SOCIAL LEARNING
A. Merokok Pada Remaja Dari Konsep Social Learning
Berapa sumber merekomendasikan bahwa Social Learning Theory dari Bandura dapat membantu
dalam melakukan analisa terhadap berbagai kasus-kasus perilaku adiksi seperti merokok, alkohol
dan ketergantungan obat. Cacatan sederhana tentang pemberian reward dan hukuman terhadap
diri mereka merupakan suatu hal yang dapat menjelaskan tentang kenapa prilaku adiksi bertahan
dan berlangsung secara terus menerus. Para perokok pemula biasanya akan merasakan kering
dan rasa terbakar pada tenggorokan pada saat pertama kali menghisap rokok. Kenapa mereka
merokok lagi? Jawaban dapat diketahui dengan menggunakan theory Social Learning Theory ;
dimana pembelajaran dilakukan melalui observasi oleh remaja terhadap orang tuanya, teman
sebaya, gambaran tentang perokok di media televisi, dan perokok yang lain. Konsekwensi dari
observasi ini memberikan gambaran yang positif terhadap perilaku merokok yakni, karena
dengan merokok seseorang tampak lebih dewasa, lebih jantan dan lebih atraktif. Penilaian positif
ini mengalahkan kesan negative dari dampak awal merokok.
Secara umum adiksi terjadi akibat ketidakmampuan menahan akibat efek dari withdrawal
sehingga memaksa mereka harus mengkonsumsi zat-zat adiktif tersebut. Disisi lain obsevasi dan
dukungan sosial menjadi salah satu penyebab kenapa seseorang bisa mengalami adiksi. Pada
remaja, kejadian adiksi lebih banyak diakibatkan oleh pengaruh kuat dari kelompok/teman
sebaya. Kelompok social menjadi kekuatan social yang dapat mempengaruhi kebiasaan merokok
pada remaja. Gabungan factor belajar observasi dan dan dukungan sosial merupakan factor yang
paling berpengaruh terhadap kejadian merokok ( Hunter,Viselberg & Berenson,1991 dalam
Mazur,1994).
Dengan demikian dapat disimpulkan masalah merokok pada remaja merupakan bentuk masalah
kesehatan yang bukan saja disebabkan oleh perilaku remaja perokok tersebut, akan tetapi sangat
dipengaruhi banyaknya paparan untuk melakukan observation learning, dan kekuatan luar berupa
dukungan social. Observation learning dapat dilakukan oleh remaja terhadap idola (artis),public
figure, orang tua, guru, teman sebaya dan anggota masyarakat dewasa lainnya. Semakin banyak
orang-orang yang merokok di sekeliling remaja, semakin besar kemungkinan remaja belajar dan
mengimitasi perilaku merokok, sehingga angka kejadian merokok akan semakin meningkat.
Media informasi seperti televisi, radio, spanduk, billboard dan umbul-umbul merupakan media
yang memperkuat pembelajaran observasi yang dilakukan.remaja sehingga semakin meyakinkan
remaja, sehingga menjadi penguatan bagi proses observasi. Banyak even remaja, bahkan dunia
pendidikan, menggunakan produk rokok sebagai sponsor ini merupakan bentuk dukungan social
yang menguatkan citra merokok sebagai bagian dari gaya hidup. Peraturan pemerintah tentang
larangan merokok dan undang-undang tentang rokok sebenarnya sudah ada, serta hari khusus
tanpa tembakau yang dicanangkan pemerintah sudah diberlakukan, namun belum ditegakkan dan
belum diberlakukan secara efektif sehingga belum mampu menurunkan jumlah angka perokok di
Indonesia.
Angka kejadian merokok masih cukup tinggi, yakni sebanyak 28% dari seluruh angka merokok
(13%) dari seluruh remaja. Sebagian besar proses merokok ditemukan pada anak-anak SMP.
Angka ini sangat terkat dengan tumbuh kembang remaja, dimana fase pencarian jati diri berawal
dari saat awal menginjak masa remaja yakni SMP. Kemungkina kedua adalah disebabkan oleh
belum matangnya psikologis remaja SMP sehingga saat menggunakan rokok pertama kali hanya
didasarkan pada keinginan tanpa analisa yang lebih dalam. Kemungkina ketiga adalah banyak
anak-anak lulusan SMP yang perokok tidak mampu melanjutkan pendidikan akibat kemiskinan
dan beban biaya oleh anak atau keluarga lebih banyak digunakan untuk membeli rokok.
Dengan melihat kondisi tersebut, maka kelompok remaja yang cocok dijadikan sasaran asuhan
keperawatan kesehatan komunitas adalah untuk mengatasi masalah-masalah merokok pada
remaja adalah anak-anak sekolah menengah pertama.
B. Askep Komunitas Dengan Model Social Learning Bandura
1. Pengkajian
Pengkajian komunitas merupakan langkah pertama dalam membantu meningkatkan kesehatan
masyarakat dengan memfokuskan pengkajian pada masalah kesehatan. Pengkajian dilakukan
terhadap riwayat dan kondisi saat ini yang mempengaruhi kesehatan masyarakat atau kelompok
tertentu. Pengkajian keperawatan komunitas pada kelompok remaja perokok bisa dilakukan
melalui pendekatan institusi, yakni sekolah atau kelompok karang taruna. Pengkajian yang
dilakukan mengacu pada konsep Social Learning Bandura meliputi:
a. Data umum kelompok
1) Nama kelompok :
2) Jumlah anggota kelompok
3) Jenis kelamin kelompok
4) Umur kelompok
5) Pendidikan kelompok
6) Kondisi kelompok
7) Struktur organisasi kelompok
b. Observation
1) Jumlah anak yang merokok
2) Umur anak yang merokok
3) Jenis kelamin anak yang merokok
4) Apakah ada orang tuanya yang merokok
5) Berapa orang yang orang tuanya merokok
6) Apakah ada saudaranya yang merokok
7) Berapa orang yang saudaranya merokok
8) Apakah ada teman sebayanya yang merokok
9) Berapa orang yang teman sebanya merokok
10) Dari mana anak melihat orang merokok
a) Orang tua
b) Teman
c) Saudara
d) Guru
e) Pegawai sekolah
f) Film
g) Iklan televise
h) Publik figure
i) Artis
j) Spanduk
k) Umbul-umbul
l) Billboard
m) Iklan di kendaraan umum
11) Urutkan dari yang paling berkesan hingga tak terlalu berkesan yang mengilhami anda
merokok
12) Apakah ada guru yang merokok
13) Berapa orang guru yang merokok di sekolah saudara
14) Urutkan dari yang paling sering hingga yang paling jarang orang yang sering diajak merokok
bersama
a) Teman sebaya
b) Saudara
c) Orang tua
d) Guru
e) Anggota masyarakat lain
15) Apakah saudara gampang mendapat rokok
16) Darimana saudara mendapat uang untuk membeli rokok
17) Siapa yang paling sering memberikan saudara rokok
18) Berapa jarak pedagang rokok dengan sekolah saudara
19) Berapa jarak pedagang rokok dengan rumah saudara
20) Apa acara yang pernah saudara lakukan disponsori oleh rokok
21) Apa yang saudara bayangkan tentang diri saudara saat merokok
22) Apakah saudara tahu dampak merokok
23) Sebutkan sebanyak-banyak dampak merokok bagi kesehatan
24) Apakah ada peraturan dilarang merokok di sekolah saudara
25) Apa yang saudara fikirkan tentang peraturan tersebut
26) Apakah saudara kena sangsi
27) Apakah saudara pernah diperingatkan guru saat merokok
28) Apakah saudara pernah diperingatkan teman saat merokok
29) Apakag saudara pernah diperingatkan orang tua/saudara saat merokok.
Dari pertanyaan diatas tergambar data-data yang harus dikaji terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar observasi pada remaja yang dapat menjadi prekusor mendorong
remaja melakukan aktivitas mencoba-coba rokok. Faktor yang mendukung observation learning
dalam merokok dapat berupa teman sebaya, anggota keluarga, orang tua, guru, artis, public
figure, media dan kegiatan yang disponsori oleh perusahaan rokok. Seberapa banyak, seberapa
sering dan seberapa kuat factor-faktor tersebut berkontribusi akan terjawab apabila data-data
yang dikumpulkan dianalisis. Kondisi belajar observasi diperkuat oleh adanya dukungandukungan social yang memudahkan melakukan observasi baik dalam bentuk kemudahan mencari
rokok maupun keberadaan peraturan dan penegakan peraturannya.
c. Imitation
Imitasi adalah suatu bentuk periku baru yang tercipta sebagai hasil proses observasi. Imitasi
dapat berkembang menjadi bentuk perilaku baru yang permanen atau bisa juga hilang tergantung
dari kemampuan menimbang, menganalisis dan dukungan factor internal dan social dari
seseorang. Data tentang imitasi dalam pengkajian perilaku merokok adalah
1) Kapan saudara mulai merokok
2) Apa jenis rokok yang pertama kali saudara hisap ( kretek/filter)
apabila telah melewati tahap Self Observation yakni menilai apakah perilaku kita sesuai dengan
yang diharapkan, seperti tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, tidak bertentangan dengan
norma atau harapan lainnya. Tahap judgment juga sangat penting, karena pada tahap ini mencoba
melakukan perbadingan antara perilaku merokok dengan standar kebanyakan. Jika sebagian
besar lingkungan kita mengangap merokok sebagai hal yang baik maka kita akan ikut standar
tersebut. Self Response yakni penilaian dan penghargaan terhadap diri sendiri terkait perilaku
merokok yang kita lakukan. Kalau merokok sebagai salah satu bentuk penghargaan bagi diri
sendiri sebagai laki-laki sejati maka perilaku merokok akan menjadi modeling yang permanen.
Pertanyaan terkait dengan modeling antara lain:
1) Berapa batang jumlah rokok yang dihisap setiap hari
2) Apa jenis rokok yang dihisap (kretek/filter)
3) Kapan saudara mengisap rokok lebih banyak
a) Saat stress
b) Saat bekerja
c) Saat berdiskusi
d) Setelah makan
e) Saat menonton
f) Saat dingin
4) Bagimana respon saudara jika terlambat/tidak mendapat rokok
5) Bagaimana perasaan saudara saat dan setelah menghisap rokok
6) Apakah saudara tidak takut terhadap dampak merokok
7) Berapa banyak uang yang saudara keluarkan untuk membeli rokok selama sebulan
8) Bagaimana pandangan saudara teradap larangan merokok
9) Apakah saudara punya kelompok/group perokok
10) Dimana biasanya saudara merokok bersama-sama
e. Sef Efficacy
Dorongan dan motivasi internal sangat mempengaruhi keberhasilan perubahan perilaku :
Pertanyaan terkait Self Eficacy
1) Apakah saudara sungguh-sungguh mau berubah
2) Apa yang mendorong ingin berubah
3) Apakah kira-kira yang membuat saudara sulit berubah
2. Diagnosa
Langkah dari penetapan diagnose keperawatan berawal dari analisis data. Langkah analisis
meliputi klasifikasi, intepretasi dan validasi data. Diagnosa keperawatan komunitas merupakan
suatu penyataan tentang situasi kondisi dari masyarakat baik actual, risiko, poetensial maupun
wellness. Memang hingg saat ini belum ada model diagnose yang khusus dikembangkan untuk
komunitas sehingga masih mengacu pada Omaha system yang dikembangkan dari konsep
diagnose NANDA (Helvie,1998). Dignosa keperawatan yang khusus dikembangkan oleh
Bandura tidak ada sehingga dapat mengacu pada diagnose NANDA. Contoh diagnosanya antara
lain:
a. Perubahan perilaku merokok pada remaja di sekolah A ditandai dengan
b. Potensial peningkatan prilaku tidak merokok pada remaja di sekolah B.
3. Perencanaan
Perencanaan tindakan berawal dari penetapan prioritas masalah. Penetapan prioritas masalah
dapat dilakukan dengan penggunaan scoring dengan pemberian penilaian pada variable a)
Perhatian masyarakat terhadap masalah tersebut b) sumber daya yang tersedia untuk mengatasi
masalah tersebut c) Kemudahan untuk mengatasi masalah d) sumberdaya lain dan dukungan
kebijakan lain yang dibutuhkan. Cara lain dengan menggunakan Hanlons skala prioritas model
melalui:
a. Menariknya dan tingginya perhatian terhadap masalah tersebut
b. Keganasan dari penyakit
c. Penguasaan pengetahuan terhadap masalah yang dihadapi
d. Ketersediaan sumber daya
e. Kesiapan penduduk untuk melkasanakan program tersebut.
Setelah prioritas ditetapkan lalu disusun rencana asuhan keperawatan komunitas. Rencana
asuhan komunitas yang sesuai untuk mengatasi masalah merokok pada remaja meliputi:
a. Kegiatan promotif dengan mengurangi risiko adanya/masuknya kesempatan melakukan
Observation learning
1) Lomba poster, slogan, spanduk, leaflet anti rokok
2) Lomba pidato dan mengarang tentang akibat rokok
3) Memasang peringatan dan membuat peraturan area sekolah bebas rokok
4) Membentuk kelompok-kelompok anti rokok
5) Memutar film tentang akibat merokok
6) Memberikan reward kelompok ant rokok
7) Kerjama dengan Pemda dalam membuat Perda larangan rokok dan iklan rokok serta aktivitas
dengan sponsor rokok, serta membangun tempat-tempat khusus merokok.
8) Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan aturan
9) Memberikan reward terhadap keberhasilan perubahan yang telah diraih.
b. Kegiatan Preventif ( Mencegah terjadinya Observation learning)
1) Sweping rokok secara kontinyu
2) Membuat area bebas rokok dengan radius 200 meter dari sekolah
3) Membersihkan lingkungan dalam radius 1 km dari sekolah dari iklan rokok.
4) Memantau kegiatan kelompok siswa
5) Memantau anggota keluarga yang merokok
6) Meningkakan kegiatan ekstra yang mendukung aktifitas positif siswa
7) Pemberian hukuman bagi siswa yang kedapatan membawa dan merokok.
c. Kuratif ( Memperbaiki prilaku imitasi dan modeling )
1) Konsultasi untuk separasi bagi pemakai rokok pemula
2) Mengikutsertakan orang tua dalam membantu anak melepaskan diri dari rokok
3) Membuat agar anak-anak perokok berjanji untuk menentukan batas akhir merokoknya
4) Memberikan sanksi terhadap remaja yang melanggar janji
5) Menetapkan hadiah yang ditetapkan jika telah berhasil berhenti merokok.
d. Rehabilitatif