Anda di halaman 1dari 14

PLENARY DISCUSSION

TUTORIAL 3
BLOK 22 KEDOKTERAN KELUARGA

Anggota :

Asrian Hendiani-20110310017

Santika A. Putri-20110310027

Roosvenda R. B.- 20110310019

Ranum Anggun N.- 20110310028

Maharani P. Arganist-20110310020

Nafi Udin Arif-20110310029

Fadia Rasyiddah H.- 20110310021

Zidna Salma-20110310032

Kurnia Ade Putri-20110310024

Clara Monica S.- 20110310033

Fatih Zaenal Falah-20110310025

Vivian Resiana-20110310034

Dewi Suryandari-20110310026

Dimas Caesar K.- 20110310037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

1. CUT
a. Hipertensi / darah tinggi : Menurut The Seventh Report of the Joint National
Committee on detection, education, and treatment of high blood pressure (JNC VII),
hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama
dengan 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg
(Chobanian, et. al., 2003).
b. Diabetes : Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduaduanya (ADA, 2010)
c. Perokok Berat : Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20
batang per hari (Bustan,M.N., 2000).
d. Acanthosis nigricans
: Acanthosis nigricans (AN) adalah suatu kelainan kulit
berupa penebalan dan kehitaman pada kulit yang ditandai dengan papilomatosis dan
plak hiperkeratosis, terutama pada daerah leher dan lipatan kulit. Acanthosis
nigricans tidak hanya dianggap sebagai kelainan kulit saja, tetapi sering dipandang
sebagai petanda adanya penyakit lain yang mendasari. Acanthosis nigricans sering
dihubungkan dengan obesitas, kelainan endokrin, keganasan, sindrom tertentu, dan
penggunaan beberapa obat. Hiperinsulinemia merupakan kondisi yang paling banyak
dihubungkan dengan AN. Kondisi metabolik lain yang berhubungan dengan AN
antara lain obesitas, diabetes mellitus, toleransi glukosa terganggu, dislipidemia,

ovarium polikistik, hipertensi, hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid, dan


penyakit Addison (Grandhe, et.al., 2005)
e. EKG
: Ekokardiografi adalah tes diagnostik yang menggunakan ultrasound
untuk membuat gambar dari jantung. Pantulan gelombang suara dari jantung direkam
oleh sensor elektronik yang ditempatkan di dada. Sebuah komputer memproses
informasi untuk menghasilkan gambar bergerak dua atau tiga dimensi yang
menunjukkan kondisi katup jantung dan fungsi jantung. Tes ini dapat digunakan
untuk menilai kesehatan katup dan bilik jantung, serta untuk mengukur output jantung
(Dorland, 2002)
f. Sindrom metabolik

: Berdasarkan the National Cholesterol Education Program

Third Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III), Sindrom Metabolik adalah seseorang
dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: 1). Obesitas abdominal (lingkar
pinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm); 2). Peningkatan kadar
trigliserida darah ( 150 mg/dL, atau 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan kadar kolesterol
HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau
atau <1,29 mmol/L); 40. Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik >= 130
mmHg, tekanan darah diastolik >= 85 mmHg atau sedang memakai obat anti
hipertensi); 5). Peningkatan glukosa darah puasa (kadar glukosa puasa >= 110 mg/dL,
atau >= 6,10 mmol/L atau sedang memakai obat anti diabetes) (Adult Treatment
Panel III, 2001).

2. Problem Definition
1) Bagaimana interpretasi pemeriksaan yang dilakukan?
2) Bagaiman peran keluarga dalam kasus tersebut?
3) Hubungan keluhan dengan gaya hidup pasien?
4) Apa diagnosis biopsikososial?
5) Apa dampak biopsikososial sesuai sekenario tersebut?
6) Termasuk dalam level berapa peran dokter susuai kasus tersebut?
7) Bagaimana penanganan komprehensif?
8) Pencegahan yang dilakukan?
3. Brainstorming
1) Bagaimana interpretasi pemeriksaan yang dilakukan?
Secara klinis pasien tersebut menderita Diabetes Melitus, Hiperlipidemia, Obese
Class I dan Hipertensi stage II.

2) Bagaiman peran keluarga dalam kasus tersebut?


Peran keluarga adalah pemberian dukungan dan sebagai pengingat untuk minum obat.
3) Hubungan keluhan dengan gaya hidup pasien?
Keluhan yang dialami pasien berhubungan dengan gaya hidup pasien selama ini.
4) Apa diagnosis biopsikososial?
Obesitas kelas 1 dengan komplikasi Diabetes Mellitus, Hiperlipdemia, dan Hipertensi
stadium II pada laki-laki yang cemas akan kondisinya, diperparah dengan statusnya
yang perokok berat dan kebiasaan makan yang tak sehat.
5) Apa dampak biopsikososial sesuai sekenario tersebut?
Dalam kasus ini tampak dampak biopsiko saja,sedangkan untuk dampak sosialnya
belum tampak.
6) Termasuk dalam level berapa peran dokter susuai kasus tersebut?
Level 4, Family assessment and counseling (penilaian keluarga dan konseling).
7) Bagaimana penanganan komprehensif?
Penanggulangan secara komprehensif, akan menghindarkan seseorang dari bahaya
kerusakan jaringan akibat hiperglikemia ( glucose toxicity ), sekaligus menghambat
progresivitas penyakit. Contoh terapi yang diberikan sulfonylurea, biguanide,
metformin, dan glitazone.
8) Pencegahan yang dilakukan?
Dalam skenario ini, pasien berada di tahap pencegahan tersier. Karena pengobatan
yang diberikan dokter merupakan upaya mengurangi komplikasi.

4. Analyzing the Problem


1) Bagaimana interpretasi pemeriksaan yang dilakukan?
Berat Badan 82 kg
Tinggi Badan 165 cm
BMI: 32 kg/m2 Obese Class I
Lingkar perut: 95 cm
Tekanan Darah: 160/110 mmHg Hipertensi Stage II
Nadi: 80 x/menit (normal)
Laju nafas: 20 x/menit (normal)
Suhu: 37,2 oC= (normal)
Gula Darah Sewaktu: 300 mg/dl

Kunjungan 1 (seminggu setelahnya)


Gula Darah Sewaktu: 200 mg/dl (Diabetes Melitus)
Trigliserida: 160 mg/dl (batas normal atas)
Trigliserida ditemukan dalam plasma lipid dalam bentuk kilomikron dan
VLDL (very low density lipoproteins). Trigliserida meningkat dapat terjadi pada
pasien yang mengidap sirosis alkoholik, alkoholisme, anoreksia nervosa, sirosis
bilier, obstruksi bilier, trombosis cerebral, gagal ginjal kronis, DM, Sindrom
Downs, hipertensi, hiperkalsemia, idiopatik, hiperlipoproteinemia (tipe I, II, III,
IV, dan V), penyakit penimbunan glikogen (tipe I, III, VI), gout, penyakit iskemia
hati hipotiroidism, kehamilan, por ria akut yang sering kambuh, sindrom sesak
nafas, talasemia mayor, hepatitis viral dan sindrom Werners.
Kolesterol LDL: 160 mg/dl
LDL adalah B kolesterol. Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit
pembuluh darah koroner atau hiperlipidemia bawaan. Peninggian kadar dapat
terjadi pada sampel yang diambil segera. Hal serupa terjadi pula pada
hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit kuning yang
parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik serta penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
Kolesterol HDL: 30 mg/dl (batas normal bawah)
HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta
katabolisme trigliserida. Terdapat hubungan antara HDL kolesterol dan penyakit
arteri koroner. Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus brosis sistik,
sirosis hati, DM, sindrom nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut.
Kreatinin dan Ureum: dbn
SGPT, SGOT:
Konsentrasi enzim SGPT/ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga
terdapat pada jantung, otot dan ginjal. ALT lebih banyak terdapat dalam hati
dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesi k menunjukkan fungsi hati
daripada AST. Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler,
sirosis aktif, obstruksi bilier dan hepatitis.
Sedangkan SGOT/AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme
yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfa, pankreas

dan paru-paru. Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati,
pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit ginjal akut, luka bakar
parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin, kontrasepsi
oral
HbA1C: 8,46%
Pemeriksaan HbA1c dilakukan pada pasien yang menderita diabetes.
EKG dan radiologi thorax: dbn
Tekanan Darah: 160 mmHg (Hipertensi Stage II)

Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas, secara klinis kita dapat menyimpulkan


bahwa pasien tersebut menderita Diabetes Melitus, Hiperlipidemia, Obese Class I
dan Hipertensi stage II.

2) Bagaiman peran keluarga dalam kasus tersebut?


Keluarga adalah orang yang paling dekat dengan pasien. keluarga merupakan
ujung tombak dalam upaya penyembuhan suatu penyakit. Dalam kasus ini, pasien
mengalami obesitas dan juga diabetes melitus. Penting sekali bagi keluarga untuk
mengetahui terapi yang harus dilakukan pasien, mulai dari diet makanan, olahraga,
sampai pengobatan farmakoterapi, yaitu dengan simvastatin dan metformin seperti
pada kasus di skenario. Dukungan kepada pasien sangat diperlukan agar pasien
konsisten dalam melaksanakan diet, tidak merasa sendiri dalam menjalani
pengobatan, sehingga pengobatan yang dilakukan akan bisa maksimal, dan kondisi
pasien dapat terkontrol.
3) Hubungan keluhan dengan gaya hidup pasien?
Hubungan obesitas (makan banyak) dengan diabetes mellitus II :
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa jaringan lemak bukanlah sekedar tempat
penimbunan untuk trigliserida tetapi merupakan suatu jaringan endokrin aktif yang
dapat berdialog dengan otot dan hati (dua jaringan sasaran insulin yang penting). Efek
adiposit jarak jauh ini terjadi melalui zat perantara yang dikeluarkan oleh sel lemak.
Molekul ini meliputi faktor nekrosis tumor (TNF), asam lemak, leptin, dan suatu
faktor baru yang disebut resistin. TNF yang lebih dikenal karena efeknya pada

peradangan dan imunitas, disintesis di adiposit dan mengalami ekspresi yang


berlebihan dalam sel lemak orang yang kegemukan.
TNF menyebabkan resistensi insulin dengan mempengaruhi jalur - jalur pasca
reseptor. Leptin adalah suatu hormon adiposit yang menyebabkan obesitas hebat dan
resistensi insulin pada hewan pengerat yang tidak memiliki gennya. Pengembalian
leptin ke hewan ini mengurangi obesitas dan secara independen, resistensi insulin;
karena itu tidak seperti TNF, leptin memperbaiki resistensi insulin. Resistin
dihasilkan oleh sel lemak, dan kadarnya meningkat pada model hewan pengerat untuk
obesitas. Penurunan kadar insulin meningkatkan kerja insulin dan sebaliknya,
pemberian resistin rekombinan meningkatkan resistensi insulin pada hewan normal
(Clare Salzler, et al., 2007).
Polimorfisme pada peroxisome proliferator-activated receptor 2 (PPAR- 2)
memiliki dampak yang luas untuk terjadi obesitas dan resistensi insulin. Sebagian
kecil individu heterizigot pada varian PPAR- 2 Pro12Ala kurang menyebabkan
overweight dan mengembangkan DM daripada sebagian besar populasi yang
mengalami prohomozigot. Resistensi insulin yang terjadi pada jaringan adiposa
meningkatkan aktivitas hormone sensitive lipase yang menyebabkan peningkatan
asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan
terjadinya resistensi insulin pada otot dan hati. Pada awalnya pankreas mampu
mengontrol kadar glukosa dengan overproduksi insulin. Dengan demikian banyaknya
individu yang obesitas yang tampaknya glukosa darahnya normal memiliki sindrom
yang ditandai dengan resistensi insulin pada jaringan perifer dan konsentrasi insulin
yang tinggi dalam sirkulasi. Namun pada akhirnya kapasitas pankreas untuk
memproduksi insulin menurun dan menyebabkan tingginya kadar glukosa darah
puasa dan turunnya toleransi glukosa (Tevhenod, 2008).
Hubungan merokok dengan hipertensi :
Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan dua penentu utama yang
mempengaruhi tekanan darah. Maka berbagai faktor yang terlibat dalam
mempengaruhi curah jantung dan resistensi perifer total akan mempengaruhi tekanan
darah (Sherwood, L., 2001). Salah satunya adalah kebiasaan hidup yang tidak baik
seperti merokok.

Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun


rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di
ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan
meningkatkan tekanan sistolik 1025 mmHg dan menambah detak jantung 520 kali
per menit (Sitepoe, M., 1997). Dengan menghisap sebatang rokok maka akan
mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini
dapat disebabkan karena merokok secara aktif maupun pasif pada dasarnya mengisap
CO (karbon monoksida) yang bersifat merugikan. Akibat gas CO terjadi kekurangan
oksigen yang menyebabkan pasokan jaringan berkurang. Ini karena, gas CO
mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah
merah (eritrosit) lebih kuat dibanding oksigen, sehingga setiap ada asap rokok
disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah
akan semakin kekurangan oksigen, oleh karena yang diangkut adalah CO dan bukan
O2 (oksigen). Seharusnya, hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat
penting untuk pernapasan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada
oksigen, maka gas CO ini merebut tempatnya di hemoglobin. Sel tubuh yang
menderita kekurangan oksigen akan berusaha meningkatkan yaitu melalui
kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme dan mengakibatkan
meningkatnya tekanan darah. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus
menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses
aterosklerosis (penyempitan).
Selain itu, asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin merupakan dadah yang
kuat. Nikotin bertindak terhadap pusat kepuasan di otak yang menyebabkan perokok
terangsang pada peringkat awal, tetapi keadaan ini kemudiannya disusuli oleh
kemurungan. Nikotin meningkatkan penghasilan bahan kimia yang dinamai
dopamine dan berhubung rapat dengan pusat-pusat emosi di otak.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok. Efek nikotin
menyebabkan perangsangan terhadap hormon epinefrin (adrenalin) yang bersifat
memacu peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen
jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Jantung tidak diberikan
kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin meninggi, berakibat timbulnya

hipertensi. Nikotin juga mengganggu kerja saraf, otak, dan banyak bagian tubuh
lainnya. Efek lain nikotin adalah merangsang berkelompoknya trombosit (sel
pembekuan darah), trombosit akan menggumpal dan akhirnya akan menyumbat
pembuluh darah yang sudah sempit akibat asap yang mengandung gas CO yang
berasal dari rokok. Dari gambaran diatas baik gas CO maupun nikotin berpacu
menyempitkan pembuluh darah dan menyumbatnya sekaligus.
Menurut kajian, risiko merokok menyebabkan hipertensi berkaitan dengan jumlah
rokok yang dihisap per hari, dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok
lebih dari satu pak rokok sehari menjadi lebih rentan mendapat hipertensi. Zat-zat
kimia dalam rokok bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan
mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan gejala yang ditimbulkannya (Price &
Wilson, 2006).
4) Apa diagnosis biopsikososial?
Dx Holistik :
Obesitas kelas 1 dengan komplikasi Diabetes Mellitus, Hiperlipdemia, dan Hipertensi
stadium II pada laki-laki yang cemas akan kondisinya, diperparah dengan statusnya
yang perokok berat dan kebiasaan makan yang tak sehat.
5) Apa dampak biopsikososial sesuai sekenario tersebut?
Dampak biopsikososial :
Dampak bio (biologis) yaitu komplikasi-komplikasi dari penyakit tersebut yang
menyebabkan kecacatan,/kelumpuhan fisik dan kematian. Dalam kasus ini dampak
biologisnya adalah Obesitas dengan Diabetes melitus, Hiperlipidemia, dan hipertensi.
Dampak Psiko (psikologis) : Penyakit kronis seperti Diabetes dan hipertensi yang
dialami pasien ini mungkin berdampak pada pasien menjadi sedih, cemas, bahkan
stress. Terkadang pasien juga menjadi tidak sabar dan mudah marah, menyalahkan
Tuhan atas keadaannya, serta merasa dirinya rendah karena tidak mampu
menjalankan peran/fungsi dalam keluarga sebagaimana mestinya.
Dampak Sosial (interaksi dalam keluarga dan masyarakat) : Selain berpengaruh
pada psikologi pasien, penyakit kronis juga berpengaruh terhadapfungsi dan interaksi
sosial pasien dalam keluarga dan masyarakat. Contohnya adalah fungsi pasien sebagai
pencari nafkah utama keluarga (breadwinner) terganggu sehingga harus digantikan
anggota keluarga lain, hubungan dengan anggota keluarga lain terganggu karena
malah biopsikologis pasien sehingga timbul konflik.

Dalam kasus ini tampak dampak biopsiko saja,sedangkan untuk dampak sosialnya
belum tampak.
6) Termasuk dalam level berapa peran dokter susuai kasus tersebut?
Jawab : level 4, Family assessment and counseling (penilaian keluarga dan
konseling).
Dalam kasus ini dokter melakukan tatalaksana non-farmakoterapi dan follow up
terhadap kemajuan pengobatan pasien dan tatalaksana masalah psikososial keluarga
dan pasien.
Ada 5 level dalam keterlibatan dokter keluarga dalam keluarga
a) Level 1 : minimal emphasis on the family ( penekanan yang minimal pada
keluarga).
Pada level ini interaksi hanya terbatas pada pasien saja.
b) Level 2 : providing medical information and advice (memberikan informasi dan
nasihat medis).
Dalam tahap ini keluarga adalah partner dalam pasien menjalani pengobatan.
c) Level 3 : Providing feelings and support (melibatkan perasaan dan dukungan).
Dalam tahap ini dokter keluarga melakukan penelusuran hal yang mengenai
masalah emosional pasien dan keluarga.
d) Level 4 : family assessment and counseling (penilaian keluarga dan konseling).
Dalam tahap ini dokter keluarga melakukan penilaian terhadap hubungan antara
masalah penyakit dan dinamika keluarga dan melakukan konseling singkat.
e) Level 5 : family teraphy (terapi keluarga).
Dalam tahap ini dokter keluarga melakukan pertemuan teratur dengan pasien dan
keluarga untuk mengubah pola tidak sehat dalam sistem keluarga.
7) Bagaimana penanganan komprehensif?
Penatalaksanaan komprehensif :
Hiperglikemia
Sulfonilurea dan biguanide adalah obat diabetes oral yang lazim digunakan dalam
mengatasi hiperglikemia pada DMT2. Sejak mulai digunakan, sampai sekarang
kelompok sulfoniurea mengalami perbaikan terutama dalam penurunan efek samping
hipoglikemia. Glimepiride dengan kerja ganda yakni memiliki kemampuan
memperbaiki sekresi dan aksi insulin merupakan sulfonilurea generasi ketiga. Pada
tingkat sentral glimepiride menstimulasi sekresi insulin oleh sel beta, sedangkan
diperifer meningkatkan GLUT 4 sehingga memperbaiki utilisasi glukosa dalam darah.

Glimepiride meningkatkan kadar adiponektin serum serta menurunkan TNF , dua


hal yang berkhasiat insulin sensitizer.
Metformin dan glitazone berkhasiat dalam menurunkan tingkat resistensi terhadap
insulin. Metformin juga mempunyai khasiat dalam mencegah terjadinya kerusakan
jaringan endotel dalam keadaan hiperglikemia. Khasiat ini diperoleh tidak saja oleh
karena sifat anti hiperglikemia secara farmakologis, tapi juga efek inhibisi terjadinya
kerusakan sel endotel pembuluh darah. ( 26 ). Golongan glinide, merangsang kerja
pankreas memproduksi insulin secara lebih segera. Alpha glucosidase inhibitor
berperan dala menghambat absorbsi glukosa pada saluran cerna. Akhir akhir ini obat
anti diabetes diperkaya lagi dengan incretin dan kelompok gliptin, yang berperan pula
terhadap sekresi glucagon.

Penanggulangan secara komprehensif, akan menghindarkan seseorang dari


bahaya kerusakan jaringan akibat hiperglikemia ( glucose toxicity ), sekaligus
menghambat progresivitas penyakit.

Sebagai sulfonil urea generasi ketiga, glimepiride punya keunggulan dari sulfonil
urea generasi sebelumnya. Adiponektin yang terdapat pada glimepiride memberi nilai
tambah tersendiri dalam perbaikan resistensi insulin. Kombinasinya dengan biguanide
diharapkan akan memberikan efek komplementer dan sinergis dengan sasaran ganda
yakni perbaikan terhadap gangguan sekresi insulin sekaligus terhadap aksi insulin di
jaringan. Tidak seperti glibenklamid, glimepiride terbukti tidak menghambat
mekanisme kardioprotektif yang bermanfaat dari ischemic preconditioning.
Aksi ganda dari glimepiride ( terhadap disfungsi sel beta dan resistensi insulin ),
menguntungkan dalam hal menekan kebutuhan sehingga insulin tidak terlalu banyak
disekresi, namun regulasi glukosa darah tercapai. Secara klinis dampak
penghematan sekresi insulin ini memberi nilai tambah terthadap glimepiride dalam
hal lebih rendahnya angka kejadian hipoglikemia, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskuler. Demikian pula efek samping yang terkenal dari sulfonil urea yakni
kenaikan berat badan dapat ditekan.

8) Pencegahan yang dilakukan?

Pencegahan penyakit itu dibagi menjadi 3 diantaranya yaitu :


a) Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan awal untuk masyarakat luas. Pencegahan
ini dilakukan jika pasien tidak merasa sakit dan dokter tidak menemukan
penyakit. Misalnya dapat dilakukan dengan promosi kesehatan dan perlindungan
khusus.
b) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan untuk populasi yang beresiko tinggi
menderita suatu penyakit. Pencegahan ini dilakukan jika pasien tidak merasakan
sakit tetapi dokter menemukan penyakit. Contohnya adalah deteksi dini dan
pengobatan yang tepat.
c) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier didefinisikan sebagai semua langkah yang tersedia untuk
mengurangi gangguan dan kecacatan (komplikasi), serta untuk mempromosikan
penyesuaian pasien terhadap kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan
ini dilakukan jika pasien merasakan sakit dan dokter menemukan penyakit. Hal
yang harus dilakukan dalam tahap ini membatasi kecacatan dan rehabilitasi.
Dalam skenario ini, pasien berada di tahap pencegahan tersier. Karena
pengobatan yang diberikan dokter merupakan upaya mengurangi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black H.R., Cushman W.C., Green L.A., Izzo J.L., Jr., et al, 2003.
The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: The JNC 7 Report.


JAMA;289:2560-72.
American Diabetes Association, 2010. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.
Diabetes Care Vol.33: 562-569.
Grandhe NP, Bhasali A, Dogra S, Kumar B. 2005. Acanthosis nigricans: relation with type 2
diabetes mellitus, anthropometric variables, and body mass in Indians. Postgrad Med J
2005;81:541-4.
Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC,1765.
Adult Treatment Panel III. 2001. Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report of the National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA.
285:2486-2496.

http://www.cdc.gov/obesity/adult/defining.html
http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf

Anda mungkin juga menyukai