Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac

yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini
mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan
pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung,
yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh
tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler
kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena.
Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah
digunakan sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan
hormon serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan
metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, faktor perubahan volume
cairan tubuh dan hormon dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami anatomi
fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu memahami
berbagai problematika berkaitan dengan sistem kardivaskuler tanpa ada kesalahan
yang membuat kita melakukan neglicent( kelalaian). Oleh karena itu, sangat
penting sekali memahami anantomi fisiologi kardiovaskuler

yang berfungsi

langsung dalam mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi dalam tubuh dalam


proses kehidupan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

KARDIOVASKULAR

1.

Lokasi Jantung
Jantung terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum

atau tulang dada di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah
posterior (Sherwood, Lauralee, 2001: 258). Bagian depan dibatasi oleh sternum
dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri
garis median sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan
apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba
pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri.Batas cranial jantung
dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior (Aurum,
2007).
Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm, dan lebar 9 cm, dengan
berat 300 sakpai 400 gram (Setiadi, 2007: 164).
2.
Struktur Jantung
Jantung manusia tersusun atas tiga lapisan yaitu endokardium yang
berbentuk selaput, miokardium yaitu lapisan yang tersusun dari otot-otot jantung,
dan perikardium yaitu lapisan yang berbentuk selaput yang terbuat dari jaringan
ikat longgar.
Jika jantung dibelah maka akan tampak bagian dallamnya, bagian dalam
jantung terbagi atas rongga-rongga. Rongga yang dimiliki jantung terdiri atas
empat rongga. empat rongga ini dibagi atas dua kelompok yaitu atrium/serambi
dan ventrikel/bilik, yang masing-masing terbagi menjadi kiri dan kanan.
Selain terbagi dalam rongga-rongga, aspek lain yang perlu diketahui bahwa
pada jantung memiliki struktur yang menyebabkan darah tidak bisa kembali ke
tempat sebelumnya sehingga akan menyebabkan darah hanya mampu beredar
dalam satu arah saja/tidak bolak-balik. Struktur yang memegang peranan ini
adalah klep jantung yang berada di antara atrium dan ventrikel.
Di antara atrium kiri dan serambi kiri terdapat dua buah klep, sedangkan di
antara atrium kanan dan serambi kanan memiliki tiga klep. Pemberian nama klep
jantung didasarkan pada jumlah klep tersebut. jika jumlahnya dua maka
digunakan bi, jika digunakan tiga maka digunakan kata tri. klep/katup dalam

bahasa latin disebut valvula, tinggal ditambahkan dengan akhiran pidalis. Jadi
untuk lep yang berjumlah dua disebut valvula bikuspidalis, sedangkan yang tiga
klep disebut dengan valvula trikuspidalis. Selain dua klep tersebut masih ada lagi
klep yang disebut valvula semilunaris yang berbentuk bulang sabit yang berfungsi
agar darah tidak kembali ke jantung.kuat terletak pada bagian jantung bilik
kiri.ventrikel kiri/sinister ventrikel. Hal ini disebabkan karena pada bagian jantung
ini digunakan untuk memompa darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Kondisi bilik kiri jantung mengalami pengembangan terbesar disebut
dengan keadaan sistole. Pda kondisi ini kecepatan aliran darah yang tertinggi.
Sedangkan pada waktu bilik kiri mengempis maksimum disebut dengan diastole.
orang dewasa normal memiliki perbandingan sistole/diastole adalah 120/80.
Jantung bisa mengembang dan mengempis karena karakter dari otot jantung.
3.

Otot Jantung
Jika didasarkan pada kalkulasi jumlah, maka otot yang paling sedikit

dijumpai di dalam tubuh manusia maupun hewan adalah otot jantung. Mengapa?
Sebab otot yang satu ini, sama seperti namanya, hanya berada di wilayah jantung
saja. Otot jantung disebut juga dengan nama otot myocardium. Otot jantung ini
sebenarnya masih berkerabat dengan otot lurik namun ia merupakan jenis otot
lurik tidak sadar dan hanya ada di wilayah organ jantung. Otot jantung ini diliputi
oleh sel-sel yang dinamakan cardiomycocyte atau yang dikenal juga dengan nama
sel otot myocardiocyteal yang bisa berjumlah satu sampai dua. Dan lama kondisi
yang jarang, sel tersebut bisa berjumlah tiga dan empat.
Otot jantung melakukan kerja secara terus menerus dengan fungsi untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Suara otot yang sedang memompa tersebut
bisa didengarkan secara sayup berupa degupan. Otot ini bekerja di luar pengaruh
saraf pusat atau perintah otak. Ia dipengaruhi oleh interaksi dia sayaraf yakni
simpatetik mapun parasimpatetik yang berperan memperlambat maupun
mempercepat denyutan jantung. Meski demikian, pengaruh tersebut tidak sama
sekali berada di bawah alam sadar atau kontrol manusia. Otot ini bekerja
umumnya secara lambat namun tidak mudah lelah. Otot jantung harus bekerja

secara terus menerus seba jika tidak tentu makhluk hidup akan mengalami
kematian.
Otot jantung cenderung pendek dengan diameter yang jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan otot lurik atau rangka. Ia memiliki cabang seperti bentuk
huruf Y. Serabut pada otot jantung ini memiliki panjang antara 50 sampai 100 um
dengan diameter yang berkisar di antara 14 um. Sel serabut otot berupa
sarkolema.

Serabut

ini

terdiri

atas

myofibril-myofibril

yang

tampak

berdampingan. Serabut ini memiliki kurang lebih 1500 filamen.


Energi yang dibutuhkan oleh otot jantung agar bisa bekerja dan berkontraksi
dengan baik adalah ATP. Senyawa ini berada pada bagian kepala jembatan
penyebrangan jantung. Sebelum dipakai, ia dipecah menjadi ADP juga P
Inorganic. Zat ADP yang telah dipakai tersebut akan mengalapo proses
reposporilasi untuk kemudian membentuk suatu ATP yang baru. Adapun sumber
energi untuk membuat kembali ATP baru adalah creatini phospat. Ia akan dipecah
dan proses pelepasan energi tersebut akan membuat ion phosphate terikat pada
bagian ADP sehingga hasil akhirnya akan terbentuk ATP. Sumber energi otot
jantung lainnya adalah senyawa glikogen yang telah disimpan di dalam otot.
Glikogen tersebut akan dipecah dengan menggunakan enzim dan akan berujung
pada berubahnya ADP menjadi ATP. Sumber lainnya adalah energi yang
dihasilkan dari proses metabolisme dalam tubuh yang bersifat oksidatif dan
berupa kombinasi bahan makanan juga o2 yang akan membebaskan ATP.
Kontraksi dan pergerakan yang terjadi terus menerus pada otot jantung
bertujuan untuk memompa darah sehingga mencapai seluruh tubuh. Kontraksi
tersebut dikoordinasi mulai dari sel otot jantung hingga ke bagian serambi juga
bilik kemudian ke pembuluh darah baik itu dari kiri maupun bagian kanan paruparu. Sel pada otot jantung sangat bergantung pada suplai darah dalam jumlah
yang cukup agar oksigen juga nutrisi bisa tersebar dengan baik ke seluruh tubuh
manusia atau hewan.

4.

Siklus Jantung

Siklus jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai


berakhirnya denyut jantung berikutnya. Siklus jantung terdiri atas satu periode
relaksasi yang disebut diastole,yaitu periode pengisian jantung dengan darah,yang
diikuti oleh suatu periode kontraksi yang disebut sistol.
5.

Pengaturan Pompa Jantung


Pengaturan pompa jantung terbagi menjadi 2 :
1. Pengaturan pompa jantung secara instrinsik.
Jumlah darah yang dipompa jantung :
Kecepatan aliran darah ke jantung.
Darah yang berasal dari vena.
Jumlah darah yang dating dari jaringan.
Kemampuan instrinsik ini disebut : Mekanisme Frank Starling.
2. Pengaturan pompa jantung secara system saraf otonom.
Saraf simpatis meningkatkan :
Frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung.
Volume darah yang di pompa dan tekanan ejeksi.
Saraf parasimpatis :
Rangsang kuat menghentikan jantung.
Menurunkan Frekuensi jantung.

1.2
1.

Jenis Penyakit Kardiovaskular


Aritmia
A. Pengertian Aritmia
Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan, irama, tempat asal dari
impuls, atau kelainan elektrofisiologi jantung yang dapat disebabkan oleh
gangguan system konduksi jantung serta gangguan pembentukan atau
penghantaran impuls yang menyebabkan perubahan dalam urutan normal
aktivitas atrium dan ventrikel ( H.V Huikuri, 2007 ).
Secara klinis, aritmia ventrikel dibagi atas yang benigna, yang dapat
menjadi maligna (potensi maligna) dan maligna yang dapat menyebabkan
kematian yang mendadak. Aritmia tersebut dapat timbul karena kelainan
dalam pembentukan impuls, konduksi impuls, atau keduanya (Nafrialdi,
2007).

Benigna
Risiko

Potensi maligna

Maligna

mati Sangat rendah

Sedang

Tinggi

Palpitasi

Palpitasi

Palpitasi, sinkop,

mendadak
Gejala klinik

henti jantung
Penyakit jantung
Parut

Biasanya tak ada

dan Tidak ada

Ada

Ada

Ada

Ada

hipertrofi
LVEF

Normal

Rendah

Rendah

Frekuensi VPD

Rendah-sedang

Sedang-tinggi

Sedang-tinggi

Takikardia

Tidak ada

Tidak ada

Ada

ventrikel

berkelanjutan

Gangguan

Tidak ada

Tidak ada-ringan

Sedang-berta

hemodinamika
LVEF = left ventricular ejection fraction
VPD = ventricular premature depolarization
B.

(Nafrialdi, 2007).

Patofisiologi
a. Aritmia karena Gangguan Pembentukan Impuls
Ada banyak contoh aritmia yang timbul, baik karena peningkatan atau
kegagalan automatisasi normal.
Automatisasi Normal yang Berubah
Hanya ada beberapa jenisl sel jantung memperlihatkan automatisasi
dalam keadaan normal suatu nodus SA, nodus AV distal, dan sistem HisPurkinje (Nafrialdi, 2007).
Nodus SA
Pada nodus ini, frekuensi impuls dapat diubah oleh aktifitas otonomik
atau

penyakit

intrinsik.

Aktivitas

vagal

yang

meningkat

dapat

memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan


cara meningkatkan konduktansi K+ (gK). K+ ke luar meningkat, sel pacu
mengalami hiperpolarisasi, dan memperlambat atau menghentikan
depalarisai. Peningkatan aktivitas simpatis ke nodus SA meningkatkan
kecepatan depolarisasi fase4. Penyakit intrinsik di nodus SA diduga

menjadi penyebab aktivitas pacu yang salah pada sindrom sinus sakit (sick
sinus syndrome) (Nafrialdi, 2007).
Serabut Purkinje
Automatisasi yang menguat pada sistem His-purkinje merupakan
penyebab aritmia yang umum pada manusia. Epningkatan aktivitas
simpatis dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan depolarisasi
spontan. Efek vagus terhadap sistem His-Purkinje belum diketahui dengan
baik. Dalam keadaan sakit, automatisasi pada sistem His-Purkinje dapat
menurun. Pda sindrom sinus sakit aktivitas sel pacu pada ventrikel dan
nodus SA tertekan (Nafrialdi, 2007).
Pembentukan Impuls Abnormal
Aritmia yang berasal dari sumber Impuls yang abnormal dapa dibagi dua,
yaitu automatisasi abnormal dan aktivitas terpicu (triggered activity). Yang
dimaksud dengan automatisasi abnormal adalah terjadinya depolarisasi
diastolik spontan pada nila Vm yang sangat rendah (lebih positif), pada sel
yang dalam keadaan normal mempunyai potensi yang jauh lebih negatif.
Aktivitas terpicu adalah pembentukan impuls pda fase repolasrisasi yang
sudah mencapai ambang. Kedua mekanisme ini sangat berbeda dari
mekanisme pembentukan automatisasi normal. Di samping itu kedua
mekanisme ini dapat menyebabkan pembetukan impuls pada serabut yang
biasanya tidak mempunyai fungsi automatik (misalnya sel otot strium atau
ventrikel yang biasa) (Nafrialdi, 2007).
Automatisasi Abnormal
Serabut Purkinje, sel atrium, dan sel ventrikel dapat memperlihatkan
depolarisasi diastolik spontan dan cetusan automatisasi berulang bila
potensial istrihat Vm diturunkan secara nyata (misalnya sampai -60mV
atau kurang negatif). Mekanisme ionik untuk automatisasi abnormal
seperti itu belum diketahui tetapi mungkin disebabkan oleh arus masuk
K+ dan Ca++ ke dalam sel (Nafrialdi, 2007).
Early After-Depolarization
Ini adalah depolarisasi sekunder yang terjadi sebelum repolarisasi
selasai, yaitu berawal pada potensial membran yang dekat kepda dataran
tinggi potensial aksi (gambar 20-4A). Dalam eksperimen early

afterdepilarizasion dapat ditimbulkan pada serabut Purkinje dengan cara


meregang serabut, atau karena hipoksia dan perubahan kimiawi
(Nafrialdi, 2007).
Delayed After-Depolarization
Ini adalah depolarisasi sekunder yang terjadi pada awal diastol, yaitu
setelah repolarisasi penuh dicapai. Delayed afterdepolarization tidak dapt
tercetus dengan sendirinya (de nova), tetapi tergantung dari adanya
potensial aksi sebelumnya. Peristiwa ini terjadi bila sel tertentu terpapar
katekolamin, digitaslis tau kadar K+ ekstrasel yang rendah, atau kadar Na+
yang rendah dan Ca++ tinggi dalam perfusat. Depolarisasi seperti ini dapat
mencapai ambang dan menimbulkan depolarisasi tunggal yang prematur.
Bila depolarisasi prematur ini diikuti oleh depolasrisasi berikutnya, maka
akan terjadi sepasang ekstrasistol atau berubah menjadi takiaritmia.
Beberapa

faktor

dapat

meningkatkan

amplitudo

delayed

afterdepolarization dan mencetusakan aktivitas terpicu, yaitu frekuensi


denyat jantung yang meningkatk, sistol prematur, peningkatan Ca ++
ekstrasel, katekolamin dan obat lain, khususnya digitalis (Nafrialdi,
2007).

Keterangan :

A. Depolarisasi ikutan dini (early afterdepolarization). Repolarisasi di


sela oleh depolarisai sekunder. Respons ini dapat merangsang
serabut di dekatnya dan menjalar.
B. Depolarisasi

ikutan

terlambat

(delayed

afterdepolarization).

Setelah repolarisasi penuh tercapai, potensi istirahat (Vm) kembali


mengalami depolarisasi selintas. Jika mencapai ambang, dapat
terjadi penjalaran respons (Nafrialdi, 2007).
Aktivitast Terpicu
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, delayed afterdepolarization
dapat menimbulkan ekstrasistol tunggal, atau berulang (trigged activity).
Walaupun tidak dapat berlansung terus menerus. Aktivitas terpicu
mempunyai banyak kesamaan dengan takiaritmia arus-balik, sehingga
sukar untuk mengetahui mana di antara keduanya yang menyebabkan
takiaritmia (Nafrialdi, 2007).
b. Aritmia yang Disebabkan Kelainan Konduksi Impuls
Aritmia dapat timbul karena menculnya aktivasi berulang yang dimulai
oleh suatu deplarisasi. Aritmia seperti itu yang sering juga dinamai aritmia
arus-balik (re-enternt arrhytmia) dapat berkelanjutan, tetapi tidak tercetus
sendiri. Faktor-faktor yang menentukan terjadinya arus-balik adalah adanya
hambatan searah, dan rintangan anatomis atau fungsional terhadap konduksi
sehingga terbentuk arus melingkar (sirkuit). Di samping itu panjang lintasan
sirkuit lebih besar daripada panjang gelombang impuls jantung, di mana
panjang gelombang merupakan hasil perkalian antara kecepatan konduksi
dengan masa refrakter (lihat gambar 20-5). Untuk terjadinya arus-balik,
konduksi impuls harus sangat diperlambat, masa refrakter harus nyata
dipersingkat, atau keduanya. Konduksi di sinus dan nodus AV biasanya
sangat lambat, perlambatan lebih lanjut oleh aktivitas prematur atau oleh
penyakit

mempermudah

timbulnya

arus-balik. Walaupun arus-balik

biasanya cepat seperti serabut Putkinje dalam keadaan patologis. Demikian


pula, walaupun perlambatan konduksi merupakan dasar patofisiologi arusbalik, parameter lain juga dapat berperan seperti pemendekan potensi aksi
dan refractoriness (Nafrialdi, 2007).

Respons Cepat yang Berubah


Bila potensial membran istirahat lebih positif daripada -75 mV
(misalnya pada regangan atau kadar K ekstrasel yang tinggi), Vmax dan
kecepatan konduksi menurun secara nyata disebabkan oleh inaktivasi
kanal Na yang voltage-dependent. Bila potensial istirahat berada antara
-50 dan -65 mV, kecepatan konduksi sangat berkurang, dan respons cepat
yang abnormal memungkinkan terjadinya arus-balik. Bila potensial
membran lebih positif darpada -50 mV, kanal Na + tidak aktif dan respons
cepat tidak muncul, pada nilai Vm yang rendah seperti itu respon cepat
melemah dan mungkin gagal meneruskan konduksi (Nafrialdi, 2007).
Respons Lambat dan konduksi Sangat Lambat
Potensial aksi yang lambat muncul pada serabut Purkinje yang
terpapar ion K+ ekstrasel yang tinggi dan katekolaminj. Pada rentang
tegangan di mana potensial lambat muncul, arus Na+ ke dalam sel tidak
diaktifkan dan arus pacu sama sekali berhenti, sehingga kedua aris ini
tidak mempunyai peran dalam pembentukan respons lambat. Arus yang
menyebabkan potensial lambat itu adalah arus ion Ca++ ke dalam sel (iCa).
Karena arus ini relatif kecil kekuatannya, respons lambat lebih mudah
terjadi jika arus ion ke luar berkurang. Karakteristik respons lambat
adalah amplitudonya antara 40-80 mV, kecepatan depolarisasinya adalah
1-2 volt per detik, dan berlangsung selama 0,4-1 detik. Akibatnya respons
lambat menjalar sangat lambat sedemikian rupa sehingga arus-balik
dapat terjadi dalam lintasan yang sangat pendek. Di samping itu lama
potensial aksi dan refractoriness dapat sangat memendek pada daerah di
pangkal tempat penghambatan yang timbul karena adanya arus
repolarisasi didekatnya (Nafrialdi, 2007).
Kemaknaan Reentry
Arus-balik (re-entry) dapat muncul pada berbagai tempat di jantung,
tetapi lebih mudah terjadi di sekitar nodus SA dan AV. Arus-balik di
daerha ini dapat ditimbulkan pada jantung yang normal dengan
menggunkan stimulasi prematur untuk memperlambat konduksi dan
menghasilkan hambatan searah fungsional. Dalam klinik, takikardia
superventrikel proksimal biasanya disebabkan oleh arus-balik. Arus-balik
pada sistem His-Purjinke dianggap sebagai penyebab depolarisasi

prematur ventrikel yang berpasangan (pulsus bigeminus) dan takikardia


ventrikel pada manusia (Nafrialdi, 2007).
C.

Tanda Dan Gejala


Banyak dari aritmia jantung tidak menimbulkan gejala ataupun tanda.

Begitu tanda atau gejala timbul, beberapa diantaranya yang paling sering terjadi
(Suci, 2011):
Berdebar debar atau berdetak terlalu cepat atau terlalu lambat
Detak jantung tidak teratur
Perasaan seperti adanya jeda antara detak jantung satu dengan yang
lainnya
Tanda dan gejala yang menggambarkan hal yang lebih buruk :
Cemas
Terasa lemah dan pusing
Pengsan atau terasa ingin pingsan
Berkeringat
Nafas pendek, sesak
Nyeri dada
D.

Etiologi
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi)
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat
anti aritmia lainnya
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung
Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem
konduksi jantung) (Price, 1995 ).

E.

Faktor Resiko
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung

atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:


a. Penyakit Arteri Koroner
Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal,
kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk
hampir semua jenis aritmia jantung.
b. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri
koroner. Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan
tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung.
c. Penyakit Jantung Bawaan
Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
d. Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon
tiroid terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi
cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial
fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak
cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi
(bradycardia).
e. Obat dan Suplemen
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine
dapat berkontribusi pada terjadinya aritmia.
f. Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas
dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.
g. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan
meningkat akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah
rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia.
h. Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur.
Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat
memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.
i. Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut
elektrolit), membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung.
Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi

impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya


aritmia jantung.
j. Terlalu Banyak Minum Alkohol
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di
dalam jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi
atrium

(atrial

fibrillation).Penyalahgunaan

alkohol

kronis

dapat

menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan


cardiomyopathy (kematian otot jantung).
k. Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak
lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang
lebih serius.
l. Obat-obatan ilegal
Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi
jantung dan mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak
akibat fibrilasi ventrikel (Price, 1995 ).
2.

Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah menjadi naik
karena terjadi gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan
tubuh yang membutuhkannya.
B. Etiologi
Hipertensi merupakan penyakit dengan kondisi medis yang beragam.
Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial
atau hipertensi primer). Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder.
a.

Hipertensi primer (essensial)


Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi

essensial (hipertensi primer). Hipertensi sering turun temurun dalam suatu


keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang
peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan
poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.

Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi


keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi
genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide,
ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
b. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat
tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi
atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada di bawah.
Penyakit Obat
1. Penyakit ginjal kronis
2. Hiperaldosteronisme

Obat
1. Kortikosteroid, ACTH
2. Estrogen (biasanya pil

primer

KB dg kadar estrogen

3. Penyakit renovaskular

tinggi)

4. Sindroma Cushing

3. NSAID, cox-2 inhibitor

5. Pheochromocytoma

4. Fenilpropanolamine dan

6. Koarktasi aorta
7. Penyakit
paratiroid

tiroid

analog
atau

5. Cyclosporin

dan

tacrolimus
6. Eritropoetin
7. Sibutramin
8. Antidepresan (terutama

venlafaxine)
Tabel 2.1 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi
C. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2.14
a. Berdasar tinggi-rendahnya tekanan darah :

b.
c.
d.

Hipertensi ringan : diastolik 90-109


Hipertensi sedang : diastolik 110-130
Hipertensi Berat
: diastolik >130
Berdasar perjalanan penyakitnya :
Hipertensi benigna dan maligna
Berdasar etiologi :
Primer dan sekunder
Berdasar kerusakan target organ
Grade I. II. III

JNC VIII

D. Patofisilogi
Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu peningkatan tekanan darah
yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Mekanisme
hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan
sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor
lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung
dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan darah.
Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan
saraf simpatis,

meningkatnya aktifitas renin

angiotensin

alosteron,

perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan


beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi.
Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang
berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi
sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin
angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan,natrium dan kalium.
Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan
aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah.

E. Faktor resiko
1) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
a) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang
semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun
mempunyai risiko terkena hipertensi.
b) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita 11,6% > pria 6,0%.
c) Riwayat Keluarga
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua
kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan
penyakit tersebut 60%.
d) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).
2) Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a) Kebiasaan Merokok
Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih
rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses aterosklerosis dan hipertensi.
b) Konsumsi Asin/Garam
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi
hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15
gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara
dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.
c) Konsumsi Lemak Jenuh
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
d) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali
dipakai untuk menggoreng yakni terdiri dari beraneka asam lemak

jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah
kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas,
lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein.
e) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
f) Obesitas
Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Kelebihan
berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh
menahan natrium dan air.
g) Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi
karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan.
h) Stres
i) Penggunaan Estrogen
Penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan
bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.
F.

Manifestasi klinis
Sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi

klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:


1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah,
akibat tekanan darah intrakranium.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus.
5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala,
terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah
sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk,
sukar tidur, mata berkunang kunang dan pusing.
G. Diagnosis
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

2.

Menilai

adanya

kardiovaskuler,
3.

kerusakan
beratnya

organ

penyakit,

target
serta

dan

penyakit

respon

terhadap

pengobatan.
Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut

menentukan panduan pengobatan.


Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satusatunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan
darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran
seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran
tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian
diperiksa ulang dengan kontralatera.
3.

STROKE
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah penurunan sistem saraf utama secara tiba-tiba yang
berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah.
Serangan iskemia sementara atau Transient ischemic attacks (TIAs) adalah
iskemia sistem syaraf utama menurun selama kurang dari 24 jam dan
biasanya kurang dari 30 menit (Sukandar, 2008). TIAs yang tidak teratasi
dengan cepat dalam beberapa hari akan meningkat menjadi stroke. Stroke
adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam
atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan
vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular

Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke (Harsono, 1996). Stroke menjadi penyebab

kematian terbesar di dunia. Terdapat 700.000 penderita stroke per tahunnya


dan diperoleh 150.000 orang yang mengalami kematian. Terdapat 4.6 juta
orang terserang stroke terutama pada masyarakat dewasa di USA

Gejala stroke secara umum, antara lain (Harsono, 1996):


1. muntah
2. penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
3. gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)
4. wajah tidak simetris
5. kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul
secara mendadak.
6. gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
7. gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)
8. vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1.

Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke

jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau


kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang
otak (Goetz, 2007).

a) Etiologi dari Stroke Hemoragik :


1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum. Sebagian besar perdarahan terjadi disebabkan oleh
perubahan drastis pada fungsi arteri. Dipicu oleh adanya hipertensi
jangka panjang dan ruptur dari banyak arteri kecil yang menembus jauh
ke dalam jaringan otak. Perdarahan ini sering terjadi pada pasien yang
dalam kondisi terjaga dan aktif dan menyebabkan defisit neurologic
fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit.
Angka kematian untuk perdarahan ini juga sangat tinggi yaitu
mendekati 50%. terutama terjadi bila tekanan darah tinggi sekali,
sampai otak tidak berfungsi lagi, dan bila pembuluh darahnya rapuh
atau ada aneurisma maka pembuluh darah dapat pecah dan terjadi
Infark hemorragik.
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer, dapat
disebabkan karena adanya suatu trauma kepala, aneurisma atau terjadi
malformasi pada arteriovena (AVM). Perdarahan ini dapat bersifat
massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruangan subaraknoid
berlangsung cepat, maka angka kematian sangat tinggi sekitar 50%
pada bulan pertama setelah perdarahan. Penyebab tingginya angka
kematian ini semakin didukung oleh adanya 4 penyulit utama yaitu

vasospasme reaktif disertai infark, rupture ulang, hiponatremia dan


hidrosefalus. Namun, hal ini kembali lagi pada tingkat keparahan dan
distribusi pembuluh-pembuluh yang terlibat.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil,

mudah

terangsang, gelisah dan kejang.


Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi
atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernafasan (Goetz, 2007).
2.

Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak,


Penyumbatan)
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah

serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti


aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis
terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari
lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi
pembuluh darah otak yang terkena (Goetz, 2007).
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal):
a) Berdasarkan manifestasi klinik:
1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2.

Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological


Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih


lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3.
4.

Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)


Gejala neurologik makin lama makin berat.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi (Goetz,
2007).

b) Berdasarkan Kausal:
1. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol
jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah
kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis. Masih bersifat reversibel dan dapat membaik bila tekanan
darah cepat naik kembali/membaik (fase penumbra).
2. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak
(Goetz, 2007).
Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah :
a.

Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.


1. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
2. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.

3. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis


kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
b.

c.

d.

(Goetz, 2007).
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
1. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
2. Gangguan mental.
3. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
4. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
5. Bisa terjadi kejang-kejang (Goetz, 2007).
Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
1. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan.
2. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
3. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
4. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia) (Goetz, 2007).
Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
1. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
2. Meningkatnya refleks tendon.
3. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
4. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
5. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
6. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
7. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
8. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata

(hemianopia homonim).
9. Gangguan pendengaran
10. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah (Goetz, 2007).
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
1. Koma
2. Hemiparesis kontra lateral.
3. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
4. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga (Goetz, 2007).
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur

1. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia


dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap
baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti
pembicaraan orang lain, namun masih mampu mengeluarkan
perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki
arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
2. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara
kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca
kata,

tetapi

dapat

membaca

huruf.

Lateral

alexia

adalah

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata.


Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
3. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
4. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
5. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama
jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
6. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
7. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
8. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.
9. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan (Goetz, 2007).

Beberapa faktor resiko terjadinya stroke, yaitu (Sukandar, 2008)


Faktor resiko stroke tidak dapat dimodifikasi antara lain peningkatan
usia, laki-laki, ras (Amerika Serikat, Asia, Amerika Latin) dan turunan.
Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi dan
penyakit jantung (jantung koroner, gagal jantung). Faktor resiko lainnya
antara lain serangan iskemia sementara, diabetes melitus, dislipidemia,
dan merokok.
B. Patofisioligi Stroke
1. Stroke Iskemik
Sebanyak 88% dari semua stroke adalah stroke iskemik dan disebabkan
oleh pembentukan trombus atau emboli yang menghambat arteri serebral.
Aterosklerosis serebral adalah faktor penyebab dalam masalah stroke
iskemik, walaupun 30% tidak diketahui etiologinya. Emboli dapat muncul
dari arteri intra dan ekstra kranial. Dua puluh persen stroke emboli muncul
dari jantung. Pada aterosklerosis karotid, plak dapat rusak karena paparan
kolagen, agregasi platelet, dan pembentukan tombus. Pembekuan dapat
menyebabkan hambatan sekitar atau terjadi pelepasan dan bergerak ke arah
distal, pada akhirnya akan menghambat pembuluh serebral. Dalam masalah
embolisme kardiogen, aliran darah yang berhenti dalam atrium atau
ventrikel mengarah ke pembentukan bekuan lokal yang dapat pelepasan dan
bergerak melalui aorta menuju sirkulasi serebral. Hasil akhir baik
pembentukan trombus dan embolisme adalah hambatan arteri, penurunan
aliran darah serebral dan penyebab iskemik dan akhirnya infark distal
mengarah hambatan (Sukandar, 2008).
2. Stroke pendarahan

Sebanyak 12% stroke adalah stroke pendarahan dan termasuk


pendarahan subarakhnoid, pendarahan intraserebral, dan hematomas
subdural. Pendarahan subarakhnoid dapat terjadi dari luka berat atau
rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat arteriovena. Pendarahan
intraserebral terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam parenkim otak
menyebabkan pembentukan hematoma. Hematoma subdural kebanyakan
terjadi karena luka berat. Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan
kerusakan pada jaringan sekitar melalui efek masa dan komponen darah
yang neurotoksik dan produk urainya. Penekanan terhadap jaringan yang
dikelilingi hematomas dapat mengarah pada iskemik sekunder. Kematian
karena stroke pendarahan kebanyakan disebabkan oleh peningkatan
kerusakan dalam penekanan intrakranial yang mengarah pada herniasi dan
kematian (Sukandar, 2008).
C. Manifestasi Klinik Stroke
Secara umum pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat
dipercaya, karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya.
Informasi ini perlu didapatkan dari anggota keluarga atau saksi lain. Gejalagejala umum dari stroke, antara lain (Sukandar, 2008):
1. Pasien mengalami kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan
2.

berbicara, kehilangan melihat, vertigo, atau jatuh.


Stroke iskemik biasanya tidak menyakitkan, tapi sakit kepala dapat

3.

terjadi dan lebih parah pada stroke pendarahan.


Pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi sistem syaraf

4.

pada pemeriksaan fisik.


Penurunan spesifik bergantung pada daerah otak yang berpengaruh.

5.

Penurunan hemi atau monoparesis dan hemisensori biasa terjadi.


Pasien dengan pengaruh sirkulasi posterior dapat mengalami vertigo

6.
7.

dan diplipia.
Stroke sirkulasi anterior biasanya terjadi dalam aphasia.
Pasien juga dapat mengalami dysarthria, kerusakan daerah penglihatan,
dan perubahan tingkat kesadaran (Sukandar, 2008).

D. Diagnosis Stroke
Diagnosis ditujukan untuk mencari beberapa keterangan apakah pasien
menderita stroke atau tidak. Anemnesis yang dilakukan dapat menuntun
untuk menentukan kausa paling mungkin yang ditemukan pada pasien

stroke. Menelusuri gejalagejala klinis yang berupa sakit kepala, mual,


muntah, gangguan visual sampai pada penurunan kesadaran. Selain itu
dilakukan penelusuruan tentang faktor-faktor resiko apa yang terjadi.
Setelah anamnesis dilakukan, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik meliputi
penilaian tanda-tanda vital, pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan
thoraks, abdomen, kulit dan ekstremitas.
1. Anamnesis
Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun
tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat.
2. Pemeriksaan fisik
Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat
kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala
koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya
penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih
baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma
glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks refleks
batang otak yaitu :
a. Reaksi pupil terhadap cahaya
b. Refleks kornea
c. Refleks okulosefalik.
d. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke,
hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu
tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf saraf otak dan anggota
gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan
kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin
kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan
perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan
perdarahan retina atau preretina pada pemeriksaan funduskopi.
3.

Pemeriksaan penunjang
Dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi,

pemeriksaan radiologi, penjelasanya adalah sebagai berikut :

a. Laboratorium.
1) Pemeriksaan darah rutin.
2) Pemeriksaan kimia darah lengkap.
Gula darah sewaktu.
Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur angsur kembali
turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol
serta total lipid).
3) Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap), meliputi waktu protrombin,
kadar fibrinogen, viskositas plasma, dan pemeriksaan tambahan yang
b.

dilakukan atas indikasi homosistein.


Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi.

Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung,


atau pada stroke dapat terjadi perubahan perubahan elektrokardiografi
sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard.
Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik
mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli
(PSCE)

maka

pemeriksaan

echocardiografi

terutama

transesofagial

echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.


c. Pemeriksaan radiologi
1) CT-scan otak
Perdarahan intraserebral dapat terlihat segera dan pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark
otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar
dan hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologik di batang otak.
2) Pemeriksaan foto thoraks.

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran


ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung dan dapat
mengidentifikasi kelainan paru yang potensia mempengaruhi proses
manajemen dan memperburuk prognosis.
Untuk diagnosis stroke dilakukan secara umum antara lain (Sukandar,
2008):
a. pendekatan awal ialah memastikan keseimbangan pernafasan dan
memeriksa secara cepat apakah lesi adalah iskemia atau pendarahan
berdasarkan pemantaun CT.
b. Pasien stroke iskemia menunjukan dalam beberapa jam terjadinya gejala
seharusnya dievaluasi untuk terapi repefusi.
c. Peningkatan tekanan darah seharusnya mengingatkan tidak terobatinya
periode akut (7 hari pertama) setelah stroke iskemik karena resiko
penurunan aliran darah ke otak dan gejala yang lebih buruk. Tekanan
seharusnya direndahkan jika meningkat hingga 220/120 mmHg atau
terdapat bukti dari pembedahan aortik, infark miokardial akut, edema
pulmonari, atau encefalofati hipersensitif. Jika tekanan darah diobati
dalam fasa akut, senyawa parenteral kerja cepat (contoh: labetalol,
nikardipin, nitroprusid) lebih baik digunakan.
d. Pasien dengan stroke pendarahan seharusnya diperiksa untuk mengetahui
apakah mereka perlu dioperasi melalui endovaskular atau pendekatan
kraniotomi.
e. Setelah fasa hiperakut telah lewat, perhatian ditujukan pada pencegahan
penurunan bertahap, minimalisie komplikasi, dan merancang strategi
pencegahan sekunder yang tepat.
E. Hasil Terapi yang Dinginkan
Serangan stroke terkait dengan keterbatasan pulihnya fungsi otak,
meskipun area peri-infark menjadi lebih bersifat neuroplastik sehingga
memungkinkan perbaikan fungsi sensorimotorik melakukan pemetaan ulang
di area otak yang mengalami kerusakan.
Dalam penatalaksanaan terapi stroke terdapat tujuan dalam pelaksanaan
pengobatan. Tujuan pengobatan untuk stroke akut adalah untuk:

a.

Mengurangi cedera neurologis yang sedang berlangsung dan penurunan


angka kematian dan kecacatan jangka panjang.

b. Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi

neurologis.
c. Mencegah terulangnya stroke.
1.

Pendekatan Umum Terapi


Pendekatan awal adalah untuk memastikan keseimbangan pernapasan

yang memadai dan dukungan jantung dan untuk memeriksa dengan cepat
apakah lesi adalah iskemik atau hemoragik berdasarkan pemantauan CT
scan. Pasien stroke iskemik yang menunjukan dalam beberapa jam
terjadinya gejala seharusnya dievaluasi untuk terapi reperfusi. Peningkatan
tekanan darah harus tetap tidak diobati pada periode akut (7 hari pertama)
setelah stroke iskemik karena risiko penurunan aliran darah otak dan
memburuknya gejala. Tekanan darah harus diturunkan jika melebihi
220/120 mm Hg atau ada bukti diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, atau hipertensi ensefalopati. Jika tekanan darah berada dalam fase
akut, agen parenteral kerja pendek (misalnya, labetalol, nicardipine,
nitroprusside) lebih disukai. Saat ini rekomendasi tentang pengelolaan
hipertensi arteri pada pasien stroke diberikan dalam Tabel 1. Pasien dengan
stroke hemoragik harus diperiksa untuk menentukan apakah mereka
kandidat yang memerlukan bedah melalui endovascular atau pendekatan
kraniotomi. Setelah fase hiperakut telah berlalu, perhatian difokuskan pada
pencegahan penurunan bertahap, meminimalkan komplikasi, dan menyusun
strategi pencegahan sekunder yang sesuai.
Tabel 1.Panduan Penanganan tekanan darah pada pasien stroke iskemik akut
Penanganan
Tidak ada
Labetolol IV atau

Mendapat tPA
<180/105

Tidak mendapat tPA


<220/120

180-230/105-120
>220/121-140
Nicordipine IV
Nitroprusside
Diastolik> 140
Keterangan : Labetolol iv = 10-20 mg ganda setiap 10-20 menit, hingga maksimal
300 mg. juga dapat digunakan infus 2-8 mg/min; Nicordipine IV = Infusi dimulai
pada 5 mg/hari hingga 15 mg/hari; Nitroprusside IV = Infus dimulai dengan
kecepatan = infuse dimulai pada 0,5 mcg/kg/min, dengan monitoring tekanan
darah.

2.

Evaluasi Hasil Terapeutik


Pasien dengan stroke akut harus dipantau secara intens untuk memantau

perkembangan

neurologis

(tromboemboli

atau

yang

infeksi),

memburuk

dan

efek

(kambuh),

samping

dari

komplikasi
perawatan

(farmakologidan non farmakologi). Alasan yang paling umum untuk


memburuknya keadaan klinis pada pasien stroke adalah:
a. Perpanjangan lesi semula dalam otak.
b. Perkembangan edemas erebral dan peningkatan tekanan intrakranial
c. Hipertensi darurat.
d. Infeksi (misalnya, saluran kemih dan saluran pernapasan)
e. Tromboemboli vena.
f. Kelainan Elektrolit dan gangguan irama (dapat dikaitkan dengan cedera
g.

otak).
Stroke berulang.
Pendekatan untuk memantau pasien stroke diringkas dalam Tabel 2

berikut. Rencana yang terarah harus dibuat untuk setiap pasien berdasarkan
komorbiditasnya dan proses penyakityang sedang berlangsung.

Tabel 2. Pemantauan Pasien Sroke Akut


Pengobatan
Stroke
Iskemia
Alteplase

Aspirin
Clopidogrel
ERDP/ASA
Tiklopidin
Warfarin

Parameter

Frekuensi
Keterangan
Setiap 15 menit
x 1 jam
Setiap 0,5 jam x
Tekanan
6 jam
darah, fungsi
Setiap 1 jam x
neurologi,
17 jam
pendarahan
Setiap
waktu
setelahnya
Pendarahan
Setiap Hari
Pendarahan
Setiap Hari
Sakit kapala,
Setiap Hari
pendarahan
CBC setiap 2
CBC,
minggu x 3
Pendarahan,
bulan ; lainnya
diare
setiap hari
Pendarahan,
INR setiap hari x

INR, Hb/Hct

3 hari ; tiap
minggu hingga
stabil ; tiap bulan

Banyak pasien
membutuhkan
pengaruh
dengan
Tekanan
senyawa kerja
darah, fungsi Setiap 2 jam di pendek untuk
neurologis,
ICU
mengurangi
ICP
tekanan darah
hingga < 180
mmHg

Stroke
Hemoragik

Nimodipin
(untuk SAH)

Tekanan
darah, fungsi Setiap 2 jam di
neurologis,
ICU
status cairan

Suhu, CBC

Suhu setiap 8
jam ; CBC setiap
hari

Nyeri (dada
Setiap 8 jam
atau betis)

Semua

Elektrolit dan
Hingga tiap hari
ECG

Untuk
komplikasi
infeksius
seperti
UTI
atau
pneumonia
Untuk DVT,
MI,
sakit
kepala akut
Untuk
tidak
seimbangnya
cairan
dan
elektrolit,
ritme kardiak
tidak normal

Pendarahan
setiap hari,
Heparin untuk Pendarahan,
platelet jika
profilaksis DVT platelet
diduga
trombositopenia
Keterangan : CBC, complete blood count; DVT, deep vein thrombosis; ECG,
electrocardiogram; ERDP/ASA, extended-release dypridamole plus aspirin; Hb,
hemoglobin; Hct, hematocit; ICP, intra cranial pressure; ICU, intensive care unit;
INR, internazionale normalized ratio; SAH, suparachnoid hemorrage.

Pada fase pemulihan pasien, seorang neurologist akan memberikan obatobatan untuk menekan resiko komplikasi (bila perlu), seperti obat anti hipertensi,
pemberian obat-obatan untuk menurunkan tekanan di dalam kepala, dan terapi
terapi lainnya. Program rehabilitasi akan diaplikasikan agar fungsi pemulihan
pasien menjadi lebih cepat. Fungsi dan peran ini harus dilakukan dengan optimal
bersama- sama keluarga pasien, karena pemulihan yang optimal pasca serangan
stroke akan terjadi dalam 3 bulan, sehingga hasil keluaran yang didapat akan
menentukan fungsi atau sisa kecacatan yang tersisa dari serangan stroke.
F.

Penanganan Stroke
Dalam menentukan tindakan yang tepat terhadap pasien stroke, perlu

diketahui tujuan pengobatan stroke akut sebagai berikut:


1) Mengurangi luka sistem saraf yang sedang berlangsung serta
mengurangi resiko kematian dan cacat jangka panjang.
2) Mencegah terjadinya imobilitas dan disfungsi sitem saraf akibat
komplikasi sekunder.
3) Mencegahnya berulangnya stroke (Dipiro, J. T., et al., 2008).

Hal-hal utama yang menjadi prinsip umum dalam pengobatan stroke antara
lain:
1) Memastikan bahwa saluran pernapasan dan jantung pasien dalam
keadaan baik atau terbantu (dengan alat) dengan baik.
2) Menetapkan dengan cepat apakah stroke yang ditangani merupakan
iskemik atau hemoragik berdasarkan pemeriksaan penunjang CT Scan.
3) Pasien yang mengalami peningkaan tekanan darah tidak perlu diberi
tindakan kecuali jika telah melebihi 220/120 mmHg atau terbukti ada
pembedahan aorta, infark miokard akut, edema paru, ensefalopati
hipertensif.
4) Pasien hemoragik subaraknoid harus segera ditentukan apakah ada
kemungkinan terjadi aneurisme. Jika dengan angiografi ditemukan
adanya aneurisme, perlu dilakukan coiling atau clipping endovaskuler
melalui craniotomy untuk mencegah perdarahan terjadi kembali.
Sedangkan,

pada

kejadian

hemoragik

intraserebral,

pasien

membutuhkan EVD (external ventricular drainage/ drainase ventrikel

luar) jika ada darah dalam ventrikel dan menyebabkan hidrosefalus


(pembesaran ventrikel).
5) Jika pasien telah melewati fase hiperakut, perlu ada perhatian khusus
dalam mencegah memburuknya kondisi pasien, meminimalisasi
komplikasi, dan memulai strategi pencegahan yang sesuai (Dipiro, J. T.,
et al., 2008).
4. SYOK
A. Pengertian Syok
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii,
2005).
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi
nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme
selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di
tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005).
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan
jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada
tingkat mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran
darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996).
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan.
Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau
perubahan dalam sirkulasi kapiler. Kekurangan oksigen akan berhubungan
dengan ASIDOSIS LACTATE, dimana kadar lactat tubuh merupakan
indikator dari tingkat berat- ringannya syock.
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang
menyebabkan perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel
akan zat makanan dan membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau
suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa
mengenal gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa
syok dengan segera. Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok

adalah

berusaha

mengetahui kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan


syok berhubungan langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua

jenis syok dapat terjadi pada pasien trauma dan yang tersering adalah syok
hipovolemik karena perdarahan. Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada
pasien-pasien yang mengalami trauma di atas diafragma dan syok
neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat serta
medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
B. Stadium Syok
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu
meningkatnya resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada
organ penting. TD sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi
arterial sistemik disamping TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan
aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit
pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi
jaringan memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat
menumpuk terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya
asan karbonat intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang
terlanjur pada mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock
juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya smesvar namun bila syock
berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori &
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous retwn berkurang
yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD menurun,
porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam).
terakhir kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD
taktenkur, nadi tak teraba, kesadaran (koma), anuria.
C. Tanda Dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler

Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya


pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan
tekanan darah.
Nadi cepat dan halus.
Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari
volume sirkulasi darah.
Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling
baik.
CVP rendah.
2.

Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.

3. Sistem saraf pusat


Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah
sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai
4.
5.

yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.


Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (1/51 ml/kg/jam).

D. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat,
bingung, coma tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif,
Berkeringat, takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi.
Sedang manifestasi klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi
E. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi
kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ
failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling

sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan


eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut
ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan,
sedang penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok
misalnya terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak,
diseksi arteri, pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi
karena berkumpulnya cairan di ruang interstisiil disebabkan karena:
meningkatnya permeabilitas kapiler akibat cedera panas, reaksi alergi,
toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada
organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa
merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam
jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun
1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan
prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia

berespon terhadap

perdarahan

akut

dengan

cara

mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem


kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi
berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan
mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh
darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk
sumbatan immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak
akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan
menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk.

Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang


sempurna dan formasi matur.
c. Tahap Syok Hipovolemik
1) Tahap I :
terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan
darah masih dapat dipertahankan
2) Tahap II :
terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah, pucat.
3) Tahap III
bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi
jaringan secara cepat
terjadi iskemik pada organ
terjadi ekstravasasi cairan
2.

Syok Kardiogenik

a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau
gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan
yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi
ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli
paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
b.

Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non

koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Nonkoroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade
jantung, dan disritmia.

c.

Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang

mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri


yaitu

mengakibatkan

gangguan

berat

pada

perfusi

jaringan

dan

penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang


disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih
jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel
karena

ketidakseimbangan

antara

kebutuhan

dan

suplai

oksigen

miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :


Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
Pernapasan cheyne stokes
Batuk-batuk
Sianosis
Suara serak
Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
BMR mungkin naik
Kelainan pada foto rontgen
d.

Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi

patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan


curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan
oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia
dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya
terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan
darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit
yang dingin dan lembab.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
Electrocardiogram (ECG)
Sonogram
Scan jantung
Kateterisasi jantung
Roentgen dada
Enzim hepar

3.
a.

Elektrolit oksimetri nadi


AGD
Kreatinin
Albumin / transforin serum
HSD
Syock Distributif
Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara

abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah


berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis
atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik
seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti
sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3)
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65
tahun, malnutrisi.
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1)

Syock Neurogenik

2)

Syock anafilaktik

3)

Syok Septik

5. ISKEMIA JANTUNG
A. Pengertian
Penyakit iskemia jantung (PIJ) didefinisikan sebagai kekurangan
oksigen dan penurunan atau tidak adanya aliran darah ke miokardium yang
disebabkan oleh penyempitan atau terhalangnya arteri koroner. PIJ dapat
terjadi pada gejala koroner akut (GKA), yang melibatkan angina tidak stabil
dan infark miokardial akut (IMA) berhubungan dengan perubahan ECG
baik pada peningkatan bagian ST (STEMI) atau peningkatan bagian non-ST
(NSTEMI). PIJ dapat muncul juga sebagai miokardial infark (MI), angina
eksersional stabil kronis, iskemia tanpa gejala, atau iskemia disebabkan
vasospasmus arteri koroner (angina Prinzmetal atau varian).
B. Patofisiologi

Faktor utama miokardial tergantung pada oksigen (MVo2) adalah denyut


jantung, kontraktilitas, dan tekanan darah pada dinding intramiokardial
selama sistol. Tekanan darah pada dinding dipertimbangkan sebagai faktor
yang paling penting. Karena akibat dari PIJ adalah terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen yang disuplai, perubahan dalam MVo2 berperan pada
terjadinya iskemia dan gangguan yang terjadi tersebut bermaksud untuk
mengurangi perubahan tersebut.
Lesi aterosklerosis menghambat R1 meningkatkan tahanan arteriolar,
dan R2 dapat ber-vasodilatasi untuk mempertahankan aliran darah koroner.
Dengan tingkat hambatan yang lebih tinggi, tanggapan yang diberikan tidak
mencukupi, dan aliran koroner yang disediakan oleh vasodilatasi R2 tidak
mampu untuk mencapai kebutuhan oksigen. Stenosis yang relative parah
(lebih dari 70 %) akan memicu terjadinya iskemia dan gejalanya pada
kondisi istirahat, dimana stenosis kurang parah dapat mengikuti cadangan
aliran darah koroner untuk energy.
Diameter dan panjang dari lesi terhambat dan pengaruh tekanan yang
melewati daerah stenosis juga mempengaruhi aliran darah koroner dan
fungsi sirkulasi kolateral (tambahan). Hambatan koroner dinamik dapat
terjadi pada pembuluh normal dan pembuluh dengan stenosis yang
mengalami vasomotion ( gerakan pembuluh) atau spasmus dapat
memberikan beban tambahan sangat berat pada stenosis stabil. Iskemia yang
bertahan dapat mendukung pertumbuhan aliran darah kolateral yang
berkembang.

GAMBAR 11-1. anatomi arteri koroner (dari tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JR, eds Tintinalli Darurat Kedokteran:
Sebuah Panduan Studi Komprehensif 6th ed New York:... McGraw-Hili, 2004:334).

Stenosis kritis terjadi ketika lesi hambatan melewati batas diameter


luminal dalam melampaui 70 %. Lesi membuat hambatan 50 %- 70 % dapat
mengurangi aliran darah, tapi hambatan ini tidak tetap, dan vasospasmus
dan thrombosis terbebani berat pada lesi nonkritis akan mengarah pada
kejadian klinik seperti IMA. Jika lesi membesar dari 80 % sampai 90 %,
tahanan dalam pembuluh akan menjadi tiga kali lipatnya. Cadangan koroner
diperkecil pada sekitar 85 % hambatan disebabkan oleh vasokonstriksi.
Abnormalitas kontraksi ventricular dapat terjadi, dan kehilangan
kontraktilitas pada daerah tertentu dapat membebani sisa jaringan
miokardial, mengakibatkan terjadinya gagal jantung, peningkatan MVO 2
dan pengosongan cepat dari aliran darah cadangan. Daerah jaringan dengan
aliran darah kecil yang dapat terbentuk beresiko mengalami kerusakan yang
lebih parah jika kejadian iskemia tetap ada atau menjadi lebih parah. Daerah
miokardium non-iskemik dapat mengganti kerugian untuk iskemia parah
dan batas daerah iskemia dengan membangun tekanan lebih dari biasanya
dalam usaha untuk menjaga keluaran kardiak. Disfungsi ventrikel kiri atau
kanan yang terjadi dapat berhubungan dengan temuan klinik S 3 gallop,
dyspnea, orthopnea, takikardia, tekanan darah fluktuatif, murmur sementara,
dan pengeluaran dari mitral atau trikuspida. Rusaknya fungsi sistol dan
diastole mengarah pada peningkatan tekanan yang masuk pada ventrikel
kiri.
C. Manifestasi Klinik
Banyak kejadian iskemia tidak menyebabkan gejala anginal (iskemia
silent). Pasien sering mendapat keterulangan pola sakit atau gejala lain yang
muncul setelah penggunaan energy dengan jumlah yang spesifik. Frekuensi
gejala yang meningkat, keparahan atau durasi, dan gejala pada saat istirahat
memberi kesan terjadinya pola tak-stabil yang membutuhkan evaluasi medis
secepatnya.
Gejala termasuk sensasi tekanan atau terbakar di atas sternum atau di
dekatnya, yang seringnya merambat ke rahang kiri, bahu, dan tangan. Dada

mengetat dan napas memendek dapat juga terjadi. Sensasi tersebut biasanya
berlangsung dari 30 detik sampai 30 menit.
Faktor yang mempercepat reaksi termasuk olahraga, lingkungan yang
dingin, berjalan setelah makan, perasaan kesal, takut, marah dan koitus.
Pengurangan rasa sakit dengan istirahat dan dalam waktu 45 detik sampai 5
menit setelah konsumsi nitrogliserin.
Pasien dengan angina varian atau Prinzmetal sekunder terhadap
spasmus koroner lebih sering mengalami sakit pada kondisi istirahat dan
pada waktu pagi hari. Rasa sakit biasanya tidak selalu terjadi karena
penggunaan energy atau emosi stress, dan tidak dapat selalu diredakan
dengan istirahat; pola ECG pada waktu serangan dengan peningkatan bagian
ST daripada penurunannya.
Angina tidak stabil dibagi atas resiko kategori rendah, menengah atau
tinggi untuk kematian jangka pendek atau IM tidak fatal. Ciri-ciri angina
tidak stabil resiko tinggi termasuk (tapi tidak terbatas) :
1. Percepatan tempo gejala iskemia sebelum 48 jam
2. Sakit pada kondisi istirahat lebih dari 20 menit
3. Usia lebih dari 75 tahun
4. Perubahan bagian ST
5. Penemuan klinis udema pulmonary, pengeluaran mitra;, S3, suara dari
dada, hipotensi, bradikardia, atau takikardia
Kejadian iskemia bisa juga tanpa rasa sakit, atau diam, setidaknya
pada 60 % pasien, mungkin disebabkan oleh nilai ambang yang tinggi dan
toleransi rasa sakit pada pasien yang mengalami rasa sakit lebih sering.
D. Diagnosis
Aspek penting dari catatan klinik termasuk di dalamnya sifat atau
kualitas sakit dada, faktor-faktor yang mempercepat, durasi, penyebaran
rasa sakit, dan respon pada nitrogliserin atau istirahat. Muncul sedikit
hubungan antara tampilan angina dengan keparahan atau keterlibatan jumlah
pembuluh darah koroner. Sakit dada iskemia bisa menyerupai rasa sakit
yang muncul dikarenakan sumber non-kardiak yang bervariasi, dan
perbedaan diagnosis dari rasa sakit angina dari etiologi lain bisa sulit jika
hanya berdasarkan catatan saja.
Pasien harus ditanyakan tentang faktor-faktor resiko personal yang bisa
menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK), termasuk kebiasaan

merokok, hipertensi, dan diabetes mellitus. Sejarah penyakit keluarga yang


rinci harus diperoleh yang termasuk di dalamnya informasi PJK premature,
hipertensi, kelainan lipid familial, dan diabetes mellitus. Ada beberapa tanda
pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan adanya penyakit arteri
koroner (PAK). Penemuan pada pemeriksaan kardiak bisa termasuk
abnormalitas tonjolan sistolik prekordial, penurunan intensitas dari S 1,
pemisahan yang berlawanan dari S2,S3,S4, murmur sistolik apical, dan
murmur diastolic. Peningkatan denyut jantung atau tekanan darah bisa
menghasilkan peningkatan produk ganda (PG) dan bisa dihubungkan
dengan angina. Penemuan fisik non kardial yang mengesankan penyakit
kardiovaskuler yang signifikan termasuk aneurisme aorta abdominal dan
penyakit vascular peripheral.
Hasil tes laboratorium yang disarankan termasuk hemoglobin (untuk
memastikan kapasitas pembawa oksigen yang mencukupi), glukosa puasa
( untuk mengeluarkan diabetes), dan panel lipoprotein puasa. Faktor resiko
penting pada beberapa pasien bisa termasuk protein C-reaktif; level
homosistein; adanya infeksi Chlamydia; dan peningkatan lipoprotein (a),
fibrinogen, dan inhibitor activator plasminogen. Enzim kardiak harus
normal pada angina stabil. Troponin T atau I, myglobin dan creatinine
kinase myocardial band (CK-MB) bisa meningkat pada angina tidak stabil.
ECG saat istirahat normal pada sekitar satu setengah pasien angina yang
tidak mengalami serangan akut. Perubahan gelombang tipikal ST-T
termasuk penurunan, inverse gelombang T, dan peningkatan bagian ST.
Angina varian dihubungkan dengan peningkatan bagian ST, sedangkan
silent ischemia bisa menghasilkan peningkatan atau penurunan. Iskemia
yang signifikan bisa dihubungkan dengan penurunan bagian ST > 2 m,
hipotensi eksersional, dan penurunan toleransi olahraga.
E. Tujuan Terapi (Hasil yang diinginkan)
Tujuan jangka pendek dari terapi untuk PIJ adalah untuk mengurangi
atau mencegah gejala angina yang membatasi kemampuan aktivitas fisik
dan memperburuk kualitas hidup. Tujuan jangka panjang adalah untuk
mencegah PJK seperti IM, aritmia, dan gagal jantung dan untuk
memperpanjang hidup pasien.

6. TROMBOEMBOLI VENA JANTUNG


A. Pengertian
Vena tromboembolis (VTE) merupakan hasil dari pembentukan bekuan
pada sirkulasi pembuluh vena dan diwujudkan sebagai thrombosis vena
mendalam (DVT) dan emboli paru (PE). Thrombosis vena mendalam adalah
thrombus yang terdiri dari bahan selular (sel-sel darah merah dan putih dan
trombosit) terikat dengan helai fibrin. Emoli paru (PE) adalah thrombus
yang timbul dari sirkulasi sistemik dan loge di arteri paru-paru atau salah
satu cabangnya, menyebabkan obstruksi lengkap atau parsial aliran darah
paru.

B. Patofisiologi

Hemostatis terjadi disana langkah tumpang tindih : inisiasi, amplifikasi


dan propagasi.

Proses hemostatis normal didasari oleh cedera vascular, yang


memungkinkan trombosit dan faktor 8 kompleks von Willebrand
bersentuhan dengan kolagen dan jaringan sel-sel faktor; bentalan di
ruang ekstravaskular. Sel-sel ini menghasilkan sejumlah kecil thrombin
melalui tradisional yang disebut jalur koagulasi ekstrinsik (melalui
faktor VIIa/faktor jaringan yang kompleks dan faktor Xa/Va kompleks).

Thrombin menguatkan proses hemostatik dengan merangsang trombosit


yang sebagian diaktifkan selama kepatuhan terhadap kolagen untuk
tingkat yang lebih tinggi aktivitas prokoagulan.

Thrombin juga mengaktifkan kofaktor V, VIII dan XI pada permukaan


trombosit dalam persiapan untuk skala besar produksi thrombin. Fase
propagasi ini secara tradsional telah disebut jalur intrinsik (faktor
Xia/faktor IXa/VIIIa kompleks dan faktor Xa/Va kompleks) terjadi
pada permukaan trombosit diaktifkan.

Langkah terakhir dalam hemostatis adalah thrombin-dimediasi konversi


fibrinogen untuk monomer fibrin, yang memicu dan polymeris ke

bentuk helai fibrin. Faktor XIIIa berikatan kovalen dengan obligasi ini
satu sama lain. Pengendapan fibrin local bentuk meshwork yang
menyelubungi agregat trombosit mementuk gumpalan darah stabil yang
terbebas cedera pembuluh darah dan mencegah kehilangan.

Proses koagulasi dikendalikan oleh beberapa zat antitrombolitik yang


dikeluarkan oleh endothelium utuh berdekatan dengan jaringan kulit
yang rusak. Trombomobulin memodulasi aktivitas thrombin dengan
mengubah protein C ke bentuk aktif (aPC), yang bergabung dengan
protein S untuk menonaktifkan faktor Va dan VIIIa. Reaksi koagulasi
ini hadir dari menyebar ke dinding pembuluh darah sehat. Selain itu,
sikulasi antitrombin menghambat thrombin dengan faktor Xa. Heparin
sulfat disekresikan oleh sel-sel endotel dan mempercepat aktivitas
antitrombin. Heparin kofaktor II juga menghambat thrombin.

Faktor jaringan batalan


sel
IXa

Kolagen-Trombosit
diaktifkan

IX
TF/VIIa

Trombin

Xa/Va

Protombin

Trombin
(melacak

jumlah)

Va

VIII/Vwf
vWF

VIIa +

Kolagen/Trombin-Trombosit
diaktifkan
Xia
IXa/VIIa
X

IX

Xa/Va

Protombin

Trombin
(jumlah banyak)

Fibrinogen

Fibrin

Bekuan darah yang


stabil terdiri dari
fibrin meshwork dan
trombosit

Gambar 14-1. Koagulasi cascade (TF, faktor jaringan, Vwf, von Willebrand
factor)

Sistem fibrinolitik melarutkan bekuan darah terbentuk; plasminogen


diubah menjadi plasmid dengan aktivator jaringan plasminogen
urokinase dan aktivator palsminogen. plasmin menurunkan jala fibrin
menjadi produk akhir larut dikenal sebagai produk fibrin atau produk
degradasi fibrin.

Pergantian dalam salah satu dari tiga komponen utama dapat


menyebabkan pembuluh patologis bekuan formasi darah, beredar unsur
dalam darah, dan kecepatan aliran darah (Virchow triad).

Cedera vaskular terjadi pada pasien yang menderita trauma (terutama


fraktur panggul, pinggul, atau kaki), menjalani operasi ortopedi besar
(misalnya, lutut dan penggantian pinggul), atau telah kateter vena.

Bagian hiperkoagulasi mencakup keganasan, protein C aktif resistensi,


defisiensi protein C, protein S, atau antitrombin; concetrations
axcessively tinggi faktor VIII, IX, dan XI atau atau fibrinogen, antibodi
antifosfolipid, penggunaan estrogen, dan situasi lain.

Stasis vena mendukung thrombogenesis sebagian melalui pengurangan


clearance aktif faktor pembekuan dari situs pembentukan trombus.
stasis dapat disebabkan oleh kerusakan katup vena, penyumbatan
pembuluh, imobilitas berkepanjangan, atau peningkatan kekentalan
darah. kondisi yang berhubungan dengan statis vena termasuk penyakit
medis besar (misalnya, gagal jantung dan infark miokard), operasi
besar, kelumpuhan (sebagai akibat dari, misalnya, cedera tulang stroke
atau tulang belakang), polisitemia vera, obesitas, atau varises.

Meskipun thrombus dapat dari dalam setiap bagian dari sirkulasi vena,
mayoritas trombus dimulai pada ekstremitas bawah. sekali terbentuk,
thrombus vena may (1) tetap asimtomatik, (2) melisiskan spontan, (3)
menghalangi sirkulasi vena, (4) merambat ke pembuluh darah yang

lebih proksimal, (5) emboli, atau (6) bertindak dalam kombinasi cara
ini. bahkan pasien tanpa gejala mungkin mengalami konsekuensi logpanjang, seperti sindrom postthrombotic dan VTE berulang.
C. Klinis
Banyak pasien dengan VTE pernah mengembangkan gejala-gejala dari

kejadian akut.
Gejala DVT meliputi pembengkakan unilateral kaki, nyeri, nyeri,
eritema, dan kehangatan. Tanda-tanda fisik mungkin termasuk kabel

teraba dan Homans tanda positif.


Posting sindrom trombotik (komplikasi

jangka

panjang

DVT

disebabkan oleh kerusakan katup vena) dapat menghasilkan ekstremitas

bawah pembengkakan, nyeri, nyeri, kulit warna kronis dan ulserasi.


Gejala PE meliputi dyspnea, takipnea, nyeri dada pleuritik, takikardia,
palpitasi, batuk, diaforesis dan hemoptisis. kolaps kardiovaskular,
ditandai dengan sianosis, shock dan oliguria adalah pertanda buruk.

D.

Diagnosa

1) Penilaian status pasien harus fokus pada mencari faktor risiko


(misalnya, peningkatan usia, operasi besar, VTE sebelumnya, trauma,
keganasan, negara hiperkoagulasi dan terapi obat). Tanda dan gejala
dari DVT tidak spesifik, dan tes obyektif yang diperlukan untuk
mengkonfirmasi atau menyingkirkan diagnosis.
2) Studi kontras radiografi adalah metode yang paling akurat dan dapat
diandalkan untuk diagnosis VTE. Kontras Venography memungkinkan
visualisasi dari sistem vena seluruh di ekstremitas bawah dan perut.
Angiografi paru memungkinkan visualisasi dari arteri paru-paru.
Diagnosis VTE dapat dibuat jika ada persisten intraluminal mengisi
cacat pada beberapa film radiografi.
3) Karena studi kontras mahal, invasif, dan secara teknis sulit untuk
melakukan dan mengevaluasi, tes non-invasif (misalnya, ultrasonografi,
computed tomography scan dan scan ventilasi-perfusi) sering
digunakan untuk evaluasi awal pasien yang diduga VTE.

4) D-dimer adalah produk degradasi bekuan darah fibrin dan tingkat darah
secara substansial meningkat pada pasien dengan trombosis akut.
Meskipun uji D-dimer adalah penanda yang sangat sensitif dari
pembentukan bekuan, peningkatan kadar dapat hasil dari berbagai
kondisi lain (misalnya, operasi baru atau trauma, kehamilan dan
kanker). Oleh karena itu, tes negatif dapat membantu menyingkirkan
diagnosis VTE, tetapi tes positif bukan bukti konklusif dari diagnosis.

7. GAGAL JANTUNG
A. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam
jantung masih cukup tinggi.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadp oksigen dan nutrien. (Diane C.Baughman dan Jo Ann C.
Hockley, 2000)
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat
jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwal)
Kelainan primer pada gagal jantung adalah berkurang atau hilangnya
sebagian fungsi miokardium yang menyebabkan penurunan curah jantung.
Ada beberapa definsi gagak jantung, namun tidak ada satupun yang benarbenar memuaskan semua pakar atau klinisi yang menangani masalah gagal
jantung. Gagal jantung adalah suatu keadaan ketik jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebtuhan tubuh, meskipun
tekanan pengisian vena normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan
bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang tebatas pada satu system
organ, malainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung yang di

tandai dengan respon hemodinamik, renal, neural dan hormonal, serta suatu
keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan
jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya
data memenuhinya dengan meningkatkan tekanan pengisian.
Gagal jantung di kenal dengan beberapa istilah, yaitu:
1. Gagal jantung kiri: terdapat bendungan paru,hipotensi,

dan

2.

vasokontriksi perifer dengan penurunan perfusi jaringan.


Gagal jantung kanan: di tanadai dengan adanya edema perifer, asites,

3.

dan peningkatan vena jagularis.


Gagal jantung kongestif: adalah gabungan kedua gambaran tersebut

B. DERAJAT GAGAL JANTUNG


Gagal jantung bisanya digolongkan menurut derajat atau beratnya
gejala seperti klasifikasi menurut New York Heart Asscsiation (NYHA).
Klasifikasi tersebut digunakan secara luas di dunia internasional untuk
mengelompokkan gagal jantung. Gagal jantung ringan, sedang, dan berat
ditentukan berdasarkan beratnya gejala, khusnya sesak nafas (dispnea).
Meskipun klasifikasi ini berguna untuk menentukan tingkat kemampuan
fisik dan beratnya gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan
untuk keperluan lain.
C. ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mngakibatkan


hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5.

Penyakit jantung lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang

sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme


biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afteer load.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolism (misal : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion Terbagi menjadi 4
kelainan fungsional :
Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
1.

Disfungsi miokard (kegagalan miokardial) Ketidakmampuan miokard


untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan isi sekuncup

2.

(stroke volume) dan curah jantung (cardiac output) menurun.


Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban sistolik yangb berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic
overload) menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel

3.

sehingga menurunkan curah ventrikel atau isi sekuncup.


Beban volum berlebihan-pembebanan diastolic (diastolic overload)
Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic

overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic


dalam ventrikel meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mulamula akan meningkat sesuai dengan besarnya regangan otot jantung,
tetapi bila beban terus bertambah sampai melampaui batas tertentu,
4.

maka curah jantung justru akan menurun kembali.


Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan

kebutuhan

yang

berlebihan (demand overload) Beban kebutuhan metabolic meningkat


melebihi kemampuan daya kerja jantung di mana jantung sudah bekerja
maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah
jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi
5.

kebutuhan sirkulasi tubuh.


Gangguan pengisian (hambatan input). Hambatan pada pengisian
ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau pada
aliran balik vena/venous return akan menyebabkan pengeluaran atau
output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

D. GEJALA GAGAL JANTUNG


Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena
adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel
kiri dan volum akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat.
Gejala :
Perasaan badan lemah
Cepat lelah
Berdebar-debar
Sesak nafas
Batuk Anoreksia
Keringat dingin.
Takhikardia
Dispnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Ronki basah paru dibagian basal
Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa
didahului oleh adanya gagal jantung kiri

Gejala :

Edema tumit dan tungkai bawah


Hati membesar, lunak dan nyeri tekan
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea)

dan asites.
Berat badan bertambah
Penambahan cairan badan
Kaki bengkak (edema tungkai)
Perut membuncit
Perasaan tidak enak pada epigastrium.
Edema kaki
Asites
Vena jugularis yang terbendung
Hepatomegali

Gagal Jantung Kongestif


Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam
keadaan gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa
sehingga terjadi bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.
GEJALA :
Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.
Gagal jantung kongestif pada bayi dan

anak

merupakan

kegawatdaruratan yang sangat sering dijumpai oleh petugas


kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala sangat bervariasi
sehingga sering sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain di luar
jantung. Gagal jantung yang merupakan ketidakmampuan jantung
mempertahankan
memenuhi

curah

kebutuhan

jantung

(cardiac

metabolisme

output=CO)

tubuh.

dalam

Penurunan

CO

mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang.


Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:
1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi
secara tunggal atau bersamaan yaitu:
Beban tekanan
Beban volume
Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak
dapat diastole

2.

Obstruksi pengisian ventrikel


Aneurisma ventrikel
Disinergi ventrikel
Restriksi endokardial atu miokardial
Abnormalitas otot jantung
Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal
ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika.
Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif,

3.

korpulmonal
Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung,
yaitu :
a. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa
terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu:
Beban tekanan
Beban volume
Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak

dapat diastole
Obstruksi pengisian ventrikel
Aneurisma ventrikel
Disinergi ventrikel
Restriksi endokardial atu miokardial

b. Abnormalitas otot jantung


Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal
ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika.
Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif,
korpulmonal
c. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
E. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga

jantung

tidak

mampu

memompa

memenuhi

kebutuhan

metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon


hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung.
Respon terhadap jantung menimbulkan

beberapa

mekanisme

kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume

ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung.
Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh
yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system
saraf adrenergik. Kemampuan jantung untuk memompa darah guna
memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi
oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir,
afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk
menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload
maupun afterload serta frekuensi denyut jantung.
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung
untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung
(myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada
otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung
intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung, akibat CO yang
rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan
sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin
yang

kesemuanya

merupakan

mekanisme

kompensasi

untuk

mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas


ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi
penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif.
Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu

akan

meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan


meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload
dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung
sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.
Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi

gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih


rendah dari curah jantng normal. Konsep curag jantung paling baik

dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah jantung


(CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X
volume sekuncup (SF:Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk memperthankan curah jantung bila mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah
janung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan efterload.
Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang
menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimblukan oleh panjangnya
regangan serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole.

Anda mungkin juga menyukai