Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungi (bahasa latin dari jamur), adalah organisme eukariotik, pembawa spora,
hanya sedikit mengandung klorofil, dan bereproduksi baik secara seksual maupun
aseksual. Otomikosis atau Otitis Eksterna yang disebabkan oleh jamur (fungal otitis
externa) digambarkan sebagai infeksi akut, subakut maupun kronik oleh jamur yang
menginfeksi epitel skuamosa pada kanalis auditorius eksternus dengan komplikasi
yang jarang melibatkan telinga tengah. Walaupun sangat jarang mengancam jiwa,
proses penyakit ini sering menyebabkan keputusasaan baik pada pasien maupun ahli
telinga hidung tenggorok karena lamanya waktu yang diperlukan dalam pengobatan
dan tindak lanjutnya, begitu juga dengan angka rekurensinya yang begitu tinggi.1
Otomikosis adalah suatu bentuk penyakit yang umum ditemukan diseluruh
belahan dunia. Frekuensinya bervariasi tergantung pada perbedaan zona geografik,
faktor lingkungan, dan juga waktu. Otomikosis adalah satu dari gejala umum yang
sering dijumpai pada klinik-klinik THT dan prevalensinya mencapai 9% dari
keseluruhan pasien yang menunjukkan gejala dan tanda otitis eksterna. Walaupun
terdapat perdebatan pendapat bahwa jamur sebagai penyebab infeksi, melawan
pendapat lain yang menyatakan adanya koloni berbagai macam spesies sebagai
respon host yang immunocompromise terhadap infeksi bakteri, kebanyakan studi
laboratorium dan pengamatan secara klinis mendukung otomikosis sebagai penyebab
patologis yang sebenarnya, dengan Candida dan Aspergillus sebagai spesies jamur
yang terbanyak diperoleh dari isolatnya.2
Banyak faktor yang dikemukakan sebagai predisposisi terjadinya otomikosis,
termasuk cuaca yang lembab, adanya serumen, instrumentasi pada telinga, status
pasien yang immunocompromised, dan peningkatan pemakaian preparat steroid dan
antibiotik topikal. Pengobatan yang direkomendasikan meliputi debridement lokal,
penghentian pemakaian antibiotik topikal dan anti jamur lokal atau sistemik. Berikut
ini akan dibahas tentang anatomi telinga itu sendiri, karakteristik, gejala klinis,
1

faktor-faktor predisposisi, dan komplikasi dari otomikosis, sehingga kita dapat


mendiagnosa dan memberi pengobatan secara cepat dan tepat.2

BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,53 cm.4

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada
seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai
kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga
repellant terhadap serangga. 4
Serumen terdiri dari lemak (46-73 %), protein, asam amino, ion-ion mineral,
dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan asam lemak tak jenuh rantai
ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga
menginhibisi pertumbuhan bakteri. Oleh karena komposisi hidrofobiknya, serumen
dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah
terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. Otomikosis sendiri merupakan infeksi yang
disebabkan oleh jamur yang terjadi di telinga bagian luar, yang terkadang disebabkan
oleh ketiadaan serumen. 4

2.2 Telinga tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.
Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontalis,
kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window)
dan promontorium. 4
Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membrane sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh selkubus bersilia, seperti epitel
mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah,yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga
saling berhubungan. Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. 4
2.3 Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. 4
4

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan


membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala
vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media
berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut dengan
membrane vestibuli (Reissners membrane), sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada membran ini terletak Organ corti. Pada skala media terdapat
bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran
basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan
kanalis Corti, yang membentuk Organ Corti. 4
2.4 Fisiologi Pendengaran
Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran
adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang
ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran
melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada
skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya adefleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut ,sehingga melepaskan neurotransmitter
ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai
ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 4
5

2.5 Definisi
Otomikosis adalah infeksi telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi
jamur yang superficial pada kanalis auditorius eksternus. Otomikosis ini sering
dijumpai pada daerah yang tropis. Infeksi ini dapat bersifat akut dan subakut, dan
khas dengan adanya inflammasi, rasa gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini
menyebabkan adanya pembengkakan, pengelupasan epitel superfisial, adanya
penumpukan debris yang berbentuk hifa, disertai suppurasi, dan nyeri. 5
2.6 Epidemiologi
Angka insidensi otomikosis tidak diketahui, tetapi sering terjadi pada daerah
dengan cuaca yang panas, juga pada orang-orang yang senang dengan olah raga air. 1
dari 8 kasus infeksi telinga luar disebabkan oleh jamur. 90% infeksi jamur ini
disebabkan oleh Aspergillus spp, dan selebihnya adalah Candida spp. Angka
prevalensi Otomikosis ini dijumpai pada 9% dari seluruh pasien yang mengalami
gejala dan tanda otitis eksterna. Otomikosis ini lebih sering dijumpai pada daerah
dengan cuaca panas, dan banyak literatur menyebutkan otomikosis berasal dari
negara tropis dan subtropis. Di United Kingdom (UK), diagnosis otitis eksterna yang
disebabkan oleh jamur ini sering ditegakkan pada saat berakhirnya musim panas.5
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ali Zarei tahun 2006, Otomikosis
dijumpai lebih banyak pada wanita (terutama ibu rumah tangga) daripada pria.
Otomikosis biasanya terjadi pada dewasa, dan jarang pada anak-anak. Pada penelitian
tersebut, dijumpai otomikosis sering pada remaja laki-laki, yang juga sesuai dengan
yang dilaporkan oleh peneliti lainnya. Tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Hueso,dkk, dari 102 kasus ditemukan 55,8 % nya merupakan lelaki, sedangkan
44,2% nya merupakan wanita.

2.7 Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna, dalam hal ini otomikosis,
meliputi ketiadaan serumen, kelembaban yang tinggi, peningkatan temperature, dan
trauma lokal, yang biasanya sering disebabkan oleh kapas telinga (cotton buds) dan
alat bantu dengar. Serumen sendiri memiliki pH yang berkisar antara 4-5 yang
berfungsi menekan pertumbuhan bakteri dan jamur. Olah raga air misalnya berenang
dan berselancar sering dihubungkan dengan keadaan ini oleh karena paparan ulang
dengan air yang menyebabkan keluarnya serumen, dan keringnya kanalis auditorius
eksternus. Bisa juga disebabkan oleh adanya prosedur invasif pada telinga.
Predisposisi yang lain meliputi riwayat menderita eksema, rhinitis allergika, dan
asthma.5
7

Infeksi ini disebabkan oleh beberapa spesies dari jamur yang bersifat saprofit,
terutama Aspergillus niger . Agen penyebab lainnya meliputi A. flavus, A. fumigatus,
Allescheria boydii, Scopulariopsis, Penicillium, Rhizopus, Absidia, dan Candida Spp.
Sebagai tambahan, otomikosis dapat merupakan infeksi sekunder dari predisposisi
tertentu misalnya otitis eksterna yang disebabkan bakteri yang diterapi dengan
kortikosteroid dan berenang. 5
Banyak faktor yang menjadi penyebab perubahan jamur saprofit ini menjadi
jamur yang patogenik, tetapi bagaimana mekanismenya sampai sekarang belum
dimengerti. Beberapa dari faktor dibawah ini dianggap berperan dalam terjadinya
infeksi, seperti perubahan epitel, peningkatan kadar pH, gangguan kualitatif dan
kuantitatif dari serumen, faktor sistemik (sepertigangguan imun tubuh, kortikosteroid,
antibiotik, sitostatik, neoplasia), faktor lingkungan (panas, kelembaban), riwayat
otomikosis sebelumnya, Otitis media sekretorik kronik, postmastoidektomi, atau
penggunaan substansi seperti antibiotika spectrum luas pada telinga. 5
2.8 Gejala klinis
Gejala klinik yang dapat ditemui hampir sama seperti gejala otitis eksterna
pada umumnya yakni otalgia dan otorrhea sebagai gejala yang paling banyak
dijumpai, kemudian diikuti dengan kurangnya pendengaran, rasa penuh pada telinga
dan gatal.4
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Tang Ho,et al pada tahun 2006,
yakni dari 132 kasus otomikosis didapati persentase masing- masing gejala
otomikosis sebagai berikut :

Tabel 1. Presentase masing-masing gejala otomikosis


Simptom
Otalgia

Jumlah Pasien

Persentase ( % )

(n)
63

48

Otorrhea

63

48

Kehilangan

59

45

pendengaran

44

33

Rasa penuh pada

20

23

telinga
Gatal
Tinnitus

Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan
kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas sampai muara liang telinga dan daun
telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama
halus. Bila meluas sampai kedalam, sampai ke membran timpani, maka akan dapat
mengeluarkan cairan serosanguinos.6
Pada pemeriksaan telinga yang dicurigai otomikosis, didapati adanya
akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa berfilamen yang berwana putih
dan panjang dari permukaan kulit, hilangnya pembengkakan signifikan pada dinding
kanalis, dan area melingkar dari jaringan granulasi diantara kanalis eksterna atau pada
membran timpani.6
2.9

Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada : Anamnesis. Adanya keluhan nyeri di dalam
telinga, rasa gatal, adanya secret yang keluar dari telinga. Yang paling penting adalah
kecenderungan beraktifitas yang berhubungan dengan air, misalnya berenang,
menyelam, dan sebagainya. 6
Gejala Klinik. Yang khas, terasa gatal atau sakit di liang telinga dan daun
telinga menjadi merah, skuamous dan dapat meluas ke dalam liang telinga sampai 2/3
bagian luar. Didapati adanya akumulasi debris fibrin yang tebal, pertumbuhan hifa
berfilamen yang berwana putih dan panjang dari permukaan kulit. 6

Pemeriksaan Laboratorium Preparat langsung : skuama dari kerokan kulit


liang telinga diperiksa dengan KOH 10 % akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum,
dan kadang-kadang dapat ditemukan spora-spora kecil dengan diameter 2-3 u. 6
Pembiakan : Skuama dibiakkan pada media Agar Saboraud, dan dieramkan
pada suhu kamar. Koloni akan tumbuh dalam satu minggu berupa koloni filament
berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifa-hifa lebar dan pada ujung-ujung hifa
dapat ditemukan sterigma dan spora berjejer melekat pada permukaannya. 6
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menjaga agar liang telinga tetap kering , jangan
lembab, dan disarankan untuk tidak mengorek-ngorek telinga dengan barang-barang
yang kotor seperti korek api, garukan telinga, atau kapas. Kotoran-kotoran telinga
harus sering dibersihkan. 6
Pengobatan yang dapat diberikan seperti : Larutan asam asetat 2-5 % dalam
alcohol, larutan lodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung campuran
antibiotic dan steroid yang diteteskan ke liang telinga. Akhir-akhir ini yang sering
dipakai adalah fungisida topikal spesifik, seperti preparat yang mengandung nystatin ,
ketokonazole, klotrimazole, dan anti jamur yang diberikan secara sistemik.8
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan anti jamur tidak secara
komplit mengobati proses dari otomikosis ini, oleh karena agen-agen diatas tidak
menunjukkan keefektifan untuk mencegah otomikosis ini relaps kembali. Hal ini
menjadi penting untuk diingat bahwa, selain memberikan anti jamur topikal, juga
harus dipahami fisiologi dari kanalis auditorius eksternus itu sendiri, yakni dengan
tidak melakukan manuver-manuver pada daerah tersebut, mengurangi paparan
dengan air agar tidak menambah kelembaban, mendapatkan terapi yang adekuat
ketika menderita otitis media, juga menghindari situasi apapun yang dapat merubah
homeostasis lokal. Kesemuanya apabila dijalankan dengan baik, maka akan
membawa kepada resolusi komplit dari penyakit ini.5
10

2.11 Komplikasi
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membrane timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,
dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-16 %
dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi
terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan
konsekuens inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun merupakan
ekstensi langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.6
2.12 Prognosa
Umumnya baik bila diobati dengan pengobatan yang adekuat. Pada saat terapi
dengan anti jamur dimulai, maka akan dimulai suatu proses resolusi (penyembuhan)
yang baik secara imunologi. Bagaimanapun juga, resiko kekambuhan sangat tinggi,
jika faktor yang menyebabkan infeksi sebenarnya tidak dikoreksi, dan fisiologi
lingkungan normal dari kanalis auditorius eksternus masih terganggu. 6

11

BAB III
KESIMPULAN
Otomikosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur baik bersifat akut, sub
akut, maupun kronik yang terjadi pada liang telinga luar (kanalis auditorius
eksternus).
Gejala dari otomikosis dapat berupa nyeri pada telinga, keluarnya secret
(otorrhea), gatal, sampai berkurangnya pendengaran.
Faktor predisposisi yang menyebabkannya meliputi ketiadaan serumen,
kelembaban yang tinggi karena sering beraktifitas dalam air seperti berenang, dan
penggunaan kortikosteroid, dan anti mikroba pada infeksi sebelumnya. Spesies yang
paling terbanyak menyebabkan infeksi ini adalah dari genus Aspergillum dan
Candida.
Pengobatan dengan menjaga kebersihan telinga, mengurangi kelembaban dan
faktor-faktor predisposisinya, dan pemakaian anti fungal baik secara lokal maupun
sistemik.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. K Murat Ozcan, Muge Ozcan, Aydin Karaarslan, & Filiz Karaarslan. (2003).
Otomycosis in Turkey: Predisposing factors, aetiology and therapy. The
Journal of Laryngology and Otology
2. Tang Ho, Jeffrey T Vrabec, Donald Yoo, Newton J Coker. (2006). Otomycosis
: Clinical featuresand treatment implications. The Journal of OtolaryngologyHead and neck Surgery
3. P Hueso Gutirrez, S Jimenez Alvarez, E Gil-carcedo Sanudo, et al. (2005).
Presumed diagnosis : Otomycosis
4. Soetirto, I. Hendarmin, H. Bashiruddin, J. Gangguan Pendengaran. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga - Hidung Tenggorok Kepala Leher. Eds
6. Jakarta : FK UI. 2007
5. Fungal Ear Infection. available from www.patient.co.uk
6. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri,dkk. (2001). Otomikosis.
Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta: Media Aesculapius
7. Ali Zarei Mahmoud abadi. (2006). Mycological Studies in 15 Cases
of Otomycosis. Pakistan Journal of Medical Sciences, 22 (4 ),486488

8. Hafil, A. Sosialisman. Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga - Hidung Tenggorok Kepala Leher. Eds 6. Jakarta : FK
UI. 2007

13

Anda mungkin juga menyukai