Anda di halaman 1dari 26

REFERAT ILMU KEDOKTERAN ANAK

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ASMA PADA ANAK

Disusun Oleh :
AKBAR
Dokter Pembimbing :
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................2
A.

Definisi & Klasifikasi............................................................2

B.

Patofisiologi Asma...............................................................3

C.

Anamnesis.......................................................................5

D.

Pemeriksaan Fisik...............................................................5

E.

Pemeriksaan Penunjang.........................................................6

F.

Diagnosa Banding................................................................8

G.

Tatalaksana di Klinik atau Unit Gawat Darurat............................10

H.

Tatalaksana di ruang rawat sehari...........................................11

I.

Tatalaksana di rawat inap......................................................11

J.

Tatalaksana di ruang Intensif .................................................11

K.

Medikamentosa................................................................12

L.

Terapi Suportif.................................................................14

M.

Tatalaksana Jangka Panjang.................................................16

N.

Prevensi dan intervensi dini...................................................17

BAB 3 KESIMPULAN........................................................18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................21

BAB 1
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit paru tidak menular yang terjadi akibat proses
inflamasi pada saluran napas yang ditandai dengan terdengarnya suara mengi,
sesak nafas dan biasa muncul pada keadaan- keadaan tertentu.
Saat ini asma masih tergolong ke dalam penyakit tidak menular dengan
angka kejadian di masyarakat yang cukup tinggi. Dalam World Health Report
2000 dikatakan bahwa, lima penyakit paru utama yang memberikan sumbangsi
17,4% dari seluruh kematian di dunia adalah infeksi paru (7,2%), PPOK (4,8%),
tuberklosis (3,0%), kanker paru/trakea/bronkus (2,1%), dan asma (0,3%).1
Perkembangan penyakit asma tampak mengalami peningkatan tiap
tahunya, diperkirakan terdapat sekitar 300 juta orang di seluruh dunia yang
menderita asma data dari WHO (2002) dan GINA (2011). Selain itu
perkembangan asma diprediksikan pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai
400 juta jiwa. 1
Pada anak-anak asma juga sering dijumpai sebagai masalah di masyarakat.
Laporan angka kejadian asma pada anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner yang
diberikan kepada 14 sekolah menengah atas di Jakarta pusat mendapatkan hasil
bahwa dari 2044 kuesioner yang terkumpul 239 (11,7%) anak mempunyai riwayat
mengi. 2
Mengingat angka kejadian yang semakin meningkat setiap tahunya serta
mengingat bahwa asma juga tergolong kedalam penyakit yang sering kali luput
dalam diagnosa. Maka sudah selayaknya dibutuhkan pendekatan diagnosa serta
tatalaksana yang baik dibidang asma khususnya pada anak. Diharapkan dengan
diagnosa dan tatalaksana yang baik, asma pada pasien dapat terkontrol serta angka
kekambuhan asma juga dapat berkurang. Sehingga angka kejadian asma dapat
diturunkan setiap tahunya.
1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi & Klasifikasi


Menurut Pedoman Nasional Asma dan Anak (PNAA) 2004, Asma adalah
mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik : timbul secara
episodik, mucul cenderung pada malam hari (nokturnal), musiman, setelah
aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau
keluarganya. 3
Menurut Global initiative for asthma (GINA) asma dibagi menjadi 3 :
1. Intermiten
Gejala < 1 minggu dengan serangan singkat, gejala nocturnal tidak
lebih 2x/bulan.
FEVI 80% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEVI <20%
2. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1 x/hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala malam hari > 2x/bulan
FEVI 80% predicted atau PEF 80% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEVI 20-30 %
3. Persisten sedang
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala malam hari > 1x/ minggu
Menggunakan 2 agonis kerja pendek setiap harinya
FEVI 60-80% predicted atau PEF 60-80% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEVI > 30 %
4. Persisten berat
Gejala setiap hari
Serangan sering terjadi, gejala nocturnal pun sering terjadi
FEVI 60% predicted atau PEF 60% nilai terbaik individu
Variabilitas PEF atau FEVI > 30%

Derajat Asma menurut PNAA tahun 2004

B. Patofisiologi Asma
Obstruksi jalan napas secara luas adalah permasalaha utama pada asma,
dimana hal ini timbul karena adanya spasme oto polos bronkus, edema
mukosa akibat inflamasi, dan sumbatan mucus. Sumbatan ini dapat
meningkatkan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara dan dstensi paru
berlebihan (hiperinflasi).
Tekanan intrapulmonal akan meningkat agar ekspirasi dapat terjadi,
peningkatan ini akan mempersempit dan menyebabkan penutupan saluran
napas sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumothoraks. Peningkatan
pada intratorakal mempengaruhi aliran balik vena dan mengurangi curah
jantung inilah manifestasi yang kita kenal sebagai pulsus paradoksus.
Pad awal serangan terjadi hiperventilasi kadar PaCo2 menurun terjadi
alkalosis respiratorik. Pada obstruksi yang berat terjadi kelelahan otot napas
dan hipoventilasi alveolar yang mengakibatkan hiperkapnia dan asidosis
respiratorik. Hipoksia yang terjadi dapat merusak sel alveolus sehingga
surfaktan berkurang sehingga resiko atelektasis meningkat.
Mediator kimia /Pencetus
Bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi berlebihan
Penyumbatan jalan nafas

Ventilasi tidak seragam


Hiperinflasi
5

Atelektasis
Ketidakseimbangan ventilasi
Dan perfusi

Kelenturan

berkurang
Kerja
Pernapasan
Surfaktan
bertambah
Berkurang

Hipoventilasi
Asidosis

alveolar

Vasokonstriksi
pulmonal

PCO2
PO2

Sumber : Michael Sly. Asthma dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-15, Saunders,1996

C. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan tepat dan cermat sehingga didapatkan
data yang akurat tentang gejala pasien. Beberapa pertanyaan mungkin dapat
membantu dalam anamnesis seperti3 :
1. Apakah serangan pernah mengalami serangan mengi dan apakah
berulang ?
2. Apakah sering terganggu/terbangun karena batuk pada malam hari?
3. Apakah mengi atau batuk muncul ketika selesai olahraga ?
4. Apakah mengi, dada terasa berat, ataupun batuk setelah terkena zat
allergen ?
5. Apakah bila pilek membutuhkan 10 hari untuk sembuh ?
6. Apakah gejala yang dirasakan membaik ketika diberi obat asma ?
Selanjutnya adalah mengidentifikasi pola dan derajat gejala. Pada pola
gejala, apakah gejala tersebut timbul saat infeksi virus atau tidak bersamaan
dengan infeksi virus (diantara batuk dan pilek biasa). 3
6

Apabila gejala timbul tidak bersamaan dengan infeksi virus, selanjutnya


ditentukan frekuensi dan pencetus gejala. Frekuensi gejala apakah muncul
berapa kali dalam 1 minggu / bulan. Pencetus gejala asma yang spesifik dapat
berupa aktivitas, emosi, debu, pajanan terhadap bulu binatang, perubahan
suhu lingkungan atau cuaca, aroma yang tajam dan pajanan asap. 3
Derajat gejala dapat ditentukan dengan memasukan data informasi yang
didapat kedalam bagan klasifikasi, sehingga nantinya dapat menentukan
tatalaksana yang sesuai berdasarkan derjat asma itu sendiri.

D. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat tidak ditemukanya kelainan saat pasien tidak
dalam keadaan serangan. Akan tetapi pada sebagian kecil pasien dengan asma
berat mungkin akan dijumpai mengi diluar serangan. Oleh karena itu
diagnosa asma pada bayi dan anak dibawah lima tahun hanya menjadi
diagnosa klinis. 3
Wheezing atau mengi pada anak dibawah lima tahun harus diwaspadai,
karena pada usia tersebut kemungkinan batuk berulang dapat diakibatkan oleh
infeksi saluran pernafasan saja. Apabila dijumpai mengi pada usia dibawah
tiga tahun hendaknya berhati-hati dalam mendiagnosa asma. 4
Jika terdapat keraguan dalam mendiagnosa asma ringan pada seorang
anak, maka dapat dilakukan tes dengan berolahraga ( dengan berlari cepat
selama 6 menit). 3
Pada Pasien dengan eksaserbasi (serangan) akan tampak gejala sesak
napas, batuk, mengi, dada serasa tertekan, umunya eksaserbasi diikuti dengan
distress pernapasan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru yang objektif dapat membantu mengevaluasi


anak dengan batuk, mengi rekuren dan berbagai hal yang berhubungan
dengan sistem respiratorik. Tes fungsi paru sangat bermanfaat terlebih dalam
menilai gejala asma yang tidak khas.
Pada uji fungsi jalan napas yang terpenting adalah maneuver ekspirasi
paksa secara maksimal. Penilaian ini bermanfaat dalam menilai obstruksi
jalan napas (asma dan fibrosis kistik), pengukuran ini dilakukan pada anak
usia diatas 6 tahun yaitu dengan forced expiratory volume in 1 second (FEV1)
dan vital capacity (VC) serta pengukuran peak expiratory flow (PEF) atau
biasa disebut arus puncak ekspirasi (APE). Pemeriksaan ini mengukur
variabilitas dan reversibilitas fungsi paru dalam 24 jam. 3,4
Untuk menilai derajat asma, PEF harus diukur secara serial dalam 24 jam
karena derjat asma tidak ditentukan oleh nilai baseline melainkan oleh
variabilitas, penilaian variabilitas dilakukan sebaiknya selama 2 minggu.
Metode yang dianggap baik untuk mengukur nilai diurnal PE adalah dengan
mengukur paling sedikit satu minggu dan hasilnya dinyatakan dalam persen
nilai terbaik dari (selisih nilai PEF pagi hari terendah dengan nilai PEF
malam hari tertinggi). 3
Untuk menilai perburukan fungsi paru, PEF lebih baik diukur pada pagi
dan malam hari yang sama, sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator,
jika PEF 20% berarti adanya perburukan asma. 3
Dalam pemeriksaan didapatkan FEV1 mengalami perbaikan minimal 12 %
setelah pemberian bronkodilator inhalasi mendukung untuk diagnose asma.
PNAA 2004 untuk mendukung diagnosa asma digunakan batasan yaitu :
i. Variabilitas PEF atau FEV1 15 %
ii. Kenaikan PEF atau FEV1 15% setelah diberi bronkodilator
iii. Penurunan PEF atau FEV1 20% setelah provokasi bronkus.
Namun pada negara berkembang pemeriksaan PEF dan spirometri jarang
digunakan untuk mendiagnosa asma, mayoritas untuk mendiagnosa asma
hanya berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik terutama asma
dalam serangan. 3
8

2. Hiperreaktivitas saluran napas


Uji provokasi bronkus dapat dilakukan dengan pemberian histamine,
metakolin, olahraga, udara dingin, salin hipertonik. Pada pasien dengan
fungsi paru normal namun memiliki gejala asma uji provokasi dapat
dilakukan dengan metakolin, histamine dan olahraga. Pada pemeriksaan ini
bila didapatkan hasil yang negatif maka asma persisten dapat disingkirkan
dari diagnose. Namun bila hasil positif belum berarti pasien terdiagnosa asma
karena hiperreaktivitas dapat ditemukan juga pada pasien dengan rhinitis
alergi. 3
3. Inflamasi saluran napas non-invasif
Penilaian ini dapat diperiksa dengan menilai eosinophil sputum baik
spontan maupun terinduksi dengan garam hipertonik. Pengukuran kadar NO
ekshalasi juga dapat menjadi suatu penilaian lainya. Namun belum terdapat
penelitian yang menyatakan bahwa hal ini dapat membantu dalam diagnosis
asma. 3
4. Status alergi
Uji kulit untuk menilai IgE spesifik sebenarnya tidak terlalu membantu
dalam mendiagnosa asma namun membantu dalam mendiagnosa penyebab/
faktor pencetus asma. Tes alergi untuk anak usia kurang dari lima tahun dapat
digunakan hal berikut :
i.
ii.
iii.

Menentukan apakah anak atopi


Mengarahkan untuk memanipulasi lingkungan
Memprediksi prognosis anak dengan mengi.

Pada pemeriksaan ini memiliki nilai negatif palsu yang tinggi. Penelitian
TCRS mendapatkan bahwa anak kurang dari 1 tahun (bukan baru lahir)
dengan IgE total tinggi memiliki kemungkinan IgE tinggi pada usia enam
tahun

dan

sebelas

tahun

yang

akan

berhubungan

dengan

mengi

berkepanjangan. Akan tetapi anak dengan mengi pada tahun pertama


kehidupan tetapi memiliki IgE normal akan sembuh dari mengi. 3
9

F. Diagnosa Banding
Penegakan diagnosa asma adalah dengan menemukan adanya keterbatasan
aliran udara yang reversible dan bervariasi yang dapat ditunjukan dengan
spirometri. Diagnosa banding yang mungkin adalah GER, rinosinobronkitis,
OSAS, fibrosis kistik, primary cilliary dyskinesia, benda asing, vocal cord
dysfunction. 3

10

Alur Diagnosis Asma menurut Konsensus Anak 2001

11

G. Tatalaksana di Klinik atau Unit Gawat Darurat


Tatalaksana awal adalah dengan pemberian 2-agonis
kerja cepat dengan penambahan garam fisiologis secara
nebulisasi. Pemberian dapat diulang sebanyak dua kali
dengan interval 20 menit. Pada pemberian yang ketiga
ditambahkan

obat

antikolinergik.

Tatalaksana

ini

dapat

menentukan derjat serangan asma itu sendiri. 5


Tatalaksana pada serangan asma ringan adalah,

bila

hanya dengan sekali nebulisasi pasien menunjukan respon


yang baik. Selanjutnya pasien diobservasi selama 1-2 jam,
jika respon tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan
dengan bekal obat -agonis yang diberikan 4-6 jam. Jika
faktor pencetus adalah virus dapat ditambahkan steroid oral
jangka pendek (3-5 hari). Namun jika diobservasi selama 2
jam gejala timbul pasien sudah masuk serangan asma
sedang. 5
Tatalaksana pada serangan asma sedang adalah bila sudah
dua

kali

pasien

dilakukan

nebulisasi

pasien

hanya

menunjukan respon parsial atau sedikit. Pasien diberikan


inhalasi

langsung

(antikolinergik),
serangan

asma

2-agonis

selanjutnya
sedang,

dan
pasien

ipratropium

bromide

diobservasi.

kortikosteroid

sistemik

Pada
(oral)

metilprednisolon dosis 0,5-1 mg/kgbb/hari diberikan selama


3-5 hari. 5
Tatalaksana pada serangan asma berat adalah bila tiga kali
berturut-turut pasien tidak menunjukan respon pasien harus
dirawat inap. Pasien diberikan nebulisasi 2-agonis dan
12

antikolinergik. Oksigen diberikan 2-4 L/menit sejak awal


termasuk saat nebulisasi. Keudian dipasang jalur parenteral
dan foto thoraks untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks.
5

H. Tatalaksana di ruang rawat sehari5


Pemberian oksigen dari IGD dilanjutkan, respon parsial
setelah nebulisasi 2x dalam 1 jam. Dilanjutkan nebulisasi
agonis + antikolinergik setiap 2 jam. Steroid oral diberi
selama 3-5 hari. Bila dalam 8-12 jam pasien keadaan klinis
tetap baik, pasien dapat dipulangkan namun bila keadaan
memburuk pasien alih rawat inap.

I. Tatalaksana di rawat inap5


1. Pasien diberikan oksigen,
2. Jika ada dehidrasi dan asidosis lakukan koreksi dehidrasi
dengan cairan parenteral serta koreksi asidosis.
3. Steroid intravena bolus, tiap 6-8 jam dengan dosis 0,5-1
mg/kg/bb/hari.
4. Nebulasi 2-agonis + antikolinergik dilanjutkan tiap 1-2
jam, jika dengan pemberian 4-6 kali terjadi perbaikan, jarak
pemberian dapat diperlebar 4-6 jam.
5. Aminophilin diberikan intravena dengan dosis awal 6-8
mg/kgbb dilarutkan dalam garam fisiologis 20 cc diberikan
selama 20-30 menit. Sebaiknya kadar dalam darah
dipertahankan 10-20ug/ml. Empat jam kemudian diberikan
aminophilin dengan dosis rumatan 0,5 1 mg/kgbb/jam.
6. Bila terjadi perbaikan klinis lakukan nebulisasi tiap 6 jam
sekali sampai 24 jam . steroid dan aminophilin diganti
menjadi orap.

13

7. Jika dalam 24 jam membaik pasien dapat pulang dengan


obat, agonis (hirupan atau oral) yang diberikan 4-6 jam
selama dua hari.

J. Tatalaksana di ruang Intensif 5


Pasien yang sudah menunjukan gejala ancaman henti
napas merupakan salah satu kriteria yang dirawat di ICU
selain itu :

Tidak ada respons di UGD atau ada perburukan

serangan asma yang cepat


Adanya kebingugan dan disorientasi atau tanda

ancaman henti napas / hialng kesadaran.


Hipoksemia yang menetap walaupun sudah diberi
oksigen (kadar PaO2 < 60 mmhg atau PCO2>45
mmhg.

Indikasi pasien dengan ventilasi mekanis adalah :

Pulsus paradoksus yang cepat meningkat


Penurunan pulsus paroduksus pada pasien yang

kelelahan
Aritmia jantung
Henti napas
Tidak dapat bicara
Asidosis laktat yang tidak membaik
Diaphoresis pada posisi berbaring
Silent chest

K. Medikamentosa
a. Bronkodilator5
Beta adrenergik kerja pendek bekerja dengan stimulasi
reseptor beta adrenergic sehingga timbul relaksasi otot
polos jalan napas (bronkodilatasi). Efek lainya berupa
peningkatan klirens mukosilier, penurunan permeabilitas
14

vascular dan pelepasan mediator sel mast. Golongan obat


ini :
i. Epinefrin/adrenalin

epinefrin

1:1000

(1mg/ml), dengan dosis 0,01 mg/kgbb dapat


diberikan sebanyak 3 kali dengan jeda waktu
20 menit.
ii. 2-agonis selektif:

salbutamol

oral

0,1-0,5

mg/kgbb/kali, diberikan setiap 6 jam dengan


efek 30 menit kemudian mempunyai lama kerja
5 jam. Dapat diberikan dengan nebulisasi
dengan

dosis

yang

sama

namun

dengan

interval 20 menit.
Methyl Xantine ( teofilin kerja cepat) disarankan
hanya diberikan pada serangan asma berat yang dengan
pemberian kombinasi 2 agonis dan antikolinergik serta
steroid

tidak

intravena

memberikan

(inisial)

respon.

sebesar

Dosis

6-8mg/kgbb

aminofilin

larut

dalam

dekstrosa 5% atau garam fisiologis, diberikan dalam 20-30


menit. Jika 12 jam sebelumnya sudah diberikan, dosis
dapat diberikan setengahnya. Untuk rumatan dosis yang
diberikan 0,5-1 mg/kgbb/jam.

b. Antikolinergik5
Ipratropium bromida diberikan dengan kombinasi 2 agonis menghasilkan
bronkodilatasi yang lebih baik dari penggunaan masing-masing. Dosis
yang dianjurkan 0,1 ml/kgbb, nebulisasi setiap 4 jam. Dapat diberikan
dalam larutan 0,025% dengan dosis usia >6 tahun : 8-20 tetes, usia <6
tahun : 4-10 tetes.
c. Kortikosteroid5
15

Pemberian secara sistemik diberikan atas :


i. Terapi inisialinhalasi 2-agonis kerja cepat gagal mencapai
perbaikan.
ii. Serangan asma

pada

pasien

dengan

kortikosteroid

controller
iii. Serangan ringan dengan riwayat serangan berat.
Preparat oral yang dipakai adalah prednisolone,prednisone,dengan dosis 12 mg/kgbb/hari diberikan 2-3 kali sehari selama 3-5 hari. Melalui IV
disarankan metil-prednisolon sebagai pilihan utama dengan dosis 1
mg/kgbb diberikan 4-6 jam. Untuk nebulisasi pada pasien dengan serangan
berat digunakan dosis tinggi 1600 Mcg.

d. Obat lain5
i. Magnesium Sulfat

: dianjurkan sebagai terapi sistemik

pada serangan asma berat. Beberapa teori menerangkan


bahwa efek bronkodilator obat ini terjadi melalui regulasi
kompleks adenyl cyclase pada reseptor 2. Dosis
magnesium sulfat adalah 25-50 mg/kgbb IV, diberikan
selama 1 jam. Kadar dalam darah dijaga agar tetap sebesar
3,5 4,5 meq/dl.
ii. Mukolitik
: Pemberian diberikan pada serangan asma
ringan sedang , namun penggunaanya harus diwaspadai
pada anak dengan batuk yang kurang optimal. Tidak
dianjurkan pemberian obat mukolitik inhalasi pada
serangan asma berat.

L. Terapi Suportif5
a. Oksigen
Oksigen biasanya diberikan pada pasien yang datang
dengan serangan asma sedang dan berat. Saturasi oksigen
dipertahankan sekitar 95% (pada bayi dan anak kecil).
16

Dapat diberikan melalui nasal kanul, masker. Pada saat


pasien dilakukan nebulisasi sebaiknya oksigen diberikan
untuk mengatasi efek samping yakni hipoksia.
b. Cairan
Dehidrasi dapat muncul pada pasien dengan serangan asma berat.
Disebabkan oleh kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible
water lost, Takipnea, akibat efek dari diuretik teofilin. Pada asma berat,
terjadi peningkatan sekresi ADH yang memudahkan terjadinya retensi
cairan. Biasanya, jumlah cairan yang diberikan 1-1,5 kali kebutuhan
rumatan. Hati-hati dalam pemberianya ditakutkan terjadi kelebihan cairan
yang dapat mengakibatkan edema pada paru.

Sumber : Global Initiative for asthma. Global strategy for asthma management and
preventin. National Institute of Health, Lung, and Blood Institute; NIH publ. No.023659,2002.

17

18

M. Tatalaksana Jangka Panjang6


a. Asma episodik jarang
Dapat diberikan dengan obat pereda berupa
bronkodilator -agonis hirupan pendek (Short Acting 2Agonis, SABA) diberikan hanya jika ada serangan.
Penggunaan teofilin kurang digunakan karena batas
keamanan yang sempit. Penggunaan obat pengendali
belum diberikan pada asma intermiten dan baru pada
asma persisten ringan
b. Asma episodik sering
Penggunaan -agonis hirup >3x per-minggu atau serangan
sedang/berat > 1 bulan, merupakan indikasi diberikanya
obat anti inflamasi sebagai pengendali. Obat yang
diberikan sebagai pengendali adalah obat steroid
(budesonide) dengan dosis rendah 100-200 ug/hari setara
dengan penggunaan flutikason 50-100ug.
Pemberianya sesuai umur

i. Anak kurang 12 tahun : 100-200 ug/hari


ii. Anak lebih 12 tahun
: 200 400
ug/hari
c. Asma episodik persisten
Pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan
pemakaian obat hirupan dengan dosis tinggi disertai
steroid oral jangka pendek (3-5 hari), selanjutnya dosis
steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang
optimal. Jika setelah pemberian steroid hirup dengan dosis
rendah gagal maka, meningkatkan steroid menjadi dosis
medium yakni :
i.

Anak kurang 12 tahun : 200-400 ug/hari


19

ii.

Anak lebih 12 tahun

: 400-600 ug/hari

atau menambahkan LABA (long acting 2-agonist) atau


theophylline slow release (TSR) atau anti leukotriene
reseptor (ALTR) pada dosis rendah steroid hirupan. Jika
tidak ada perubahan setelah pemberian >800 ug/hari
dapat digunakan steroid oral /sistemik.

N. Prevensi dan intervensi dini


Upaya pencegahan yang baik salah satunya adalah
control terhadap pajanan yang ada di lingkungan baik
alergen maupun polutan.

Alergen utama yang sering

menjadi permasalahan antara lain, tungau debu, spora


jamur, serbuk sari bunga, bulu hewan. Sedangkan untuk
polutan antara lain, asap dari tembakau / rokok. Atopi
merupakan faktor resiko, apabila timbul dermatitis atopik
kemungkinan besar dapat timbul pula asma dengan
derajat yang lebih berat. 6,7
Kunci utama dalam pencegahan adalah pengendalian
dan

manipulasi

menghindari

terhadap

faktor

pencetus

lingkungan

agar

terjadinya

asma

dapat
pada

kebanyakan pasien.
Pemberian antihistamin non-sedatif, seperti ketotifen dan
setrizin

jangka

panjang

dilaporkan

dapat

mencegah

terjadinya asma pada dermatitis atopik, namun tidak


bermanfaat sebagai obat pengendali.

20

BAB 3
KESIMPULAN
Asma

merupakan penyakit tidak

menular

yang

sering

dijumpai

pada

masyarakat

luas.

perjalananya asma

Pada

terbagi bagi

menjadi

beberapa

klasifikasi

yakni

a.
b.
c.
d.

Asma dengan gejala intermitten


Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persistensi berat

21

Oleh karenanya dibutuhkan teknik serta cara untuk mendiagnosa


antara lain , melalui Anamnesis didapatkan riwayat alergi pasien, sesak
atau tidak berapa lama bila terjadi sesaknya, mengi, batuk malam hari.
Dilanjutkan pemeriksaan fisik, didapati pemeriksaa ynag normal, akan
tetapi pada asma berat mungkin

dapat dijumpai suara mengi diluar

serangan asma. Pemeriksaan Penunjang dilakukan untuk menegakan


diagnose pasti dengan pemeriksaan fungsi paru melihat nilai PEF dan
FEV1. Namun pada umunya diagnosa ditegakan hanya dari anamnesa
serta pemeriksaan fisik yang terkait saja.
Tatalaksana untuk asma meliputi penggunaanya yang sesuai tempat
dan kebutuhan. Tatalaksana IGD tergantung dari derajat beratnya serangan
asma itu sendiri. Pemberian nebulasi dengan 2-agonis dilakukan pada
pasien dengan serangan ringan dan mulai ditambahkan antikolinergik saat
tidak memberikan respon terhadap terapi awal. Dilakukan penanganan bila
tidak berhasil maka tatalaksana akan dilakukan secara bertahap mulai dari
ruang rawat sehari hingga masuk kedalam ruang rawat intensif.
Medikamentosa

yang

diberikan

adalah

jenis

bronkodilator,

antikolinergik serta anti inflamasi (kortikosteroid). Diharapkan dapat


memberikan efek vasodilatasi terhadap bronkus ataupun bronkiolus yang
menyempit
Tatalaksana jangka panjang pada pasien asma bertujuan agar dapat
mengontrol ataupun mencegah terjadinya serangan yang akan timbul
dikemudian hari. Pemberian obat didasarkan onset terjadinya serangan
yang akan menentukan pemakain obat-obatan. Pada asma episodik jarang
diberikan -agonis kerja cepat diberikan sebagai pereda pada
saat terjadi serangan. Untuk episodic sering dan persisten
diberikan obat anti inflamasi/steroid untuk mengontrol agar
tidak terjadi serangan.
22

Pencegahan yang baik adalah dengan melakukan kontrol terhadap


pajanan yang ada di lingkungan baik alergen maupun
polutan.

Alergen

utama

yang

sering

menjadi

permasalahan antara lain, tungau debu, spora jamur,


serbuk

sari

bunga,

bulu

hewan.

Serta

melakukan

manipulasi terhadap lingkungan untuk menghindari faktor


pencetus.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI you can control your
asthma, Depkes 2014.
2. Jonaldi M, Faisal Y, Wiwien HY. Prevalens Asma Pada Kelompok Siswa
13-14 tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji provokasi Bronkus
di Jakarta Pusat. J Respair Indo vol. 32. No. 1 Januari 2012. 08-16.
3. Melinda HDN. Diagnosis Asma Pada Anak. Buku ajar Respirologi
Anak. Ed.1.Cet.4.2015.105-19.
4. UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari
Pediatri, Vol. 2. No.1,Juni 2000:50-66.
5. Makmuri MS Supriyanto B. Serangan Asma Akut. Buku ajar
Respirologi Anak. Ed.1.Cet.4.2015.121-33.
6. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma pada Anak. Buku ajar
Respirologi Anak. Ed.1.Cet.4.2015.134-47.
7. Arwin AP Akib. Asma pada Anak. Sari Pediatri, vol.4,no.2, September
2002:78-82.

24

Anda mungkin juga menyukai