Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

PERCOBAAN II
UJI ANALGESIK PADA TIKUS

Oleh:
Vensa Paulin Mustamu

0130540191

Dessy Patrisia Matui

0130540036

Marce Intan Parapak

0130540098

Ceilla Merina Ughude

20140511064039

Raisah
Risky Amalia
Mimi
Erianus
Tanggal Praktikum

: Rabu, 12 Oktober 2016

Tanggal Pengumpulan

: Rabu, 19 Oktober 2016

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
A.

Tujuan............................................................................................................... 3

B.

Dasar Teori........................................................................................................ 3

BAB II METODE........................................................................................................... 5
1.

Alat................................................................................................................ 5

2.

Bahan............................................................................................................. 5

3.

Cara Kerja...................................................................................................... 5

BAB III HASIL PENGAMATAN........................................................................................ 6


1.

Perhitungan Dosis.......................................................................................... 6

2.

Data Pengamatan.......................................................................................... 7

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................................. 8
BAB V PENUTUP........................................................................................................ 10
A.

Kesimpulan..................................................................................................... 10

LAMPIRAN GAMBAR.................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 12

BAB I PENDAHULUAN
A. Tujuan
Mengamati respon geliat pada tikus akibat pemberian obat
analgesik.

B. Dasar Teori
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai zat-zat
kimia yang berinteraksi dengan manusia. Interaksi ini terbagi menjadi
2 jenis :
a. Farmakodinamik, efek obat terhadap tubuh.
b. Farmakokinetik,
bagaimana
tubuh
mempengaruhi
obat dengan berlalunya
waktu
yaitu
absorbsi,
distribusi,
metabolisme, dan ekskresi (Neal, 2010).
Analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri danakhirnya akan memberikan rasa nyaman
pada orang yang menderita. Nyeri merupakan suatu pengalaman
sensorik
dan motorik yang tidak menyenangkan,
berhubungan dengan adanya
potensi
kerusakan jaringan atau
kondisi yang
menggambarkan kerusakan tersebut. Sedangkan
antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh
yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek
antipiretik.
Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang
efektif untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan
nyeri lain misalnya nyeri pasca bedahdan pasca bersalin, dismenor
(nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat yang sulit
dikendalikan. Hampir semua analgesik ternyata memiliki efek
antipiretik dan antiinflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu menangani nyeri ringan
sampai sedang sedangkan nyeri yang hebat membutuhkan analgesik
sentral yaitu analgesik narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat
tersebut mampu menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam
sedangkansifat antiinflamasi berguna untuk mengobati radang sendi
termasuk pirai/gout yaitu kelebihan asam urat sehingga pada daerah
sendi terjadi pembengkakan dan timbul rasa nyeri.
Analgesik
antiinflamasi
diduga
bekerja
berdasarkan
penghambatan sintesis prostaglandin(penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri
tersebut dapat dibedakan dalam 3 kategori:
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid), dapat
diobati dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.

2. Nyeri sedang (sakit punggung, migrain, rheumatik), memerlukan


analgesik perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal,
kanker), harus diatasi dengan analgesik sentral atau analgesik
narkotik.

Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yangpaling sering
dialami meskipun nyeri sendiri dapat berfungsi untuk mengingatkan,
melindungi, dan sering memudahkan diagnosis. Nyeri timbul jika
rangsang mekanik,termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai
ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan
kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri.
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering.
Walaupun sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering
memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang tidak
mengenakkan. Kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk
bebas darinya. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan
juga banyak organ dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri,
tetapi ternyata terdapat juga organ yang tak mempunyai reseptor
nyeri,seperti misalnya otak. Nyeri timbul jika rangsang mekanik,
termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai
ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan
dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri (Mutscher,1999)
Semua
senyawa
nyeri
(mediator
nyeri)
seperti
histamine,brakidin, leukontriendon prostaglandin merangsang reseptor
nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta
jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan
kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat diseluruh jaringan dan
organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan
ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat
banyak sinaps via sumsung tulang belakang, sumsum lanjutan dan
otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan kepusat nyeri
di otak besar dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Raharja,
2007)

BAB II METODE
1. Alat

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Beaker glass 1000 ml


Spuit 1 ml beserta jarum steril
Papan lilin
Timbangan
Labu ukur
Stopwatch

2. Bahan

a.
b.
c.
d.
e.

Tikus
Parasetamol
Asam Asetat
Masker
Sarung tangan

3. Cara Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan


2. Menggunakan sarung tangan agar terlindung dari gigitan tikus
putih
3. Mengambil tikus, menimbang berat badannya
4. Melakukan kalkulasi dosis Parasetamol yang tepat sesuai berat
badan
5. Menginjeksi Parasetamol pada tikus sesuai dosis yang telah
dihitung
6. Mencatat waktu permulaan pemberian obat pada tikus
7. Mengamati dan mencatat waktu terjadinya geliat pada tikus

BAB III HASIL PENGAMATAN


1. Perhitungan Dosis
a. Dosis Parasetamol
BB Tikus = 80 gram
Pengenceran (untuk larutan stok)
Sediaan Parasetamol = 100 ml pct
1 ml = 10 mg pct
10 ml = 100 mg pct
C2 =

100 mg x 10 ml
=2 0 mg
50 ml

Perhitungan Dosis Konversi pada Tikus


BB min Tikus = 200 mg
Faktor Konversi=50 0 mg x 0,018=9mg
Dosis Konversi
BB Tikus
80 gram
x FK =
x 9mg=3,6 mg
BB MinTikus
200 gram
Dosis Parasetamol pada Tikus
Dosis Konversi
3 , 6 mg
x Dosis Max ( I . V )=
x 1 , 0 ml=0,18 ml 0,2
Larutan Stok
2 0 mg

b. Dosis Asam Asetat


Asam Asetat 1,5 % = 1,5 gram dalam 100ml aquadest
= 1500 mg dalam 100 ml
Untuk Tikus 150 mg/kg BB
BB Tikus = 80 gram --> 0,08 kg
Faktor Konversi=0,08 mg x 15 0 mg/kgBB=12 mg
Dosis Asam Asetat pada Tikus
Dosis Konversi
12 mg
x Dosis Max =
x 3 ,0 ml=0,024 ml 0,03
Larutan Stok
150 0 mg

2. Data Pengamatan
INTERVAL
WAKTU (MENIT)
5
10
15
20
25
30

JUMLAH GELIAT
Kontrol
Parasetamol
0
11
0
7
0
7
0
6
0
3
0
2

BAB IV PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mengenal dan
mempraktikkan pengujian daya analgesik.
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi system
saraf secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadaran. Analgetik bekerja dengan meningkatkan
nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja
analgetik dibagi menjadi dua yaitu analgetik non narkotik dan
analgetik narkotik. Analgetik non narkotik digunakan untuk
mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering
disebut analgetik ringan. Analgetik non narkotik bekerja menghambat
enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sisntesis prostaglandin
yang berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Sedangkan, analgetik
narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif. Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan
obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.
Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euphoria dan rasa
mengantuk.
Analgesik dipergunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa
sakit atau nyeri. Nyeri yang diinduksi kepada hewan uji dilakukan
menggunakan metode rangsangan kimia. Iritan kimia yang digunakan
adalah asam asetat yang diberikan secara intra peritoneal. Terhadap
hewan uji yaitu tikus. Metode rangsangan kimia yang digunakan
berdasarkan atas rangsangan nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat
kimia yang digunakan untuk penetapan daya analgetik (Katzug, 1986).
Obat analgetik yang memiliki daya analgetik dengan presentasi
yang tidak terlalu tinggi adalah Paracetamol karena Paracetamol
merupakan derivat-asetanilida adalah metabolit dari fenasetin.
Paracetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik, Paracetamol
dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, oleh karena itu obat
ini lebih dipilih dalam percobaan ini. Adapun pada Asam Mefenamat,
Asetosal atau Aspirin mekanisme nyerinya sama sebagaimana
Paracetamol sebagai analgetik AINS namun afek samping berupa iritasi
lambung lebih tnggi resikonya daripada Paracetamol sehingga,
Paracetamol lebih dipilih dalam pengujian efek analgetik pada
percobaan ini.
Mekanisme
terjadinya
nyeri yaitu
adanya
rangsanganrangsangan mekanis/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat menimbulkan

kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu


yang disebut mediator-mediator nyeri. Pada percobaan ini rangsang
nyeri diberikan berupa iritan kimia, dengan cara menginjeksikan
secara intra peritoneal zat iritan berupa steril asam asetat. Efek nyeri
akan timbul dalam waktu yang lebih cepat karena iritan diberikan
sacara intra peritoneal. Setelah rangsang nyeri menimbulkan reaksi
pada mediator nyeri akan timbul geliat pada hewan uji (Tjay, 2007).
Adapun mediator nyeri antara lain: histamin, serotonin,
plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium.
Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas
di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris
ke susunan syaraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke
talamus dan ke pusat nyeri di otak besar (rangsangan sebagai nyeri).
Sehingga timbul rasa nyeri yang dapat dilihat terjadi pada hewan uji
dengan adanya geliat-geliat yang menandakan mencit merasakan
kesakitan (Ganiswara, 1995).
Selanjutnya, efek nyeri itu akan bereaksi dengan obat analgetik
yang diberikan. Dengan adanya obat analgetik maka ambang nyeri
ditingkatkan sehingga menyebabkan respon terhadap nyeri itu lebih
kecil. Semua obat analgetik non opioid, termasuk Paracetamol yang
digunakan pada percobaan ini, bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Paracetamol menghambat siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap
obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Paracetamol
menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah
yang menyebabkan Paracetamol menjadi obat antipiretik yang kuat
melalui efek pada pusat pengaturan panas. Paracetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang
menyebabkan Paracetamol hanya menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol tidak mempengaruhi
nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan
bahwa Paracetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan
blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen
endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam
yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi,
demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain.
Pada praktikum ini, pemberian obat pada tikus harus disesuaikan
dosis serta volumenya, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi over dosis
dan pemberian volume yang berlebihan kepada hewan uji. Konversi
dosis pada praktikum ini yaitu dosis manusia kepada hewan uji yaitu

tikus. Dosis konversi parasetamol tikus yaitu 3,6 mg. Pemberian ini
tidak boleh melebihi volume maksimal larutan yang bias diberikan
pada tikus dalam hal ini adalah intra peritoneal yang maksimum
volume pemberiannya sebesar 1,0 ml.
Karena sediaan yang dimiliki sebesar 100mg/100ml sehingga
pemberian Parasetamol pada tikus sebesar 0,18 ml (0,2 ml).
Sedangkan asam asetat pada mencit sebesar 150mg/kgBB, sehingga
diperoleh dosis untuk pemberian pada tikus sebesar 0,024 ml (0,03
ml).
Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang berat tikus.
Lalu dilakukan dosis konversi agar pemberian dosis pada hewan uji
tikus ini tidak melebihi batas yang ditetapkan.

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Analgesik adalah senyawa dalam dosis teurapeutik dan meringankan
atau menekan rasa sakit tanpa memiliki kerja anastesi umum.

LAMPIRAN GAMBAR

DAFTAR PUSTAKA
Mutschler, Ernst. ed. V. Dinamika Obat , ITB 1999 Press : Jakarta.

Neal, Michael J. 2010. At A Glance : Farmakologi Medis. Jakarta:


Erlangga.
Tjay dan K.Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai