Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Manusia dipengaruhi oleh kebudayaan setempat, tempatnya bertempat
tinggal. Misalnya, seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga kelas
menengah akan di

didik nilai-nilai,kepercayaan,dan perilaku-perilaku yang

diharapkan, yang umum terjadi pada keluarga dalam kelas tersebut.Demikian juga
yang terjadi dalam sejarah pertumbuhan suatu organisasi.Ide yang menganggap
organisasi-organisasi itu sebagai satuan-satuan budaya, yang di dalamnya terdapat
sebuah sistem yang dapat diartikan sama oleh setiap anggota organisasi, adalah
suatu feneomena yang masih relative baru.
Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan
memecahkan suatu masalah yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah
internal maupun eksternal yang sudah cukup baik dijadikan bahan pertimbangan
dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada anggota baru sebagai jalan yang
terbaik untuk berpikir dan merasakan didalam suatu hubungan permasalahan
tersebut.
Organisasi itu adalah sekumpulan orang yang terstruktur secara sistematis
yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Robbins dan Judge (2007)
mendefinisikan Budaya organisasi sebagai sebuah system makna bersama yang
dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi yang lain.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu organisasi menjadi terkenal
dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak semua budaya organisasi dapat
menjadi pendukung organisasi itu. Ada budaya organisasi yang tidak sesuai
dengan perkembangan zaman. Maksudnya tidak dapat menyocokkan diri dengan
lingkungannya, dan lebih ditakutkan lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan
budaya nya dengan perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Dalam keadaan inilah anggota tidak akan mendapatkan kepuasan kerja.
Memang banyak faktor lain yang menyebabkan anggota tidak memperoleh
kepuasan kerja, tapi faktor budaya organisasi merupakan faktor yang utama.

Oleh karena itu,mempelajari budaya organisasi sangatlah penting.Karena


perbedaan setiap budaya mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam
mengambil keputusan atau tindakan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentefikasi masalah
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa yang dimaksud dengan Budaya dan Organisasi ?


Pengertian Budaya Organisasi ?
Unsur-unsur Budaya Organisasi ?
Fungsi dan dinamika Budaya Organisasi ?
Bagaimana peran Budaya Organisasi ?
Apa yang dimaksud Atefak di dalam Budaya Organisasi ?
Apa yang dimaksud uniformitas Budaya ?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah :


Tujuan dalam pembuatan makalah yang kami susun ini adalah :
1. Mendefinisikan budaya organisasi dan menjelaskan karakteristik
2.
3.
4.
5.
6.

budaya organisasi.
Menjelaskan proses terbentuknya budaya organisasi.
Menyebutkan dan menjelaskan fungsi budaya organisasi.
Menjelaskan budaya organisasi yang kuat dan yang lemah.
Menyebutkan dan menjelaskan tiga tipe budaya organisasi.
Menyebutkan dan menjelaskan berbagai cara untuk menanamkan

budaya organisasi.
7. Menjelaskan model tiga tahap sosialisasi.
8. Menjelaskan tentang artefak, uniformitas budaya dll

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Budaya dan Organisasi
a.

Budaya

Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan
memecahkan suatu masalah yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah
internal maupun eksternal yang sudah cukup baik dijadikan bahan pertimbangan
dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada anggota baru sebagai jalan yang
terbaik untuk berpikir dan merasakan didalam suatu hubungan permasalahan
tersebut.
b.

Organisasi
Menurut dimock Organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada

bagian-bagian yang saling berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat
mengenai kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Menurut Herbert G Hicks Organisasi adalah proses yang terstruktur
dimana orang-orang berinteraksi untuk mencapai tujuan
Menurut Mc Farland Organisasi adalah suatu kelompok manusia yang
dapat dikenal yang menyumbangkan usahanya terhadap tercapainya suatu tujuan.
Jadi, organisasi itu adalah sekumpulan orang yang terstruktur secara
sistematis yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan
2.2 Pengertian Budaya Organisasi
Dalam beberapa literatur istilah budaya perusahaan/corporate culture
sering diganti dengan budaya organisasi/organization culture. Kedua istilah
tersebut dianggap memiliki pengertian yang sama (soedjono,2005). Robbins dan
Judge (2007) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah system makna
bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi
tersebut dengan organisasi yang lain.
Karakteristik budaya organisasi terdiri dari.
1) Invovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan didodrong
agar bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
2) Perhatian pada hal-hal rinci/detail. Sejauh mana karyawan diharapkan
menjalankan kecermatan/precision, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.
3) Orientasi hasil. Sejauh mana pihak manajemen lebih focus pada hasil daripada
focus pada teknik atau proses yangdigunakan mencapai hasil tersebut.

4) Orientasi

orang.

Sejauh

mana

keputusan-keputusan

manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang-orang yang ada di


dalam organisasi.
5) Orientasi team. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada team
daripada individu-individu.
6) Keagresifan/aggressiveness. Sejauh mana orang bersikap agresif dan
kompetitif dari pada santai.
7) Stabilitas. Sejauh mana

kegiatan-kegiatan

organisasi

menekankan

dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan.


Untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai budaya suatu organisasi,
dapat dilakukan dengan cara menilai suatu organisasi berdasarkan karakteristikkarakteristik budaya organisasi tersebut. Sebagian besar organisasi memiliki
budaya dominan/dominant culture dan banyak sub-budaya/sub-culture. Budaya
dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas
anggota organisasi, sedangkan sub-budaya cenderung berkembang di dalam
organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman sama
yang dihadapi oleh para anggotanya. Sesuai dengan definisi budaya, yaitu system
makna bersama, maka aspek makna bersama tersebut merupakan alat potensial
yang menuntun dan membentuk perilaku (Robbins dan Judge, 2007).
2.3 Terbentuknya Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan kebiasaan, tradisi, dan tata cara umum
dalam melakukan sesuatu dan sebagian besar berasal dari pendiri organisasi
(Falikhatun, 2003).
2.4 Fungsi Budaya Organisasi
Setiap organisasi harus menyelesaikan permasalahan integrasi internal dan
adaptasi eksternal. Permasalahan internal dan eksternal saling berkaitan, sehingga
harus dihadapi secara simultan. Oleh sebab itu fungsi utama budaya organisasi
adalah

membantu

memahami

lingkungan

dan

menentukan

bagaimana

meresponsnya, sehingga dapat mengurangi kecemasan, ketidakpastian, dan


kebingungan (Yuki, 2007). Budaya organisasi yang efektif membantu organisasi
mengantisipasi

dan

beradaptasi

dengan

perubahan

lingkungan.

Proses

pengembangan budaya organisasi yang adaptif dimulai dengan kepemimpinan.


4

2.5 Budaya Organisasi yang Kuat


Budaya yang kuat tetapi bertahan terhadap perubahan dapat menjadi
sesuatu yang buruk dari sudut pandang kompetitif dan kemampuan mendapatkan
keuntungan, dibandingkan budaya yang lemah tetapi inovatif (Kreitner dan
Kinicki, 2005).
Salah satu hasil dari budaya yang kuat adalah menurunnya perputaran
karyawan/turnover. Budaya yang kuat mencerminkan kesepakatan yang tinggi
antar-anggota organisasi mengenai apa yang diyakini organisasi. Keharmonisan
tujuan semacam ini akan membangun kekompakan, loyalitas, dan komitmen
organisasional, yang pada gilirannya akan mengurangi kecenderungan keryawan
untuk meninggalkan organisasi (Robbins dan Judge, 2007).
2.6

Menciptakan dan Mempertahankan Sebuah Budaya


Beberapa budaya organisasi mungkin merupakan akibat tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh para pendiri, baik langsung maupun tidak langsung. Tetapi,
tidak selalu demikian, kadang-kadang para pendiri ini menciptakan budayabudaya yang lemah. Ketika organisasi tersebut menghadapi situasi harus tetap
hidup, seorang manajer puncak yang baru harus diangkat untuk menggali dan
memelihara sebuah budaya yang kuat.
Pada waktu yang lain, sebuah budaya harus diganti karena lingkungannya
telah berganti dan nilai-nilai kultural inti sebelumnya tidak sejalan lagi dengan
nilai-nilai yang diperlukan organisasi untuk tetap hidup.
Jika kondisi-kondisi mendukung perubahan budaya, hendaknya Anda
mempertimbangkan saran-saran berikut :
1. Buatlah orang-orang manajemen puncak menjadi model peran yang positif,
dengan menentukan nada lewat perilaku mereka.
2. Ciptakan cerita, lambing, dan ritual baru untuk menggantikan yang dewasa
ini berlaaku.
3. Pilih, promosikan, dan topang karyawan yang mendukung nilai-nilai baru
yang dicari.
4. Rancang ulang proses sosialisasi untuk digandeng dengan nilai-nilai yang
baru itu.

5. Ubahlah sistem imbalan untuk mendorong penerimaan atas seperangkat nilai


yang baru.
6. Gantilah norma-norma tidak tertulis dengan aturan dan pengaturan formal
yang dijalankan dengan ketat.
7. Acaklah sub budaya yang berlaku lewat transfer, perputaran pekerjaan, atau
pemutusan hubungan kerja.
8. Berusahalah untuk memperoleh consensus kelompok dari rekan sekerja lewat
pemanfaatan partisipasi karyawan dan penciptaan suatu iklim dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi.
Dengan melaksanakan sebagian besar atau semua saran ini tidak akan
menghasilkan pergeseran yang segera atau dramatis dalam budaya organisasi.
Dalam analisis final, perubahan budaya merupakan proses yang panjang yang
dinyatakan dalam tahun, bukannya bulan. Tetapi jika pertanyaannya adalah
Dapatkah budaya diubah? jawabnya adalah Dapat!
2.7 Tipe-tipe Budaya Organisasi
Para Peneliti berusaha untuk mengidentifikasi dan mengukur berbagai tipe
budaya organisasi dengan tujuan untuk mempelajari hubungan antara tipe
efektivitas budaya dan organisasi. Ada 3 tipe budaya organisasi, yaitu budaya
konstruktif, budaya pasif-defensif, dan budaya agresif-defensif, serta masingmasing tipe berhubungan dengan seperangkat keyakinan normative yang berbeda.
1. Budaya konstruktif. Budaya konstruktif adalah budaya dimana para
karyawan didorong untuk berinteraksi dengang individu lain serta
mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan membantu
mereka memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang.
2. Budaya pasi-defensif. Budaya ini bercirikan keyakinan yang memungkinkan
berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam
keamanan kerjanya sendiri.
3. Budaya agresif- defensif. Budaya ini mendorong karyawan mengerjakan
tugas - tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status
mereka.
Sementara itu Wallach membagi tipe budaya organisasi menjadi 3, yaitu
budaya birokratis, budaya inovatif, dan budaya suportif.

2.8 Menanamkan Budaya Organisasi


Budaya organisasi berasal dari filosofi pendirinya. Budaya ini kemudian
ditanamkan kepada seluruh anggota organisasi. Menurut Edgar Schein, seorang
sarjanan perilaku organisasi, untuk menanamkan budaya kepada para anggota
organisasi melibatkan proses belajar (Kreitner dan Kinicki, 2005). Budaya
organisasi ditanamkan melalui berbagai bentuk antara lain penceritaan kisah,
ritual, symbol-simbol material, dan bahasa.
2.9 Menanamkan Budaya Organisasi Melalui Sosialisasi
Sosialisasi merupakan salah satu cara penting untuk menanamkan budaya
organisasi. Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasi keryawan atau individu
dengan budaya organisasi. Oleh sebab itu organisasi membantu para karyawan
baru tersebut agar dapat beradaptasi dengan budaya organisasi melalui sosialisasi
(Robbins and Judge, 2007).
Hasil dari sosialisasi dapat berupa hasil tingkah laku dan hasil yang
bersifat efektif. Hasil tingkah laku berupa karyawan dapat laksanakan tugasnya
dengan baik, memiliki komitmen untuk tetap berada di organisasi, dan berinovasi
serta bekerja sama secara spontan. Sementara itu hasil yang bersifat afektif berupa
adanya rasa puas secara umum, memiliki motovasi untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan, dan terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kemampuan tinggi.
2.10 Bagaimana mengubah Budaya Suatu Organisasi
Mengubah budaya suatu organisasi luar biasa sukarnya, tetapi budayabudaya itu dapat diubah. Misalnya, lee lacocca masuk Chrysler Corp. dalam tahun
1978, ketiak perusahaan itu tampaknya tinggal beberapa pekan lagi akan
bangkrut. Diperlakukan waktu lima tahun tetapi ia menerima budaya Chrysler
yang konservatif, melihat ke dalam dan berorientasi rekayasa dan mengubahnya
menjadi budaya yang berorientasi tindakan, tanggap pasar, cerita ini sudah
diketahui banyak orang. Bukti mengemukakan bahwa perubahan budaya paling
mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua kondisi berikut ini ada :
Suatu krisis dramatis. Inilah kejutan yang menghancurkan status quo dan
mengemukakan pertanyaan mengenai relevansi budaya yang ada. Contoh dari

krisis ini mungkin berupa suatu kemunduran financial yang mengejutkan,


hilangnya pelanggan utama, atau terobosan teknologis yang dramatis oleh suatu
pesaing. Para eksekutif pada Pepsi Cola dan Ameritech bahkan mengakui
menciptakan krisis agar merangsang perubahan budaya dalam organisasi mereka.
Pergantian kepemimpinan. Kepemimpinan puncak yang baru, yang
dapat memberikan suatu perangkat alternative dari nilai-nilai kunci, dapat
dipersepsikan sebagai lebih mampu dalam menanggapi krisis itu. Yang pasti disini
adalah eksekutif kepala dari organisasi itu tetapi itu juga mungkin perlu mencakup
semua posisi manajemen senior. Mempekerjakan dirut dari luar pada IBM (Louis
Gerstner)

dan

General

Motors

(Jak

Smith)

melukiskan

upaya

untuk

memperkenalkan kepemimpinan baru.


Organisasi yang muda dan kecil. Makin muda organisasi itu, akan makin
kurang berakar budayanya sama halnya, lebih muda bagi manajemen untuk
mengkomunikasikan nilai-nilainya yang baru bila organisasi itu kecil. Sekali lagi
ini membantu menjelaskan kesulitan yang dihadapi korporasi multimiliar dolar
dalam mengubah budaya.
Budaya Lemah. Makin luas suatu budaya dianut dan makin tinggi
kesepakatan dikalangan anggota mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit
mengubah budaya itu, sebaliknya, budaya lemah lebih mudah menerima
perubahan daripada budaya yang kuat.

2.11 Perspektif Tentang Budaya Organisasi


Dalam pembicaraan sebelumnya, perhatian kita lebih diarahkan pada arti
dan identifikasi elemen-elemen budaya. Berikutnya kita bicarakan sebuah isu
yang tidak kalah pentingnya, yaitu perspektif tentang budaya organisasi, yang
jenis-jenisnya dapat diterangkan sebagai berikut:
a) Perspektif Integrasi
Perkembangan perhatian kita kepada organisasi-organisasi sebagai satuansatuan kultur cenderung mengutamakan pengintegrasian, sifat kebersamaan dari
fenomena kultural. Prespektif integrasi memperlakukan kultur sebagai sebuah
fenomena, baik dalam pengertian bahwa kultur ini dipercayai bersama oleh semua

anggota organisasi maupun dalam pengertian bahwa bermacam fenomena kultural


itu konsistensatu sama lain. Perspektif integrasi memfokuskan perhatian pada
nilai-nilai inti yang diperkirakan dapat mendominasi dan member cirri kepada
organisasi secara keseluruhan.
Sathe (1985) memberikan sebuah model enam langkah mendasari
perspektif integrasi, dengan cara dimana para manajer dapat mengontrol karakter
dari budaya:
Praseleksi dan mempekerjakan para anggota, memilih mereka yang dinilai
kemungkinannya paling cocok dengan budaya organisasi, barangkali Karen
mereka juga berpegang pada pandangan-pandangan yang konsisten dengan
budaya yang ada atau yang diinginkan. Hal ini dapat melibatkan sebuah
tranplantasi budaya melalui orang-orang yang baru dibawa ke dalam organisasi.
a) Sosialisasi, baik melalui sluran-saluran formal seperti program-program
introduksi dan latihan maupun cara informal seperti interaksi sehari-hari
dengan teman sekerja, para karyawan baru, secara disadari atau tidak,
megabsorsi informasi tentang apa saja yang diharapkan dan bagaimana
sesuatu dikerjakan di dalam organisasi.
b) Memindahkan para anggota yang menyimpang, menghindari mereka yang
tidak dapat atau tidak mau menyesuaikan diri dengan budaya yang telah
terbentuk.
c) Memberikan penguatan kepada perilaku yang disenangi. Dengan memberikan
penghargaan atau hukuman untuk perilaku tertentu, perilaku yang disenangi
dapat diberi penguatan.
d) Memberikan pengutan terhadap nilai-nilai dan kepercayaan. Para karyawan
dapat mengadopsi perilaku-perilaku baru sebagai sesuatu yang harus cepat
dilakukan tanpa perlu mengubah kepercayaan dasar mereka.
e) Komunikasi kultural, mentransmisikan kepercayaan kultural, nilai-nilai
asumsi-asumsi, dan perilaku-perilaku melalui artefak-artefak seperti ceritacerita dan berbagai seremoni. Hal ini merupakan sebuah pengakuan tentang
simbolik-simbolik yang signifikan yang diambil oleh para manajer.
Perspektif integrasi popular di kalangan para manajer, karena termasuk
lembut, memberikan pandangan sebuah kultur sebagai sesuatu yang jelas, tidak
berantakan, dan mudah terlihat.

b) Perspektif Diferensiasi
Dari perspektif diferensiasi, budaya organisasi tidak dicirikandengan
keharmonisan dan kesatuan tetapi oleh perbedaan, bahkan inkonsistensi
(Meyerson & Martin, 1987). Perspektif diferensiasi mengakui adanya perbedaanperbedaan kultural dan sebagai bagian dari hal ini mengakui juga kemungkinan
terjadinya konflik diantara subkultur-subkultur.
Kultur dari sebuah organisasi dapat lebih tepat digambarkan sebagai
sebuah subkultur yang dominan. Martin & Shiel (1983) menunjukkan adanya tiga
jenis lain dari subkultur:
a) Peningkatan/perbaikan: mereka yang memperlihatkan sebuah kepatuhan
ekstrim terhadap nilai-nilai inti dari subkultur yang dominan.
b) Ortogonal: mereka yang menerima secara simultan, baik nilai-nilai initi dari
kultur yang dominan maupun set nilai-nilai lain yang tidak menimbulkan
konflik, seperti orang-orang dari sebuah profesi.
c) Kultur yang bertentangan: mereka yang memperlihatkan tantangan
langsung terhadap nilai-nilai inti dari subkultur yang dominan.

c) Perspekif Fragmentasi
Perspektif fragmentasi, status khusus adalah satu keadaan di mana
pengertian-pengertian berbeda di antara orang-orang dan dalam diri seseorang
sepanjang waktu. Pengertian-pengertian tidak bersesuai terhadap beberapa corak
yang konsisten. Perspektif fragmentasi menolak keberadaan pulau-pulau serupa
itu sebagai bentuk-bentuk permanen dari lanskap.
Perspektif fragmentasi menempatkan keraguan pada pusat kultur daripada sebagai
efek residual dari batas-batas yang telah terpola.
Nilai dari Ketiga Perspektif
Meyerson & Martin (1987) dan Martin (1992) mempunyai argumen bahwa
merupakan sesuatu yang krusial dan penting untuk mengerti sepenuhnya tentang
budaya-budaya organisasi agar bias menganalisis sebuah situasi dari sebuah
perspektif. Merupakan seuatu yang penting pulauntuk waspada terhadap hal-hal
berikut:
a) Adanya proses-proses yang memproduksi dan memperlihatkan keharmonisan
dan konsensus
b) Factor-faktor kultural yang berdasar pada perbedaan dan inkonsistensi

10

c) Keraguan yang lebih merupakan status natural daripada beberapa states


temporer sebelum sebuah corak yang regular ditempatkan.
Perspektif integrasi meyelaraskan kita kepada factor-faktor yang
mempengaruhi

organisasi

secara

keseluruhan.

Perspektif

diferensiasi

menyelaraskan kita kepada vaiarasi dan perbedaan. Jadi, kita melihat kultur
organisasi yang pervasive sebagai salah satu pilihan yang dapat muncul. Akhirnya
perspektif fragmentasi membuat kita waspada tentang pentingnya untuk tidak
mengasumsi bahwa atribusi pengertian dapat jatuh ke dalam kategori-kategori
berdasar pada organisasi tertentu atau kelompo-kelompok/subkultur-subkultur
tertentu.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Budaya adalah salah satu dasar dari asumsi untuk mempelajari dan
memecahkan suatu masalah yang ada didalam sebuah kelompok baik itu masalah
internal maupun eksternal yang sudah cukup baik dijadikan bahan pertimbangan
dan untuk diajarkan atau diwariskan kepada anggota baru sebagai jalan yang
terbaik untuk berpikir dan merasakan didalam suatu hubungan permasalahan
tersebut.
Organisasi itu adalah sekumpulan orang yang terstruktur secara sistematis
yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Robbins dan Judge (2007)
mendefinisikan Budaya organisasi sebagai sebuah system makna bersama yang
dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan
organisasi yang lain.
Budaya yang kuat mencerminkan kesepakatan yang tinggi antar-anggota
organisasi mengenai apa yang diyakini organisasi. Sosialisasi adalah proses yang

11

mengadaptasi keryawan atau individu dengan budaya organisasi. Untuk


mendapatkan gambaran utuh mengenai budaya suatu organisasi, dapat dilakukan
dengan cara

menilai suatu organisasi berdasarkan karakteristik-karakteristik

budaya organisasi tersebut.


Ada 3 tipe budaya organisasi yang sudah kita ketahui di makalah ini, yaitu
budaya konstruktif, budaya pasif-defensif, dan budaya agresif-defensif, serta
masing-masing tipe berhubungan dengan seperangkat keyakinan normative yang
berbeda. Fungsi utama budaya organisasi adalah membantu memahami
lingkungan

dan

menentukan

bagaimana

meresponsnya,

sehingga

dapat

mengurangi kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan (Yuki, 2007).


Untuk menanamkan budaya kepada para anggota organisasi melibatkan
proses belajar (Kreitner dan Kinicki, 2005). Budaya organisasi ditanamkan
melalui berbagai bentuk antara lain penceritaan kisah, ritual, symbol-simbol
material, dan bahasa.
Budaya-budaya kecil (divisi kecil) yang ada dalam sebuah perusahaan
dapat memperlemah dan mempersulit organisasi/perusahaaan jika berkonflik
dengan budaya dominan dan atau tujuan menyeluruh dari organisasi. Beberapa
perusahaan ternyata bisa menunjukkan bahwa hal di atas tersebut tidak selalu
benar. Hampir seluruh budaya kecil dibentuk untuk membantu para anggota dari
kelompok tertentu mengatasi atau mengurusi problem-problem khusus sehari-hari
yang menjadi tantangan mereka. Para anggota ini dapat juga memberikan banyak
bantuan.kalau tidak semua,terhadap nilai-nilai inti budaya dominan.
Istilah artefak jika digunakan dalam hubungan dengan budaya
mengarahkan perhatian kita terhadap budaya sebagai kenyataan yang sedikit
banyak dapat diamati bentuk-bentuk dan praktik-praktiknya. Artefak-artefak
kultural yang klasik yang digambarkan dengan pengertian diatas tersebut adalah
Bahasa, mitos, seremoni, ritual, dan norma.
Budaya adalah sebuah pertanggungjawaban ketika nilai-nilai yang
dirasakan bersama itu tidak dalam persetujuan dengan nilai-nilai yang akan lebih
jauh lagi meningkatkan efektivitas organisasi. Sifat Konsisten, perilaku itu
merupakan asset buat organisasi jika organisasi ini menghadapi lingkungan yang
stabil. Tetapi, konsistensi itu dapat pula menjadi beban organisasi dan membuat

12

kesukaran dalam merespons perubahan-perubahan di lingkungan sekitarnya,


apalagi kalau perubahan-perubahan tersebut begitu cepat.
3.2 Saran
Kami tidak memungkiri adanya kendala dalam melakukan penulisan
makalah ini.Oleh karena itu,kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata ataupun kalimat yang kurang jelas, kurang dimengerti dan tidak
lugas.Karena terbatasnya pengetahuan yang kami miliki.Kami berharap kepada
para pembaca memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi
sempurnanya makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

13

DAFTAR PUSTAKA

Sutoyo,Danang dan Burhanudin..2015. PERILAKU KEORGANISASIAN


Yogyakarta : CAPS (Center of Academic Publishing Service
Muchlas,Makmuri.2008. PERILAKU ORGANISASI.Yogyakarta : GADJAH
MADA UNIVERSITY PRESS.
P.Robbins,Stephen.2000..PERILAKU ORGANISASI Jilid 2. Edisi ke-8. Jakarta :
PT.Prenhallindo
http://milikyusry.blogspot.com/2013/04/makalah-budaya-organisasi.html
http://akmal-aria.blogspot.com/2013/07/budaya-organisasi.html

14

Anda mungkin juga menyukai