Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

1. PENDAHULUAN (mengenai perkembangan penggunaan ECT di bidang psikiatri dan obatobat anti konvulsan)
Pada TEK, dimana kejang yang terjadi disebabkan oleh listrik merupakan versi yang
dikembangkan dari metode Meduna yang dikenal sebagai terapi kimia kejang. Pada tahun
1938, Lucio Cerletti dan Ugo Bini melakukan induksi listrik pertama dari serangkaian
serangan pada pasien katatonik dan menghasilkan respon pengobatan yang berhasil. Sejak
keberhasilan Lucio Cerletti dan Ugo Bini, terapi kejut listrik yang saat ini disebut sebagai
TEK, kemudian menjadi salah satu pengobatan yang paling banyak digunakan sebagai
pengobatan untuk skizofrenia sampai tahun 1970-an, ketika obat antipsikotik menjadi cara
yang lebih efektif mengendalikan gejala psikotik1. Seiring waktu berjalan penggunaan ECT
berkurang, setelah ditemukannya obat neuroleptik dan antidepresan. Meskipun demikian,
hingga saat ini pengobatan TEK masih menjadi pilihan pada pasien depresi berat dan
skizofrenia yang refrakter terhadap pengobatan2. Di Amerika, American Psychiatric
Association pada tahun 1990 merilis dokumen mengenai rincian khusus, pengiriman,
pendidikan, dan pelatihan TEK. Dan pada tahun 2001 American Psychiatric Association
merilis laporan terbaru yang menekan pentingnya inform consent dan memperluas peran
TEK dalam kedokteran modern1.
Pada tahun 1857, Charles Locock menghasilkan keberhasilan penggunaan kalium
bromida dalam pengobatan atas apa yang disebut sebagai cetamenial epilepsi. Pada tahun
1938, dibuktikan bahwa phenytoin ternyata efektif terhadap seizure eksperimental pada
kucing. Antara tahun 1935 dan 1960, beberapa langkah maju telah dicapai dalam
pengembangan model-model eksperimental dan metode skrining dan pengujian obat-obat
antiseizure baru. Selama dalam periode tersebut, telah berhasil dikembangkan dan
dipasarkan 13 obat antiseizure baru. Seiring dengan adanya peraturan yang mengharuskan
adanya bukti efikasi obat pada tahun 1962 pengembangan obat antiseizure berkurang secara
dramatis, dan hanya ada obat antiseizure baru yang dipasarkan dalam tiga dekade berikutnya.
Meskipun begitu, serangkaian senyawa-senyawa baru mulai tersedia pada 1990-an.3
Hingga 1990, sekitar 16 obat antiseizure telah tersedia dan 13 diantaranya dapat
diklasifikasikan ke dalam lima grup kimia: barbiturate, hydantoin, oxazlidinedione,
succinimide dan acetylurea. Semua grup tersebut memiliki struktur cincin heterosiklik yang
mirip dengan bermacam-macam subtituennya, untuk obat dengan struktur dasar ini,
substituen-substituen pada cincin heterosiklik menentukan kelas farmakologi, apakah antiMES atau antipentylenetetrazol. Perubahan struktur yang sangat kecil secara dramatis dan
mengubah mekanisme kerja dan sifat-sifat klinis senyawa-senyawa. Obat-obat yang ada
carbamazepine, valproic acid dan benzodiazepine struktur tidak mirip, seperti halnya pada
senyawa-senyawa baru dari 1990-an, yaitu felbamate, gabapentine, lamotrigine,
oxcarbazepine, topiramate dan vigabatrin.3
Obat antikonvulsan adalah obat untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi.
Hingga kini terdapat 18 macam obat antikonvulsan (carbamazepin, clobazam, clonazepam,
ethosuksimide, gabapentin, lacosamid, lamotrigin, levatiracetam, oxcarbazepin, fenobarbital,
fenitoin, pregabalin, primidon, tiagabin, topiramat, sodium valproat, vigabatrin, zonisamid)
yang dipakai dalam pengobatan epilepsy, namun tisak semua memiliki data keamanan buat
dikonsumsi oleh anak-anak. Pada prinsipnya, mekanisme kerja obat antikonvulsan ada ua

yaitu peningkatan inhibisi (GABA-ergik) an penurunan eksitasi yang kemudian


memodifikasi konduksi ion Na+ , Ca2+, K+, dan Cl-.4,5
2. PEMBAHASAN
a. Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi NaCl + Pentilentetrazol
b. Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi ethosuksimide +
pentilentetrazol
c. Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi fenitoin + pentilentetrazol
d. Hasil diskusi kelompok mengenai mencit yang diberi fenobarbital +
pentilentetrazol
e. Hasil diskusi kelompok mengenai kasus seorang bapak (pekerjaan sebagai supir)
yang mengalami epilepsi (diagnosis dan terapinya)
f. Hasil diskusi kelompok mengenai kasus seorang pria berbaju hitam dengan posisi
pronasi (diagnosis dan terapinya)
Jawab :
a. Sebelum dilakukan percobaan, mencit dalam keadaan sehat. Ketika diberikan NaCl
+ Pentilentetrazol, mencit tersebut terdiam beberapa saat kemudian bergerak
perlahan dan tiba-tiba mengalami general seizure (kejang tonik-klonik) dikarenakan
pentilentetrazol merupakan obat konvulsan yang menstimulasi terjadinya kejang.
Mekanisme kerja dari pentilentetrazol adalah menghambat GABAA reseptor .
b. Mencit yang diberikan ethosuksimide + pentilentetrazol
Mekanisme kerja ethosuksimide adalah menghambat kanal kalsium.
Pada mencit yang diberikan ethosuksimide+pentilentetrazol, pergerakan mencit tampak
menjadi lebih aktif. Tidak terdapat efek sedatif dari injeksi ethosuksimide dan mencit
tidak mengalami kejang.
c. Mencit yang diberikan fenitoin + pentilentetrazol
Pada mencit yang diberikan fenitoin + pentillentetrazol, pergerakan mencit menjadi
lambat, mencit terdiam namun masih terlihat pergerakan kepala. Terdapat efek sedatif
dari injeksi fenitoin dan mencit tampak tidak kejang.
Hal ini berbeda dengan mencit pada perlakuan kedua dikarenakan mekanisme dan durasi
kerja obat yang digunakan berbeda. Mekanisme fenitoin adalah menghambat kerja
sodium (inaktivasi secara cepat). Fenitoin memiliki efek stabilisasi pada membran.
Fenitoin memiliki indeks terapi yang sempit, konsentrasi terapeutiknya dalam plasma
darah adalah 5-20 g/mL, konsentrasi maksimal dalam plasma setelah 3-12 jam, Karena
obat ini termasuk obat kerja cepat, onset kejangnyapun lebih singkat.
d. Mencit yang diberikan fenobarbital + pentilentetrazol
Pada mencit yang diberikan fenobarbital + pentilentetrazol, pergerakan mencit tampak
menjadi sangat lambat, mencitnya hanya diam dan memandang ke satu arah. Terdapat
efek sedatif dari injeksi fenobarbital dan mencit tidak mengalami kejang. Hal ini
berbeda dengan mencit pada perlakuan kedua dan ketiga dikarenakan mekanisme dan
durasi kerja obat yang digunakan berbeda. Mekanisme fenobarbital adalah GABA-ergik
(memperpanjang terbukanya kanal klorida) dengan cara berikatan pada kompleks
reseptor GABA-kanal klorida. Konsentrasi plasma terapeutik Luminal adalah 10-40
g/mL, konsentrasi plasma maksimal setelah 6-18 jam. Obat ini dapat memberikan efek

antikonvulsi yang lebih panjang karena sifatnya yang bertahan lebih lama dalam
sirkulasi.
e. Pada kasus yang diperlihatkan pada video, bapak tersebut mengalami kejang pada
sebagian tubuh saja (kejang parsial). Terapi yang dapat diberikan pada bapak
tersebut adalah pemberian obat antikonvulsan yaitu karbamazepin, asam valproat,
fenitoin, lamotrigin.
f. Pada kasus yang diperlihatkan pada video, seorang pria yang berbaju hitam dengan
posisi pronasi mengalami kejang pada seluruh badannya atau dikenal dengan kejang
umum. Terapi yang diberikan adalah obat antikonvulsan yaitu asam valproat,
fenitoin, karbamazapin, ethosuksimide, fenobarbitat, primidon, lamotrigin.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hapsari, Dian Sita dan Suksmi Yitnamurti. 2014. Terapi Elektro Konvulsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
2. Wright BA. An Historical Review of Electroconvulsive Therapy. Jefferson J
Psychiatry.1990;8(2):68-74.
3. Katzung, Betram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku Dua,
diterjemahkan
oleh Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Erlangga.
Jakarta
:
Salemba Medika.
4. Shorvon S. Epilepsy. Oxford University Press. 2009; 91-4.
5. Therapeutic Guideline Neurology Melbourne. 2011; 1-14.
6. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialisasi Saraf Indonesia
(PERDOSSI). Pedoman Tatalaksana Epilepsi Edisi Kelima. Airlangga
University Press.2014.

Anda mungkin juga menyukai