Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, yang terus menerus membutuhkan
adanya orang lain di sekitarnya. Salah satu kebutuhan manusia untuk
melakukan interaksi dengan sesama manusia. Interaksi ini dilakukan tidak
selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
individu, sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap kemampuan
individu untuk interaksi dengan orang lain (Keliat,2005).
Kelompok adalah kumpulan individu yang memilih hubungan satu
dengan yang lain. Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan ketidaksamaan, kesukaan dan menarik
diri (Keliat,2005).
Terapi kelompok adalah suatu psikoterapi yang dilakukan oleh
sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan diskusi satu sama lain yang
dipimpin, diarahkan oleh terapis/petugas kesehatan yang telah dilatih
(Keliat,2005).
Terapi aktivitas kelompok itu sendiri mempermudah psikoterapi dengan
sejumlah pasien dalam waktu yang sama. Manfaat terapi aktivitas kelompok
yaitu agar pasien dapat belajar kembali bagaimana cara bersosialisasi dengan
orang

lain,

sesuai

dengan

kebutuhannya

memperkenalkan

dirinya.

Menanyakan hal-hal yang sederhana dan memberikan respon terhadap


pertanyaan yang lain sehingga pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
dan dapat merasakan arti berhubungan dengan orang lain (Keliat,2005).
Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.
Wilson dan Kneisl menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan repon social dan harga diri (Stuart,2005).
Pada pasien dengan perilaku kekerasan selalu cenderung untuk
melakukan kerusakan atau mencederai diri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan tidak jauh dari kemarahan. Kemarahan adalah perasaan

jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan yang dirasakan


sebagai ancaman. Ekspresi marah yang segera karena suatu sebab adalah
wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah
yang tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, marah sering diekspresikan secara
tidak langsung (Keliat , 2005).
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan
mempersulit

diri

sendiri

dan

mengganggu

hubungan

interpersonal.

Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan tidak konstruktif pada waktu


terjadi akan melegakan individu dan membantu mengetahui tentang respon
kemarahan seseorang dan fungsi positif marah (Keliat , 2005)..
Berdasarkan hasil observasi dan study dokumentasi di Ruangan
Angsoka Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma pada tanggal 20 April 2016,
didapatkan hasil yaitu jumlah pasien di Ruang Angsoka sebanyak 16 Orang.
Dari pasien tersebut yang mngalami masalah keperawatan resiko perilaku
kekerasan sebanyak 11 orang , halusinasi 4 orang, dan resiko bunuh diri 1
orang. Jadi kami bermaksud untuk mengadakan terapi aktivitas kelompok
dengan masalah keperawatan resiko perilaku kekerasan.

1. Tujuan Umum
Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan
2. Tujuan Khusus
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik
c. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social
d. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual
e. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum
obat

B. ISI (PERILAKU KEKERASAN)


1. Definisi
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi
dua yaitu perilaku kekerasan secara verbal dan fisik. Sedangkan marah
tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu
perangkat perasaan-perasaan tertentu dengan perasaan marah.
2. Penyebab perilaku kekerasan
kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, demam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,
kebutuhan akan status, dan prestise yang tidak terpenuhi.

Frustasi: seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai


tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi
frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika tidak mampu
menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan

orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.


Hilangnya harga diri: pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, gampang tersinggung, gampang marah,
dan sebagainya.

Kebutuhan akan status dan pretise: manusia pada umumnya


mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya.

3. Rentang respon marah


Respon kemarahan dapat di fluktuasi dalam rentang adaptif-mal
adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
Respon Adaptif
Asertif

Respons Maladaptif
Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

Gambar. Rentang Respons Perilaku Kekerasan


Sumber: Keliat (1999)

Keterangan:
1. Asertif

individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan

2. Frustasi

orang lain dan memberikan ketenangan.


individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan

3. Pasif
4. Agresif
5. Kekerasan

:
:
:

tidak dapat menemukan alternatif


individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
perilaku yang menyertai marah
perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol

Tabel. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif dan agresif/kekerasan


Isi Pembicaraan

Pasif
Negatif dan

Asertif
Positif dan

Agresif
Menyombongkan

merendahkan diri,

menawarkan diri,

diri, merendahkan

contohnya

contohnya

orang lain, contoh

perkataan:
Dapatkah saya?
Dapatkah kamu?

perkataan:
Saya dapat
Saya akan

perkataan:
Kamu selalu
Kamu tidak

Tekanan suara

Cepat lambat,

Sedang

pernah
Keras dan ngotot

Posisi badan

mengeluh
Menundukkan

Tegap dan santai

Kaku, condong ke

Jarak

kepala
Menjaga jarak

Mempertahankan

depan
Siap dengan jarak

dengan sikap

jarak yang aman

akan menyerang

Sikap tenang

orang lain
Mengancam, posisi

Penampilan

acuh/mengabaikan
Loyo, tidak dapat

Kontak mata

tenang
Sedikit/sama sekali

Mempertahankan

menyerang
Mata melotot dan

tidak

kontak mata

dipertahankan

sesuai dengan
hubungan
Sumber: Keliat (1999)

4. Gejala marah
Kemarahan

dinyatakan

dalam

berbagai

bentuk,

ada

yang

menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu


bahasa. Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada pasien
dalam keadaan marah diantaranya sebagai berikut:
a. Fisik
Mata melotot,/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,
wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan
nada keras, kasar dan ketus.
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
h. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual
5. Perilaku marah
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena system syaraf
otonom bereaksi terhadap sekresi
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asesif.
Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan
marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Di samping itu
perilaku ini dapat juga untuk mengembangkan diri pasien.
c. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul basanya disertai akibat konflik perilaku
acting out untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain, maupun lingkungan.
6. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien
marah untuk melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi: menerima suatu pengganti yang mulia artinya dimata


masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyaluran secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah
untuk mengurangi ketagangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Resepsi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya: seseorang anak yang sangat benci
pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran
atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang
tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan

perasaan

yang

tertekan

bisaanya

bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang


pada mulanya membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.
C. JADWAL KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan terapi aktivitas kelompok pada pasien dengan
resiko perilaku kekerasan, yaitu
a. Hari/Tanggal

: Sabtu, 8 Agustus 2015 dan Senin, 10 Agustus 2015

b. Waktu

: Pkl. 09.30 10.10 WITA

c. Alokasi waktu

: Perkenalan dan pengarahan (5 menit)


Terapi kelompok (30 menit)
Penutup (5 menit)

d. Tempat

: Ruang Dual Diagnosa

D. SESI YANG DIGUNAKAN


Dalam terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi 4 sesi, yaitu :
a. SESI I : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
b. SESI II : Mencegah Perilaku Kekerasan melalui kegiatan fisik
c. SESI III : Mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan social
d. SESI IV : Mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan spiritual
e. SESI V : Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh meminum obat
E. PESERTA TAK
a. Kriteria pasien
1)

Pasien

yang

bisa

kooperatif

dan

berlangsungnya Terapi Aktifitas Kelompok


2)
Kondisi fisik dalam keadaan baik
3)
Mau mengikuti kegiatan terapi aktifitas

tidak

mengganggu

b. Proses seleksi
1)

Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.

2)

Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.

3)

Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.

4)

Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAK, meliputi:


menjelaskan tujuan TAK pada pasien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok.

F. ANTISIPASI MASALAH
a. Penanganan terhadap pasien yang tidak aktif dalam aktivitas
1) Memanggil pasien
2) Memberi kesempatan pada pasien untuk menjawab sapaan perawat
atau pasien lain
b. Bila pasien meninggalkan kegiatan tanpa izin
1)

Panggil nama pasien

2)

Tanyakan alasan pasien meninggalkan kegiatan

c. Bila pasien lain ingin ikut


1)

Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada pasien


yang telah dipilih

2)

Katakan pada pasien bahwa ada kegiatan lain yang mungkin


didikuti oleh pasien tersebut

G. URAIAN TUGAS DAN SUSUNAN PELAKSANA


Uraian Tugas Tim Terapis
a. Leader
Uraian tugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi

b. Observer
Uraian tugas:
1) Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
2) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok denga evaluasi kelompok
c. Fasilitator
Uraian tugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
3) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan
4) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
5) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
6) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
Nama-Nama Tim Terapis
a.

SESI I
Leader

: Indah Dwi Astuti

Observer

: Alpianor

Fasilitator

: Farida Raudah
Selvia Harum Sari

b.

SESI II
Leader

: Selvia Harum Sari

Observer

: Alpianor

Fasilitator

: Farida Raudah
Indah Dwi Astuti

c.

SESI III
Leader

: Farida Raudah

Observer

: Indah Dwi Astuti

Fasilitator

: Alpianor
Selvia Harum Sari

d. SESI IV
Leader

: Alpianor

Observer

: Indah Dwi Astuti

Fasilitator

: Helma Rasyida
Farida Raudah

e.

SESI V
Leader

: Helma Rasyida

Observer

: Farida Raudah

Fasilitator

: Alpianor
Indah Dwi Astuti

H. RENCANA PELAKSANAAN
a. Memilih pasien yang mengikuti TAK sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan di Ruangan Dual Diagnosa (Nilam) RSJD Sambang Lihum
b. Peserta TAK 9 orang
c. Persiapan waktu yang akan digunakan ada dalam Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Rincian Alokasi Waktu TAK (Sabtu, 8 Agustus 2015)
No.
Kegiatan
Alokasi
Keterangan
waktu
1. Tahap orientasi:
Memberi salam terapeutik:
5 menit
Di pimpin oleh Leader
salam dari terapis
Evaluasi/validasi:
menanyakan
perasaan
pasien saat ini
Kontrak
2. Tahap kerja:
10 menit
Di pimpin oleh Leader
Sesi I
10
menit
Di pimpin oleh Leader
Sesi II
10 menit
Di pimpin oleh Leader
Sesi III
3. Tahap terminasi:
5 menit
Di pimpin oleh Leader
Evaluasi
Rencana tindak lanjut
Kontrak yang akan datang
Tabel 2. Tabel Rincian Alokasi Waktu TAK (Senin, 10 Agustus 2015)
No.
Kegiatan
Alokasi
Keterangan

waktu
1.

2.

3.

Tahap orientasi:
Memberi salam terapeutik:
salam dari terapis
Evaluasi/validasi:
menanyakan
perasaan
pasien saat ini
Kontrak
Tahap kerja:
Sesi IV
Sesi V
Tahap terminasi:
Evaluasi
Rencana tindak lanjut
Kontrak yang akan datang

5 menit

Di pimpin oleh Leader

10 menit
10 menit

Di pimpin oleh Leader


Di pimpin oleh Leader

5 menit

Di pimpin oleh Leader

d. Setting Tempat

: Leader

Fasilitator

: Observer
: Pasien

Jumlah Perawat
Mahasiswa Ners : 4 Orang
CI
: 2 Orang
Pasien
: 9 Orang
I. PROSES PELAKSANAAN
(Terlampir)
J. PROSES EVALUASI
1. Evaluasi input
Tim berjumlah 4 orang dengan 1 Leader, 2 Fasilitator, 1 Observer.
Lingkungan nyaman
2. Evaluasi Proses
Leader & Co Leader berada di samping pasien dan menjelaskan

peraturan permainan dengan jelas.


Fasilitator menempatkan diri di samping pasien
Observer menempatkan diri di samping barisan pasien untuk

mengawasi jalannya kegiatan.


Minimal 80 orang pasien yang mengikuti permainan dapat

mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.


Minimal 5 orang pasien aktif mengikuti kegiatan, maksimal 2

orang yang keluar.


3. Evaluasi Hasil
70% Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan
70% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan

fisik
70 % Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara social
50% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan kegiatan

spiritual
80% Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh
minum obat

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
EGC. 2005.

Anda mungkin juga menyukai