Anda di halaman 1dari 15

Ditulis Oleh:

Aldilah
Augistri Fatihah
Cahya Ercy Dwiputri
Dini fathia
Gilang Abdi Permana
M. Farid Rusydy
M. Adhan Ramadhan
Miftahul Huda
Rizky Ayu Nabila

Vira Aprillia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini kami
susun guna memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN).
Makalah ini berisikan tentang Budaya Politik bangsa Indonesia dari zaman
dulu sampai saat ini. Makalah ini disusun dengan maksud dapat menambah wawasan
kami selaku pelajar, serta dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Budaya Politik
bangsa Indonesia.
Selain itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran atas penyusunan
makalah ini. Dengan kritik dan saran yang membangun, maka penyusun dapat
melakukan penyusunan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan dating.
Semoga dengan makalah ini, wawasan serta ilmu pengetahuan tentang
Budaya Politik bangsa Indonesia dapat bertambah, khususnya bagi penyusun dan
umumnya bagi semua yang menyimak makalah ini.

Palembang, 22 Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................................3
BAB I: Pendahuluan
Latar Belakang................................................................................................4
BAB II: Isi

2.1. Pengertian Budaya Politik..........................................................5-6


2.2. Tipe Budaya Politik..................................................................6-8
2.3. Budaya Politik di Indonesia.....................................................8-9
2.5. Sosialisasi Politik........................................................................10
2.5.2. Fungsi Sosial Politik....................................................11
2.5.3. Metode Sosialisasi Politik...........................................11
2.5.4. Proses Sosialisasi Politik.............................................11
2.5.5. Agen Sosialisasi Politik..........................................11-13

2.6. Budaya Politik Partisipan


2.6.1. Bentuk-Bentuk Budaya Partisipan......................13-14

BAB III: Kesimpulan dan Saran............................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah


Setiap Negara tentu memiliki kebudayaannya masing-masing, termasuk
dalam bidang politik. Menurut Almond dan Verba, budaya politik merupakan
suatu orientasi yang khas warga Negara terhadap simbol-simbol dan lembaga
kenegaraan dalam suatu sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta peranan
warga Negara yang berada dalam sistem itu.
Budaya politik dapat dipandang sebagai landasan sistem politik, yang
memberi jiwa atau warna pada sistem politik dan memberikan arah pada peranperan politik yang dilakukan oleh struktur politik.
Hakikat dan ciri budaya politik menyangkut masalah nilai-nilai adalah prinsip
dasar yang melandasi suatu pandangan hidup yang berhubungan dengan masalah
tujuan.
Selain itu, budaya politik juga dipandang sangat penting didalam
terbentuknya suatu negara. Karena budaya politik dapat menjadi acuan dalam
melakukan berbagai kegiatan politik disuatu negara.

BAB II
ISI
2.1. Pengertian Budaya Politik
a. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan,
emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan
isu-isu politik.
b. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan
pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasiorientasi terhadap objek-objek politik.
c. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang
berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang
terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
d. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol
ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan
politik dilakukan.
e. Gabriel A. Almond
Budaya politik adalah dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang juga
memiliki peranan penting berjalannya sebuah sistem politik.
f. Miriam Budiardjo
Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti
norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada
umumnya.
g. Marbun.
Budaya politik adalah pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi,
dan pilihan politik seseorang, dan budaya politik ini lebih mengutamakan
dimensi psikologis dari suatu sistem politik yaitu sikap, sistem kepercayaan,
simbol yang dimiliki individu dan yang dilaksanakan dalam masyarakat.
h. Larry Diamond.
Budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai-nilai, ide-ide, sentimen dan
evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran
masing masing individu dalam sistem itu.
i. Mochtar massoed.

Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap
kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
j. Roy Macridis
Budaya politik adalah sebagai tujuan bersama dan peraturan yang diterima
bersama.
l. Dennis Kavanagh
Budaya politik adalah sebagai pernyataan untuk menyatakan lingkungan
perasaan dan sikap bagaimana sistem politik itu berlangsung.
m. Rusadi Kantaprawira
Budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai
masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam pembentukan
struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintah(an),
karena sistem politik itu sendiri adalah interrelasi antara manusia yang
menyangkut soal kekuasaan, aturan dan wewenang (Kantaprawira, 1999:26).
o. White ( 1979 )
Budaya politik sebagai matriks sikap dan perilaku dimana system politik
berada.
p. Aaron Wildavskus
Budaya politik secara luas menjelaskan orang-orang yang menganut nilainilai, keyakinan keyakinan, dan pilihan pilihan yang melegitimasi jalan
hidup yang berbeda-beda (menekankan pada keterbukaan terhadap berbagai
pendekatan dalam kajian budaya politik)
2.2. Tipe Budaya Politik
1. Budaya politik parokial
Budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem politik tradisional dan
sederhana dengan ciri khas spesialisasi masih sangat kecil. Dengan demikian,
pelaku-pelaku politik belum memiliki pengkhususan tugas.Masyarakat dengan
budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem politik termasuk melakukan
perubahan-perubahan.
Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada
masyarakat tradisional atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsurunsur adat lebih banyak dipegang teguh daripada persoalan pembagian peran politik.
Pemimpin adat atau kepala suku yang nota bene adalah pemimpin politik, dapat
berfungsi pula sebagai pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi
kepentingankepentingan ekonomi.
Ciri-ciri budaya politik parokial adalah sebagai berikut.

Budaya politik ini berlangsung dalam masyarakat yang masih tradisional dan

sederhana.
Belum terlihat peran-peran politik yang khusus; peran politik dilakukan

serempak bersamaan dengan peran ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.


Kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau

kekuasaan dalam masyarakatnya cenderung rendah.


Warga cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang

luas, kecuali yang ada di sekitarnya.


Warga tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu
dari sistem politik tempat ia berada.

2. Budaya Politik Kaula


Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik
kaula/subjek menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabatpejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik
ataupun memberikan suara dalam pemilihan.
Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang tinggi terhadap sistem
politiknya. Namun, perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap aspek
masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa telah adanya otoritas dari pemerintah. Posisi kaula/subjek tidak
ikut menentukan apa-apa terhadap perubahan politik. Masyarakat beranggapan
bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk memengaruhi atau mengubah
sistem.
Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala keputusan dan
kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat.
Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/ kebijakan pejabat
adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang.
Prinsip yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia
terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa.
Ciri-ciri budaya politik subjek adalah sebagai berikut.
Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi pemerintah.
Tidak banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah,

tetapi mereka cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
Warga bersikap menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu

yang tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.


Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif; artinya warga tidak mampu
berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada
umumnya dan terutama terhadap objek politik output, sedangkan kesadarannya
terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor politik masih rendah.

3. Budaya Politik Partisipan


Menurut pendapat Almond dan Verba (1966), budaya politik partisipan adalah
suatu bentuk budaya yang berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan
secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses
politik serta administratif.
Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan
objek politik, baik umum, input dan output, maupun pribadinya dapat dikatakan
tinggi.
Ciri-ciri dari budaya politik partisipan adalah sebagai berikut:
Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya dan mampu

mempergunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.


Warga tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin

tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik keseluruhan,
input, output maupun posisi dirinya sendiri.
Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik

menerima maupun menolak suatu objek politik.


Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan

sebagai aktivis.
Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi, seperti halnya penjual
dan pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan kesadaran, tetapi juga mampu
menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
2.3. Budaya Politik di Indonesia
Affan Gaffar (1999) dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju
Demokrasi mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan
yaitu sebagai berikut:
1. Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada
dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya
pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat kebanyakan (wong
cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam
pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal
usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada

rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa


dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi
sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan
rakyatnya.
2. Kecendrungan Patronage
Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang
menonjol di Indonesia. Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan
politik, tumbuhnya budaya politiksemacam ini tampak misalnya di
kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada
menggali dukungn dari basisnya.
3. Kecendrungan Neo-patrimonisalistik
Salah satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah
adanya kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat neopatrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan
rasionalistik zeperti birokrasi, perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan
budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Adapun sistem politik Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 1 ayat
(2) adalah sistem politik demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Budaya politik yang sesuai, selaras, dan
sebangun dengan sistem.
Budaya politik yang berkembang di Indonesia adalah budaya politik campuran,
artinya gabungan dari ketiga tipe budaya politik di atas. Hal ini disebabkan karena
adanya beberapa ciri dari masyarakat Indonesia seperti adanya sub-budaya yang
beraneka ragam, hal ini karena Indonesia memiliki budaya sendiri sendiri. Selain itu
kecenderungan masyarakat Indonesia yang masih kuat ikatan primordial yang
dikenali melalui indikator berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, dan keagamaan.
Nazarudin Samsudin menyatakan dalam sebuah budaya ciri utama yang menjadi
identitas adalah sesuatu nilai atau orientasi yang menonjol dan diakui oleh
masyarakat atau bangsa secara keseluruhan. Jadi simbol yang selama initelah diakui
dan dikenal masyarakat adalah Bhinneka Tunggal Ika, maka budaya politik kita di
Indonesia adakah Bhinneka Tunggal Ika.
2.5. Sosialisasi Politik
2.5.1. Pengertian
Kenneth P. Langton,
Sosialisasi politik adalah cara bagaimana masyarakat meneruskan kebudayaan
politiknya.
9

Gabriel A. Almond
Sosialisasi politik adalah proses dimana sikap-sikap politik dan polapola tingkah
laku diperoleh atau dibentuk, dan merupakan sarana bagi generasi muda untuk
menyampaikan patokan politik dan keyakinan politik.
Richard E. Dawson
Sosialisasi politik adalah pewarisan pengetahuan , nilai dan pandangan politik
darimorang tua, guru dan sarana sosialisasi lainnya bagi warga baru dan yang
beranjak dewasa.
Dennis Kavanagh
Sosialisasi politik adalah istilah untuk mengganbarkan proses dimana seseorang
mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik.
Ramlan Surbakti
Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota
masyarakatnya.
Alfian
Sosialisasi politik adalah usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik
masyarakat, sehingga mereka mengalami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung
dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun.
2.5.2. Fungsi Sosial Politik
Adapun fungsi sosialisasi politik antara lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik, serta
mendorong timbulnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Hal itu
sejalan dengan konsep demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat
yang berarti rakyat harus berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam bukunya
yang berjudul Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff
mengemukakan fungsi sosialisasi sebagai berikut:
A. Melatih Individu
Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik
yang berlaku di dalam sebuah sistem politik. Pembelajaran mengenai pemahaman
sistem politik suatu negara pun diajarkan di bangku sekolah. Hal ini dilakukan untuk
menanamkan pemahaman kepada semua warga negara sebagai subjek dan objek
politik. Dalam proses pembelajaran politik tersebut dimungkinkan individu untuk
menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi
hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum.
B. Memelihara Sistem Politik
Sosialisasi politik juga berfungsi untuk memelihara sistem politik dan
pemerintahan yang resmi. Setiap warga negara harus mengetahui hal-hal yang
berkaitan dengan sistem politik. Pemahaman tersebut dapat dimulai dari hal-hal yang

10

mudah sifatnya, seperti warna bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, bahasa
sendiri, ataupun pemerintah yang tengah memerintahnya sendiri. Melalui
pemahaman tersebut, setiap warga negara dapat memiliki identitas kebangsaan yang
jelas
2.5.3. Metode Sosialisasi Politik
1. Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam
sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih
banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat
peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.
2. Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam
suatu situasi yang intruktif sifatnya.
3. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang
cocok yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).
2.5.4. Proses Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau Berdasarkan hasil riset
David Easton dan Robert Hess, proses sosialisasi politik meliputi empat tahap
sebagai berikut:
1. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua, anak,
presiden, dan polisi.
2. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu
antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
3. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), Mahkamah Agung, dan pemungutan suara (pemilu).
4. Perkembangan pembedaan antara situasi-situasi politik dan mereka yang
terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan dengan institusi-institusi ini.
Cara kerja sosialisasi pengembangan budaya politik yang meliputi tiga cara berikut.
1. Imitasi, proses sosialisasi melalui peniruan terhadap perilaku yang
ditampilkan individu-individu lain. Sosialisasi pada masa kanakkanak
merupakan hal yang amat penting.
2. Instruksi, mengacu pada proses sosialisasi melalui proses pembelajaran
formal, informal, maupun nonformal.
3. Motivasi, proses sosialisasi yang berkaitan dengan pengalaman individu.
2.5.5. Agen Sosialisasi Politik
1. Keluarga (Family)
Wadah penanaman (sosialisasi) nilai-nilai politik yang paling efisien dan
efektif adalah di dalam keluarga. Dimulai dari keluarga inilah antara orang tua

11

dengan anak, sering terjadi obrolan politik ringan tentang segala hal sehingga
tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang
diserap oleh si anak. Misalnya, seorang ibu menceritakan kepada anaknya tentang
pentingnya memberikan suara dalam pengambilan kebijakan bersama. Melalui cerita
dari sang ibu, seorang anak akan selalu mengingat pentingnya memberikan suara
dalam pengambilan kebijakan bersama seperti pemilihan ketua OSIS
2. Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan),
siswa dan gurunya saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas
topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoretis maupun praktis.
Dengan demikian, siswa telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan
berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
Misalnya, guru memberikan informasi tentang budaya politik bangsa Indonesia pada
era Orde Baru. Dari informasi guru, siswa menjadi tahu bentuk dan ciri budaya
politik Indonesia pada era Orde Baru.
3. Partai Politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran sebagai
sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader
maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Partai politik harus mampu menciptakan image memperjuangkan kepentingan
umum agar mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat
memenangkan pemilu. Partai politik mempunyai beberapa tujuan khusus sebagai
berikut:
Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan.
Memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
4. Peer Group atau Teman Sepermainan (Teman Sebaya)
Peer group adalah teman-teman sepermainan atau teman sebaya yang
mengelilingi seorang individu. Apa yang dilakukan oleh temanteman sepermainan
tentu sangat mempengaruhi beberapa tindakan seorang individu. Dalam hal
sosialisasi politik, contoh bentuk pengaruh peer group adalah pandangan teman
sepermainan terhadap seorang tokoh politik atau sebuah partai politik. Pandangan
peer group ini bisa mempengaruhi pandangan individu lain.
5. Media Massa
Berita-berita yang dikemas dalam media massa baik audio visual (televisi),
surat kabar cetak, internet, ataupun radio, yang berisikan perilaku pemerintah
ataupun partai politik banyak mempengaruhi perilaku politik setiap individu.
Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampu menyita perhatian
individu karena sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung berlebihan.
6. Pemerintah
12

Pemerintah merupakan agen yang mempunyai kepentingan langsung atas


sosialisasi politik. Hal ini karena pemerintah adalah pelaksana sistem politik dan
stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, yaitu
melalui beberapa mata pelajaran yang ditujukan untuk memperkenalkan siswa
kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya.
Pemerintah secara tidak langsung juga melakukan sosialisasi politik melalui
tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa
terpengaruh. Hal ini secara otomatis juga mempengaruhi budaya politik individu
yang bersangkutan.
Dalam menjabarkan tujuan khusus pada tiap-tiap partai politik tidaklah sama.
Yang penting, tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia sebagai asas partai politik.
2.6. Budaya Politik Partisipan
Partisipan yaitu orang yang ikut berpastisipasi dalam satu kegiatan. Menurut
Miriam Budiardjo partisipasi politik adalah kegiatan seseorang dalam partai politik.
Pembangunan nasional pada hakikatnya merupakan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. Oleh karena
itu, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan nasional mutlat di perlukan.
Organisasi sosial dan masyarakat merupakan sarana untuk menyalurkan
pendapat, aspirasi dan dukungan terhadap program pembangunan yang sedang di
jalankan.
2.6.1. Bentuk-Bentuk Budaya Partisipan
Partisipan politik merupakan penentuan sikap dan keterlibatan setiap individu
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai-capai cita-cita
bangsa. Bentuknya di bedakan dalam kegiatan politik berbentuk konvensional dan
non konvensional. Menurut Almond, bentuk politik di bedakan :
a. Konvensional
Pemberian suara (voting)
Diskusi kelompok
Kegiatan Kampanye
Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan
Komunikasi individual dengan pejabat politik/admistrasi
b. Non Konvensional
Demokrasi
Konfrontasi
Mogok
Tindak kekerasan politik terhadap harta
Tindak kekerasan politik terhadap Manusia
Perang gerilya/revolusi
c. Budaya politik tidak sesuai dengan semangat pembangun politik bangsa

13

Adapun budaya politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan


politik bangsa antara lain :
1. Terjadi demonstrasi yang mengganggu ketemtraman umum
2. Timbul konflik di berbagai wilayah karena ketidak adilan.
3. tindak kekerasan
4. Aksi mogok oleh elemen masyarakat
5. Berbagai macam pelanggaran HAM
d.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Budaya politik partisipan dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara


Contoh :
menjauhkan diri dari perbuatan perbuatan yang melanggar perbuatan hukum
menciptakan disiplin dalam segala aspek kehidupan
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan pembangunan
membangun hak pilih dengan sebaik-baiknya
bermusyawarah untuk menyelesaikan segala permasalahan
taat dan patuh terhaddap aturan yang berlaku.

1.
2.
3.

Contoh lainnya adalah:


kritis memilih partai politik anggota parlemen
kritis memilih presiden dan wakil presiden
kritisme dalam mewujudkan pemilu Luber dan Jurdil

Untuk mewujudkan pemilu yang luber dan jurdil diantaranya sebagai berikut
1. peraturan pemilu tidak membuka peluang untuk kecurangan
2. peraturan pelaksanaan pemilu yang membuat petunjuk teknis dan petunjuk
pelaksanaan pemilu tidak membuaka peluang kecurangan
3. harus mandiri dan independen
4. parpol harus memiliki persiapan yang memadai
5. lembaga pemilu harus aktif

14

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
1. Budaya politik dipandang sangat penting di dalam suatu negara, budaya
politik dapat menjadi suatu landasan dan titik acuan dalam menjalan suatu
pemerintahan.

2. Budaya politik merupakan perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara,


peneyelenggaraan administrasi negara.
3. Tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia ada 3
macam, yaitu budaya politik parokial, budaya politik kaulka, dan budaya politik

partisipan.
4. Budaya politik partisipan perlu di sosialisasikan kepada segenap rakyat agar
dapat berperan serta secara aktif.
5.
3.2. SARAN
1. Dalam berpolitik sebaikya dilakukan menurut kaidah-kaidah dan aturanaturan yang sesuai agar tercipta integrasi nasional. Karena bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan budaya.
2. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan
aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses
pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan
praktik-praktik politik. Maka diharapkan kepada warga negara yang
berbudaya politik partisipan dan berorientasi setia atau mendukung sistem
politik nasional

15

Anda mungkin juga menyukai