Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DISENTRI

A. Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang
berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah
B. Tanda dan gejala
. Gejala-gejala disentri antara lain adalah:
a)

Buang air besar dengan tinja berdarah

b)

Diare encer dengan volume sedikit

c)

Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus)

d)

Nyeri saat buang air besar (tenesmus)

C. Etiologi
1. Bakteri (Disentri basiler)
o

Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering ( 60% kasus


disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.

Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)

Salmonella

Campylobacter jejuni, terutama pada bayi

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada


anak usia > 5 tahun

D. Patogenesis
1. Disentri basiler
a)Shigella dan EIEC
MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon invasi ke sel epitel
mukosa usus --distal > multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel -->
produksi enterotoksin --> cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).
--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang -->
nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke
lumen usus --> tinja bercampur darah. --> invasi ke lamina propia ? -->
bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)
b)Salmonella
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus
--> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> sintesis Prostaglandin
--> produksi heat-labile cholera-like enterotoksin --> invasi ke Plak Peyeri -->
penyebaran ke KGB mesenterium -->hipertrofi --> penurunan aliran darah ke
mukosa --> nekrosis mukosa --> ulkus menggaung --> eritrosit dan plasma keluar
ke lumen --> tinja bercampur darah.
c)Campylobacter jejuni
MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus
--> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> Prostaglandin -->
produksi heat-stabile cholera-like enterotoksin --> produksi sitotoksin ?? -->
nekrosis mukosa --> ulkus --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja
bercampur darah. --> masuk ke sirkulasi (bakteremia).
2. Disentri amoeba

Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus -->

nekrosis

jaringan mukosa ususproduksi enzim histolisin --> invasi ke jaringan submukosa


--> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus
submukosa --> malabsorpsi --kerusakan permukaan absorpsi > massa intraluminal
--> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik.
E. Manifestasi Klinis
a)

Disentri basiler

Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri
shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 624 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah
dan lendir dalam tinja.

Panas tinggi (39,50 40,0 C), appear toxic.

Muntah-muntah.

Anoreksia.

Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.

Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,


sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
b)

Disentri amoeba

Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.

Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari)

Sakit perut hebat (kolik)

Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).

F. Pemeriksaan Diagnosis
Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur
darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi
melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk
mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu

lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika
empiris.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
a)

Pemeriksaan tinja
1)

Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk


trofozoit dalam tinja

b)

2)

Benzidin test

3)

Mikroskopis : fecal leukosit (petanda adanya kolitis), fecal blood.

Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.

c)

Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), terkadang dapat


ditemukan leucopenia.

G. Komplikasi

Dehidrasi

Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia

Kejang

Protein loosing enteropathy

Sepsis dan DIC

Sindoma Hemolitik Uremik

Malnutrisi/malabsorpsi

Hipoglikemia

Prolapsus rektum

Reactive arthritis

Sindroma Guillain-Barre

Ameboma

Toxic megacolon

Perforasi local

Peritonitis

H. Penatalaksanaan
1. .Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang,
lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah)
untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi
sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis.
2. Komponen terapi disentri :
a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah
penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal
tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat
keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi.
Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan
preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa
obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena
adanya resiko untuk memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika

1) Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan


mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat
akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi dan
kematian.
2) Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari)
dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
3) Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian
kotrimoksazol dibandingkan placebo10.
4) Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o
Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat
55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
5) Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2
hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan
alternatif lain.
6) Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja
berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut
(masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk
disentri basiler.
7) Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.
Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan
membaik dalam 2-3 hari terapi.

d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih
sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

Anda mungkin juga menyukai