Anda di halaman 1dari 7

Nama dan No Mahasiswa

: Roosvenda R.B. / 20110310019

Tempat Komuda

: Puskesmas Kasihan 1

Tanggal Komuda

: 16 dan 18 Februari 2015

1. Pengalaman
Seorang anak perempuan bernama Alya Ramadani berusia 7 tahun datang ke puskesmas
Kasihan 1 dengan keluhan batuk dan pilek. Anak tersebut datang bersama ibunya dengan
kondisi tampak lemah, kurus, dan batuk-batuk. Batuk yang dialami merupakan batuk tidak
berdahak. Batuk akan bertambah parah saat malam hari dan saat terpapar asap rokok. Pasien
memiliki riwayat flek saat berusia 2 tahun dan melakukan pengobatan selama 9 bulan.
Ibunya mengeluhkan selama sakit anaknya susah makan dan beranggapan flek yang sudah
sembuh kambuh kembali. Pasien memiliki seorang kakak laki-laki yang usianya 10 tahun,
ibunya menuturkan bahwa kemarin kakaknya mengalami sakit serupa seperti yang dialami
pasien akan tetapi sudah sembuh. Pasien adalah anak kelas 1 Sekolah Dasar dan menuturkan
bahwa suka jajan gorengan di sekolah. Ibu pasien beranggapan bahwa sakit yang dialami
anaknya berhubungan dengan riwayat flek yang diderita saat anak berusia 2 tahun.
2. Masalah yang dikaji
a. Apakah ada hubungan antara riwayat flek dengan batuk dan flu yang dialami pasien?
b. Apasajakah ECM (Emotionally Critical Misperception) dan bagaimana pengaruh
keluarga terhadap penyakit pasien sesuai dengan family assessment (penilaian keluarga)?
3. Analisa Kritis
a. Hubungan riwayat flek dengan batuk dan flu.
Flek paru atau istilah yang umumnya digunakan oleh dokter sebagai penyakit
Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit yang dapat diobati, yang disebabkan
oleh bakteri (kuman) Mycobacterium tubercolusis. Tuberkulosis (TB atau TBC) pada
anak memang berbeda dengan TB pada orang dewasa. TB pada anak menginfeksi primer
di parenkim paru yang tidak menyebabkan refleks batuk, sehingga jarang ditemukan
gejala khas TB seperti batuk berdahak. Pada parenkim paru ini juga kuman cenderung
lebih sedikit, maka TB tidak menular antara sesama anak. TB sangat mudah menular dari
orangtua ke anak, tapi TB tidak menular dari anak ke anak. TBC adalah penyakit serius

yang gampang menular secara langsung melalui udara. Anak-anak dengan kekebalan
tubuh buruk paling rentan tertular TB dari orang dewasa yang positif TB. Tapi TB tidak
menular antara sesama anak.
Gejala TB pada anak lebih susah didiagnosis karena bukan merupakan gejala khas
TB. Pada anak jarang ditemukan gejala batuk berdahak seperti yang diderita pada orang
dewasa. Dan seringkali terjadi salah diagnosa, karena gejala yang dialami bisa juga
merupakan gejala penyakit lain.
TB pada anak bisa ditandai dengan gejala-gejala berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Demam lama atau berulang, tapi tidak terlalu tinggi


Tidak ada nafsu makan (anoreksia)
Berat badan tidak naik-naik
Malnutrisi atau gangguan gizi
Multi L (lemah, letih, lesu, lelah, lemas letoy, loyo, lambat)
Batuk lama atau berulang, tetapi tidak berdahak (tapi seringkali ini

merupakan gejala asma)


g) Diare berulang
Dosis untuk pengobatan TBC anak jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
a) 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7
bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
b) 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu
selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan,
dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb. Dosis anak INH
dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari

Dosis prednison

: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Batuk adalah salah satu keluhan yang sering diungkapkan pasien kepada dokter.
Batuk sebenarnya adalah suatu cara yang penting bagi tubuh kita untuk membersihkan
tenggorokan dan saluran pernafasan kita. Tetapi batuk yang berlebihan dapat berarti
bahwa kita mempunyai suatu gangguan atau penyakit.
Disamping infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) seperti influenza, penyebab
batuk yang paling sering adalah:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Alergi dan asthma


Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronkitis akut
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau bronkitis kronik, emphysema
Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip
Penyakit paru seperti bronkiektasis, tumor paru
Gastroesophageal reflux disease (GERD) ini artinya cairan lambung balik ke

g)
h)
i)
j)

tenggorokan, orangnya suka bertahak asam atau pahit


Merokok
Terpapar asap rokok (perokok pasif)
Terpapar polutan udara
Obat darah tinggi golongan ACE Inhibitor.

Penyakit Tuberculosis (TB) bisa sembuh sempurna dan bisa kambuh lagi, namun
untuk mengetahui apakah kambuh atau tidak harus dengan beberapa pemeriksaan. Bila
kemudian penyakit TB yang sudah sembuh bisa meninggalkan kerut-kerut atau sisa-sisa
penyembuhan di paru, dan hal ini yang sering menimbulkan gejala sisa seperti batuk,
sesak atau produksi dahak yang berlebihan jika ada rangsangan atau infeksi bakteri lain
seperti radang tenggorokan dan lain-lain.
Saat dahak cukup banyak ada di saluran napas, akan merangsang timbulnya batuk
sebagai reaksi untuk membersihkan saluran napas. Ketika seseorang berbaring, dahak

akan menetap di satu tempat di saluran napas dan ketika posisi bangun, dahak yang ada di
saluran napas akan bergerak sehingga merangsang terjadinya batuk.
Jadi keluhan yang dirasakan pasien belum tentu karena TB-nya kambuh, bisa juga
hal tersebut merupakan gejala sisa dan yang terpenting harus diperiksa. Agar jika
penyakit TB-nya kambuh, bisa mendapat pengobatan ulang dengan segera. Jika hanya
rangsangan iritasi saja, tentu hanya akan diberi obat untuk mengatasi gejalanya. Bila
kemudian terjadi dalam kurun waktu yang lama batuknya, sebaiknya dikonsultasikan ke
dokter Anda.
b. ECM (Emotionally Critical Misperception) dan family assessment (penilaian keluarga).
ECM adalah kesalahpahaman yang banyak menimbulkan kecemasan atau yang
menyebabkan tekanan emosi terbesar. ECM pada pasien ini adalah ibu beranggapan
bahwa flek yang di alami anaknya saat berusia 2 tahun kambuh kembali karena anaknya
susah makan sehingga menimbulkan gejala batuk, pilek, dan demam. Konseling CEA
diperlukan untuk pasien ini agar tidak terjadi kekeliruan yang membuat cemas. Langkah
pertama yang dilakukan saat konseling CEA yaitu catharsis sehingga ECM bisa
ditemukan dan setelah itu melakukan edukasi. Tujuan edukasi adalah mengkoreksi ECM
bahwa anak yang tidak mau makan bukanlah dari riwayat flek yang pernah dialami. Saat
melakukan anamnesis, anak bercerita bahwa dia tidak nafsu makan karena merasa tidak
enak badan dan bosan dengan lauk makanan yang dimasak oleh ibunya. Anak
menuturkan bahwa ibunya sering masak tumis kacang panjang dan ikan asin, padahal
anak tidak menyukainya tetapi dia tidak berani mengatakan kepada orangtuanya.
Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Selain
tidak nafsu makan yang dialami pasien sehingga pasien sakit, kakaknya juga menderita
sakit serupa, keadaan ini bisa saja karena ditularkan dari kakaknya ditambah pasien
sering makan gorengan di sekolah. Penjelasan kepada pasien dan ibunya menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta
penatalaksanaannya. Ibu menjadi lega dan merasa senang setelah mendapat penjelasan
bahwa apa yang dialami anaknya bukan karena flek yang kambuh lagi, dan anak menjadi
semangat makan karena sudah dijelaskan dengan makan teratur dapat membantu proses

penyembuhan. Setelah melakukan edukasi dilanjutkan dengan aksi yang diputuskan


bersama dengan pasien dan keluarga.
Sakit yang dialami anak berusia 7 tahun sangatlah diperlukan kontribusi keluarga
dalam pengobatan agar pasien lekas sembuh. Penilaian dalam keluarga diperlukan dan
menggunakan perangkat penilaian keluarga (Family assessment Tools) yang terdiri dari :
Family Genogram (pohon keluarga)
Family Life Cycle (siklus kehidupan keluarga)
Family Map (peta keluarga)
Family Life Line (garis kehidupan keluarga)
Family APGAR (penilaian fungsi keluarga)
Family SCREEM (penilaian sumber daya keluarga)
4. Dokumentasi
Family Life Cycle
Pasien merupakan anak perempuan berusia 7 tahun sehingga belum bisa dinilai
dengan family life cycle.
Family Life Line
Tahun
2010

Usia Pasien
2 tahun

Kejadian
Terdiagnosis

2015

7 tahun

mengalami flek
Terdiagnosis
mengalami ISPA

Family APGAR
No

Selalu/Sering

Kadang-kadang

Jarang/Tidak

(2)

/ pernah (1)

(0)

Pernyataan
.
1.

Saya puas karena saya dapat


kembali pada keluarga saya

2.

jika saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara

keluarga saya membahas serta


3.

membagi masalah dengan saya


Saya puas bahwa keluarga saya
menerima dan mendukung
keinginan saya melaksanakan

kegiatan dan ataupun arah


hidup yang baru
4.

Saya puas dengan cara-cara


keluarga saya menyatakan rasa

kasih sayang dan menanggapi


5.

emosi
Saya puas dengan cara-cara
keluarga saya membagi waktu

bersama
Jumlah

Jumlah skor 8-10 menggambarkan bahwa fungsi keluarga baik (Highly function family).

Family SCREEM
Sosial (social)

Resource
Pasien dapat berinteraksi
dengan baik di lingkungan

Kultur (Cultural)

sosialnya
Pasien mempunyai kultur
yang baik

Pathology

Agama (Religion)
Ekonomi (Economic)

Pasien rajin mengaji di TPQ


Keadaan ekonomi keluarga
pas-pasan
Pasien siswi Sekolah Dasar.

Pendidikan (Educational)

Ibunya lulusan Sekolah Dasar


dan Bapaknya lulusan Sekolah
Menengah Pertama
Kesehatan (Medical)

Pelayanan kesehatan seperti di


puskesmas relatif dekat
dengan rumah pasien

5.

Referensi
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001
Rahajoe NN, Basir D, MS Makmuri, Kartasasmita C. Pedoman nasional tuberculosis
anak. Edisi ke-2. Jakarta. UKK Respirologi PP IDAI; 2007

Anda mungkin juga menyukai