Anda di halaman 1dari 29

REPORTING KASUS 2

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem Respirasi

Disusun oleh :

Destia Khairunnisa

(220110120002)

Prahastica S

(220110120098)

Kiki Rusdian

(220110120014)

Janna Nahdya N

(220110120110)

Viska Ayu Nirani

(220110120026)

Eka Ratnasari

(220110120122)

Astari Saleha M

(220110120038)

Muti Cyla Diareka

(220110120134)

Riyanti Rosmayanti

(220110120050)

Era Sucia

(220110120146)

Rara Ariyanti

(220110120074)

Dini Hanifatul M

(220110120170)

Muhammad Randi G (220110120086)

Fakultas Ilmu Keperawatan


Universitas Padjadjaran
2013 / 2014
KASUS 2 SISTEM RESPIRASI

AKU MALU DENGAN PENYAKITKU


Nama saya Korun, usia 40 tahun mengalami batuk-batuk berdahak selama
lebih dari 3 minggu, batuk yang dialami kadang-kadang bercampur darah, gejala ini diikuti
dengan sesak nafas, badan terasa lemas, berkeringat di malam hari, meriang terus menerus,
dan nafsu makan menurun bahkan dalam 2 minggu terakhir ini berat badan ku turun sebanyak
2 kg. Aku memeriksakan kesehatan ke puskesmas cimeong dan diharuskan menjalani
pemeriksaan dahak, rontgen dada, dan mantoux test. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut,
aku mendapatkan obat dengan kombinasi obat yang tidak aku mengerti yaitu 2HRZE dari
dokter yang memeriksaku.

Setelah sakit aku merasa beberapa tetangga menjauhiku sehingga saat ini aku
lebih banyak diam di rumah karena malu akan penyakitku. Aku juga takut penyakit
inimenular pada anggota keluargaku yang lain terlebih lagi ada keponakanku yang masih
berusia 2 tahun. Sebenarnya aku malas untuk minum obat setiap hari, perutku selalu mual dan
aku makin tidak nafsu makan, urin ku pun menjadi kemerahan. Tapi aku merasa istriku
sangat memperhatikan kesehatanku, setiap hari selalu mengingatkan dan membujukku untuk
makan dan minum obat, aku makin sayang padanya.

Reporting Kasus 2
Hasil diskusi kelompok kami terhadap kasus di atas menyatakan bahwa
penyakit yang diderita oleh Tuan Korun adalah Tuberkulosis. Berikut hasil reporting kami
mengenai kasus Tuberkulosis:
Tuberkulosis
I.

Definisi Tuberculosis Paru

Semenjak tahun 2000, Tuberkulosis merupakan penyakit yang dinyatakan sebagai


remerging disease oleh WHO, karena angka kejadian TB yang telah menurun pada tahun
90an kembali meningkat. Walaupun begitu, angka kejadian TB di Indonesia-lah yang tidak
pernah menurun. Laporan internasional menyatakan bahwa Indonesia merupakan
penyumbang kasus TB terbesar setelah Cina dan India. (Arif Muttaqin, 2008).
Berikut beberapa definisi mengenai Tuberkulosis Paru menurut beberapa ahli :
Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini

bersifak menahun (kronik) dan dapat menular dari penderita kepada orang lain. (Santa
Manurung dkk., 2009).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis. (Sylvia A. Price, 1995).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru,
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian
tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberkulosis pada manusia
ditemukan dalam dua bentuk yaitu :
a. Tuberculosis primer : terjadi pada infeksi yang pertama kali.
b. Tuberculosis sekunder : kuman yang dorman pada tuberculosis dewasa. Mayoritas
terjadi karena adanya penurunan imunitas, misalnya karena malnutrisi, penggunaan
alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. (Irman Somantri, 2009).
II.

Etiologi Tuberculosis Paru

Tuberculosis adalah suatu penyakit granulamatosa kronis menular yang disebabkan leh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah
basil tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun
bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 mm dan lebar 0,2 0,5 mm yang bergabung
membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan.
Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif
atau bakteri gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu
bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih
resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan
selnya dan pertumbuhan bergerombol.
Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding
selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%.
Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan
peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding
sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan
Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6C
selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung

selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil
yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila
berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan
suhu 20C selama 2 tahun.
Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol
5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium
tinctur dalam 5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit. Mycobacterium
tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat
hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat
dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana
memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus
TBC biasanya mereka ditemukan pada daerah yang banyak udaranya. Bentuk saprofit
cenderung tumbuh lebih cepat, berkembangbiak dengan baik pada suhu 22-23 derajat
Celcius, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada bentuk yang
pathogen. Mikobakteria cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Bakteri ini biasanya berpindah dari
tubuh manusia ke manusia lainnya melalui saluran pernafasan, keluar melalui udara yang
dihembuskan pada proses respirasi dan terhisap masuk saat seseorang menarik nafas. Habitat
asli bakteri Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah paru-paru manusia.Infeksi dimulai
saat kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di dalam
paru paru.
III.

Faktor Resiko Tuberculosis Paru

a. Faktor Intrinsik:
-

Jenis Kelamin : Tuberkulosis lebih banyak menyerang pria daripada wanita, karena
pria sangat suka bermobilitas kemana saja.

Pekerjaan
: misal: Petugas kesehatan karena banyak bersentuhan / berinteraksi
dengan pasien-pasien dengan berbagai penyakit di rumah sakit.

Usia
: Anak-anak dan lansia cenderung lebih mudah terserang TBC karena
sistem imun yang belum matang (bayi/anak-anak) atau sistem imun mulai melemah
(pada lansia).

Riwayat Kontak dengan Pasien Tuberkulosis : Penyebaran penyakit akan berlangsung


cepat, apalagi jika seseorang yang melakukan kontak tidak memiliki sitem imun yang
kuat.

Merokok dan Pecandu Alkohol : Orang yang suka merokok dan pecandu alkohool
memiliki sistem imun yang sangat rendah sehingga berisiko besar terkena
Tuberkulosis.

Nutrisi
: Kekurangan asupan makanan yang cukup dapat membuat sistem
imun tubuh melemah, sehingga mudah terkena penyakit.

Status gizi
: Seseorang dengan status kurang gizi (malnutrisi) ataupun obesitas
paling rentan terkena bakteri Mycobacterium Tuberkulosis.

Pengetahuan : Ketidaktahuan seseorang tentang pengetahuan gejala, etiologi,


penanganan, pencegahan, dan pengobatan tentang TBc dapat dengan mudah terserang
penyakit ini.

Perilaku
: Kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka bekerja sama, hidup
rukun antar tetangga, dan rasa sosial dan nasionalisme yang tinggi membuat
penyebaran penyakit ini di Indonesia sangat cepat.

b. Faktor Ekstrinsik
-

Lingkungan
: - Kumuh - Lembab - Kurang Pencahayaan -Kepadatan
Hunian Sekitar dan -Tidak Adanya Ventilasi di Rumah membuat bakteri
Mycobacterium Tuberkulosis ini hidup dengan baik, sehingga orang yang tinggal di
lingkungan seperti ini gampang terserang Tuberkulosis.

Keadaan Sosial
: Seseorang dengan jabatan, misalnya Ketua RT akan lebih
sering melakukan kontak langsung dengan warga sekitarnya, sehingga apabila ada
warganya yang terkena Tuberkulosis, memungkinkan dirinya mudah terserang.

Ekonomi
: Seseorang dari keluarga dengan ekonomi dibawah rata-rata
akan sangat kurang perhatiannya terhadap kondisi kesehatannya, karena untuk
mencari makan saja susah apalagi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang
diperlukan biaya yang cukup banyak.

IV.

Gejala Tuberculosis Paru

a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. Demam dapat
mencapai suhu tinggi yaitu 40C-41C
b. Batuk

Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum).
Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
e. Malaise
Karena tuberculosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak badan,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, anoreksia, sakit kepala, mudah lelah dan pada
wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
f. Anoreksia
Terjadi karena produksi sputum yang meningkat, lalu saat penggunaan otot abdmen,
refluk gagal terjadi reaksi mual dan muntah sehingga menyebabkan pasien tidak nafsu
dan akhirnya tidak ingin makan.
g. Penurunan Berat Badan
Terjadi karena adanya gangguan pemenuhan ADL akibat intoleransi aktivitas dan
pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhannya.
h. Syanosis
Terjadi akibat penumpukan eksudat pada alveolus yang menghambat saluran pernapasan
sehingga menyebabkan O2 dalam tubuh menurun.

i. Berkeringat Pada Malam Hari


Terjadi akibat bakteri Mycobakterium Tuberkulosis yang aktif pada malam hari
menyebabkan metabolisme tubuh meningkat, sehingga suhu tubuh pun meningkat dan
menyebabkan demam.
V.

Dampak Risiko Tuberculosis Paru

Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupan hanya
sedikit menimbulkan perubahan perilaku dalam fungsi orang tersebut dan keluarga,

sedangkan penyakit berat, apalagi yang mengancam kehidupan dapat menimbulkan


perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansieta, syok, penolakan, marah,
dan menarik diri (Perry & Potter, 2005).
Dampak Fisik :
-

Kelemahan fisik secara umum


Batuk terus menerus
Sesak napas
Nyeri dada
Nafsu makan menurun
Berat badan menurun
Kadang-kadang panas tinggi

Dampak Psikologis :
-

VI.

Ketakutan akan pengobatan


Stress dan depresi
Kematian
Efek samping obat
Harga diri rendah akibat :
Takut menularkan penyakit ke orang lain
Kehilangan pekerjaan
Dikucilkan
Didiskriminasi
Malu dan lebih sering mengisolasikan diri di rumah
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007)
(Erfandi, 2008)

Patofisiologi Tuberculosis Paru

VII.

Masalah Etik Keperawatan

Hasil diskusi reporting kami mengenai kasus TB Paru ini menyimpulkan


bahwa ada empat etik keperawatan yang menjadi masalah karena adanya pertentangan dari
setiap etiknya tersebut. Empat etik yang menjadi masalah etik bagi kasus ini adalah :
1. Asas Kejujuran (Veracity)
Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa yang
akan dilakukan, serta akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan hendaknya
sesuai dengan tingkat pendidikan klien.
Asas kejujuran ini menjadi masalah karena pada kasus ini penyakit yang di
derita klien bukanlah penyakit biasa yang akan mudah diterima keberadaannya oleh

klien. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi apabila perawat mengatakan yang
sejujurnya kepada klien mengenai penyakitnya adalah timbulnya perasaan cemas dan
stress yang berlebih dari klien sehingga membahayakan kehidupan klien. Walaupun
begitu, perawat harus berkata jujur pada klien mengenai penyakit TB Paru yang di
deritanya.
2. Asas Manfaat (Beneficence)
Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat untuk menolong klien.
Untuk itu, dokter dan perawat harus menyadari bahwa tindakan atau pengobatan yang
akan dilakukan benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dan kesembuhan klien.
Kesehatan klien senantiasa harus diutamakan oleh perawat. Risiko yang mungkin
timbul dikurangi sampai seminimal mungkin dan memaksimalkan manfaat bagi klien.
Dalam kasus ini perawat dihadapkan pada pertentangan antar etik
keperawatan. Asas Manfaat (Beneficence) ini menjadi bertentangan dengan Asas
Kejujuran (Veracity). Perawat harus bertindak jujur sesuai dengan asas kejujuran
tetapi perawat tidak boleh bertindak yang dapat membahayakan nyawa pasien.
3. Asas Tidak Merugikan (Non-malficence)
Tindakan dan pengobatan harus berpedoman pada prinsip Primun Non Nocere
(yang paling utama, jangan merugikan). Risiko fisik, psikologis, maupun sosial akibat
tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.
Hal yang paling utama bagi perawat adalah merawat kliennya hingga klien
mampu memenuhi KDM nya sendiri. Maka tindakan yang sesuai dengan Asas
Kejujuran bertentangan dengan Asas Tidak Merugikan ini. Karena, dengan
menginformasikan klien dengan informasi penyakitnya akan beresiko terhadap
psikologis klien. Jika psikologis klien terganggu, maka akan beresiko pula terhadap
kesehatan dan sosial pada diri klien.
4. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seeorang untuk
mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari
perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Perawat memiliki komitmen kepada klien untuk tidak berbohong atau
menegakkan Asas Kejujuran pada klien. Namun tidak hanya asas tersebut saja yang
harus ditegakkan, Asas Manfaat (Beneficence), Asas Tidak Merugikan (Mal-ficence)
dan Fidelity pun harus ditegakkan pada diri perawat kepada klien.
VIII. Pengkajian
a. Identitas Klien :
Nama: Korun
(*Penting diketahui agar pasien tidak tertukar dan untuk melakukan hubungan
terapeutik).

Usia: 40 Tahun
(*penting diketahui untuk membedakan pasien dan untuk mengetahui resiko terkait
usia).
Pekerjaan: (*penting diketahui agar perawat dapat mengkaji factor resiko yang berasal dari
tempat kerja, seperti paparan penularan dan kondisi lingkungan kerja).
Alamat: (*penting diketahui untuk mengkaji kondisi lingkungan tempat tinggal pasien).
TTL: (*penting diketahui untuk memastikan usia pasien).
Golongan Darah: (*penting diketahui apabila sewaktu-waktu pasien memerlukan transfusi darah).
Riwayat Kesehatan :
a. Keluhan utama: mengalami batuk berdahak dan kadang bercampur darah, diikuti
dengan sesak napas, badan lemas, berkeringat dimalam hari, meriang, dan napsu
makan menurun (*perawat perlu mengkaji lebih lanjut keluhan utama pasien
seperti: apakah darah yang bercampur dengan sputum banyak atau hanya bercak
saja, dll. Agar perawat dapat membuat intervensi lebih lanjut).
b. Riwayat kesehatan sekarang: mengalami batuk berdahak dan kadang bercampur
darah selama lebih dari 3 minggu, diikuti dengan sesak napas, badan lemas,
berkeringat dimalam hari, meriang, dan napsu makan menurun sejak 2 minggu
terakhir (*penting diketahui agar perawat mengetahui sejak kapan keluhan
muncul).
c. Riwayat kesehatan dahulu: (*penting diketahui apakah pasien sebelumnya pernah mengalami keluhan yang
sama, ataukah pernah batuk yang lama sewaktu kecil, atau ada penyakit lain yang
mempengaruhi gejala ini).
d. Riwayat kesehatan keluarga: (*penting diketahui agar perawat mengetahui adakah keluarga yg pernah sakit TB
dan beresiko menularkan)
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: sadar penuh
(*perlu diketahui untuk proses penanganan)
Antropometri: BB: Turun TB: (*perlu diketahui untuk mengkaji perubahan fisik pasien akibat penyakit)
TTV:
RR= - TD= - HR= - Suhu= (*penting diketahui untuk mengetahui kondisi tubuh pasien)
System pernapasan: (palpasi, perkusi, aukultasi,)
(*dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan system pernapasan pasien)
c. Pengkajian Lanjut :
a. Pengkajian psikologis: dilakukan untuk memperoleh presepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien yang akan mempengaruhi
respon dirinya terkait keluhan dan penyakit yang dialaminya
b. Pengkajian social:

- Perawat perlu mengkaji kondisi lingkungan dimana pasien tinggal, apakah


beresiko seperti kumuh, padat penduduk dsb.
- Perawat perlu juga mengkaji peran social pasien di masyarakat terkait
komunikasi atau paparan langsung dengan penderita lain.
- Kondisi ekonomi pasien juga perlu dikaji untuk mengetahu tingkatan nutrisi
yang biasa dikonsumsi, karena biasanya masyarakat miskin cenderung
mengkonsumsi makanan kurang bergizi, dan sulit berobat bila timbul gejala
- Tingkat pendidikan perlu dikaji terkait kesadaran untuk menyembuhkan
penyakit dan kepedulian menjaga kondisi tubuh yang sehat, juga mengenali
gejala yang timbul.
d. Pemeriksaan Penunjang :
Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm)
terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu
dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB
dapat masuk rongga area fibrosa.
Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex
;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat
tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
MASALAH

INTERVENSI

KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas
tidak efektif
berhubungan dengan
sekret kental atau
mengandung darah
DS :

RASIONAL

Mandiri

Kaji fungsi pernapasan,


contoh
bunyi
napas,
kecepatan,
irama,
kedalaman, dan penggunaan
otot tambahan.

Penurunan bunyi napas dapat


menunjukkan akumulasi secret /
ketidakmampuan
untuk
membersihkan jalan napas yang
dapat menimbulkan penggunaan otot
tambahan dan peningkatan kerja

Klien
mengeluh
sesak nafas.

Catat kemampuan untuk


mengeluarkan mukosa/batuk
efektif : catat karakter,
jumlah sputum, adanya
hemoptisis.

Berikan pasien posisi semi


atau Fowler, Bantu/ajarkan
batuk efektif dan latihan

napas dalam.
Bersihkan sekret dari mulut
dan trakea, suction bila
perlu.

Kolaborasi

Gangguan pertukaran
gas

Intoleransi aktivitas

Lembabkan udara/oksigen
inspirasi.
Kaji dispnea, takipnea, tak
normal / menurunnya bunyi
napas, peningkatan upaya
pernapasan,
terbatasnya
ekspansi dinding dada, dan
kelemahan.

Kaji aktivitas yang dapat


dilakukan oleh klien.

Anjurkan periode istirahat


sering.

Latih klien untuk melakukan


pergerakkan pasif dan aktif.

Risiko
gangguan
harga diri, yang b.d :
- Image negative
tentang penyakit
- Perasaan malu

Gangguan

Tingkatkan tirah baring /


batasi aktivitas dan bantu
aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan.
Memberikan penghargaan
pada setiap tindakan yang
mengarah
kepada
peningkatan harga diri.
Kaji ulang pola diet pasien
yang disukai/tidak disukai.

pernapasan.
Pengeluaran sulit bila sekret sangat
tebal. Sputum berdarah kental atau
darah cerah diakibatkan oleh
kerusakan kavitasi paru atau luka
bronkial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lebih lanjut.
Meningkatkan
ekspansi
paru,
ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan peningkatan gerakan
sekret agar mudah dikeluarkan.
Mencegah
obstruksi/aspirasi.
Suction dilakukan bila pasien tidak
mampu mengeluarkan sekret.
Mencegah pengeringan membran
mukosa: membantu pengenceran
sekret.
TB paru menyebabkan efek luas
pada paru dari bagian kecil
bronkopneumonia sampai inflamasi
difusi luas, nekrosis, effusi pleural,
dan fibrosis luas. Efek pernapasan
dapat dari ringan sampai dispnea
berat sampai distres pernapasan.
Aktivitas apa saja yang dapat
membuat pasien kelelahan, yang
dapat menyebabkan kondisi klien
memburuk.
Membantu
menghemat
energi
khususnya bila kebutuhan metabolik
meningkat saat demam.
Tirah baring terlalu lama dapat
menurunkan kemampuan. Ini dapat
terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.
Menurunkan konsumsi oksigen/
kebutuhan
selama
periode
penurunan
pernapasan
dapat
menurunkan beratnya gejala.
Pujian
dan
perhatian
akan
meningkatkan harga diri pasien.

Membantu intervensi kebutuhan


yang spesifik, meningkatkan intake

keseimbangan
nutrisi.

Deficit Knowledge

Anjurkan makan sedikit dan


sering dengan makanan
tinggi
protein
dan
karbohidrat.
Kaji tingkat pemahaman
pasien.
Kaji kemampuan belajar
pasien.

Beri penyuluhan tentang


penyakit TB ( Pengertian,
penyebab, tanda dan gejala,
patofisiologi, pengobatan,
komplikasi,
dan
pencegahan.).

Beri kesempatan untuk


bertanya
dan
jawab
pertanyaan pasien.
Anjurkan pasien untuk
mengunjungi
petugas
kesehatan bila ada keluhan.

IX.

Monitor intake dan output


secara periodik.
Catat adanya anoreksia,
mual, muntah, dan tetapkan
jika
ada
hubungannya
dengan medikasi. Awasi
frekuensi,
volume,
konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
Lakukan perawatan mulut
sebelum
dan
sesudah
tindakan pernapasan.

diet pasien.
Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi
pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake
nutrisi.

Mengurangi rasa tidak enak dari


sputum atau
obat-obat
yang
digunakan yang dapat merangsang
muntah.

Memaksimalkan intake nutrisi


dan menurunkan iritasi gaster.
Menentukan tingkat pengetahuan
pasien.
Belajar tergantung pada emosi dan
kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahap individu.
Agar pasien mengerti tentang
penyakit TB ( Pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, patofisiologi,
pengobatan,
komplikasi,
dan
pencegahan).

Meningkatkan pemahaman tentang


penyakitnya.
Agar petugas kesehatan dapat
mengatasi masalah kesehatan yang
terdapat pada pasien.

Pengobatan Tuberkulosis Paru

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita
TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer

Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan
walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin
ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT) :


Obat

Dosis harian
(mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)

INH

5-15 (maks 300 mg)

15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin

10-20 (maks. 600 mg)

10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid

15-40 (maks. 2 g)

50-70 (maks. 4 g)

15-30 (maks. 3 g)

Etambutol

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g)

15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin

15-40 (maks. 1 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan


manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh
WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia WHO joint Evaluation dan
National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas
ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di
masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap
hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung
menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka
banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan,
dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan
menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk
kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat
fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan
bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC Pada Orang Dewasa :

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC Pada Anak :


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB Tidak Berat
INH
Rifampisin

: 5 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH
Rifampisin
Dosis prednison

: 10 mg/kgbb/hari
: 15 mg/kgbb/hari
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Isoniazid :
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH.Isoniazid secara in
vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid
(membunuh bakteri).
Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan
glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)
yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.Isoniazid menghilangkan
sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari
mikobakterium.

Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral.Kadar puncak


diperoleh dalam waktu 12 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami
asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik
yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan
ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini
diberikan setiap hari.
-

Efek samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan lain,
neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam, ikterus,
diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering,
gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia, asidosis
metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus
Erythematosus.

Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan
dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan
mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan
pasien dalam meminum obat.Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 69 bulan
sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC.Efek
sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi
vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan, sehingga praktis
hanya minum sekali saja.TB vit B6 tersedia dalam beberapa kemasan untuk memudahkan
bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai dengan dosis yang diperlukan.
TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:
1. Tablet
Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet
2. Sirup
Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia dalam 2
kemasan:
o Sirup 125 ml
o Sirup 250 ml

Perhatian:
Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan dosisnya.
Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

Rifampicin :
-

Komposisi
Tiap kaplet salut selaput mengandung rifampicin 450 mg
Tiap kaplet salut selaput mengandung rifampicin 600 mg

Farmakologi
Rifampicin merupakan antibiotik semisintetik yang mempunyai efek bakterisid
terhadap mikobakteri dan organisme Gram positif. Pada dosis tinggi juga efektif
terhadap organisme Gram Negatif. Mekanisme kerja adalah dengan menghambat
sintesa RNA dan mikobakterium.

Indikasi
Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosis lain.
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengna senyawa leprotik lain.

Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
Penderita jaundice, pofiria.
Dosis
Sebaiknya obat diminum 30 menit 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Diberikan dalam dosis tunggal.

Tuberkulosa:
Dewasa :
Berat badan > 50 kg : 600 mg sehari.
Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari 8 mg/kg
BB.Anak anak (sampai usia 12 tahun) :
10 20 mg/kg BB (jangan melebihi 600 mg sehari).

Lepra:

Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.


Dosis lazim pasien dengna berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan
berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.
-

Efek Samping
Gangguan gastrointestinal dan gangguan fungsi hati.
Pernah dilaporkan timbulnya ikterus, purpura, reaksi kepekaan kulit.
Trombositopenia, leukopenia.
Dapat terjadi abdominal distress (ketidaknyamanan pada perut) dan pernah dilaporkan
terjadinya kolitis pseudo membran.
Juga pernah dijumpai keluhan keluhan seperti influenza (flu syndrome), demam,
nyeri otot dan sendi.

Peringatan dan Perhatian


Pemberian pada penderita gangguan fungsi hati hanya jika diperlukan.
Pada pengobatan jangka panjang dianjurkan untuk melakukan pemerikasaan fungsi
hati dan hitung jenis darah secara periodik.
Apabila ada tanda tanda komplikasi serius, seperti gagal ginjal, anemia hemolitik,
thrombositopenia atau kelainan fungsi hati maka pengobatan harus dihentikan.
Keamanan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui belum jelas diketahui.
Rifampicin menyebabkan warna urin, feses, air mata, air ludah, keringat menjadi
kemerah merahan terutama pada permulaan pengobatan, sehingga perlu
diberitahukan sebelumnya kepada pasien.
Rifampicin juga dapat menyebabkan pewarnaan yang menetap pada lensa kontak
yang lunak.

Interaksi obat
Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat
digitalis, kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik.
Penggunaan bersama PAS akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang
waktu 8 12 jam.
Rifampicin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketokonazole.

Streptomisin :

Nama Dagang : Kantrex


Dosis :

20 mg/Kg BB secara IM, maksimum 1 g/hari selama 2 sampai 3 minggu, kemudian


frekuensi pemberian dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu.
Indikasi :

Tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat anti-TB. Ini bukan pengobatan lini
pertama, kecuali dalam kurang terlayani secara medis populasi di mana biaya
perawatan lebih mahal mahal.

Wabah (Yersinia pestis) secara historis diperlakukan dengan sebagai pengobatan lini
pertama.

Infektif endokarditis disebabkan oleh organisme enterococcus ketika tidak sensitif


terhadap Gentamisin

Dalam kedokteran hewan, streptomisin adalah baris pertama antibiotik untuk


digunakan melawan bakteri gram negatif pada hewan besar (kuda, sapi, domba dll).
Hal ini biasanya dikombinasikan dengan procaine penisilin untuk injeksi
intramuskular.

Sementara secara tradisional diberikan streptomisin otot (bahkan, di banyak negara hanya
diizinkan untuk digunakan dalam otot), obat juga mungkin diberikan secara intravena.
-

Kontraindikasi :
Pasien dengan fungsi ginjal normal dapat menerima panduan ini untuk beberapa
bulan. Dosis harus dikurangi untuk pasien usia lanjut, anak-anak, orang dewasa yag
badannya kecil dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Efek Samping :
Sakit kepala, malaise, parestesi di muka terutama disekitar mulut, rasa kesemutan di
tangan, neurotoksin (dosis besar dan lama), ototoksik, neurotoksik, reaksi anafilaktik,
agranulositosis, anemia aplastic, efek samping lebih parah bisa mengalami tuli.

Interaksi :
Interaksi dapat terjadi dengan obat penghambat neuromuskular berupa potensial
penghambatan. Selain itu, interaksi juga terjadi dengan obat lain yang juga bersifat
ototoksik (misal asam etakrinat dan furosemid) dan yang bersifat nefrotoksik.

Mekanisme Kerja
Streptomisin adalah sintesis protein inhibitor.Ia mengikat ke protein S12 dari subunit
30S ribosom bakteri, campur dengan pengikatan formil-methionyl-tRNA ke subunit
30S. Hal ini untuk mencegah inisiasi sintesis protein dan menyebabkan kematian selsel mikroba.Manusia struktural ribosom berbeda dari bakteri, sehingga
memungkinkan selektivitas antibiotik ini untuk bakteri.Namun pada konsentrasi
rendah Streptomisin hanya menghambat pertumbuhan bakteri, hal ini dilakukan oleh
ribosom untuk membujuk prokariotik mRNA salah membaca.

Bentuk Sediaan

Sediaan: vial 1 g dan 5 g parameter monitoring. Memonitor


stabilitas penyimpanan. Simpan dalam tempat kering dan sejuk.

fungsi

renal

Informasi pasien : Apabila terjadi keluhan pada saat buang air kecil, segera hubungi dokter.
Ethambutol :
Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesa RNA
Absorbsi setelah pemberian per oral cepat Eksresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih
kurang 10% diubah menjadi metabolit yang inaktif. Ethambutol tidak dapat menembus
janngan otak tetapi pada penderita meningitis tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik
dalam cairan serebrospinal.

X.

Efek Samping :
Efek samping obat yang perlu diperhatikan adalah toksisitas okuler yang tergantung
pada dosis dan lamanya pengobatan. Menurut laporan pada dosis 25 mg/kg8B/hari
selama 2 bulan, diikuti dengan 15 mg/kg BB/hari, angka kejadian efek samping
tersebut 0,8 %.
Pada umumnya perubahan visual reversibel selama beberapa minggu atau beberapa
bulan, tetapi bisa juga setelah 1 tahun atau lebih bahkan irreversibel. Neuritis
retrobulbar bilateral bisa terjadi denoan :
terjadi penurunan ketajaman visual.
kehilangan kemampuan membedakan warna.
penyempitan lapangan pandang.
sootomata sentral dan perifer.
Efek samping lain yang dilaporkan :
Reaksi anafilaktoid, pruritus, dermatitis, anoreksia, nyeri abdomen, demam, nyeri
sendi, gangguan gastro-intestinal (mual, muntah) malaise, sakit kepala, pusing,
gelisah, disorientasi, halusinasi.
Walaupun jarang ditemukan, bisa timbul rasa kaku dan kesemutan pada ekstremitas
yang disebabkan karena neuritis perifer.

Hasil Learning Objective (LO)

STEP I
1. Mantoux Test :
Mantoux test adalah tes yang dilakukan untuk mengidentifikasi apakah klien
mempunyai kekebalan terhadap basil TBC, sehingga sangat baik untuk mendeteksi
infeksi TBC.
2. 2HRZE
2HRZE adalah kode program pengobatan penyakit TBC.

Isoniazid (H)
- Pirazinamid (Z)
Rifampisin(R)
- Streptomisin (S)
Etambutol (E)
2HRZE berarti 2 bulan minum obat OAT (Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol) setiap hari (intensif).

STEP II
1. Mengapa berkeringat dimalam hari?
Hal ini karena sistem sirkardian basil TBC terjadi pada malam hari sehingga pada
malam hari klien akan mengalami demam dan berkeringat dimalam hari
2. Kenapa mual dan tidak nafsu makan?
Klien mengalami mual dan tidak nafsu makan karena efek samping dari
mengkonsumsi obat Rifampisin (R).
3. Mengapa urine berwarna kemerahan?
Hal ini merupakan efek samping dari obat Rifampisin yang dikonsumsi klien.
4. Pengobatan apa saja yang dapat dilakukan?
Pengobatan dapat dilakukan dalam beberapa kategori :
- Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Yang berarti selama 2 bulan minum obat Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol setiap hari (intensif). 4 bulan selanjutnya minum obat Isoniazid dan
Rifampisin 3x dalam seminggu (tahap lanjutan).
- Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Yang berarti selama satu bulan minum obat Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol setiap hari. 5 bulan selanjutnya minum obat Isoniazid, Rifampisin
dan Etambutol 3x dalam seminggu. Tahap pengobatan ini ditujukan bagi klien
yang kambuh atau gagal dengan dahak tetap positif.
- Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Yang berarti selama 2 bulan minum obat Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid
setiap hari (intensif). 4 bulan selanjutnya minum obat Isoniazid dan Rifampisin 3x
dalam seminggu (tahap lanjutan). Tahap pengobatan ini ditujukan bagi klien yang
menderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
5. Bagaimana mencegah penularan?
- Pemeriksaan kontak
- Vaksinasi BCG
- Mencegah interaksi langsung dengan penderita TBC
- Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit TB kepada masyarakat
- Klien secara intensif meminum obat sesuai dengan indikasi
6. Berasal darimana darah saat batuk?
Darah yang keluar saat klien batuk adalah berasal dari saluran pernafasan bawah laring
yang mengalami nekrosis jaringan parenkimnya oleh basil TBC sehingga
menimbulkan luka-luka pada dinding parenkim paru yang pada akhirnya saat klien
batuk, akan keluar dahak bercampur darah.
7. Apa penyebab penyakit ini?
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis
8. Bagaimana penanganan awal untuk penyakit ini?
Periksakan ke dokter, lakukan terapi pengobatan sesuai kategori penyakit.
9. Apakah penyakit itu mengganggu psikologis klien?

Ya, karena dalam kasus telah disebutkan bahwa klien mengalami penurunan citra diri
(merasa malu) karena penyakit yang ia derita.
10. Mengapa BB klien turun?
Karena klien mengalami gangguan nutrisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
terjadi karena hilangnya nafsu makan dan klien sering mengalami mual muntah akibat
pengobatan dengan obat OAT khususnya obat Rifampisin.
11. Adakah pemeriksaan lain yang dibutuhkan klien selain yang telah disebutkan?
- Mantoux test/PPD test
- Pemeriksaan TTV (Tanda-Tanda Vital)
- Pemeriksaan sputum
- Chest X-ray atau CT scan
- Biopsi jaringan
12. Gejala apa yang sering muncul dan adakah klasifikasi untuk penyakit tersebut?
Klien dengan penyakit TBC biasanya memperlihatkan gejala-gejala sbb:
- Berkeringat dimalam hari
- Batuk >3 minggu berdahak+darah
- Demam di malam hari
- Sesak nafas
- BB turun
- Lemas / malaise
13. Apa media penularan penyakit ini?
Melalui droplet yang dikeluarkan oleh klien yang kemudian menyebar melalui udara
dan menempel pada saluran pernafasan
14. Bagaimana cara mengatasi rasa mual yang dialami klien?
Berikan minum air hangat
15. Mengapa pasien mengalami sesak nafas?
Karena terjadi obstruksi pada saluran pernafasannya akibat bronchospasme dan
produksi sekret yang berlebihan.
16. Masalah keperawatan apa yang muncul?
- Bersihan jalan nafas tak efektif
- Gangguan pola nafas
- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
17. Mengapa pasien merasa lemas?
Beberapa hal yang dapat menyebabkan klien merasa lemas adalah sbb:
- Karena kekurangan nutrisi
- Karena efek samping obat Rifampisin
18. Masalah apa yang beresiko muncul?
- Penurunan fungsi pendengaran
- Penurunan fungsi penglihatan
- Sakit kepala
- Sakit perut
- Hipersensitivitas kulit
- Hepatotoksik
- Kematian
19. Intervensi apa yang dibutuhkan untuk kasus tersebut?
(Telah diterangkan pada Asuhan Keperawatan)
20. Pengkajian keperawatan apa saja yang terdapat atau perlu dicari lagi dalam kasus ini?
(Telah diterangkan pada Asuhan Keperawatan)

21. Apa faktor resiko dari penyakit ini?


Faktor resiko (intrinsik) :
- Lingkungan yang kumuh (kurang cahaya matahari, kotor)
- Pekerjaan (misal: Petugas kesehatan karena banyak bersentuhan / berinteraksi
dengan pasien-pasien dengan berbagai penyakit di rumah sakit)
- Status gizi (malnutrisi / obesitas)
- Perokok aktif dan pecandu alkohol (para pecandu alkohol & perokok aktif
memiliki pertahanan imun yang rendah)
- Usia (anak-anak dan lansia cenderung lebih mudah terserang TBC karena sistem
imun yang belum matang (bayi/anak-anak) atau sistem imun mulai melemah
(pada lansia))
- Jenis kelamin
Faktor resiko Ekstrinsik :
- Pencahayaan matahari kurang
- Ventilasi kurang
- Keadaan sosial
- Keadaan ekonomi
- Kondisi rumah
- Kelembaban udara (basil TBC dapat hidup lebih lama di tempat yang lembab)
22. Jelaskan etiologi penyakit dalam kasus ini!
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
dikeluarkan lewat batuk, bicara, bernyanyi dll oleh pasien TBC.
23. Dilema etik apa yang akan perawat dapatkan pada kasus ini?
(Telah dijelaskan diatas)
24. Apa efek terapi dan efek samping dari obat dan bagaimana cara mengatasinya?
Efek samping

Kemungkinan
Penyebab

Minor
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

Rifampisin

Nyeri sendi

Pyrazinamid

Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki

INH

Warna kemerahan pada air seni

Rifampisin

Mayor
Gatal dan kemerahan pada
kulit

Semua jenis OAT

Tuli

Streptomisin

Gangguan

keseimbangan

Streptomisin

Tatalaksana
OAT
diteruskan
Obat diminum
malam sebelum
tidur
Beri
aspirin
/allopurinol
Beri vitamin B6
(piridoksin) 1 x
100 mg perhari
Beri
penjelasan,
tidak
perlu
diberi apa-apa
Hentikan obat
Beri
antihistamin
dan dievaluasi
ketat
Streptomisin
dihentikan
Streptomisin

(vertigo dan nistagmus)


Ikterik / Hepatitis Imbas Obat
(penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT

Muntah
dan
confusion
(suspected
drug-induced
pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT

Gangguan penglihatan

Etambutol

Kelainan sistemik, termasuk


syok dan purpura

Rifampisin

dihentikan
Hentikan
semua
OAT
sampai ikterik
menghilang
dan
boleh
diberikan
hepatoprotektor
Hentikan
semua
OAT
dan lakukan uji
fungsi hati
Hentikan
etambutol
Hentikan
rifampisin

25. Jelaskan program pengobatannya?


(Telah dijelaskan pada Pengobatan)
26. Jelaskan pemeriksaan lebih lanjut yang harus dijalani klien tersebut?
- Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
- Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
27. Perbedaan BTA (+) dan BTA (-)?
BTA (Basil Tahan Asam) paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila memenuhi minimal 1 kriteria :
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
b. Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif
b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis positif
28. Isi cairan yang disuntikkan pada saat mantoux test?
Isi cairan yang disuntikkan adalah ekstrak dari basil tuberculosis
29. Kadar leukosit dan hemoglobin darah normal dan abnormal?
Ukuran batas kadar Hemoglobin (Hb) darah normal pada :
- Wanita
: 12 gr/dl s.d 16 gr/dl
- Laki-laki : 14 gr/dl s.d 18 gr/dl
- Anak-anak : 10 gr/dl s.d 16 gr/dl
- Bayi baru lahir
: 12 gr/dl s.d 24 gr/dl
Sedangkan Batas normal leukosit dalam darah berkisar antara 5.000 10.000/mm 3.
Terdiri dari :
-

neutrofil (50% - 75% SDP total)


eosinofil (1-2%)

XI.

basofil (0,5-1%)
monosit (6%)
limfosit (25-33%)

Sumber

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Respirasi. Jakarta : Salemba Medika
Manurung, Santa dkk. 2009. Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : Fo
Medika
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sistem Pernapasan
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Manurung, Santa dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta :
Trans Info Medika.
Merilynn E. Doenges, Mary Firances Moorhouse, Alice C. Geissler. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
www.repository.usu.ac.id
www. Medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-klinis/etiologituberkulosis/
rindachie.wen9.com/menu/labs/bakteri5.html
http://health.detik.com/read/2010/04/20/155555/1341960/763/tbc-pada-anak-tidakmenular (diakses tanggal 15 September 2013)

Anda mungkin juga menyukai