Anda di halaman 1dari 15

Closed Head Injury dengan Peningkatan Tekanan

Intrakranial (Intracranial Pressure/ICP)

A. Deskripsi Kasus
1. Lokasi : Neuro Intermediate Care Unit
2. Informasi :
Seorang laki-laki 34 tahun ditemukan tidak sadarkan diri di dalam kendaraan
setelah menabrak pembatas jalan. Nilai GCS 10 (mata: 2, verbal 3, motorik 5). Setelah
berhasil dikeluarkan dari mobilnya, ia dievakuasi melalui transportasi udara menuju pusat
trauma lokal tingkat 1. Menurut polisi, dia tidak memiliki kartu identitas, dan mobil yang
dikendarainya adalah hasil pencurian. Di ruang emergensi (ED), GCS nya adalah 14 (mata
4, verbal 4, motorik 6). Tes urine dan toksikologi menunjukkan hasil positif untuk kokain,
opiat dan barbiturat. Tingkat alkohol dalam darah adalah 245. X-ray Spinal negatif. CT
scan kepala tertunda karena saat ini di ruang emergensi penuh dengan berbagai kasus
trauma. Setelah stabilisasi di ruang emergensi, pasien dipindahkan ke Unit Neurologis
Care.
Kondisi pasien saat tiba di Unit Neurologis Care adalah sebagai berikut: HR=80;
BP=142/85; RR=18, regular; SpO2 = 96% on room air; Cardiac Rhythm = Normal Sinus;
Heart Sounds: S1= S2; Breath Sounds=Clear; Glascow Coma Scale=14 (mata: 4, verbal: 4,
motorik 6); Pupil simetris kanan kiri, reaktif terhadap cahaya; Bising usus = Normoaktif;
Urin output=50ml/jam; Suhu =37.5°C.

Hasil Analisis Pribadi


1. Laki-laki 34 tahun
2. GCS awal 10 (mata: 2, verbal 3, motorik 5)  GCS 10-12 cedera kepala sedang
E : mata terbuka dengan rangsang nyeri
V : saat ditanya, jawaban tidak nyambung
M : dapat menentukan lokasi nyeri

GCS akhir 14 (mata 4, verbal 4, motorik 6)  GCS 13-15 cedera kepala ringan
E : mata terbuka spontan
V : saat ditanya, dapat menjawab namun bingung
M : dapat mengikuti perintah

3. Tes urine untuk narkoba


“Rapid test” merupakan alat deteksi yang sudah dikenal luas untuk
memeriksa urine. Caranya simpel yaitu dengan meneteskan urine ke alat test atau alat
test di celupkan ke urine suspect. Cara menggunakan dan interpretasinya sangat
mudah, bahkan bisa dikerjakan oleh orang awam sekalipun untuk lingkungan sendiri.
Alat Test lain, berupa “rapid test” juga, tetapi menggunakan bahan uji berupa
air ludah (saliva) dan keringat (sweat). Alat test ini di pakai luas di Eropa , Amerika
serta Australia, terutama untuk “razia” lapangan. Cara penggunaannya juga sederhana,
dimana si “suspect” disuruh membuka mulut lalu bagian “pads” alat diusapkan 3 kali
ke bagian pipi dalam, lalu dianalisis 3 menit dan ketahuan hasilnya. Test
menggunakan saliva dan keringat ini bisa di baca secara visual (merk Securetec,
Germany) atau di baca menggunakan “reader” khusus (merk Draeger, Germany).
Rapid Test narkoba ada yang 3 parameter hingga yang 6 parameter.
Penggunaan yang begitu mudah dengan test yang cukup menggunakan urine yang
diteteskan pada alat tersebut saja. Selain yang diteteskan, ada juga yang dicelup.
Pengerjaan yang mudah sangat membantu pengujian narkoba pada banyak orang.
Lebih efektif namun tetap detail dan ekonomis.

4. Toksikologi darah
Analitikal toksikologi merupakan pemeriksaan laboratorium yang berfungsi untuk:
a. Analisa tentang adanya racun.
b. Analisa tentang adanya logam berat yang berbahaya.
c. Analisa tentang adanya asam sianida, fosfor dan arsen.
d. Analisa tentang adanya pestisida baik golongan organochlorin maupun
organophospat.
e. Analisa tentang adanya obat-obatan misalnya: transquilizer, barbiturate,
narkotika, ganja, dan lain sebagainya.

Darah dan urin adalah material yang paling baik untuk analisa zat organik non
volatile, misalnya obat sulfa, barbiturate, salisilat dan morfin.
Kasus  HASIL TES URIN DAN TOKSIKOLOGI DARAH : positif untuk
kokain, opiat dan barbiturat

5. Tingkat alkohol dalam darah 245  mg/dL (?)


Tanda dan gejala keracunan alkohol
a. Pada kadar yang rendah (10-20 mg%) sudah menimbulkan gangguan berupa
penurunan keterampilan tangan dan perubahan tulisan tangan.
b. Pada kadar 30-40 mg% telah timbul penyempitan lapangan pandang, dan
penurunan ketajaman penglihatan. Kemampuan mengemudi mulai menurun.
c. Sedangkan pada kadar ± 80 mg% telah terjadi gangguan penglihatan tiga demensi
dan gangguan pendengaran, selain itu tampak pula gangguan pada kehidupan
psikis, yaitu penurunan kemampuan memusatkan perhatian, konsentrasi, asosiasi
dan analisa.
d. Ketermpilan mengemudi mulai menurun pada kadar alkohol darah 30-50 mg%
dan lebih jelas lagi pada kadar 150 mg%
e. Alkohol dengan kadar dalam darah 200 mg% menimbulkan gejala banyak bicara,
refleks menurun. Inkoordinasi otot-otot kecil, kadang-kadang nistagmus dan
sering terdapat pelebaran pembuluh darah kulit. BERISIKO KEMATIAN.
f. Dalam kadar 250-300 mg% menimbulkan gejala penglihatan kabur, tidak dapat
mengenali warna, konjungtiva merah, dilatasi pupil (jarang konstriksi, diplopia,
sukar memusatkan pandangan/penglihatan dan nistagmus. Bila kadar dalam darah
dan otak semakin meningkat akan timbul pembicaraan kacau, tremor tangan dan
bibir, keterampilan menurun, inkoordinasi otot dan tonus otot muka menghilang.
g. Dalam kadar 400-500 mg% aktifitas motorik hilang sama sekali., timbul stupor
atau koma, pernapasan perlahan dan dangkal, suhu tubuh menurun

6. X-ray Spinal  X-ray tulang belakang

7. CT Scan kepala
DEFINISI CT SCAN :
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.

INDIKASI & KONTRAINDIKASI CT SCAN :


Hal-hal yg harus dipertimbangan pada klien salah satunya berat badan klien.
Berat badan klien yang dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan
berat badan dibawah 145 kg. Hal ini dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan
scanner. Sebelum dilakukan pemeriksaan CT scan pada klien, harus dilakukan test
apakah klien mempunyai kesanggupan untuk diam tanpa mengadakan perubahan
selama 20-25 menit, karena hal ini berhubungan dengan lamanya pemeriksaan yang
dibutuhkan.
Harus dilakukan pengkajian terhadap klien sebelum dilakukan pemeriksaan
untuk menentukan apakah klien bebas dari alergi iodine, sebab pada klien yang akan
dilakukan pemeriksaan CT Scan disuntik dengan zat kontras berupa iodine based
kontras material sebanyak 30 ml. Bila klien ada riwayat alergi atau dalam pemeriksaan
ditemukan adanya alergi maka pemberian zat kontras iodine harus distop
pemberiannya. Karena eliminasi zat kontras sudah harus terjadi dalam 24 jam. Maka
ginjal klien harus dalam keadaan normal.

TUJUAN CT SCAN :
Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik
scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. Dengan demikian CT scan hampir dapat
digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri sudah
digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto rontgen dan ultrasonografi. Yang
penting pada pemeriksaan CT scan adalah pasien yang akan melakukan pemeriksaan
bersikap kooperatif artinya tenang dan tidak bergerak saat proses perekaman. CT scan
sebaiknya digunakan untuk :
a. Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung koroner, emboli
paru, aneurisma (pembesaran pembuluh darah) aorta dan berbagai kelainan
pembuluh darah lainnya.
b. Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker), letak kanker,
dan jenis kanker.
c. Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang belakang dan trauma
lainnya pada kecelakaan. Biasanya harus dilakukan bila timbul penurunan
kesadaran, muntah, pingsan ,atau timbulnya gejala gangguan saraf lainnya.
d. Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ pencernaan dll.
e. Membantu proses biopsy jaringan atau proses drainase/pengeluaran cairan yang
menumpuk di tubuh. Disini CT scan berperan sebagai “mata” dokter untuk
melihat lokasi yang tepat untuk melakukan tindakan.
f. Alat bantu pemeriksaan bila hasil yang dicapai dengan pemeriksaan radiologi
lainnya kurang memuaskan atau ada kondisi yang tidak memungkinkan anda
melakukan pemeriksaan selain CT scan.

CARA KERJA CT SCAN :


Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat
mencatat semua sinar secara berdispensiasi. Pencatatan dilakukan dengan
mengkombinasikan tiga pesawat detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah
menembus tubuh dan yang satu berfungsi sebagai detektor aferen yang mengukur
intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh dan penyinaran dilakukan
menurut proteksi dari tiga tititk, menurut posisi jam 12, 10 dan jam 02 dengan
memakai waktu 4,5 menit
Sinar-X yang mengalami atenuasi, setelah menembus objek diteruskan ke
detektor yang mempunyai sifat sangat sensitive dalam menagkap perbedaan atenuasi
dari sinar-X yang kemudian mengubah sinar-X tersebut menjadi signal-signal listrik.
Kemudian signal-signal listrik tersebut diperkuat oleh Photomultiplier Tube sinar-X.
Data dalam bentuk signal-signal listrik tersebut diubah kedalam bentuk digital oleh
Analog to Digital Converter (ADC), yang kemudian masuk ke dalam system
computer dan diolah oleh computer. Kemudian Data Acquistion System (DAS)
melakukan pengolahan data dalam bentuk data-data digital atau numerik.

KELEBIHAN CT SCAN
a. Gambar yang dihasilkan memiliki resolusi yang baik dan akurat.
b. Tidak invasive (tindakan non-bedah).
c. Waktu perekaman cepat.
d. Gambar yang direkontruksi dapat dimanipulasi dengan komputer sehingga dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang.

KEKURANGAN CT SCAN
a. Paparan radiasi akibat sinar X yang digunakan yaitu sekitar 4% dari radiasi sinar
X saat melakukan foto rontgen. Jadi ibu hamil wajib memberitahu kondisi
kehamilannya sebelum pemeriksaan dilakukan.
b. Munculnya artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi terekam). Hal ini
biasanya timbul karena pasien bergerak selama perekaman, pasien menggunakan
tambalan gigi amalgam atau sendi palsu dari logam, atau kondisi jaringan tubuh
tertentu.
c. Reaksi alergi pada zat kontras yang digunakan untuk membantu tampilan gambar.

8. Pengkajian kondisi :
a. HR=80  NORMAL
b. BP=142/85  MENINGKAT nilai normal 90-140
c. RR=18, regular  NORMAL
d. SpO2 = 96% on room air  NORMAL (90-100%)
e. Cardiac Rhythm = Normal Sinus  NORMAL
f. Heart Sounds: S1= S2
g. Breath Sounds=Clear
h. GCS=14 (mata: 4, verbal: 4, motorik 6)  GCS 13-15 cedera kepala ringan
E : mata terbuka spontan
V : saat ditanya, dapat menjawab namun bingung
M : dapat mengikuti perintah

i. Pupil simetris kanan kiri, reaktif terhadap cahaya  tidak ada kerusakan nervus
optikus

j. Bising usus = Normoaktif  perfusi jaringan GI adekuat


k. Urin output=50ml/jam  1400-1500 ml per 24 jam atau 58-62 ml/jam
l. Suhu =37.5°C  NORMAL

B. Perawatan dan Pemeriksaan Selanjutnya


1. CT scan kepala (sedang dijadwalkan)
2. Chest x-ray pada pagi hari
3. Monitor EKG and SpO
4. O2 via nasal cannula 2 LPM
JENIS ALAT KONSENTRASI OKSIGEN ALIRAN OKSIGEN
Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask (Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10 LPM

5. CBC with differential, Elektrolit, BUN, kreatinin, Glukose, AGD, PT/PTT (sudah
dilakukan saat masuk ruang emergensi)
6. AGD jika SpO2 di bawah 92%  HIPOKSIA
7. Cek status Neurologis setiap 15 menit
8. Cek TTV setiap 2 jam

9. Infus IV 0.9 % NS 100 ml/jam dan Famotidine 20 mg IV setiap 12 jam


Famotidine adalah jenis obat histamin H-2 receptor antagonist atau H-2 blocker. Obat ini
berfungsi mengurangi jumlah asam lambung yang dihasilkan oleh lambung. Famotidine
sering digunakan sebagai obat antiulserasi dan antirefluks. Dosis awal famotidine adalah
20-80 mg per hari. Batas maksimal mengonsumsi obat ini adalah selama enam hari. Obat
ini hanya boleh dikonsumsi oleh orang dewasa dan remaja berusia 16 tahun ke atas.

10. Biscodyl suppository pada hari ke-3 jika tidak ada bising usus
Bisacodyl merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi konstipasi dengan cara
merangsang otot-otot usus besar untuk mengeluarkan kotoran. Konstipasi sendiri
merupakan kondisi yang membuat frekuensi buang air besar kita menjadi di bawah normal
atau jarang (kurang dari tiga kali per minggu) dan tekstur tinja keras.

11. PRN setiap hari


PRN adalah singkatan dari "Pra Re Nata" asalnya dari bahasa latin, dalam bahasa Inggris
"If Needed" atau dalam bahasa indonesia diartikan " Jika Perlu ".
Co Kasus : Paracetamol 500mg t.i.d (PRN)

12. Bersihkan luka BID 3x sehari dengan normal saline dan gunakan tri biotic ointment
13. Hitung Intake dan output setiap 4 jam

Laporkan dokter jika:


1. HR lebih dari 140x/menit atau kurang dari 60x/menit
2. Tekanan darah sistolik kurang dari 100 mmHg atau lebih dari 180 mmHg
3. Urine output kurang dari 30 ml/jam atau lebih dari 200 ml/jam
4. Suhu tubuh lebih dari 38°C  HIPERTERMI
5. SpO2 kurang dari 92 %  HIPOKSIA

C. Tujuan Pembelajaran Simulasi


Peserta simulasi mampu :
1. Menggunakan patient history dan hasil pengkajian data untuk merencanakan perawatan
pada pasien dengan closed head injury yang disertai peningkatan tekanan intrakranial
(SINTESIS).
2. Menentukan diagnosa keperawatan termasuk terapi medikasi untuk pasien dengan closed
head injury yang disertai peningkatan tekanan intrakranial (KOMPREHENSIF).
3. Menjelaskan dampak dari peningkatan tekanan intrakranial (KOMPREHENSIF).
4. Menjelaskan pengaruh kadar alkohol dalam darah dan konsumsi obat terhadap penilaian
neurologis (KOMPREHENSIF).
5. Menganalisis patient history, hasil pengkajian, dan respon pasien terhadap intervensi yang
dilakukan untuk mengantisipasi dan mempersiapkan emergency craniotomy (ANALISIS).

D. Bahan Diskusi
1. Pelajari tentang doktrin Monroe Kelly Burrows!
2. Apakah three states dalam lucid interval?
3. Diskusikan elemen apa saja dalam pemeriksaan neurologis lengkap!
4. Bagaimanakah intervensi keperawatan untuk tindakan pencegahan kejang?
5. Apa tujuan dari manajemen keperawatan pasien dengan cedera kepala?
6. Apa tujuan dari manajemen keperawatan pasien dengan peningkatan ICP?
7. Identifikasi tiga diagnosa keperawatan untuk pasien dengan perubahan status mental!
8. Pada kasus ini, mengingat pasien tidak memiliki kartu identitas dan tidak ada keluarga
terdekat, bagaimana persetujuan operasi ditangani?
9. Apa tujuan utama dari manajemen keperawatan pasca operasi kraniotomi?
10. Identifikasi tiga diagnosa keperawatan pasca operasi kraniotomi!
11. Jika pasien dalam keadaan sadar, apa masalah psikososial yang dapat Anda antisipasi jika
merawat pasien tersebut?

JAWABAN
1. Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika
TIK. Konsep utamanva adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan, karena rongga
kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin mekar. (Lihat Gambar 2,
Doktrin Monro-Kellie dan gambar 3, Kurva Tekanan-Volume).
TIK yang normal tidak berarti tidak adanya lesi masa intrakranial, karena TIK
umumnya tetap dalam batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi
dan memasuki fase ekspansional kurva tekanan-volume (Lihat Gambar 3, Kurva Tekanan-
Volume). Nilai TIK sendiri tidak dapat menunjukkan kedudukan pada garis datar pada
kurva berapa banyak volume lesi masanya.

Gambar 2. Doktrin Monroe-Kellie

Doktrin Monro-Kellie - Kompensasi Intrakranial terhadap massa yang


berkembang. Volume isi intrakranial akan selalu konstan. Bila terdapat penambahan massa
seperti adanya hematoma akan menyebabkan tergesernya CSF dan darah vena keluar dari
ruang intrakranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal. Namun bila
mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan jumlah masa yang sedikit saja akan
menyebabkan kenaikan TIK vang tajam seperti tampak pada gambar 3, Kurva Volume-
Tekanan. (Narayan RK: Head Injury, in Grossman RG. Hamilton WJ (eds): Principles of
Neurosurgery. New York. Raven Press. 1991.pp. 267)
Karenanya semua upaya ditujukan untuk menjaga agar TIK penderita tetap pada
garis datar kurva volume-tekanan, dan tidak membiarkannya sampai melewati titik
dekompensasi.
Gambar 3. Kurva Tekanan-Volume
(Narayan RK: Head Injury, in Grossman RG, Hamilton WJ (eds): Principles of'Neurosurgery.
New York. Raven Press. 1991, p. 267)

2. Apakah three states dalam lucid interval?


Lucid interval : adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar karena
bertambahnya volume darah. (Menurut viska states nya begini tapi gaktau bener atau
engga)
1st States : tidak sadar akibat cedera
2nd States : waktu sadar. Saat lucid interval terjadi
3rd States : penurunan kesadaran hingga tidak sadar akibat perdarahan otak.

Akut : post, trauma, hitungan 3 hari


Subakut : perdarahan beku, sadar s.d minggu ke 3
Kronis : lebih dari 3 minggu perdarahan  kapsula

Lucid interval adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya
penurunan kesadaran ulang. Penurunan kesadaran terjadi karena darah menumpuk diotak
yang menyebabkan tekanan ekstrim pada jaringan otak. Keadaan ini berisiko
menimbulkan kematian jika tidak ditindaklanjuti dengan cepat. Untuk terjadinya lucid
interbal, misalnya seseorang menderita cedera kepala karena pukulan di kepala. Awalnya
mereka tak sadarkan diri selama beberapa menit dan kemudian terbangun. Setelah
mengalami cedera, orang mungkin benar-benar menyadari keseriusan kondisi mereka.
Keadaan terjaga dan berfungsi normal, mungkin dengan rasa sakit di kepala. Namun
ternyata mereka memiliki hematoma epidural yang berkembang dari menit ke menit atau
dari jam ke jam.
Jadi biasanya lucid interval ini diakibatkan epidural hematoma yang sering
bersamaan dengan komosio serebri atau kontusio serebri. Jika bersamaan dengan kontusio
serebri berat, lucid interval tidak tampak karena gejalanya berhubungan antara superposisi
dengan kontusionya. Hematoma epidural adalah perdarahan pada otak, di mana darah
terakumulasi di antara tengkorak dan durameter. Durameter adalah membran tangguh yang
menutupi otak. Perdarahan terus terjadi, sementara pasien tidak menyadari kondisi mereka.
Ciri khas pada epidural hematoma murni adalah terdapatnya interval bebas
antara dua penurunan kesadaran yang disebut lucid interval. Jika epidural hematoma
disertai cedera otak seperti memar otak, lucid interval tidak akan terlihat sedangkan gejala
dan tanda lainnya menjadi kabur.
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergency dalam bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat. Duramater melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak yang memudahkan terjadinya herniasi trans dan infra
tentorial, sehingga jika penanganan terlambat maka pasien dapat meninggal.
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis serta pemeriksaan penunjang seperti
foto Rontgen kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis epidural hematoma bila
sisi fraktur yang terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis fraktur juga dapat
menunjukkan lokasi hematoma. Bila memungkinkan dapat dilakukan CT-Scan.

3. Diskusikan elemen apa saja dalam pemeriksaan neurologis lengkap!


(Lihat PDF)

4. Bagaimanakah intervensi keperawatan untuk tindakan pencegahan kejang?


a. Pasien Bedrest total
b. Observasi tanda-tanda vital dan GCS
Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi
yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi
(terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan
TIK.
GCS untuk mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
c. Kolaborasi pemberian obat-obat anti-konvulsan : biasanya dapat mengatasi kejang
pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami
cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini
seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
d. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan
potensial peningkatan TIK.
Rasional : Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya
setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.
e. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap
cahaya.
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk
menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
f. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang
tenang.
Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.
g. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Rasional : Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen
yang dapat meningkatkan TIK.
h. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
i. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral,
meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
j. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
k. Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan
volume darah serebral yang meningkatkan TIK.
5. Apa tujuan dari manajemen keperawatan pasien dengan cedera kepala?
Untuk mempertahankan perfusi serebral dan iskemi otak. Sehingga tingkat kesadaran
biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Dengan kriteria tanda vital stabil
dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.

6. Apa tujuan dari manajemen keperawatan pasien dengan peningkatan ICP?


Bertujuan untuk menjaga TIK stabil, agar tidak meningkat dan merusak jaringan otak.
Karena pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka cairan
berpindah ke bagian kaudal atau herniasi ke bawah sebagai tindakan untuk meringankan
tekanan. Akibat dari herniasi, batang otak akan terkena tekanan, yang mana penekanannya
bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus
kortikospinal dan serabut-serabut saraf ascending retricular activating system.
Volume intracranial = Volume aliran darah + Volume CSF

7. Identifikasi tiga diagnosa keperawatan untuk pasien dengan perubahan status mental!
a. Penurunan persepsi sensoris b.d trauma ditandai dengan disorientasi waktu, tempat,
atau orang
b. Penurunan perfusi jaringan serebral
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
d. Risiko cedera b.d penurunan kesadaran
e. Peningkatan tekanan intra kranial

8. Pada kasus ini, mengingat pasien tidak memiliki kartu identitas dan tidak ada keluarga
terdekat, bagaimana persetujuan operasi ditangani?
a. Persetujuan team berdasarkan kemungkinan keberhasilan pembedahan, lihat risiko dan
benefitnya.
b. Berdasarkan : Permenkes no.290/2008
Dalam istilah informed consent, secara implisit tercakup tentang informasi &
persetujuan (consent), yaitu persetujuan yang diberikan setelah pasien informed (diberi
informasi). Dapat dikatakan informed consent adalah “persetujuan yang diberikan
berdasarkan informasi”.
Pasal 1 (a) Permenkes no.290/2008 menetapkan: “Persetujuan tindakan
kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
yang akan dilakukan terhadap pasien.”
Selanjutnya Permenkes no.290/2008 menetapkan salah satunya tentang :
Bagi pasien yang dalam keadaan tidak sadar/pingsan & tidak didampingi oleh
keluarga terdekat & secara medik memerlukan tindakan segera, tidak diperlukan
persetujuan;
- dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
- yang bertanggungjawab atas pelaksanaan informasi & persetujuan adalah dokter;
dalam hal dilaksanakan di RS/klinik, maka RS/klinik tersebut ikut bertanggungjawab;
- terhadap dokter yang melaksanakan tindakan medik tanpa persetujuan, dikenakan
sanksi administratif berupa teguran sampai dengan pencabutan surat izin praktik.

9. Apa tujuan utama dari manajemen keperawatan pasca operasi kraniotomi?


Tujuan : penyembuhan luka dan mencegah agar tidak infeksi

10. Identifikasi tiga diagnosa keperawatan pasca operasi kraniotomi!


a. Nyeri b.d luka insisi
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
c. Resiko infeksi berhubungan berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat
kesadaran, lamanya, type dari tindakan pembedahan.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan, edema serebral.
e. Penurunan volume cairan b.d perdarahan
f. Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi yang berhubungan dengan
kerusakan hipotalamus, dehidrasi, dan infeksi.
g. Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan hipoventilasi,
aspirasi dan imobilisasi.
h. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan edema periorbital, balutan kepala,
selang endotrakea dan efek TIK
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan atau
ketidakmampuan fisik
j. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
k. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi
11. Jika pasien dalam keadaan sadar, apa masalah psikososial yang dapat Anda antisipasi jika
merawat pasien tersebut?
- Kecemasan
- Stress pasca trauma
- Risiko kecanduan
- Harga diri rendah

Anda mungkin juga menyukai