PENDAHULUAN
Dermatitis adalah reaksi inflamasi yang ditandai dengan lesi polimorfik yang
melibatkan epidermis dan dermis. Dermatitis kontak merupakan istilah umum yang digunakan
untuk menjelaskan reaksi inflamasi akut atau kronis terhadap substansi yang mengalami
kontak dengan kulit.1 Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu : dermatitis kontak alergi
(DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI).2
Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang disebabkan
kontak ulang terhadap alergen eksogen spesifik yang sebelumnya telah mengalami sensitisasi,
sehingga memicu timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat). 3 Sementara
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang disebabkan oleh paparan
bahan kimia yang bersifat iritan terhadap kulit, dan dapat terjadi akut ataupun kronis.2
Angka kejadian DKA di Amerika dilaporkan sebanyak 7% kasus yang berat
sedangkan diperkirakan sebenarnya terdapat 10 sampai 50 kali lipat kejadian, namun tidak
dilaporkan, sedangkan untuk kejadian DKI ditemukan hingga 80% dari seluruh kecelakaan
akibat kerja disebabkan oleh bahan iritan.2
Dalam praktek klinis, DKI dan DKA cukup sulit dibedakan karena banyak bahan
kimia yang dapat bersifat sebagai iritan maupun alergen namun perbedaan yang kontras
antara DKA dan DKI yaitu pada DKI tidak perlu adanya kontak sebelumnya terhadap bahan
tersebut untuk terjadinya DKI.9 Penanganan pada dermatitis kontak terbagi dua yaitu dengan
cara preventif atau pencegahan paparan dengan pengobatan. Kompetensi dokter umum dalam
menangani DKA adalah 3A, sementara untuk DKI adalah 4 sehingga dokter harus mampu
mendiagnosis dan memberi tatalaksana hingga tuntas.4 Makalah ini akan membahas mengenai
dermatitis kontak mulai dari etiologi sampai dengan prognosis sehingga diharapkan dapat
menjadi
untuk
mencegah
Nikel sulfat
Neomisin sulfat
dWewangian
Parfum,kosmetik
Timerosal
antiseptik
formaldehide
disenfektan,plastik
Quantemium-15
disenfektan
Bacitracin
Salep,bedak tabur
kobal kloride
Aspal,bahan industri
campuran karba
Karet,latex
Para-penilendiamine
debu industri
Thiuram
karet
Propiline glikol
anastesi lokal
prokain,benzokain
obat
Sulfonamide
Turpentine
disenfektan
Merkuri
Kromat
bahan pengawet
parabenes
parfum
Patogenesis
Proses patogenesis DKA meliputi, fase primer/sensitisasi (induksi dan proses
sensitisasi) dan fase sekunder/elisitasi. DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV atau
delayed type (diperantarai limfosit-T). Proses ini diawali dengan proses sensitisasi yaitu reaksi
2
hipersensitivitas yang terjadi apabila antigen presenting cells (APC) di epidermis (contohnya
sel Langerhans dendrit) berikatan dengan antigen terhadap protein major histocompatibility
complex (MHC) class II. Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergi,
terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini
terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang akan
terikat dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh
makrofag dan sel Langerhans, selanjutnya dipresentasikan ke sel T. APC akan melalui
kelenjar-kelenjar getah bening dan akan mengaktivasi Sel T dengan cara mempresentasikan
kompleks ini. Sel T yang telah memperoleh informasi mengenai kompleks tersebut akan
melepaskan sitokin (seperti IL-2) untuk meaktifkan makrofag serta proses proliferasi dari
allergen-specific memory T cells. Proses ini berlangsung selama 14-21 hari.
Apabila terjadi paparan ulang oleh antigen (alergen) yang sama, maka sel langerhans
akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2
akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi prostalglandin. Prostalglandin akan mengaktifkan sel mast
dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Mekanisme inflamasi ini yang menyebabkan muncul lesi pada permukaan
kulit. Proses ini disebut proses elisitasi.2
Manifestasi Klinis
Penderita DKA umumnya mengeluh gatal hebat bahkan dapat timbul rasa nyeri dan
rasa seperti ditusuk-tusuk pada reaksi yang berat namun pada kejadian erupsi akut tanda
utama pada pasien DKA dapat berupa eritema, papul, papulovesikel, maupun bulla yang akan
terjadi hingga 48 jam setelah proses sensitisasi atau beberapa hari setelah kontak dengan
alergen, sebaliknya tanda khas pada kulit pasien DKA kronik yaitu kulit menjadi kering,
berisisik dan menebal sebagai hasil dari ankantosis, hiperkeratosis, infiltrasi sel hingga ke
dermis, dan Iikenifikasi. Paparan ulang akan memberikan gambaran reaksi crescendo yaitu
reaksi yang menyebabkan erupsi semakin memburuk.2
Manifestasi klinis juga dapat dilihat berdasarkan lokasi lesi kulit, karena sebaran
dermatitis merupakan kunci terpenting untuk mendiagnosis DKA. Area yang mengalami lesi
dermatitis kontak biasanya merupakan area yang terpapar alergen.
Lokasi lesi menjadi salah satu kunci menemukan bahan-bahan yang dapat menjadi penyebab
DKA misalnya pada dermatitis atau lesi kulit yang terjadi di garis rambut atau di belakang
telinga.3 Gambar 1.
Lesi ini (gambar1) menunjukkan bahwa alergen penyebab dermatitis yang berasal dari
produk rambut (meliputi : pewarna rambut, shampoo, conditioner) atau anting yang
mengandung nikel atau bahan metal tertentu.
Lesi kulit pada daerah muka, lipat mata, bibir, dan leher patut dicurigai akibat alergen
dari produk kosmetik. Selain itu dapat pula terjadi didaerah ketiak diakibatkan karena bahan
dari antideodorant dan antiperspirant. Dermatitis pada tangan, 80% pada penyakit kulit yang
berhubungan dengan pekerjaan, terutama pekerjaan wet work seperti tenaga kesehatan,
pembuat makanan, dan lain lain. Contoh lain, pada penata rias rambut dapat mengalami
sensitisasi terhadap produk perawatan rambut yang mengandung para-fenilendiamina (PPD),
monothioglycolate, atau cocamidopropyl betaine (bahan detergen yang sering ditemukan
dalam shampo).
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh agen kimia, fisik, dan biologi. 10,11 DKI
merupakan reaksi inflamasi non-imunologi kulit. Daerah yang terkena sesuai dengan daerah
yang terpapar dengan bahan iritan dan menimbulkan iritasi baik akut maupun kronis. Bahan
iritan kuat dapat menyebabkan iritasi berat dalam waktu yang singkat. Sebagian besar kasus
DKI merupakan kasus kronik dimana terjadi paparan terhadap bahan iritan lemah lebih dari
satu kali dan dalam waktu yang lama. Predileksi tersering adalah daerah tangan terutama
telapak tangan.12 Respon terhadap kulit biasanya berupa keluhan subjektif seperti rasa panas
4
atau rasa seperti terbakar. Manifestasi klinis lain yang ditemukan dari DKI adalah polimorfik,
eritema, bersisik, likenifikasi, hiperkeratosis, dan mungkin akan ditemukannya fisura pada
kasus kronis.
Etiologi
Iritan adalah bermacam agen, baik itu fisik ataupun kimiawi, yang mampu megiritasi
ke tingkat seluler jika terpapar dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. 12 Dermatitis terjadi
saat pertahanan kulit sudah mulai melemah, atau ketika penetrasi yang dilakukan oleh agen
yang menghasilkan respons inflamasi.
Bahan yang dapat menyebabkan DKI dibagi menjadi dua, yaitu iritan kuat dan iritan
lemah. Bahan iritan kuat dapat menyebabkan kerusakan kulit dalam hitungan menit hingga
jam sedangkan bahan iritan lemah bekerja lambat. Reaksi akan muncul setelah kontak
beberapa pekan atau bulan, bahkan dalam hitungan tahun.Bahan iritan kuat dapat
menyebabkan reaksi klinis DKI pada hampir semua individu, sedangkan iritan yang lebih
lemah akan menyebabkan dermatitis hanya pada kondisi dan situasi terjadi paparan berulang
terhadap iritan tersebut.12 Bahan iritan kuat antara
hidroklorid
sedangkan yang termasuk bahan iritan lemah antara lain detergen, sabun, pelarut solven.6
Tabel 1. Kelompok bahan yang paling sering menyebabkan iritasi.6
*Tabel 1 menunjukan kelompok bahan yang paling sering menyebabkan iritasi adalah kelompok bahan
pembersih seperti sabun, deterjen, antiseptik. Namun, sabun, deterjen, dan antiseptik merupakan bahan iritan
lemah dimana bisa menyebabkan iritasi jika terpapar dalam jangka waktu yang lama.
Patogenesis
Mekanisme terjadinya DKI tidak diketahui secara pasti, terdapat banyak bukti yang
menunjukkan bahwa keratinosit yang teraktivasi merupakan imunoregulator kunci sebagai
respons terhadap rangsangan eksogen. Mediator inflamasi lain seperti prostaglandin,
leukotrin, dan neuropeptida memiliki peran dalam patogenesi terjadinya DKI.11 Salah satu
teori yang hingga saat ini dipercayai sebagai mekanisme dalam terjadinya DKI menyebutkan
terdapat empat mekanisme yang saling berinteraksi dalam kejadian DKI yaitu, kehilangan
5
lipid dan substansi pengikat air di epidermis, kerusakan membran sel, denaturasi keratin pada
epidermis, dan efek sitotoksik langsung.10
Pada DKI pajanan pertama terhadap iritan telah mampu menyebabkan respons iritasi
pada kulit. Sistem imun nonspesifik berperan dalam patogenesis DKI.
1
Gambar 2. (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (1-a) bahan iritan
fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (1-b) sel
epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (1-c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel
residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang
dikelan adalah IL-8) (1-d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk
neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat
dilihat secara klinis pada DKI.10
Pajanan terhadap iritan memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya
yang disebut sinyal bahaya lalu, sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut.
Setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah
terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikenal sebagai IL),
sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil
diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Reaksi
inflamasi berupa vasodilatasi dan infiltrasi sel pada dermis dan epidermis akibat pelepasan
sitokin proinflamatorik IL-1 sebelum terjadi kerusakan kulit. Sel yang berperan dalam proses
ini adalah keratin, makrofag, netrofil, eosinofil, dan sel T naive.10
.
Manifestasi Klinis
6
Jalur patogenik yang terjadi pada fase akut DKI terjadi karena paparan berbagai iritan,
dimulai dari penetrasi melalui barrier pada kulit, kerusakan ringan pada keratinosit, dan
pelepasan mediator inflamasi yang merangsang pada aktivasi sel T.11
DKI akut biasanya ditemukan akibat kecelakaan kerja, timbul ketika kulit terpapar
iritan poten. Reaksi iritan terjadi dalam beberapa menit hingga jam setelah paparan, dan
kemudian mulai terjadi perbaikan (fenomena decrescendo).11
Pada DKI akut keluhan subjektif yang sering dikeluhkan berupa rasa panas seperti
terbakar dan nyeri. Sensasi nyeri dapat terjadi beberapa detik setelah terpapar bahan iritan
bersifat asam seperti kloroform dan metanol Reaksi ini disebut immediate-type stinging.
Delayed type stinging terjadi kisaran 1-2 menit, puncaknya pada 5-10 menit dan menghilang
dalam 30 menit.4,6,10
Pada DKI akut keluhan objektif muncul pada 24 jam atau >24 jam. Lesi yang
muncul dapat berupa makula eritema yang dapat menjadi nekrosis dan ulserasi, selain itu
dapat timbul vesikel hingga krusta. Distrisbusi lesi dapat terlalisasi pada satu regio atau
menyeluruh, tergantung daerah yang terpapar dengan bahan iritan. 4 Bahan iritan kuat dapat
menyebabkan kerusakan kulit dalam hitungan menit hingga jam sedangkan bahan iritan
lemah bekerja lambat. Reaksi akan muncul setelah kontak beberapa pekan atau bulan, bahkan
dalam hitungan tahun. Bahan iritan kuat dapat menyebabkan reaksi klinis DKI seperti pada
gambar 3.
Keluhan subjektif yang muncul biasanya berupa rasa nyeri, terbakar, dan gatal. Lesi
yang dapat ditemukan pada DKI kronis adalah xerosis yang dapat menyebabkan
hiperkeratosis dan fisura, selain itu dapat dijumpai likenifikasi, vesikel, pustul, dan erosi.
Predileksi DKI kronik biasanya terdapat di tangan mulai dari sela jari tangan, sebagian atau
seluruh telapak tangan, ataupun dimulai dari ujung jari.1 Gambar 3.
Gambar 3. DKI bilateral kronik pada kaki yang disebabkan oleh penggunaan alas kaki yang oklusif.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu tes tempel (patch test) dengan
menempelkan
bahan yang diduga menimbulkan reaksi alergi pada kulit. Bahan ini
++
+++
IR
ulkus
Reaksi iritasi tipe lain (seperti terbakar, pustul, atau
NT
purpura)
Tidak diuji
Bila hasilnya meragukan uji tempel dapat diulang, reaksi alergi biasanya memberikan
hasil positif yang sama sedangkan reaksi iritasi tidak. Reaksi yang posistif menunjukkan
pasien sudah mengalami kontak dan sensitisasi dengan bahan alergen yang di uji. Jika
hasilnya negatif sedangkan pasien diduga kuat menderita dermatitis kontak alergik maka perlu
penelitian lebih lanjut dan dilakukan uji ulang dengan lebih memperhatikan detil-detil
prosedur testnya. Kesimpulan dari hasil yamg positif dapat menjelaskan bahwa reaksi
berhubungan dengan dermatitis kontak yang pernah diderita atau sekarang diderita, dan
pasien diinformasikan secara jelas penyebabnya agar dapat dihindari.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi sekunder pada lesi DKA terutama oleh
bakteri Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Selain infeksi bakteri,
perilaku menggaruk dapat menciptakan lingkungan yang ramah bagi jamur. Dapat
menimbulkan eritema multiforme (lecet) dan menyebabkan perubahan warna kulit, tebal,
kasar yang disebut neurodermatitis.9
Diagnosis
Diagnosis DKI dan DKA dapat ditegakkan berdasarkan jenis paparan dengan jenis
iritan atau alergen. Apabila kontak dengan iritan kuat, dapat menimbulkan reaksi DKI akut
yang dapat terjadi dalam beberapa menit. Pajanan iritan lemah dapat bermanifestasi klinis
menjadi DKI kronik.
Untuk penegakan diagnosis DKI dan DKA berdasarkan keluhan subjektif dan keluhan
objektif yang dialami pasien. Keluhan subjektif mayor dapat muncul dalam beberapa menit
sampai dengan jam setelah paparan. Pada DKI keluhan nyeri, rasa terbakar, kesemutan,
rasa tidak nyaman disertai gatal sedangkan keluhan subjektif minor dapat muncul dalam 2
pekan setelah
paparan. Kriteria objektif mayor yang dapat ditemui pada DKI adalah
ditemukannya lesi berupa makula, eritem, fisura disertai vesikel. Kriteria objektif minor
yang dapat ditemukan pada DKI yaitu lesi dermatitis dengan batas tegas, adanya vesikel di
sekitar bercak eritem,dan erosi.6,10
Diagnosis Banding
Dalam praktek klinis, DKI dan DKA cukup sulit dibedakan karena banyak bahan
kimia yang dapat bersifat sebagai iritan maupun alergen. Untuk beberapa jenis iritan, akan
terjadi perubahan histopatoogi yang terlihat nyata dan kadang-kadang memiliki karakteristik
tersendiri. Misalnya, secara umum, spongiosis dapat ditemukan sebagai manifestasi dari
reaksi alergi, sedangkan nekrosis epidermis, akantolisis, dan timbulnya pustul umumnya
ditemukan sebagai respons terhadap suatu iritan. Penelitian terbaru menunjukkan sedikit
sekali bukti perbedaan pelepasan sitokin pada kedua jenis dermatitis kontak ini.
Pada DKI dan DKA keluhan subjektif yang dapat ditemukan berupa rasa panas
seperti terbakar , kesemutan dan nyeri. Lesi yang dapat ditemukan pada DKI akut berupa
eritem, vesikel, erosi, krusta dan skuama sedangkan pada DKI kronik dapat ditemukan
papul, fisura, skuama dan krusta. Lesi pada DKA berupa eritema, vesikel, erosi, krusta,
skuama, papul, fisura serta krusta.13
Tabel 3. Perbedaan DKI dan DKA12
10
Gejala
Akut
DKI
DKA
Perih, rasa terbakar, rasa Rasa gatal, kesemutan
menyengat,
Lesi
krusta, skuama
Kronik Papul,
fisura,skuama, Papul
krusta
Batas lesi
krusta, skuama
Akut
ill-defined
halus,
fisura,
skuama, krusta
Batas
tegas
sesuai
dengan
Kronik
tempat
yang
Perkembanga
Akut
Hitungan
Kronik terpapar
Bulan
jam
ill-defined
setelah 12-72
jam
paparan
hingga
dengan
penyebab
Insiden
Umumnya
bisa
agen
tahun penyebab
Agen
sawar kulit
setelah
tergantung
agen
namun
pada
Selain
DKI
dan
DKA,
jenis
Pada DKI dan DKA, penatalaksaan utama adalah mengidentifikasi dan menghindari
bahan iritan yang dicurigai sebagai penyebab DKI maupun DKA. Terapi medikamentosa
sistemik berupa prednison 20 mg (3 hari) dan untuk topikal bila lesi basah dapat dikompres
terbuka dengan larutan NaCl 0.9% dan bila kering beri krim kortikosteroid dengan potensi
sedang(DKI) dan potensi kuat (DKA). Pada fase kronis dapat diberikan steroid topikal, yaitu
betametason dipropionate atau clobetasol propionate dan emolien yang adekuat.4,6
Prognosis
Prognosis DKA dan DKI bergantung dari kemampuan individu dalam mencegah
paparan terhadap allergen atau iritan itu sendiri. Salah satu tolak ukur hasil keberhasilan
tatalaksana penderita DKA adalah dengan melihat adanya gangguan saat bekerja, kemampuan
untuk dapat kembali kerja, dan perbaikan lesi kulit. 9 Proses penyembuhan DKI biasanya
terjadi dalam 2 pekan, pada kasus kronik biasanya pasien mengalami penyembuhan setelah 6
pekan. Pada pasien yang memiliki riwayat atopi maka prognosis menjadi lebih buruk.4,6
SIMPULAN
Dermatitis kontak adalah istilah umum untuk menjelaskan reaksi inflamasi akut dan
kronik yang terjadi di kulit akibat paparan iritan atau alergen. Dermatitis kontak dibagi
menjadi dua yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
iritan disebabkan oleh agen-agen yang bersifat iritan. Iritan ini terbagi menjadi 2 kelompok,
iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat dapat menyebabkan terjadinya DKI akut, sedangkan
pajanan berulang terhadap iritan lemah dapat menyebabkan terjadi DKI kronik.
DKA dan DKI dapat dibedakan berdasarkan riwayat terpajan iritan atau allergen yang
pada manifestasi klinisnya dapat dibedakan melalui gejala, jenis lesi, batas lesi, penyebab, dan
insiden.. Manajemen DKA yaitu dengan pencegahan paparan kembali terhadap alergen baik
menggunakan alat pelindung atau menghentikan kontak dengan alergen. Pemeriksaan
penunjang untuk membedakan DKA hdan DKI dan untuk menegakkan diagnosis
menggunakan patch test.
Pengidentifikasian dan penghindaran terhadap iritan maupun alergen merupakan hal
yang paling utama dalam penatalaksanaan DKI dan DKA. Pasien dapat diberikan Prednison
20mg/hari dalam jangka pendek(3 hari) dan untuk topikal bila lesi basah dapat dikompres
terbuka dengan larutan NaCl 0.9% dan bila kering beri krim kortikosteroid dengan potensi
sedang(DKI) dan potensi kuat(DKA). Apabila terdapat komplikasi infeksi sekunder dapat
12
digunakan antibiotik topikal. Prognosis DKA dan DKI bergantung dari kemampuan individu
dalam mencegah paparan terhadap allergen atau iritan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bourke J. Contact dermatitis and drug eruption. In: James WD, Berger TG, Elston
DM, editors. Andrews disease of the skin clinical dermatology 11th edition. London :
Elsevier; 2011. p. 91-106
2. Johnson RA..Allergic contact dermatitis. In Wolff K Johnson RA, Saavedra AP,
editor. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical dermatology 7th edition. New
York: McGraw Hill, 2012. p. 24-31
3. Chowdhury MU. Cutaneus allergy. In Mahbub MU, Katugampola RP, Finlay AY,
editors. Dermatology at a glance 2nd edition. Chicester: John Wiley & Sons; 2013. p.
65-6
4. Holgate S, Church MK, Lichtenstein LM. Allergy. 3rd ed. Philadelphia: Mosby
lsevier; 2006. p.118-127.
5. Beck MH, Wilkinson SM. Contact dermatitis: allergic. In: Burns T, Breathnach S, Cox
N, Gritithiss C, editor. Rookss Textbook of dermatology 7 th edition. Massachusetts :
Blackwell publishing. 2006. p 808-23.
6. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks
Dermatologic in general medicine. Edisi ke-7. NewYork: Mc Graw Hill medical 2008;
3(13): 135-146.
7. Helfrich YR, Sachs DL, Voorhees JJ. Overview of skin aging and photoaging. J Derm
Nursing 2008; 20(3): 177-83.
8. James, W.D., Berger, T.G., Elston, D.M. Andrews Disease of The Skin. Edisi ke-11.
2011. Elsevier. Canada.
9. Khanna N. Alergic contact dermatitis. In Dutta S, editor. Ilustrated synopsis of
dermatology and sexually transmitted diseases 4th edition. Delhi : Elsevier, 2011.
p.101-4
10. Amado A, Taylor JS, Sood A. Irritant contact dermatitis. In: wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatologic in general
medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill medical 2008; 3(46): 395-401.
13
14