KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Menurut Carollus (1994:1) demam typoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella parathypi A,
salmonella parathypi B, salmonella parathypi C.
Menurut Soeparman (1996:435) sinonim demam typoid dan demam
paratypoid adalah typoid dan paratypoid fever, enteris fever, typhus dan
paratyphus abdominalis.
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (1999:421) demam typoid disebabkan oleh salmonella
typhi, sedangkan demam paratyphoid disebabkan oleh organisme dalam spesies
salmonella enteritidis yaitu salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi A,
salmonella enteritidis bioserotipe paratyphi B, salmonella enteritidis bioserotipe
paratyphi C.
2
C. PATHWAY
3
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas demam typhoid berlangsung 10 sampai 14 hari, gejala yang
timbul amat bervariasi. serangan demam dapat mencapai 40 C, lebih panas pada
malam hari, dalam minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan infeksi
akut yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua suhu
badan yang tinggi mengalami penurunan sedikit pada waktu pagi hari. Bradikardi
relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus dan gangguan mental berupa
somnolen dan delirium karena terjadi peningkatan suhu (Soeparman, 1996 : 436).
Pada minggu ketiga terjadi ulserasi pada plak peyeri
4
5. Makanan dapat ditingkatkan sesuai perkembangan keluhan gastro intestinal
sampai makanan biasa.
6. Tindakan operasi bila ada komplikasi perforasi.
7. Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan.
F. KOMPLIKASI
Menurut Soeparman (1996 : 438) komplikasi typoid adalah :
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, illeus paralitik.
2. Komplikasi ekstra intestinal.
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni.
c. Komplikasi paru : pneumonia, pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis artritis.
g. Komplikasi psikiatrik : delirium, meningitis.
G. PENGELOLAAN KASUS
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi (Mi Ja Kim,
1995)
Tujuan : Pasien mencapai suhu tubuh normal (360 370 C).
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor resiko hipertermia.
5
b. Menurunkan faktor-faktor resiko hipertermia.
c. Mempertahankan suhu tubuh normal.
Intervensi :
a. Kaji sejauh mana pengetahuan pasien tentang hipertermia.
b. Observasi TTV.
c. Observasi masukan cairan.
d. Jelaskan penyebab terjadinya hipertermia.
e. Anjurkan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermia.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan lesi plak peyeri
, proses inflamasi akibat salmonella typhi (Tucker, 1998 : 13).
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan rasa nyeri perut hilang
b. Vital sign dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Observasi TTV.
b. Kaji tingkat nyeri.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
d. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
e. Laksanakan program terapi dokter dalam pemberian antibiotik.
6
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang kurang akibat mual, muntah, anoreksia (PK Sint Carolus,
1994).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Keadaan umum baik.
b. Makanan porsi sedang.
c. Penambahan berat badan sesuai kebutuhan.
Intervensi :
a. Kaji pola makan pasien.
b. Anjurkan pasien makan dalam porsi kecil dan sering.
c. Jelaskan pentingnya makanan bagi tubuh.
d. Sajikan makan dalam keadaan hangat.
e. Timbang BB pasien.
4. Gangguan pola eliminasi : diare berhubungan dengan proses peradangan pada
usus. (PK Sint Corolus, 1994).
Tujuan : Defekasi normal
Kriteria hasil :
a. Konsistensi lembek.
b. Tidak terjadi kerusakan kulit atau lecet pada anus.
Intervensi :
a. Kaji dan catat keadaan abdomen, bising usus, adanya kembung, nyeri.
b. Observasi keadaan umum.
7
c. Jelaskan penyebab diare.
d. Berikan makanan yang tidak merangsang.
e. Timbang BB.
f. Kolaborasi dalam pemberian obat.
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan
fisik. (Carpenito, 2000)
Tujuan : Pasien dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Aktivitas mandiri meningkat.
b. Kebutuhan sehari-hari pasien terpenuhi.
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas.
b. Observasi TTV.
c. Ajarkan pasien melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuannya.
d. Bantu aktivitas kebutuhan sehari-hari sesuai kebutuhan.
e. Anjurkan
aktivitas
perawatan
diri
segera
setelah
pasien
dapat
melakukannya.
6. Resiko tinggi perdarahan dan perforasi usus berhubungan dengan nekrosis
plak peyeri. (Ngastiyah, 1997 : 161)
Tujuan : Perdarahan dan perforasi usus tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji keadaan umum
b. Kaji TTV.
8
c. Perhatikan penggunaan obat secara teratur dan adekuat.
d. Anjurkan pasien untuk istirahat atau tirah baring sesuai kondisi pasien.
e. Lakukan pengawasan tingkat kesadaran, hentikan makan dan minum saat
dijumpai komplikasi.
7. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang,
dehidrasi ( Tucker, 1998 )
Tujuan : Pasien menunjukkan masukan dan haluaran yang seimbang.
Kriteria hasil :
a. Turgor kulit baik.
b.
c.
Intervensi :
a. Pantau pemasukan dan haluaran.
b. Pantau elektrolit darah.
c. Kaji edema perifer.
d. Hindari pemakaian laksatif.
e. Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung.
f.