PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
LOLO SINAGA
1106055450
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Usaha katering merupakan usaha yang paling populer di bidang jasaboga.
Usaha katering saat ini banyak menghasilkan makanan yang enak dan lezat yang
tentunya akan banyak menarik pelanggan. Memang sudah seharusnya katering
selain menyajikan makanan dari sisi tekstur dan rasa yang nikmat juga
memperhatikan segala sisi gizi bahan makanan dan prosesnya, baik dari keamanan
pangan dan sanitasi.
Makanan yang sehat merupakan salah satu faktor penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga perlu diperhatikan
kualitasnya dari sisi bakteriologis, kimiawi dan fisik. Kualitas makanan harus
terjamin setiap saat, agar masyarakat sebagai konsumen dapat terhindar dari
penyakit/gangguan kesehatan serta keracunan makanan (Depkes, 2002).
Keracunan makanan menurut Gaman dan Sherington (1996) disebabkan
oleh mengonsumsi makanan yang beracun atau terkontaminasi bakteri atau
mikroorganisme. Beberapa penyebab kasus keracunan makanan diantarnya adalah
Staphylococcus aureus, Vibrio Cholera, E.coli dan Salmonella. Bakteri E.Coli
merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan maupun manusia. Sedangkan
sumber bakteri Staphylococcus aureus dapat berasal dari tangan, rongga hidung,
mulut dan tenggorokan penjaman makanan (Susanna, 2003).
Selain dari keracunan oleh mikroba biologis, keracunan makanan juga
dapat disebabkan oleh cemaran kimia. Cemaran kimia yang terjadi dikarenakan
oleh penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak diizinkan. Formalin
termasuk BTP yang tidak diizinkan karena formalin merupakan larutan
formaldehid 37% yang sering digunakan untuk mengawetkan serangga atau
hewan-hewan di museum, mengawetkan mayat, dan untuk disinfektan (Clary and
Sullivan, 1992). Kontaminasi makanan juga dapat terjadi selama proses produksi
yang dimulai dari pemeliharaan, pemanenan atau penyembelihan, pembersihan
atau
pencucian,
persiapan
makanan
atau
pengolahan,
penyajian
serta
Jenderal
Pemberantasan
Penyakit
Menular
Pada katering Prima Sari ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai
penerapan prinsip-prinsip HACCP dalam meminimalkan dan mencegah resiko
cemaran kontaminan pada olahan katering yang dapat menyebabkan keracunan
makanan sehingga dapat membahayakan konsumen yang mengonsumsinya.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
- Bagaimana komitmen manajemen pemilik katering terhadap penerapan
-
HACCP ?
Bagaimana penerapan sistem keamanan pangan dalam segala tahap
Penelitian ini dilakukan di Katering Prima Sari dari bulan maret sampai
april tahun 2016. Penelitian ini nantinya akan mencari tahu tentang tahapan
pengelolaan makanan ditinjau dari 7 prinsip HACCP. Penelitian ini dilakukan
dengan cara melakukan observasi dan wawancara mendalam (in-depth Interview)
dengan menggunakan daftar tilik dari .... terhadap penerapan prinsip-prinsip
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada katering Prima Sari, Kota
Jakarta, Tahun 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Makanan
Pangan atau makanan menurut Undang - Undang No.7 tahun 1996 adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman.
Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang
dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan dan adanya teknologi
(Moertjipto, 1993). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang
dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh, terutama untuk membangaun
dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004)
Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi tiga
bagian yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006),
1. Makanan Segar, yaitu makanan yang belum mengalami pengolahan yang
dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung (bahan baku
pengolahan pangan), contoh: pisang dan lain-lain.
2. Makanan Olahan, yaitu makanan hasil proses pengolahan dengan cara atau
metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Makanan olahan bisa
dibedakan lagi menjadi makanan olahan siap saji dan tidak siap saji.
a. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah siap diolah dan
siap disajikan ditempat usahan atau di luar tempat usaha atas dasar
pesanan, contoh pisang goreng dan lain-lain.
b. Makanan olahan tidak siap saji adalah makanan yang sudah mengalami
proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan tahapan pengolahan
lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum, contoh makanan kaleng
dan lain-lain.
3. Makanan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi
kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan, contoh susu rendah lemak untuk orang yang menjalani diet
lemak dan lain-lain.
2.2
sarana atau institusi yang mengolah makanan, yakni yang disebut dengan Industri
Jasaboga. Katering merupakan salah satu bentuk dari industri jasaboga. Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, Industri
Jasaboga adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan
pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan
(Depkes, 2003).
2.2.1. Klasifikasi Industri Jasa Boga
Berdasarkan cakupan pelayanannya, Industri Jasaboga memiliki lima
kategori (Depkes, 2003), yaitu:
a. Industri Jasaboga golongan A1
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan
makanan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga.
b. Industri Jasaboga golongan A2
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan
makanan menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan beberapa
tenaga kerja.
c. Industri Jasaboga golongan A3
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan
makanan yang menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan beberapa tenaga
kerja.
d. Industri Jasaboga golongan B
Jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus misalnya untuk
jemaah asrama haji, pertambangan atau pengeboran, perusahaan serta angkutan
umum dalam negeri dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dalam
pengolahan makanan dan memperkerjakan tenaga kerja.
e. Industri Jasaboga golongan C
Jasaboga yang melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan
pesawat udara dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan
memperkerjakan beberapa tenaga kerja.
2.2.2 Pengertian Katering
Katering berasal dari kata to cater yang berarti menyiapkan dan
menyajikan makanan dan minuman untuk umum. Seseorang yang menyiapkan
makanan dan minuman disebut dengan caterer (Fadiati 1988).
Katering adalah jenis penyelenggaraan makanan yang tempat memasak
makanan
berbeda
dengan
tempat
menghidangkan
makanan.
Bentuk
dalam bidang jasa boga yang memberikan jasa terhadap pemesanan makanan dan
minuman untuk jamuan makan.
Katering merupakan usaha yang paling populer di bidang Jasaboga.
Katering dapat juga didefinisikan sebagai jasa di bidang makanan yang sudah jadi
diantar langsung ke tempat pemesan. Ditinjau dari jenis tempat usaha katering
dibedakan menjadi restoran hotel, restoran, katering transportasi, outside katering
service, katering rumah sakit, school meal service, katering panti asuhan, katering
panti jompo dan katering lembaga permasyarakatan. Katering school meal service
adalah pelayanan makanan yang menyajikan hidangan untuk anak-anak sekolah
(Fadiati, 1998).
2.2.2 Klasifikasi Katering
Menurut Warsitaningsih (2009) katering pesta dibagi ke dalam tiga
kelompok, yaitu:
1. Pesta untuk kelompok profesi tertentu dengan misi kegiatan yang
dibawanya
seperti
seminar,
pameran
dan
sebagainya.
Tempat
Hazard Analysis Critical Control Point atau yang dikenal dengan HACCP
dalam perkembangan telah mengalami evolusi yang panjang. Konsep ini pertama
kali diperkenalkan oleh perusahaan Pillsbury Amerika serikat yang bekerja sama
dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National
Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory
Project Group dalam menghasilkan makanan yang aman untuk para astronot di
luar angkasa pada akhir tahun 1950-an hingga akhir 1960-an. Tujuan terpenting
dalam penggunaan konsep ini adalah untuk menjamin keamanan produk bagi
astronon agar tidak mudah jatuh sakit (Winarno, 2012).
Selanjutnya pada tahun 1971 dilakukan pemaparan pertama pada
masyarakat Amerika Serikat mengenai sistem HACCP yang kemudian prinsip ini
dipergunakan pertama kali pada produk komersial pada makanan Kaleng Berasam
Rendah (LACF = Low Acid Canned Food) di amerika serikat dalam Peraturan
Federal Amerika Serikat (Winarno, 2004).
Sejak FAO/WHO Codex Alimentarius Commision mengadopsi Codex
Guidelines for the Application of the HACCP System pada tahun 1993 dan Revisi
dilakukan pada Codex Code on General Principles of Food Hygiene untuk
mencakup sistem HACCP, maka sejak saat itu beberapa negara didunia, termasuk
Indonesia mulai beralih dari sistem keamanan pangan tradisional (end product
testing) menuju pengaplikasian HACCP. Pada tahun 1998 Indonesia mengadopsi
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) System and Guidelines for
Its Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4852-1998) Sistem
Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control
Points-HACCP) Serta Pedoman Penerapannya (Winarno, 2004).
Setelah diadopsinya HACCP menjadi standar di berbagai negara
menjadikan HACCP sebagai suatu standar yang memiliki landasan ilmiah yang
sistematis dalam mengidentifikasi potensi-potensi bahaya tertentu serta cara-cara
pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.
2.3.3 Pendekatan HACCP
Dengan program HACCP ini, pada analisa bahaya ada tiga pendekatan
penting dalam pengawasan mutu produk pangan (Winarno, 2012);
a. Food Safety/Keamanan pangan
Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya
dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.
b. Wholesomeness/Kebersihan
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam
kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene.
c. Economic Fraud/Pemalsuan
Adalah tindakan-tindakan yang ilegal atau penyelewengan yang
dapat merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan
spesies (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat
tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang
seperti yang tertera dalam kemasan.
2.3.4 Tahapan Implementasi HACCP
A. Pembentukan Tim HACCP
Pembentukan tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa
pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk
pengembangan rencana HACCP secara efektif (Winarno, 2012). Secara
optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari
berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia,
diperlukan konsultan dari pihak luar (SNI HACCP, 1998).
Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang.
Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk dan
prosesnya, serta mempunyai keahlian yang cukup untuk :
- Menetapkan lingkup dari rencana HACCP
- Mengidentifikasi Bahaya
- Menetapkan tingkat keakutan dan resikonya
- Mengidentifikasi CCP, merekomendasikan cara pengendalian,
-
penyimpangan.
Merekomendasikan atau melaksanakan investigasi dan atau
pembekuan,
penggaraman,
pengeringan,
pengasapan),
(ditolak).
E. Verifikasi Diagram Alir dari Unit Produksi
Diagram alir yang sudah disusun harus diverifikasi ulang agar
sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan. Apabila terdapat kesalahan
ataupun kekeliruan didalam diagram alir, maka tim HACCP harus
melakukan modifikasi terhadap diagram alir agar menjadi lebih sempurna
dan sesuai dengan pelaksanaanya di lapangan. Diagram alir harus
diverifikasi
aliran
proses, kegiatan
2013). Analisa bahaya dilakukan pada semua bahan baku, setiap tahapan
produksi, pengemasan, pendistribusian hingga berakhir di tangan
konsumen. Tujuan analisis bahaya untuk mengenali bahaya-bahaya yang
dapat berpotensi pada segala kegiatan dan bahan baku produk.
1) Bahaya Biologis
Bahaya Biologis dapat berupa cemaran mikroba penyebab penyakit
seperti virus, bakteri dan parasit yang dapat menyebabkan keracunan
ataupun penyakit jika dikonsumsi oleh manusia. Cemaran ini dapat
berasal dari udara, tanah, air dan tempat-tempat kotor yang lain.
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bahaya
biologis, yaitu pertama adalah faktor-faktor intrinsik, seperti pH, kadar
air/aktivitas air (aw), nutrien, senyawa antimikroba, struktur biologis
dan lain-lain.
Jenis Bahaya
Bakteri
Virus
Fungi
Contohnya
Biologis
Parasit, Protozoa
dan cacing
Algae (ganggang)
Salmonella spp
Clostridium perfringens
Clostridium botulinum
Listeria monocytogenes
Campylobacter jejuni
Vibrio cholera
Bacillus cereus
Hepatitis A
Rotavirus
Aspergillus flavus
Fusarium spp
Penicillium spp
Protozoa (Giardia lamblia)
Cryptosporidium parvum
Cacing bulat (Ascaris lumbricoides)
Cacing pita (Taenia saginata)
Cacing pipih (Fasciola hepatica)
Dinoflagelata
Ganggang biru-hijau
Ganggang coklat emas
2) Bahaya Kimia
Bahan Kimia
Bahan-bahan kimia pembersih: deterjen
Residu Pestisida: Fungisida, Insektisida, Herbisida, Rodentisida
Alergen
Logam beracun
Nitrit, nitrat dan senyawa N-nitroso
Polychlorinated biphenyls (PCBs)
Migrasi komponen plastik dan bahan pengemas
Residu antibiotika dan hormon
Adiktif kimia
Filotoksi-sianida, estrogen
Zootoksin
3) Bahaya Fisik
Kontaminasi bahaya fisik pada proses pengolahan produk dapat
disebabkan oleh pengolahan dan pengecekan yang tidak sesuai dengan
prosedur. Dalam kasus penolakan terhadap bahan pengolahan pangan
Indonesia di dunia perdagangan Internasional, kasus yang sering
Bakteri patogen
Kelebihan nitrat
Histamin
CCP
Penyimpanan sementara
bahan baku
Deteksi logam (dengan
Batas Kritis
Suhu chilling 0-4C
Serpihan/potongan logam > 0,5
metal detector)
mm
Aw <0,85 untuk mengendalikan
Penggaraman
Penerimaan bahan baku
produk kering
Sodium nitrat 200 ppm
< 25 ppm
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1.
Kerangka Teori
Tahapan Pengelolaan Makanan
Pemilihan
Bahan
Makanan
Penyimpanan
Bahan Makanan
Persiapan dan
Pengolahan
Bahan
Makanan
Penyimpanan
Makanan Jadi
Pengangkutan
Bahan Makanan
Penyajian
Makanan
3.2.
Kerangka Konsep
Penyimpanan
Bahan Makanan
Persiapan dan
Pengolahan
Bahan
Makanan
Penyimpanan
Makanan Jadi
Pengangkutan
Bahan Makanan
Penyajian
Makanan
Identifikasi Bahaya
Menentukan Titik
Kendali Kritis
- Spesifikasi Batas Kritis
- Penetapan dan
Pelaksanaan Sistem
Gambar
3.2. Kerangka Konsep
Monitoring
- Tindakan Perbaikan
Dari kerangka konsep
akan dilakukan
- ini,
Verifikasi
Sistem analisis dengan pendekatan
Pencatatan
dan pengelolaan makanan yang ada
penerapan 7 prinsip HACCP -pada
seluruh tahapan
Dokumentasi
Bahaya, Menentukan Titik Kendali Kritis, Spesifikasi Batas Kritis, Penetapan dan
Pelaksanaan Sistem Monitoring, Tindakan Perbaikan, Verifikasi Sistem dan
Pencatatan dan Dokumentasi.
3.3.
Definisi Operasional
Definisi
Alat
Pemilihan
Operasional
Penyediaan
Bahan
bahan
Ukur
Daftar - Observasi
- Wawancara
tilik
Makanan
makanan
bagaimana
melalui
penerapan
prosedur dan
prinsip-prinsip
No
Variabel
Cara Ukur
Hasil Ukur
Informasi yang
lengkap
Skala
Ukur
Nominal
peraturan yang
berlaku
(Muchatob,
1991).
HACCP dalam
Dilakukan
tahapan
dengan
Pemilihan
membeli
Bahan Makanan
sendiri atau
di Katering
melalui
Prima Sari.
pemasok
(Moehyi,
1992)
Penyimpanan
2
Bahan
Makanan
Informasi yang
menata,
lengkap
menyimpan,
bagaimana
memelihara
penerapan
bahan
prinsip-prinsip
makanan
kering dan
Daftar - Observasi
tilik - Wawancara
HACCP dalam
tahapan
basah serta
Penyimpanan
mencatat serta
Bahan Makanan
pelaporannya
di Katering
(Depkes,
Prima Sari.
Nominal
2007).
3
Persiapan dan
Daftar - Observasi
- Wawancara
tilik
Informasi yang
Pengolahan
Menyiapkan
lengkap
Bahan
makanan dan
bagaimana
Makanan
bumbu
penerapan
sebelum
prinsip-prinsip
pemasakan,
HACCP dalam
tahapan
proses
Pengolahan
kegiatan
Bahan Makanan
dengan
di Katering
Nominal
berbagai cara
pemasakan
seperti
membakar,
merebus,
mengukus,
menggoreng,
Prima Sari
mengetim
untuk
meningkatkan
citarasa
(Mukrie, 1990,
Depkes RI,
1990)
Informasi yang
Penyimpanan
Makanan Jadi
Makanan atau
lengkap
minuman yang
bagaimana
disajikan harus
penerapan
dengan wadah
yang bersih
dan aman bagi
Daftar - Observasi
tilik - Wawancara
prinsip-prinsip
HACCP dalam
tahapan
kesehatan
Penyimpanan
(Depkes RI,
Makanan Jadi di
2003)
Katering Prima
Pengangkutan
Serangkaian
Makanan Jadi
kegiatan
Daftar - Observasi
- Wawancara
tilik
Nominal
Sari.
Informasi yang
lengkap
penyaluran
bagaimana
makanan
penerapan
sesuai dengan
prinsip-prinsip
jumlah porsi
HACCP dalam
dan jenis
tahapan
makanan
Pengangkutan
konsumen
Makanan Jadi di
yang dilayani
Katering Prima
(Depkes RI,
Sari.
Nominal
2003)
Makanan
disajikan di
Informasi yang
tempat yang
lengkap
bersih,
bagaimana
peralatan
penerapan
bersih, tidak
6
Penyajian
boleh terjadi
Makanan Jadi
kontak
Daftar - Observasi
tilik - Wawancara
langsung
dengan
makanan yang
disajikan
(Kusmayadi,
prinsip-prinsip
HACCP dalam
Nominal
tahapan
Penyajian
Makanan Jadi di
Katering Prima
Sari.
2008)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain
kategori A3. Katering ini memiliki tempat dan dapur khusus dengan tenaga kerja
sebanyak 30 orang. Katering ini melayani penyelenggaraan makanan untuk
khayalak umum misalnya untuk pernikahan, event kenegaraan, rapat dan-lain-lain.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April - Mei 2016.
4.3.
Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti sendiri, dengan
teknik observasi dan wawancara mendalam, dokumentasi dan triangulasi
informasi. Teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif ini terdiri dari dua,
yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
4.4.1. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer berasal dari hasil observasi langsung terhadap
aspek aspek yang akan diteliti serta wawancara / tanya jawab informan. Observasi
adalah kegiatan pengamatan yang bertujuan mendeskripsikan lokasi penelitian,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas,
dan makna kejadian dilihat dari perpekstif mereka yang terlihat dalam kejadian
yang diamati tersebut (Poerwandari, 1998). Observasi menggunakan bantuan alat
berupa kamera untuk mendokumentasikan lokasi penelitian dalam berbagai
suasana dan kondisi, segala tahapan pengolahan produk. Teknik pengumpulan
data yang kedua adalah wawancara. Wawancara merupakan pertemuan antara dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat
diambil makna dari suatu topik terrtentu (Esterberg, 2002). Wawancara mendalam
ini nantinya akan dibantu dengan alat perekam suara seperti tape recorder yang
akan dilakukan kepada narasumber yang memang mengetahui segala kondisi dan
proses tahapan pengolahan produk katering, yaitu owner dari katering Prima
sendiri. Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar
tilik sebagai acuan yang telah diuji coba sebelumnya dengan metode isian
checklist.
4.4.2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada
peneliti, misalnya penelitian harus melalui orang lain atau mencari melalui studi
literatur misalnya pada dokumen atau buku yang diperoleh berdasarkan catatancatatan yang berhuungan dengan penelitian (Sugiyono, 2005). Pengumpulan data
sekunder akan diperolah dari Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada
dilokasi katering tersebut serta data-data tertulis seperti peraturan-peraturan dan
dokumen tertulis yang berkaitan dengan pengolahan dan pengelolaan makanan
yang berlaku di katering tersebut. Adapun data ini diperlukan untuk memperkuat
dan melengkapi informasi yang didapatkan peneliti dari data primer hasil dari
observasi dan wawancara mendalam dengan pemilik katering Prima Sari.
4.5.
Analisis Data
Kegiatan analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga kegiatan,
yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan konklusi
(conclusion drawing/verivication) (Sugiyono, 2007). Reduksi data yang dilakukan
adalah dengan memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang
penting. Penyajian data dalam penelitian kualitatif kali ini adalah teks yang
bersifat naratif. Data yang diperoleh kemudian dikategorikan kemudian dicari
polanya dan ditarik kesimpulan.
Data hasil observasi dan wawancara yang terangkum dalam daftar tilik
serta hasil telaah data sekunder dikumpulkan untuk selanjutnya dilakukan analisis
dan disusun secara sistematis. Analisis dilakukan pada seluruh tahapan
penyelenggaraan makanan katering mulai dari tahap pemilihan bahan makanan,
penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, dan pengolahan bahan
makanan, penyimpanan makanan jadi, distribusi makanan hingga tahap
pengemasan/penyajian makanan. Hasil analisis kemudian akan dibandingkan
dengan penerapan sistem keamanan pangan ideal, berdasarkan prinsip HACCP.
4.6.
Pengujian Keabsahan Data
Pengujian Keabsahan data yang dilakukan peneliti terdiri dari 2, yaitu
Triangulasi Teori dimana peneliti akan membandingkan informasi yang telah
diterima dengan perspektif teori yang relevan untuk mengindari bias individual
peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan dan triangulasi sumber data,
DAFTAR PUSTAKA
BPOM RI. (2013). Laporan Tahunan 2013 Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI. BPOM RI: Jakarta.
Clary, J.J. dan Sullivan. J. B., (1992). Formaldehyde. Dalam : J.B. Sullivan and
G.R Krieger. Hazardous Materials Toxivology. Williams & Wilkins.
Baltimore, Hongkong, London, Munich, Philadelphia, Sydney, Tokyo.
Codex Commite in Food Hygienie. (1997). HACCP System and Guidenes for its
Application, Annexe to CAC/RCP 1-1969, Rev 3 dalam Codex
Alimentarius Commision Food Hygienie Basic Text, Food and Agriculture
Organization of United Nations, World Health Organization, Rome.
Dalam Mortimore, S and Wallace, C. 2001. HACCP. Diterjemahkan oleh
Aprinignsih dengan judul HACCP: Sekilas Pandang. Jakarta: EGC, 2004.
Daulay, Sere Saghranie. (2000). Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
dan Implementasinya dalam Industri Pangan. Widyaiswara Madya
Pusdiklat Industri. Jakarta.
Depkes RI. (1990). Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah
Sakit. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat, Depkes RI
_________. (2002). Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan. Direktorat
Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Jakarta.
_________. (2003). Kepmenkes RI no. 175/Menkes/SK/V/2003 Tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Depkes RI. Jakarta