1.1.
Matematika sebagai alat bagi ilmu yang lain sudah cukup dikenal dan sudah tidak
diragukan lagi. Matematika bukan hanya sekedar alat bagi ilmu, tetapi lebih dari
itu matematika adalah bahasa. Sejalan dengan itu Jujun S. Suriasumantri
(2007:190) mengatakan, matematika merupakan bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan padanya, tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumusrumus yang mati. Hal senada juga disampaikan oleh Evawati Alisah (2007: 23)
matematika adalah sebuah bahasa, ini artinya matematika merupakan sebuah cara
mengungkapkan atau menerangkan dengan cara tertentu. Dalam hal ini yang
dipakai oleh bahasa matematika ialah dengan menggunakan simbol-simbol.
Matematika merupakan bahasa, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu
berfikir, alat untuk menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana
komunikasi antar siswa dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi
dalam matematika dan pembelajaran matematika menjadi sesuatu yang diperlukan
seperti yang diungkapkan oleh Lindquist (1996), jika kita sepakat bahwa
matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan
terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi
merupakan esensi dan mengajar, belajar, dan mengassess matematika.
Murtiyasa dalam publikasi ilmiahnya mengenai trend keterampilan
matematika abad 21 mengatakan,
Pada masa ekonomi pertanian dan industri, barangkali sudah cukup bagi
siswa untuk menguasai kemampuan dasar membaca, menulis, dan
berhitung. Tetapi pada era informasi saat ini, di mana para siswa harus
berkompetisi pada masyarakat global, para siswa dituntut mempunyai
kreativitas (creativity), kemampuan berpikir kritis (critical thinking),
berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration), yang
lebih dikenal dengan akronim Four Cs(NEA, 2011). Di samping itu, para
siswa juga masih memerlukan keahlian tambahan diberbagai disiplin,
seperti bahasa asing (Inggris), seni, geografi, sains, dan ilmu-ilmu sosial.
Para guru harus melengkapi ketrampilan 4C (four Cs) tersebut guna
menyiapkan
siswanya
sebagai
warga
dan
pekerja
global
(Murtiyasa,2016:4).
Lebih
lanjut,
upaya
dalam
memberikan
ketrampilan
tersebut,
thinking
and
problem
solving),
komunikasi
dan
kolaborasi
berkomunikasi pada lingkup yang luas pada berbagai kelompok dan lingkungan
yang berbeda.
Berdasarkan uraian di atas, betapa pentingnya guru-guru terkhusus guru
matematika untuk memiliki kemampuan yang inovatif. Guru diperhadapkan
kepada tantangan untuk mengubah mindsetnya dalam proses belajar mengajar. Di
kelas, matematika itu tidak lagi hanya terbatas pada aktivitas kognitif,
menyelesaikan soal-soal matematika yang ada di buku, LAS, maupun bank soal.
Namun, arah pembelajaran matematika saat ini adalah menciptakan kemampuankemampuan yang dapat menolong siswa dalam menghadapi perkembangan
zaman. Pembelajaran matematika di sekolah diharapkan dapat membentuk siswa
untuk mempunyai kreativitas (creativity), kemampuan berpikir kritis (critical
thinking), berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration),
sebagai modal di masyarakat.
Dengan keterampilan tersebut, para siswa seharusnya mampu bersaing di
kancah global. Namun apa yang diharapkan masih jauh dari kenyataan. Hasil
OECD menempatkan Indonesia pada peringkat ke-69 dari 79 untuk sekolah global
(http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/05/150513_majalah_asia_sekolah_t
erbaik) . Ranking pendidikan tahun 2015 dari OECD, dari 76 negara yangg
berpartisipasi dalam tes PISA tahun 2015 Indonesia menduduki urutan ke 69
(Rifani dalam http://penggarisku.blogspot.co.id/2015/12/peringkat-pendidikan-didunia-tahun.html#.V74_KJh97IU). Penyelenggara PISA 2012 secara umum
menyimpulkan bahwa prestasi siswa di bidang matematika sangat menentukan
keberhasilan dan kemajuan bangsa, baik itu dalam peningkatan kualitas
pendidikan maupun dalam partisipasi politik. Meningkatnya kemampuan
matematika seiring dengan bertumbuhnya rasa percaya diri, rasa kepemilikan
akan masa depan sebagai pelaku perubahan. Faktor msatematika menjadi
prediktor perubahan sosial dan ekonomi bangsa.
Kenyataan bahwa siswa Indonesia merasa paling bahagia, juga paling
mudah bersahabat, tetapi tetap terpuruk prestasi akademisnya menunjukkan
bahwa sistem pendidikan kita telah gagal melahirkan individu pembelajar.
Semangat Kurikulum 2013, yang diterapkan tanpa memperhatikan beragam
siswa
tersebut.
Siswa
akan
memberikan
respon
berdasarkan
interpretasinya terhadap informasi itu. Masalah yang sering timbul adalah respon
yang diberikan siswa atas informasi yang diterirnanya tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik dan matematika
yang sarat dengan istilah dan simbol, sehingga tidak jarang ada siswa yang
mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak mengerti apa
yang sedang dikerjakannya.
Pugalee (2001) mengatakan bahwa siswa perlu dibiasakan dalam
pembelajaran untuk memberikan argumen atas setiap jawabannya serta
memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa
yang sedang dipelajari menjadi lebih bermakna baginya.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan
pendidikan
matematika.
Komunikasi
merupakan
cara
berbagi
ide
dan
generalisasi.
g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari.
Selain itu menurut Greenes dan Schulman (1996: 159) komunikasi
matematik adalah: kemampuan (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan,
tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda,
(2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan,
atau dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan
bermacam-macam representasi ide dan hubungannya. Selanjutnya menurut
Sullivan & Mousley (Bansu Irianto Ansari, 2003: 17), komunikasi matematik
bukan hanya sekedar menyatakan ide melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu
kemampuan
siswa
dalam
hal
bercakap,
menjelaskan,
menggambarkan,
Bansu
Irianto Ansari
(2003) menelaah
kemampuan
Komunikasi
matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi
tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkap melaui intensitas keterlibatan siswa
dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran. Sementara
yang dimaksud dengan komunikasi matematika tulisan (writing) adalah
kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi
dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta
memahaminya dalam memecahkan masalah. Kemampuan ini diungkap melalui
repsentasi matematika. Representasi matematika siswa diklasifikasikan dalam tiga
kategori: (a) pemunculan model konseptual, seperti gambar, diagram,tabel dan
grafik (aspek drawing); (b) membentuk model matematika (aspek mathematical
expression); dan (c) argumentasi verbal yang didasari pada analisis terhadap
gambar dan konsep-konsep formal (aspek written texts).
Komunikasi matematik merupakan suatu proses atau cara mengungkapkan
suatu idea matematik ke dalam bentuk lainnya baik secara lisan atau tulisan.
Dalam pembelajaran matematika, komunikasi matematika secara lisan terlukis
dalam cara guru menjelaskan materi, mengajukan pertanyaan, dan menjawab
pertanyaan siswa, dan dalam cara siswa menjawab pertanyaan guru atau
temannya, cara siswa menjelaskan pengerjaan soal matematika. Sedangkan
komunikasi matematik tertulis terlukis pada cara siswa menyelesaikan tes tertulis
matematika atau karya tulis dalam matematika.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis khususnya siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Contoh
masih rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2007), Rohaeti (2003), dan Qohar
(2009) yang menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
masih kurang/rendah, baik dalam melakukan komunikasi secara lisan ataupun
tulisan. Hal ini mungkin karena siswa tidak dibiasakan dalam mengemukakan
pendapat/gagasan/ide dalam pembelajaran di sekolah, padahal siswa yang mampu
mengkomunikasikan idenya baik secara lisan atau tulisan, akan lebih banyak
menemukan cara penyelesaian suatu permasalahan.
Kesulitan
siswa
dalam
memahami
matematika,
tentunya
akan
ide
tersebut
baik
secara
lisan
ataupun
tulisan.
di masa yang akan datang. Salah satu masalah dalam pembelajaran adalah
rendahnya pemahaman siswa terhadap suatu materi, sehingga tujuan dan hasil
pembelajaran yang diharapkan masih kurang maksimal. Metode pembelajaran
yang masih statis, serta sikap mental pendidik yang kurang progresif perlu adanya
perubahan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metode dan strategi pembelajaran
yang menarik agar dapat meningkatkan pemahaman siswa dan daya ingatnya
terhadap suatu materi.
Pada pembelajaran matematika, perlu diperhatikan metode yang
digunakan dalam mengajar, karena metode yang dipilih menentukan tingkat
keberhasilan belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, guru
harus memperhatikan metode mengajar yang akan ia pergunakan agar sesuai
dengan materi pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Slavin:
Salah satu metode dalam mengajarkan materi matematika yaitu dengan
menggunakan materi pembelajaran kooperatif, sistem pembelajaran ini dapat
mengaktifkan siswa sehingga siswa benar-benar dapat memahami materi yang
diajarkan. Karena dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah
menemukan cara-cara dalam memahami materi pelajaran matematika sebab
terpaku dengan teman-temannya.
Manfaat dari pembelajaran kooperatif yaitu, meningkatkan rasa harga diri,
memperbaiki sikap terhadap mata pelajaran dan memperbaiki kehadiran, saling
memahami perbedaan individu sehingga dapat mengurangi konflik antar siswa,
mengurangi sikap apatis, memperdalam pemahaman dan meningkatkan motivasi,
sehingga meningkatkan hasil belajar.
Kemampuan komunikasi siswa dan berpikir kritis yang rendah sangat
mungkin dikarenakan penggunaan model pembelajaran yang tidak sesuai. Oleh
karena itu diperlukan suatu
berbasis
budaya
menjadikan
pembelajaran
menarik
dan
dalam kehidupan sosial bagi masyarakat. Pendidikan dan budaya adalah sesuatu
yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan
kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan
pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalam
masyarakat. Pendidikan dan budaya memiliki peran yang sangat penting dalam
menumbuhkan dan mengembangakan nilai luhur bangsa kita, yang berdampak
pada pembentukan karakter yang didasarkan pada nilai budaya yang luhur. Selama
ini pemahaman tentang nilai-nilai dalam pembelajaran matematika yang
disampaikan para guru belum menyentuh keseluruh aspek. Matematika dipandang
sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam dunia sains saja,
sehingga mengabaikan pandangan matematika sebagai kegiatan manusia
(Soedjadi, 2007). Pandangan itu sama sekali tidaklah salah, keduanya benar dan
sesuai dengan pertumbuhan matematika itu sendiri.
Nilai budaya yang merupakan landasan karakter bangsa merupakan hal
yang penting untuk ditanamkan dalam setiap individu, untuk itu nilai budaya ini
perlu ditanamkan sejak dini agar setiap individu mampu lebih memahami,
memaknai, dan menghargai serta menyadari pentingnya nilai budaya dalam
menjalankan setiap aktivitas kehidupan. Penanaman nilai budaya bisa dilakukan
melalui lingkungan keluarga, pendidikan, dan dalam lingkungan masyarakat
tentunya. Hal ini senada dengan dikatakan oleh Eddy dalam Rasyid (2013) bahwa
pelestarian kebudayaan daerah dan pengembangan kebudayaan nasional melalui
pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal, dengan mengaktifkan
kembali segenap wadah dan kegiatan pendidikan. Pendidikan dan budaya adalah
sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya
merupakan kesatuan yang utuh dan menyeluruh, berlaku dalam suatu masyarakat
dan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalam
masyarakat.
Masuknya matematika secara sadar maupun tidak sadar kedalam berbagai
aspek kehidupan tentunya menarik untuk dikaji, apakah kajian dalam aspek
ekonomi, politik, sosial, budaya, maupun aspek lainnya. Salah satu aspek yang
menarik dikaji adalah aspek budaya. Pada budaya manusia, umumnya matematika
Para
pakar
etnomatematika
berpendapat
bahwa
pada
dasarnya
perkembangan matematika sampai kapanpun tidak terlepas dari budaya dan nilai
yang telah ada pada masyarakat.
Istilah etnomatematika pertama kali diperkenalkan oleh DAmbrosio,
dimana
dalam
bukunya
dinyatakan
bahwa,
etnomatematika
merupakan
warna-warna
benang
dan
panjang
benang
tersebut
telah
pembelajaran
menggunakan
pendekatan
SAVI
berbasis
Penelitian
yang
lain,
Haque
(2015)
mengatakan
bahwa
model
DENGAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
PENDEKATAN
MENINGKATKAN KEMAMPUAN
ETNOMATIKA
KOMUNIKASI
UNTUK
DAN BERPIKIR
KRITIS
1.2.
FOKUS PENELITIAN
Fokus penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan perangkat
masalah
di
atas,
maka
peneliti
3.
4.
5.
dikerjakannya.
Kebanyakan para siswa merasa cemas ketika belajar matematika.
Siswa tidak bisa mengkomunikasikan ide-ide matematis.
Siswa belum mampu memiliki kemampuan berpikir kritis matematis.
1.4.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi rumusan
3.
1.5.
TUJUAN PENELITIAn
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Memperoleh gambaran
perangkat pembelajaran berbasis sekolah
dengan pendekatan etnomatika berbasis budaya batak.
2. Memperoleh
gambaran
pengaruh
pengembangan
perangkat
siswa.
Memperoleh
gambaran
pengaruh
pengembangan
perangkat
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini penting untuk dilakukan, secara praktis hasil dari penelitian
ini dapat bermanfaat di Sekolah Menengah Atas bagi guru dan siswa, sedangkan
secara teoritis akan bermanfaat bagi penelitian dan keilmuan. Adapun manfaaatmanfaat yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan pengetahuan dan dapat menjadi pengalaman yang
bermakna dalam mengembangkan
matematika
dengan
menggunakan
pendekatan