Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENYULUHAN

KESEHATAN MASYARAKAT RUMAH SAKIT


ASAM URAT

Oleh :
Maghfira Ulfa Khairunnisa G1H013027

KEMEBTERIAN RISTEK DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
TEGAL
2016

BAB I
LATAR BELAKANG
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa Indonesia
termasuk kedalam lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia
terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada 2010 atau 9,6% dari
jumlah penduduk. Sementara itu, Badan Pusat Statistik RI menyebutkan
persentase penduduk lansia di Indonesia adalah 7,56 % yang berarti termasuk
negara yang berstruktur tua dengan penduduk lansia berdasarkan jenis kelamin
yang paling banyak adalah wanita (wanita = 8,2 % dan pria = 6,9 %).
Menurut Susenas 2012, angka kesakitan penduduk lansia Indonesia
sebesar 26,93 % artinya bahwa setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang
diantaranya mengalami sakit dan perbedaan lansia yang mengalami keluhan
kesehatan berdasarkan jenis kelamin pria 50,22% : wanita 53,74 %. Di dalam
Susenas di kumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan lansia yang
paling tinggi (32,99%) adalah jenis keluhan diantaranya keluhan yang merupakan
efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah,
dan diabetes mellitus (Abikusno, 2013). Di Indonesia arthritis gout terjadi pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar 32% pada pria yang berusia kurang dari 34
tahun. Prevalensi arthritis gout di Jawa tengah, didapati pada kelompok usia 15
45 tahun sebesar 0.8% meliputi pria 1.7% dan wanita 0.05% ( Kodim,2010).
Penelitian Zhang tahun 2006 menyatakan bahwa pengetahuan pasien dan gaya
hidup yang tepat mengenai diet purin adalah aspek inti dari manajemen
pengelolaan gout. Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan
penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan
pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie.
2005).

BAB II
KONSEP DASAR
Gout arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di
seluruh dunia. Gout adalah penyakit akibat kelainan metabolisme yang disebut
hiperurisemia.1Penyebab hiperurisemia dan gout adalah produksi asam urat dalam
tubuh yang meningkat akibat gangguan metabolism purin bawaan dan kelebihan
konsumsi makanan berkadar purin tinggi. Asam urat sendiri adalah senyawa
nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari
asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat DNA). Asam urat sebagian besar
dieksresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika
kadar asam urat meningkat, disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami
pirai (gout). Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat
(overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau
gabungan keduanya. Produksi yang berlebihan didapatkan pada penderita dengan
keganasan, terjadi turnover purin dan DNA sangat tinggi. Menurut penelitian
terdahulu insiden hiperurisemia sering berkaitan dengan letak geografis, pola
budaya masyarakat setempat, dimana yang bermukim di daerah pesisir pantai
maupun didaerah dataran tinggi mempunyai kebiasaan pola makan protein
maupun lemak tinggi, serta kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol.
Kadar darah asam urat normal pada laki - laki yaitu 3.6 - 7 mg/dl sedangkan
pada perempuan yaitu 2.3 - 6.1 mg/dl dan makin lama makin tinggi (Noorkasiani,
2009). Asam urat bisa menjadi momok yang menakutkan jika mengalami
komplikasi seperti radang sendi yang bisa menyebabkan kecacatan pada sendi.
Komplikasi lain dari asam urat ini adalah komplikasi yang terjadi pada ginjal yang
bisa menyebabkan gagal ginjal dan batu ginjal, sedangkan pada jantung bisa
mengalami hal yang menyebabkan penyakit jantung koroner (Aminah, 2013).
Lansia yang menderita penyakit asam urat aka menimbulkan masalah fisik
sehari-hari seperti gangguan aktivitas, gangguan pola tidur, gangguan rasa nyeri,
dan sebagainya sehingga pemeliharaan kesehatan lansia dengan asam urat harus
ditingkatkan agar tidak mengancam jiwa penderitanya dan menimbulkan
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh penyakit asam urat (Bandiyah, 2009).

Lansia wanita lebih rawan terkena asam urat dibandingkan pria, dengan
faktor resiko 60 %. Hal ini disebabkan ketika wanita mengalami menopause,
hormon estrogen mengalami penurunan sehingga hanya sedikit hormon estrogen
yang membantu membuang asam urat lewat urine. Hal tersebut menyebabkan
pembuangan kadar asam urat tidak terkontrol (Damayanti, 2013). Asam urat
merupakan hasil metabolisme purin di dalam tubuh. Sebenarnya asam urat
merupakan zat yang wajar di dalam tubuh namun menjadi tidak wajar ketika asam
urat menjadi naik dan melebihi batas normal.
Asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan termetabolisme
seluruhnya oleh tubuh, maka akan terjadi peningkatan kadar asam urat dalam
darah yang disebut sebagai hiperurisemia. Faktor yang menyebabkan penyakit
asam urat yaitu faktor pola makan, faktor kegemukan, faktor usia, dan lain-lain.
Diagnosis penyakit asam urat dapat ditegakkan berdasarkan gejala yang khas dan
ditemukannya kadar asam urat yang tinggi di dalam darah (Sibella, 2010).
Tingginya kadar asam urat merupakan kondisi kesehatan sebagai akibat dari
penumpukan kristal asam urat pada persendian, kristal asam urat ini terbentuk
karena kadar protein purin yang tinggi (Aminah, 2013).
Ketika asam urat tertumpuk di dalam darah dan cairan tubuh lain, asam urat
tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan
berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif diseluruh tubuh. Penumpukan
ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil
melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan inflamasi. Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang
timbul. Serum urat meningkat tapi tidak menimbulkan gejala apapun. Lama
kelamaan penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan
asam urat pada ginjal.
Gangguan asam urat ditandai dengan suatu serangan tiba-tiba di daerah
persendian. Nyeri yang timbul pada umumnya muncul secara tiba-tiba.
Kemunculan secara tiba-tiba ini sering menyebabkan penderita asam urat sulit
bergerak. Saat bangun tidur, misalnya, ibu jari kaki dan pergelangan kaki akan
terasa terbakar, sakit dan membengkak (Sibella, 2010). Oleh karena itu, pada
umumnya penderita asam urat kesulitan dalam gerakan-gerakan yang terlalu

energik atau terlalu melelahkan, seperti berolahraga atau bergerak terlalu cepat
(Aminah, 2013).
Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan
ini hanya meliputi satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri dan
menyebabkan tulang sendi menjadi lunak, terasa panas, merah. Tulang sendi
metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi. Setelah itu mata
kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai
dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan
dengan interval yang tidak teratur.
Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan
gout. Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan keenam sampai
dua tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan
polyarticular yang menyerang tulang sendi kaki maupun lengan tanpa kecuali dan
biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik
ditandai dengan polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada
kartilago, membrane synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari,
tangan, lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal
seperti ginjal. Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran,
eksudat yang terdiri dari kristal asam urat.
Penyakit asam urat bukan hanya di sebabkan karena faktor genetik, dan
faktor usia bahkan sebagian besar disebabkan karena makanan. Bukan hanya
masalah higienitas melainkan juga adalah pola hidup atau gaya hidup menentukan
kadar asam urat dalam tubuh. Untuk mencegah penyakit itu, penderita harus
memiliki kemauan yang tinggi untuk menjaga kadar asam urat darah pada posisi
normal yakni dengan menghindari merokok, olahraga teratur, banyak minum air
mineral, diet rendah purin dan makan buah-buahan, vitamin, dan mengkonsumsi
karbohidrat kompleks dan sederhana (Damayanti, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Third National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES-III) menyatakan bahwa kejadian hiperurisemia
dan gout akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsumsi daging dan
seafood sebagai salah satu makanan dengan kandungan purin tinggi (Roddy,
2008). Selain pengontrolan kadar asam urat, pengendalian diet purin menjadi
bagian penting dari tatalaksana hiperurisemia dan gout (Hidayat, 2009).

BAB III
INTERVENSI GIZI
Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor yang sering terjadi
pada penderita gout. Penelitian menyatakan bahwa faktor resiko paling sering
yang dapat menyebabkan hiperurisemia dan arthritis gout adalah konsumsi
makanan tinggi purin seperti daging merah dan alcohol. Hal ini menunjukkan
bahwa tingginya konsumsi purin dapat meningkatkan prevalensi serangan
gout dan hiperurisemia yang berbeda (Roddy, 2010)
Pengaturan pola makan yang baik dan pemilihan jenis makanan yang
benar adalah kunci keberhasilan dalam mengatasi dan mencegah terjadinya
gout. Berikut adalah beberapa jenis bahan makanan yang dapat menurunkan
atau mencegah terjadinya gout arthritis.
1. Olive oil (Pattinson et al, 2004)
2. Ikan dan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) yang dapat menurunkan
resiko berkembangnya arthritis berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Shaphiro et al. (1996)
3. Daging, peneltian yang dilakukan oleh Grant (2000) menunjukkan bahwa
adanya hubungan positif dari konsumsi daging dengan kejadian gout.
Konsumsi daging yang berlebihan dapat meningkatkan resiko terjadinya
gout. Hal in terjadi karena adanya inflamasi pada sendi akibat konsumsi
dua jenis daging sekaligus dalam sekali makan.
4. Bahan makanan yang mengandung antioksidan tinggi yaitu seperti buah
dan sayur.
5. Bahan makanan yang tinggi vitamin C. Penelitian yang dilakukan oleh
Pattinson et al. (2004) menunjukkan hubungan positif antara konsumsi
vitamin C dengan resiko terjadinya arthritis. Selain vitamin C, vitamin D
juga memiliki peran dalam kejadian arthritis. Vitamin D berperan dalam
proses autoimmune yang berhubungan terjadinya inflamasi. Survey yang
dilakukan oleh UK National Diet and Nutrition menunjukkan bahwa
konsumsi vitamin C pada masyarakat masih terbilang rendah, hanya
sekitar 70% yang terasorbsi. Vitamin C yang dikonsumsi sebesar 180 mg/
hari akan diserap oleh tubuh hanya sebesar 70%, namun jika
mengkonsumsi vitamin C 1000 mg/hari tubuh hanya akan menyerap
sebesar 55%, jadi konsumsi vitamin C diatas 500 mg/hari akan menjadi sia

sia dalam mencegah terjadinya stress oksidatif pada tubuh yang


merupakan cikal bakal terjadinya infeksi pada sendi (Rayman dan
Challaghan, 2006). Vitamin D berperan dalam pembentukan proteoglikan
oleh articular condrotiites pada sendi sehingga akan berpengaruh ketika
terserang arthritis. Selain itu, vitamin D juga berperan dalam menekan
aktvivasi sel T yang sangat hiperaktif pada kondisi Arthritis. Konsumsi
vitamin D diatas 9.7 g/ hari dapat menghambat progress terjadinya
arthritis. Makanan yang mengandung sumber Vitamin D adalah ikan, susu,
keju, dan olahannya (Rayman dan Challaghan, 2006).
Terdapat beberapa makanan yang harus dihindari oleh penderita gout
arthritis. Makana tersebut yaitu :
1. Makanan yang mengandung purin tinggi. Asupan purin dibatasi menjadi
100-150 mg perhari. Pada diet normal biasanya kandungan purin
mengandung 600-1.000 mg perhari. Makan-makanan yang mengandung
purin antara lain jeroan seperti jantung, hati, lidah ginjal, usus; ikan
sarden; kerang; ikan herring; kacang-kacangan; bayam; udang; dan daun
melinjo
2. Karbohidrat sederhana jenis fruktosa seperti gula, permen, arum manis,
gulali, dan sirop karena fruktosa akan meningkatkan kadar asam urat
dalam darah.
3. Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam
urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani
dalam jumlah yang tinggi yaitu hati, ginjal, otak, paru dan limpa. Asupan
protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar
50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari.
4. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega Lemak
dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Konsumsi lemak
sebaiknya sebanyak 15% dari total kalori.
5. Buah-buahan yang mempunyai kandungan lemak tinggi seperti alpukat
dan durian.
6. Konsumsi alkohol dihindari karena kadar asam urat mereka yang
mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak
mengonsumsi alkohol. Hal ini karena alkohol akan meningkatkan asam
laktat plasma yang dapat menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.

Daftar Pustaka
Aminah, Mia Siti. 2013. Khasiat Sakti Tanaman Obat Untuk Asam Urat. Jakarta:
Dunia Sehat.
Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia Dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Muha
Medika.
Damayanti, D. 2013. Sembuh Total Diabetes, Asam Urat, Hipertensi Tanpa Obat.
Yogyakarta: Pinang Merah.
Grant WB. The Role of meat in the expression of Rheumatoid Arthritis. British
Journal of Nutrition.2000, 85(5):589-95
Hidayat, Rudy. Gout dan Hiperurisemia. Medicinus. 2009. 22 ( 2).
Noorkasiani, Tamhher. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pagana KD. Mosbys Diagnostic and Laboratory Test Reference 5th Ed. Mosby,
Inc. St. Louis, 2001; 876-879.
Pattison DJ, Symmons DP, Lunt M, Welch A, Luben R, Bingham SA, Khaw KT,
Day NE, Silman AJ (2004b) Dietary risk factors for the development of
inammatory polyarthritis: evidence for a role of high level of red meat
consumption. Arthritis and Rheumatism 50, 3804
Putra TR. Hiperurisemia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi
ke-V, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. Hlm. 50-2550.
Shapiro JA, Koepsell TD, Voigt LF, Dugowson CE, Kestin M, Nelson JL. 1996.
Diet and Rheumatoid arthritis in women :a possible protective effect of fish
consumption. Epidemiology 7 (3) :256-63
Rayman, Margaret dan Challaghan, Alison. 2006. Nutrition And Arthritis.
Blackwell Publishing :Oxford
Sibella, Rifdah. 2010. Libas Asam Urat Dengan Terapi Herbal, Buah, Sayuran.
Klaten: Galmas Publisir.
Zhang W. Doherty M. Bardin T. Pascual E. EULAR Evidence Based
Recommendations for Gout. Part II : Management. Ann Rheum. Dis. 2006.
65 :1312-1324.

Anda mungkin juga menyukai