat untuk hidup, jadi akhirnya
pekerjaan tidak mengembangkan diri tetapi mengasingkan diri manusia dari kemanusiaannya.
Terasing dari dirinya. Keterasingan dari dirinya sendiri punya tiga segi yaitu; 1) pekerja
terasing dari produknya (hasil pekerjaan tidak menjadikan dia bangga, bukan miliknya tetapi
milik majikannya, bahkan terkadang dengan spesialisasi ia tidak tahu mana hasil kerjanya). 2)
karena hasil pekerjaannya terasing dari dirinya, tindakan bekerja sendiri akhirnya kehilangan arti

bagi pekerja. Bukan menjadi pelaksanaan hakekatnya tetapi bekerja menjadi semacam paksaan.
Tidak bekerja apa yang dinginkan oleh batinnya, tetapi apapun yang disodorkan oleh
majikannya. Ia harus bekerja untuk mempertahankan kebutuhan hidupnya. 3) dengan
memperalat pekerjaan, yang merupakakan alat realisasi diri, manusia memperalat dirinya.
Dengan bekerja ia tidak mengembangkan dirinya malah memiskinkan dirinya. Dengan ini
mereka justru menginginkan saat-saat senggang dan santai diluar pekerjaannya. Ini aneh sarana
perealisasian diri sekarang mereka justru inginkeluar dari situ bila ingin memikirkkan dirinya
atau menjadi dirinya, sebagai individu.
Terasing dari Orang lain, Dengan keterasingan pada dirinya, manusia terasing dari
sesamanya. Manusia dengan system hak milik terbagi menjadi dua kepentingan yang berbeda
yaitu "kelas pekerja" dan "kelas pemilik", dimana mereka punya kepentingan yang beda. "Kelas
Pemilik" memiliki kepentingan mendapat untung besar dan mengurangi biaya (efisiensi),
sedangkan "kelas pekerja", menginginkan upah tinggi dan jaminan pekerjaan. Kelas pekerja
akan bersaing demi "kesempatan kerja", sedangkan kelas pemilik bersaing sesamanya demi
"pasar". Masyarakat dengan berdasarkan pada hak milik pasti bersifat persaingan: keuntungan
yang satu merupakan kerugian yang lain. Tanda keterasingan ini adalah kekuasaan uang. Kita
bekerja bukan untuk kebutuhan kita tapi uang, semua dilihat dari harganya. Kita bisa
memperoleh apapun asal punya uang dan sekalipun lapar tampa uang tidak bisa dapat makan.
Bekerja dan bekerja bukan untuk apa-apa tetapi penumpukan modal. Disini kita terasing dari
orang lain, egoisme. Saya akan memenuhi kebutuhan orang lain dengan syarat saya memperoleh
keuntungan darinya. Sifat social dari manusia yang menupakan hakekatnya telah hilang. Marx
dengan romantis menceritakan hubungan yang tak terasing adalah "cinta". Dimana perhitungan
untung rugi dan pembalasan (aku memberi kamu, kamu beri apa), tidak ada. Saling
membahagiakan.
Lalu bagaimana keterasingan-keterasingan itu dapat diatasi? Itu semua dapat dihilangkan
apabila hak milik dapat dihapuskan.
Hak milik pribadi. Bagaimana keterasingan dapat diakhiri dan manusia menjadi utuh
lagi? Keterasingan karena kerja yang tidak untuk merealisasikan diri (kerja upahan). Kerja ini
diakibatkan oleh system milik pribadi (egoisme) yang mengakibatkan keterpecahan antara
pemilik dan pekerja. Majikan juga mengalami keterasingan, karena ia tidak mampu
mengembangkan dirinya (lewat kerja, sedangkan ia hidup dari penghisapan para buruh). Walau
majikan mendapat madu dari keterasingan, sedangkan buruh hal pahitnya. Segala keterasingan

manusia kata Marx adalah akibat dari system hak milik pribadi. Bukan keadaan politik, bukan
agama yang menjadi sumber keterasingan dan egoisme manusia, melainkan penataan produksi
menurut system hak milik pribadi.
Mengapa proses produksi diorganisasikan dalam system hak milik pribadi? Mengapa
pekerjaan dan pemilikan mesti dipisahkan? Kata marx ini adalah konsekuensi sadar dari
keinginan lebih efisien yang mengharuskan spesialisasi. Secara "kodrati" manusia itu cenderung
membagi-bagi orang menurut keahliannya. Marx membagi tahapan manusia menjadi 3 yaitu; 1)
masyarakt purba sebelum pembagian kerja dimulai. 2) tahap pembagian kerja dan tahap hak
milik pribadi sekaligus tahap keterasingan. 3) tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi
sudah dihapus. Tahap 2 sekalipun jelek mesti harus dilewati untuk menuju tahap 3. Dengan
tahap tiga ini terjadilah Komunisme (milik bersama), manusia bebas dari keterasingan
hakekatnya sendiri.
Problema dalam Usulan penyelesaian Marx
Marx punya pengandaian etis yaitu manusia pada dasarnya social dan bekerja untuk
merealisasikan diri bukan untuk pengasingan dirinya. Tetapi kita bisa bertanya seperti Jurgen
Haberhas, apakah hanya pekerjaan yang menjadi tindakan hakiki manusia? apakah hanya
pekerjaan yang membedakan manusia dari binatang? Pekerjaan ini cocok bila dilihat
hubungan antara Subjek (manusia) dan Objek (alam/produk), sedangkan hubungan atar
manusia layakkah bila dilihat dengan model pekerjaan?
Bukankah hubungan antar manusia itu berkedudukan sederajat, yang modelnya lebih tepat
adalah Komunikasi. Keterasingan dari pekerjaan ini khas untuk masalah pekerja upahan dalam
industri modern, bukan secara umum. Yang mesti diperbaiki bukan system kerja upah atau
pemilik modal dan pemilik alat-alat produksi. Mungkin yang lebih tepat adalah perbaikan
syarat/sistem kerja upahan, meningkatkan keadilan. Dan yang jadi masalah adalah apakah
pekerjaan itu mengembangkan/menyenangkan atau membelenggu. Ini sudah hampir diusahakan
dinegara-negara maju (welfare state), seperti kenaikan gajih, jam kerja dikurangi, piliha
pekerjaan, syarat-syarat kerja, suasana kerja dll.
Jadi hak milik pribadi = keterasingan, penghapusan hak milik pribadi = pengakhiran segala
keterasingan adalah problematic. Sebab pekerjaan bukanlah satu-satunya hubungan hakiki
manusia.
Strata sosial (Kelas dalam Masyarakat)
Kelas social tidak ditemukan dalam tuisan Marx tetapi dalam Lenis yang mengatakan;
kelas social dianggap sebagai golongan social dalam sebuah tatanan masyarajat yang ditentukan

oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Walau tidak terlalu jelas (apakah intelektual, pegawai
negeri, mahasiswa itu juga kelas tertentu?). Tetapi Marx mengatakan; sebuah Kelas baru
dianggap kelas dalam arti sebenarnya apabila dia bukan hanya "secara objektif" merupakan
golongan social dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga "secara subjektif" menyadari diri
sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingankepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya.
Dalam setiap masyarakat akan ditemukan kelas penguasa dan kelas yang dikuasai.
Menurut marx masyarakat saat itu terdiri dari tiga kelompok yaitu kaum buruh (mereka yang
hidup dari upah), kaum pemilik modal (hidup dari laba) dan para tuan tanah (yang hidup dari
rente tanah). Tetapi akhirnya tuan tanah dan pemilik modal menjadi satu berhadap-hadapan
dengan para buruh.
Keterasingan karena para buruh tidak punya modal atau tanah, sehingga ia harus bekerja
untuk orang lain demi mendapatkan upah, disinilah awal keterasingan (bekerja bukan untuk diri
sendiri, pengembangan perealisasian diri, tetapi sekedar upah). Sebenarnya ada saling
ketergantungan, tetapi ketergantungan itu tidak seimbang. Buruh akan mati atau kelaparan bila
tidak kerja, pabrik akan tutup bila tidak ada yang bekerja (tetapi yang terakhir masih dapat
bertahan dan butuh waktu lama). Para majikan lebih kuat dan penentu syarat kerja, bukan
sebaliknya atau setara.
Ketidak seimbangan ini makin menjadi-jadi, para pemilik modal hidup tampa kerja, dan
buruh diwajibkan kerja melebihi waktu yang diperlukan, sisa waktu diambil sebagi keuntungan
majikan. (disinilah perlunya UMR dst, standart gaji per bidang usaha/jam). Maka akhirnya pola
hubungan kerja adalah pola penghisapan/eksploitasi. Pekerjaan dimana seorang menjual tenaga
kerjanya demi memperoleh upah, itu merupakan ciri pekerjaan kaum tertindas.
Perilaku tiap-tiap kelas ditentukan sesuai dengan kelasnya. Setiap kelas social bertindak
sesuai dengan kepentingannya dan kepentingannya ditentukan oleh situasi yang objektif (Marx:
system produksi yang melingkupinya). Para kelas majikan mengusahakan keuntungan sebesarbesarnya, bukan karena dia rakus atau a-sosial, melainkan kalau tidak seperti itu ia kalah
bersaing (apalagi diera globalisasi, kebebasan perdagangan). Sekalipun majikan dan buruh samasama baikpun akan bertentangan karena kepentingannya berbeda. Hubungan kerja dalam system
kapitalis menurut Marx tidak stabil.
Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan lebih lanjut dalam konsep sistem kelas ini
dalam konsep Marx, yaitu; 1) peranan structural sangat besar dibandingkan dengan segi
kesadaran dan moral. Karena struktur masyarakat (struktur ekonomi) seperti itu, maka himbauan

moral, kesadaran tidak ada artinya dan tidak mempan. Yang harus dirubah struktur ekonomi
masyarakat sehingga kesadaran akan berubah dengan sendirinya.. 2) karena kepentingan kelas
pemilik dan kelas buruh secara objektif bertentangan, mereka akan mengambil sikap yang
bertentangan. Buruh akan revolusioner/progresif, cenderung ingin perubahan dan pemilik modal
akan konservatif cenderung mempertahankan/status quo. 3) disinilah akhirnya kata Marx, tidak
ada jalan lain kecuali revolusi, pendamaian antar kelas itu tidak akan mungkin, karena
kepentingan serta kebutuhannya berbeda. Usaha pendamaian dua kelas ini hanya mengerem
revolusi sementara dan melanggengkan kekuasaan "pemilik".

KIERKEGAARD
Menurut Sren Aabye Kierkegaard (1813-1855) hidup bukanlah sesuatu yang sekedar kita
pikirkan, namun juga harus kita hayati agar hidup kita menjadi bermakna. Agar dapat
menghayati hidup, pertama-tama seseorang harus lebih dulu mengetahui dan menetapkan siapa
dirinya seperti perkataan Sokrates know thyself, setelah itu barulah orang itu dapat
mengetahui arah dan tujuan hidupnya, kemudian bertindak sesuai kehendaknya sendiri dan
bertanggung jawab atas pilihannya sendiri pula sebagai manusia yang individual dan subjektif.
Bagi Kierkegaard objektivitas bukanlah suatu kebenaran, bahkan adalah suatu hal yang
konyol apabila kekuatan numerik dijadikan sebagai tolok ukur kebenaran yang nyata. Namun
baginya, subjektivitaslah yang menjadi kebenaran utama. Karena yang menjadi pangkal tolak
pengamatan adalah manusia sebagai seorang subjek, dan setiap manusia tidaklah sama, mereka
memiliki ketunggalan pribadi masing-masing dan perbedaan-perbedaan kualitatif satu sama lain.
Justru dalam proses penyamarataan yang menekankan pentingnya unsur objektivitas, individu
pribadi akan mengalami alienasi dan tidak menjalani eksistensinya secara sejati karena
keasliannya teredam oleh suara yang dominan atau banyaknya massa. Dengan begitu hidupnya
tidaklah berarti, karena ia pada akhirnya hanya menjadi manusia bentukan massa belaka.
Manusia yang nyata dan menjalani eksistensi sejatinya adalah manusia yang dapat tampil
secara berbeda dan menyertakan unsur etis dan religius dalam penghayatannya. Sedangkan
kesamaan baginya hanyalah di hadapan Tuhan. Taraf religius bagi Kierkegaard merupakan taraf
eksistensi yang tertinggi, karena pada taraf ini manusia tampil dengan kesejatiannya secara utuh
berdasarkan penghayatan subjektif.

Kierkegaard mengimani Tuhan karena ia sadar bahwa ada banyak hal yang tidak dapat
dilakukan oleh manusia, dan ketidakpastian objektif tentang Tuhan. Tanpa adanya cobaan, maka
tidak ada keimanan. Baginya keimanan merupakan kontradiksi dari titik kulminasi yang
disebabkan oleh pikiran individu yang tidak terkatakan karena ketidakpastian objektif. Oleh
karena Tuhan merupakan objek yang absurd, maka dibutuhkan cara yang absurd pula untuk
mencapainya.
Persoalan subyektivitas selalu menjadi bahan permasalahan? Apa argumen pemikiran yang
mendukung adanya subyektivitas? Bagaimana sanggahannya? Dalam orientasi filosofis,
Kierkegaard menekannkan tehadap subjek (keberadaan diri manusia). Baginya, manusia yang
kongkret dan nyata adalah yang individual dan subjektif. Manusia adalah pengambil keputusan
dalam eksistensinya, manusia akan terus-menerus dihadapkan pada pilihan sampai ia memilih
dan mentepkan keputusan.. Namun atas pilihannya ini, manusia dituntut untuk bertanggung
jawab. yang akan membuat kebebasan. Subjektivitas keirkegaard cenderung mengarah ke
individualisme murni, dimana ia mengatakan bahwa dalam melakukan pilihan eksistensi
kebenarannya berupa subjektf bukan objektif. Kierkegaard sungguh menekankan subjek bukan
hanya sebagai penahu, tetapi terlebih adalah pelaku yang bertindak, bergelut dan bergulat dengan
pengalaman atau kehidupannya sendiri.. Fokus perhatian Kierkegaard terhadap eksistensi
berlanjut pada pandangannya tentang kebenaran. Menurut dia kebenaran adalah kepastian
subjektif (kebenaran sebagai subjektivitas), artinya yang diketahui dengan pasti oleh manusia
hanyalah realitas eksistensinya sendiri sebagai seorang pelaku. Kebenaran subjektif itu adalah
masalah batin dan berada di dalam diri manusia yang memeluk dan meyakini kebenaran.
Artinya, yang ditekankan di sini adalah relasi subjek terhadap keyakinannya yang terealisasi
dalam

tindakannya,

daripada

kebenaran

fakta

yang

dihadapinya.

Kierkegaard

juga

merpemasalahkan antara iman dan subjektivitas dimana menurut dia iman itu adalah subjektiv
bukan objketiv. Alasan dia mengatakan iman subjektiv adalah bahwasanya iman yang dikaji dari
saintis dengan pembuktian akan muncul pengetahuan dan iman akan melebur dan memunculkan
kebingungan dalam pemisahan pengetahuan yang mana faith. Bagi kierkeegard, iman itu
meragukan tapi karena keraguan itulah kita mempercayainya. Ia juga menentang gereja ortodoks
yang memegang kuasa atas gereja, karena jelas jika seseorang mempercayai Tuhan dari gereja
berarti ia tidak subjektiv dan eksistensinya melebur. Faith itu infinite yang tidak mungkin
dipahamami secara keseluruhan. Kierkegaard juga menyatakan bahwa setiap manusia harus

melakukan lompatan iman (leap of faith). Iman yang dimaksud adalah gairah yang tidak terbatas,
dan iman itu harus subyektif, maksudnya adalah iman itu tidak bisa dijelaskan, dan apabila ia
bisa dijelaskan maka iman akan menjadi sama dengan yang namanya pengetahuan. Banyak
manusia yang meragukan imannya tapi ia tahu bahwa ia mempunyai iman itu. Jadi yang
dimaksudakan lompatan iman itu adalah setiap individu manusia harus bisa memilih menurut apa
yang ia percayai bahwa itu adalah benar. Namun menurut Kierkegaard tidak ada kebenaran yang
mutlak. Jadi inti pemikirannya, Manusia itu mempunya eksistensi yang tidak statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia bergerak dari kemungkinan menuju menjadi kenyataan. Kita harus
mempunyai keberanian untuk mengabulkan keinginnan dan cita-cita tersebut menuju kenyataan.
Meskipun kita mempunyai keterbatasan untuk menemukan arti hidup kita perlu menghubungkan
diri sendiri dangan sesuatu yang tidak terbatas
NIETZSCHE
Salah satu pemikirannya yang mengubah cara pandang para pemikir filsafat adalah
konsep Tuhan sudah mati. Pemikiran tersebut merupakan hal yang baru karena menjadi
pendobrak konsep lama yang didominasi oleh cara berpikir Kristen. Para ahli menyebut
Nietzsche sebagai seorang penganut nihilisme. Nihilisme merupakan pendirian atau paham yang
berporos pada tiada apa-apa pun. Seperti kaum nihilis yang lain, Nietzsche berpandangan bahwa
diperlukan adanya sebuah kehancuran total untuk suatu perbaikan.
Tuhan sudah mati, demikian ungkapan Nietzsche yang terkenal. Dengan diberikannya konsep
mati di dalam Tuhan, Nietzsche ingin mengatakan bahwa keberadaan Tuhan tergantung pada
sintetis.Tuhan menjadi argumen yang dapat dipertanggungjawabkan hanya terkait dengan waktu,
menjadi, sejarah, dan manusia. Oleh sebab itulah, Nietzsche memberikan konsep kematian di
dalam argumennya tentang Tuhan.
Dengan kematian Tuhan, Nietzsche kemudian mengajukan konsep kelahiran Tuhan baru. Jika
Tuhan mati, manusialah yang menjadi Tuhan. Yesus adalah kurban yang harus mati di kayu salib.
Kematian yang kemudian disamarkan menjadi sebuah kepercayaan saleh akan cinta Tuhan.
Tuhan mengorbankan Yesus demi terbebas dari diriNya sendiri dan orang Yahudi. Tuhan perlu
membunuh putraNya untuk terbebas dari diriNya sendiri dan lahir kembali menjadi Tuhan baru
yang universal. Demikianlah arti kematian Tuhan yang pertama.

Yang kedua, kesadaran Yahudi menginginkan Tuhan yang lebih universal. Dengan matinya
Tuhan di kayu salib, Tuhan tidak tampak lagi keyahudiannya. Yahudi lebih memilih menciptakan
Tuhan yang penuh kasih dan rela menderita karena kebencian. Dengan nilai kasih yang lebih
universal, Tuhan Yahudi telah menjadi Tuhan universal. Tuhan yang lama mati dan Putera
menciptakan Tuhan baru bagi kita yang penuh kasih.
Arti ketiga dari kematian Tuhan berkaitan dengan agama Kristiani. Nietzsche mengartikan lain
teologi St. Paulus. Teologi Paulus yang banyak dijadikan dasar ajaran kristiani adalah pemalsuan
besar-besaran. Dikatakan demikian karena Kematian Putera adalah untuk membayar hutang
Tuhan. Nietzsche melihat terlalu besar hutangNya. Tetapi kemudian, Tuhan mengorbankan
PuteraNya bukan lagi untuk membebaskan diriNya melainkan demi manusia. Tuhan
mengirimkan PuteraNya untuk mati karena cinta, kita menanggapinya dengan perasaan bersalah,
bersalah atas kematian tersebut dan menebusnya dengan menyalahkan diri sendiri. Demikianlah
kemudian Nietzsche menyebut kita semua sebagai pembunuh Tuhan dengan semua kedosaan
kita.
Pemikiran epistimologi pragmatisme John Dewey banyak mengilhami dalam dunia
pendidikan. Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce
dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi,
filsafat politik, dan pendidikan.
Pragmatisme sangat berpengaruh di Amerika. Salah satu tokohnya yang terkenal ialah
John Dewey (1859-1952). Tentang Dewey, Charles Patterson berpendapat bahwa ia adalah
seorang yang sangat berpengaruh dalam kehidupan filsafat Amerika dan menjadi seorang
pejuang dalam pendidikan progresif secara luas. John Dewey adalah seorang filsuf asal
Amerika, yang lahir di Burlington, Vermont, pada tahun 1859. John Dewey bukan hanya aktif
sebagai seorang penulis atau filsuf, tetapi aktif juga sebagai seorang pendidik dan kritikus. Ia
pada mulanya banyak mempelajari filsafat Hegel. Namun kemudian ia bersifat kritis terhadap
filsafat Hegel karena melihat bahwa aliran idealisme ini terlalu menutup lingkungan hidup
manusia pada dimensi kognitif intelektual semata-mata. John Dewey sangat prihatin dengan
masalah-masalah sosial, ekonomi dan pemerintahan. Ia begitu tertarik untuk melakukan
pemecahan terhadap masalah-masalah pertumbuhan sosial melalui eksperimentasi ilmiah.
Pragmatisme (John Dewey) menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas,
merdeka, kreatif serta dinamis. Manusia memiliki kemampuan untuk bekerja sama, dengannya ia

membangun masyarakatnya. Pragmatisme mempunyai keyakinan bahwa manusia mempunyai


kemampuan-kemampuan yang wajar. Karena itu, ia dapat menghadapi serta mengatasi masalahmasalah yang bersifat menekan atau mengancam diri dan lingkungannya sendiri. John Dewey
mengartikan pengalaman sebagai dinamika hidup; menurutnya hidup adalah perjuangan,
tindakan, dan perbuatan. Akibatnya, Pragmatisme dalam hal ini juga memandang bahwa hakikat
pengalaman adalah perjuangan pula. Ide-ide, teori-teori, atau cita-cita, tidaklah cukup hanya
diakui sebagai hal-hal yang ada. Adanya teori atau cita-cita ini haruslah dicari artinya bagi suatu
kemajuan atau maksud-maksud baik yang lain. Manusia harus dapat mengfungsikan jiwanya
untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan yang silih berganti. Pragmatisme
dengan ini memandang hidup dan kehidupan sebagai suatu perjuangan yang berlangsung terus
menerus. Setiap konsep atau teori harus dapat ditentukan oleh konsekuensi-konsekuensi
praktisnya. Pragmatisme (John Dewey) memandang bahwa manusia berada dalam keadaan
perjuangan yang berlangsung terus menerus terhadap alam sekitar. Keadaan ini mendorong
manusia untuk mengembangkan pelbagai perabotan kehidupan yang dimilikinya seperti
kecerdasan, dinamika, kreativitas, intelektual, jiwa, serta ketrampilan. Semua inilah yang
memberinya bantuan dalam rangka perjuangan hidup tersebut.
John Dewey adalah seorang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
Dan tugas filsafat ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam
kehidupan nyata. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisika
yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif-kritis. Dengan demikian filsafat akan dapat menyusun suatu sistem
norma dan nilai. Menurut Dewey, pemikiran berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan
bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman. Gerak tersebut dibangkitkan segera ketika
dihadapkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan persoalan dalam dunia sekitarnya. Dan,
gerak tersebut berakhir dalam beberapa perubahan dalam dunia atau dalam diri kita sendiri.
Walaupun Dewey seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan
istilah instrumentalisme. Experience (pengalaman) adalah salah satu kunci dalam filsafat
intrumentalisme. Filsafat harus berpijak pada pengalaman penyelidikan serta mengolah
pengalaman itu secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem
norma-norma dan nilai-nilai.

Pragmatisme menunjukkan bahwa pikiran atau pengetahuan yang merupakan kemampuan


khas manusia, dapat berkembang sebagai alat untuk mengadakan eksperimen terhadap alam
sekitar. Eksperimen tersebut dimaksudkan untuk menguasai dan membentuk alam sekitar agar
terpenuhi kebutuhan hidup manusia. Eksperimen juga dapat membantu menyelesaikan masalahmasalah dalam lingkup pengalaman manusia. Pengetahuan manusia pun tumbuh di dalam
pengalaman itu pula, maka apa yang disebut sebagai penyelidikan (inquiry) adalah sangat
penting. Berpikir secara lurus merupakan rangkaian upaya untuk menghubungkan ide-ide
sedemikian rupa sehingga ide-ide itu memimpin untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Ideide, dengan ini, akan bermanfaat dalam penyelesaian masalah yang dihadapi manusia.
Kecerdasan manusia merupakan sesuatu yang bersifat kreatif dan berupa pengalaman yang terus
diwujudkan dalam tindakan praktis. Semua kecerdasan ini merupakan unsur-unsur pokok dalam
segala pengetahuan manusia. John Dewey menjelaskan bahwa dengan eksperimen, manusia
kemudian diarahkan pada pengambilan keputusan sehingga secara demikian manusia
menentukan hari depannya. Kecerdasan manusia menciptakan hari depannya dengan jalan
melakukan tindakan-tindakan.
Pengalaman yang langsung bukanlah soal pengetahuan yang didalamnya mengandung
pemisahan antara subjek dan objek atau pemisahan antara pelaku dan sasarannya. Di dalam
pengalaman langsung itu, subjek dan objek bukanlah dipisahkan, melainkan dipersatukan. Apa
yang dialami tidak dipisahkan dari yang mengalaminya sebagai suatu hal yang penting atau yang
berarti. Apabila terdapat pemisahan antara subjek dan objek, maka hal itu bukanlah pengalaman,
melainkan pemikiran kembali atas pengalaman. Pemikiran itulah yang menyusun sasaran
pengetahuan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata temporalisme yang berarti bahwa ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok
dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik
dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.

II. BUKU PERSONS


Buku ini membahas tentang pandangan para filsuf tentang manusia dari masa ke masa. Diawali
dengan pengertian filsafat dan pembahannya dilihat dari berbagai perspektif, berbagai pendapat
dan berbagai aliran.

Pada bagian pertama buku Persons ini membahas tentang manusia itu

sendiri tentang kehidupan manusia, solidaritas antar manusia, cinta dan juga kehidupan spiritual,
moral juga tentang Tuhan yang dianut oleh sebagian umat manusia.
Pada bagian kedua, seperti dijelaskan sebelumnya bahwa buku ini membahas pandangan para
filsuf dari masa ke masa. Chapter 3 membahas pandangan para filsuf kuno tentang manusia.
Para filsuf yang member pandangannya adalah berasal dari Roma dan Yunani, tokoh-tokoh filsuf
tersebut diantaranya Heraclitus, Socrates, Protagoras,Aristoteles, Plato dan lain-lain. Manusia
dibahas berdasar pandangan mereka dikaitkan dengan keadaan Roma dan Yunani pada masa itu.
Setelah manusia dibahas oleh pasa filsuf kuno, beralih ke masa pertengahan dibahas kembali
mengenai manusia yang meliputi pembahasan jiwa dan intelektualisasi, cinta dan martabat
manusia. Pada abad pertengahan juga sudah muncul para filsuf yang bearasal dari tanah Arab
dan tokoh-tokoh kristiani. Para filsuf pada zaman pertengahan ini lebih mementingkan
intelektualitas dalam memahami manusia walaupun masih tetap dipengaruhi oleh filsuf
sebelumnya seperti Aristoteles dan Plato.
Kemudian dilanjutkan pandangan manusia pada zaman Renaissance dan pada awal modern.
Tokoh-tokoh yang berperan pada abad ini adalah Erasmus, jhon locke, Spinoza juga pandangan
dari kaum protestan. Di era modern dibahas mengenai aliran empirisme dan juga pandangan dari
tokoh yaitu David Hume, Leibinz, Butler dan lain-lain. Selanjutnya pada zaman pembaharuan
moder, tokoh-tokoh yang berberan diantaranya Rosseau, Kant, Kieegard, Nietzcse, kaum
pragmatism. SElanjutnya, di era kontemporer diisi oleh aliran-aliran eksistensialism, matrealism,
dualism. Para filsuf dari Roma dan Yunani kuno tidak dapat dipisahkan dari pemikiran para filsuf
bahkan sampai filsuf di era kontemporer.
Pada akhirnya buku ini membahasa tentang aplikasi dari pemikiran-pemikiran filsuf yang telah
dibahas sebelumnya.

IV. PEMBAHASAN
Pada Abad ke-18 dimulailah suatu zaman baru, berakar pada Renaissance serta yang
mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Abad ke-18 disebut zaman perpecahan
(Aufklarung). Menurut Imanuel Kant zaman perpecahan tersebut adalah zaman manusia keluar
dari keadaan tidak akil balik. Bahwa manusia tidak mau memanfaatkan akalnya. Voltrin
menyebut zaman perpecahan adalah zaman akal. Abad ke-17 membatasi diri dari usaha
memberikan tafsiran mengenai manusia, dunia dan Allah. Abad ke-18 menganggap dirinya
sebagai mendapat tugas untu meneliti secara kritis segala yang ada, baik didalam negara maupun
di dalam masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun dibidang hukum, agama, pengajaran dan
pendidikan dan lain sebagainya.
Dahulu filsafat mewujudkan suatu pemikiran yang hanya dapat hal istimewa beberepa
ahli saja, tetapi sekarang orang berpendapat bahwa seluruh umat manusia berhak turut
menikmati hasil-hasil pemikiran filsafat. Sikap perpecahan terhadap agama wahyu dikatakan
memusuhi, atau setidak-tidanya mencurugainya. Sikap itu diungkapkan dalam usaha untuk
menggati agama Kristen dengan agama alamia murni, yang isinya dikembalikan kepada
beberapa keberadaan tentang Allah dan jiwa.
Sikap perpecahan terhadap ilmu pengetahuan dan sifat adalah bahwa orang membuang
jauh-jauh ajaran Descrates. Cita-cita pemikiran perpecahan dipengaruhi sekali oleh ISAAC
NEWTON (1642-1727) ia telah memberikan fisika yang klasik itu diterapkan kepada ilmu
pengetahuan yang lain. Hal ini menyebabkan filsafat tidak dapt berkembang dnegan baik.
Metode yang dipakai didalam filsafat adalah induksi. Alat yang dianggap perlu sekali dari segi
pemikiran adalah manusia analisa. Analisa ini harus juga dipakai didalam mengeritik pengusaha
dan tradisi masyarakat, negara dan gereja. Hal ini kira-kira menjelang akhir abad ke-17 di inggris
berkembang suatu tata negara yang liberal.
A. PENCERAHAN DI INGGRIS
Salah satu gereja perpecahan di Inggris adalah yang disebut Deisme, DUARD
HERBERT dari Cherburry (1581-1648), akal mempunyai otonomi mutlak di bidang agama,
agama kristen di taklukkan kepada akal yang menentang segala kepercayaan yang berdasarkan
wahyu. Dasar pengetahuan agama adalah bidang beberapa pengertian umum yang pasti bagi

manusia semua yang mengenai isi kepastian semua agama dan kesusilaan. Inilah asas-asas yang
pertama yang harus dijabarkan oleh akal manusia sehingga tersusunlah agama alamiah,
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang menciptakan alam semesta ini.
Akan tetapi setalah dunia diciptakan, Allah menyerahkan dunia kepada nasibnya sendirri.
Manusia dapat menuikan adanya yang menciptakan alam semesta in.i akan tetapi Allah
menyerahkan dunia kepada nasibnya sendiri. Manusia dapat menuaikan tugasnya dalam berbakti
kepada Allah dengan hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya. Yang dipandang sebagai satusatunya sumber dan patokan kebenaran adalah akal. Dan yang mewakili alirannya adalah JOHN
TOLAND (1670-1722) yang menulis Christianity not mysterious (1696). Dan MATTHEW
TINDAL (1656-1733), yang menulis Christianity as old as Creation (1730)
GEORGE BERKELEY (1685-1753) berkeley bermuara ke aliran idealisme, yang oleh
sendirinya disebut imatrealisme, sebab ia menyangkal adanya suatu dunia yang ada adalah
demikian. Pangkal pemikiran Berkeley di bidang teori pengalaman karena hubungan antara
pengamatan indera yang satu dengan pengamatan indera yang lain. Dikatakan bahwa pula sifat
pengamatan adalah konkrit, artinya: isi yang diamati adalah sesuatu benar-benar dapat diamati.
Substensi Berkeley tidak lebih dari suatu penggabungan yang tetap dar gagasan-gagasan.
Konsep tentang sesuatu hal atau substansi tidak menambah apa-apa kepada sifat yang diamati
dan oleh karenanya tidak perlu mutlak. Filsafat empirisme Locke dan Berkeley secara konsekuen
adalah DAVID HUME (1711-1776). Karena dialah filsafat menjadi tidak masuk akal. Yang
dimaksud dengan pengertian atau idea adalah gambaran tentang pengamatan yang redup
B. PENCERAHAN DI PERANCIS
Karena filsafatnya yang populer itu maka filsafat di prancis pada waktu itu tidak begitu
mendalam. Dua tokoh yang akan bicarakan disini, yaitu pertama-tama VOLTAIRE (1694-1778)
yang adalah nama samaran dari FRANCO OIS MARIE ARUET, juga padanya suatu sistem
filsafat dalam arti yang sebenarnya. Akan tetapi tidak tahu apa-apa tentang hakekat dan sifat-sifat
Allah ini.
JEAN JACQUES ROUSSEAU (1712-1778), yang memberikan penutupan yang
sistematis bagi cita-cita pencerahan di Perancis. Oleh karena itu dianggap perlu untuk
menciptakan aturan-aturan guna melindungi milik pribadi. Kehendak umum ditunjukan kepada
kepentingan umum, yang tidak dapat tersesat, karena senantiasa mengikuti hal-hal yang benar.

C. PENCERAHAN DI JERMAN
SAMUEL PUFENDORFF (1632-1694) CHRISTIAN THOMASIUS (1655-1728).
Dialah yang menciptakan pengistilahan-pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan
menjadikan bahasa itu menjadi serasi bagi pemikiran ilmiah. Pada dasarnya filsafatnya adalah
suatu usaha mensistimatisir pemikiran Leibniz dan menerapkan pemikiran itu pada segala bidang
ilmu pengetahuan.
IMMANUEL KANT (1724-1804). Ia sendiri memang merasa, bahwa ia meneruskan
pencerahan. Bentrokan ini memaksa Kant untuk memikirkan unsur-unsur mana di dalam
pemikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang telah terdapat di
dalam akal manusia.

I.

PENDAHULUAN

Pada awal kelahiran filsafat apa yang disebut filsafat itu sesungguhnya mencakup seluruh
ilmu pengetahuan. Kemudian, filsafat itu berkembang sedemikian rupa menjadi semakin
rasional dan sistematis. Seiring dengan perkembangan itu, wilayah pengetahuan manusia
semakin luas dan bertambah banyak, tetapi juga semakin mengkhusus. Lalu lahirlah berbagai
disiplin ilmu pengetahuan yang satu per satu memisahkan diri dari filsafat.

Dahulu filsafat mewujudkan suatu pemikiran yang hanya dapat hal istimewa beberepa ahli
saja, tetapi sekarang orang berpendapat bahwa seluruh umat manusia berhak turut menikmati
hasil-hasil pemikiran filsafat. Sikap perpecahan terhadap agama wahyu dikatakan memusuhi,
atau setidak-tidanya mencurugainya. Sikap itu diungkapkan dalam usaha untuk menggati
agama Kristen dengan agama alamia murni, yang isinya dikembalikan kepada beberapa
keberadaan tentang Allah dan jiwa.
Pada Abad ke-18 dimulailah suatu zaman baru, berakar pada Renaissance serta yang
mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Abad ke-18 disebut zaman
perpecahan (Aufklarung). Menurut Imanuel Kant zaman perpecahan tersebut adalah zaman
manusia keluar dari keadaan tidak akil balik. Bahwa manusia tidak mau memanfaatkan
akalnya. Voltrin menyebut zaman perpecahan adalah zaman akal. Abad ke-17 membatasi
diri dari usaha memberikan tafsiran mengenai manusia, dunia dan Allah. Abad ke-18
menganggap dirinya sebagai mendapat tugas untu meneliti secara kritis segala yang ada, baik
didalam negara maupun di dalam masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun dibidang
hukum, agama, pengajaran dan pendidikan dan lain sebagainya.
Abad ke-18 di Jerman biasa disebut Aufklarung atau zaman modern yang di Inggris dikenal
dengan Enlightenment. Pemberian nama ini dikarenakan pada zaman itu manusia mencari
cahaya baru dalam rasionya.

Anda mungkin juga menyukai