PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan
WHO menyatakan bahwaobesitas sudah merupakan suatu epidemi global,
sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus
segera ditangani. Di Indonesia, terutama dikota-kota besar, dengan adanya
perubahan gaya hidup pada perubahan pola makan atau konsumsi
masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan
kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji (fast food) yang
berdampak meningkatkan risiko obesitas.
Permasalahan obesitas tidak dapat dianggap mudah begitu saja, karena
obesitas dan kegemukan pada anak berpotensi meningkatkan resiko timbulnya
berbagai gangguan kesehatan. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010,
diperkirakan prevalensi balita di Indonesia mengalami gizi lebih dan
kegemukan (obesitas) yaitu sebesar 14,2 %. Angka ini mengalami peningkatan
yang sangat drastis. Berdasarkan Laporan Nasional Riskesdas Tahun 2007,
persentase balita yang mengalami gizi lebih yaitu sebesar 12,2 %.
Selain obesitas, keadaan dimana terjadinya defisiensi vitamin A pada anak
juga menjadi masalah. Defisiensi vitamin A merupakan masalah kesehatan
masyarakat utama yang terdapat di 60-78 negara berkembang, dan
diperkirakan 78-253 juta anak usia presekolah dipengaruhi oleh defisiensi
vitamin A. Vitamin A merupakan istilah umum bagi sebuah kelompok
senyawa kimia yang secara structural saling berhubungan dan dikenal dengan
nama retinoid; kelompok retinoid ini secara kualitatif mengendalikan
efektifitas biologis retinol. Meskipun hanya diperlukan dalam jumlah yang
kecil, namun nutrient ini sangat dibutuhkan agar berbagai proses regulasi dan
fisiologis lainnya tetap bekerja secara normal dalam tubuh manusia. Vitamin A
juga berperan sebagai nutrisi esensial yang diperlukan untuk memelihara
fungsi imun, berperan penting dalam pengaturan imunitas yang cell-mediated
dan dalam respon antibodi humoral.
Defisiensi vitamin A adalah masalah kesehatan umum yang luas. Anak
usia prasekolah dan wanita di usia reproduktif merupakan dua kelompok
populasi yang paling berisiko. Penyebab kebutaan yang paling sering
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. OBESITAS
1. Definisi
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang
ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
2
terdapatnya
keadaan obesitas
seseorang seperti:
a. Herediter
terkondisi
dan
terlatih
sejak
bulan-bulan
pertama
bih besar
terbiasa
untuk
sekolah
mempunyai
kebiasaan
yang
menemukan bahwa
dilakukan
oleh
Vanelli
dkk
(2005)
dapat meningkatkan risiko overweight dan obesitas. Pada anakanak yang melewatkan makan pagi dilaporkan 27,5% overweight
dan 9,6% obes (p=0,01 dan p=0,04 berturut-turut) dibandingkan
misalnya
3. Patogenesis
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi
dengan keluaran energi
dan
pengeluaran
energi
tubuh
diatur
oleh
begitupun
sebaliknya.
Karena
itu,
berat
badan
lama.
Diperkirakan,
keseimbangan
yang
baik
ini
aferen,
menghasilkan
sinyal
humoral
dari
processing
unit,
terutama
terdapat
pada
efektor,
membawa
perintah
dari
nucleus
Hari
0
Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan
epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional
Viremia primer
Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di
1-2
2-3
3-5
organ
menghilang
Sumber :Feiginet al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases5th
edition
4. Diagnosis
a. Anamnesis
Obesitas dapat terjadi pada setiap umur dan gambaran klinis
obesitas pada anak dapat bervariasi dari yang ringan sampai
dengan yang berat sekali. Berikut hasil yang bisa didapatan dari
anamnesis :
1) Pertumbuhan berjalan dengan cepat/pesat disertai adanya
ketidakseimbangan antara peningkatan berat badan yang
berlebihan dibandingkan dengan tinggi badannya.
2) Jaringan lemak bawah kulit menebal sehingga tebal lipatan
kulit lebih daripada yang normal dan kulit nampak lebih
kencang.
3) Kepala nampak relatif lebih kecil dibandingkan dengan
tubuhnya atau dibandingkan dengan dadanya (pada bayi).
4) Bentuk pipi lebih tembem, hidung dan mulut tampak relatif
lebih kecil, mungkin disertai dengan bentuk dagunya yang
berganda (dagu ganda).
5) Pada dada terjadi pembesaran
payudara
yang
dapat
tanpa
penyulit
dapat
berobat
jalan
dan
b. Ekspektoran
Gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 100 mg tiap 2-6 jam,
dosis maksimum 600 mg/hari.
c. Antikonvulsi bila diperlukan
Selain itu juga perlu dilakukan terapi suportif, seperti :
a. Istirahat cukup
b. Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi
c. Perawatan kulit dan mata
d. Perawatan lain sesuai penyulit yang terjadi
Sedangkan pada campak dengan penyulit, hiperpireksia (suhu >
39o C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi
diindikasikan untuk dirawat inap. Di rumah sakit pasien campak
dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin A diberikan dengan dosis 100.000 IU per oral untuk
usia 6 bulan 1 tahun dan dosis 200.000 IU per oral untuk usia lebih
dari 1 tahun. Dosis diberikan satu kali baik untuk dengan komplikasi
maupun tidak, apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhari.
Parasetamol untuk menurunkan demam dosis 10-15mg/kg BB
(WHO,2004).
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah
dibuktikan secara in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan
penderita
campak
berat
dan
penderita
dewasa
yang
10
antibiotic
kotrimoksazol-sulfametoksazol
(TMP 4
ampisilin
Kortikosteroid
diberikan
100
mg/kgbb/hari
seperti deksametason
sebagai
dosis
awal
selama
1
7-10
hari.
mg/kgbb/hari
dapat
11
6. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak
berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada
infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah
(WHO, 2004) :
a. Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak.
Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun
infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus,
Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan
adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas.
Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak
akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama
beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya
infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran
nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan
antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
b. Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi
campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi
dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi
neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium
prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah :
kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas,
twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi
ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus
campak tersebut.
c. Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat
dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku
12
terjadi
infeksi
sekunder
oleh
bakteri
yang
dapat
Tidak Umum
Encefalitis
Miokarditis
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Apendisitis
Subakut
Subacute Slcerosing
Panencephalitis (SSPE)
B. DEFISIENSI VITAMIN A
1. Definisi
13
dan
14
3. Patofisiologi
Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorikgagal
mengeluarkan
yang
neurotransmitter
terjadi
inhibitori,
sehingga
kontraksi
tidak
terkontrol
sehingga
terjadi
spasme
kontraksi
otot
yang
hari),
tetanospasmin.
bersifat
Tetanolisin
sitolisin,
denganmerusak
dan
jaringan-jaringan
yang
infeksi
belum
bakteri
nekrosis
ini
dan
sebagai
neurotoksin
kemudian
menjadi
merupakan
suatu
neurotoksin
yang
berbentuk
polipeptida
rantai
amino
terminus
yang
berfungsi
sinyal
kepada
sel)
dalam
akson.
untuk
memberi
menyebabkantetanospasmin
dapat
masuk
ke
pusat
secara
intra-aksonal.
Setelah
mencapai
daerah
akan
diendositosis
(pada
ke
medulla
dalam
spinalis).
selintraneuron
Gamma
Amino
Butric
inhibitori
Acid/GABA)
tidak
Hal
membantu
penyakit
lain
membedakan
tetanus
neonatorum
dengan
ini
16
peningkatan
kehebatan
xeroftalmia,
Bitot,
xerosis
kornea,
dan
ulserisasi
kornea/keratomalasia.
XN
Rabun Senja
X1A
Xerosis Konjungtiva
X1B
Bercak Bitot
X2
Xerosis Kornea
X3A
X3B
permukaan kornea
XS
I.
17
lapisan
sel
granular,
dan
keratinisasi
permukaan.
Secara klinis, perubahan ini ditandai dengan kekeringan
yang nyata dan hilangnya kemampuan membasahi mata,
daerah yang terkena dampak lebih kasar, disertai tetesantetesan halus atau gelembung pada permukaan, bukan
permukaan yang licin dan mengkilat. Perubahan ini paling
baik dideteksi dengan pencahayaan dari sisi oblik,
perubahan ini sering hampir tidak kentara dan dapat tidak
jelas karena pengeluaran air mata yang hebat. Bila
pengeluaran air mata berhenti, maka daerah yang terkena
akan tampak seperti "beting daerah pasang surut" (sanbank
at receding tide).
Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadram
temporal, sebagai suatu potongan kecil oval atau segitiga
yang berbatasan dengan limbus pada fisura interpalpebral.
Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa
individu, keratin dan basil saprofit berkumpul pada
permukaan xerotik, memberikan suatu gambaran seperti
busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal dengan bercak Bitot.
Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan
jumlah yang terbentuk lebih bervariasi dari hari ke hari.
Bila defisiensi lebih berat, lesi akan terbentuk juga di
kuadran nasal, walau kurang mencolok. Bercak Bitot dapat
18
III.
Xerosis Kornea
Perubahan kornea terjadi pada awal defisiensi vitamin
A, jauh sebelum perubahan kornea dapat dilihat dengan
mata telanjang. Dengan makin beratnya penyakit, lesi
pungtata menjadi lebih banyak, menyebar ke atas melebihi
bagian tengah kornea dan stroma kornea menjadi bengkak.
19
mengindikasikan
adanya
mengakibatkan
perubahan
struktur
yang
xnekrosis
likuofaktif,
akan
menyebabkan
20
A termasuk opasitas atau jaringan parut dengan bermacammacam identitas/kepadatan (nebula, makula, leukoma),
kelemahan dan outpouching (penonjolan) lapisan kornea
yang tersisa.
mulai
terjadi,
dan
kedua
tungkai
hiperfleksi.
punggung
dorsofleksi
Spasme
pada
dan
otot
kaki
akan
punggung
22
Periode
menentukan
periode onset
onset
prognosis
ini,
neonatorum
disebut
periode
berperan
penting
dalam
Semakin
pendek
ini
penyakit
ini.
merupakan
suatu
tanda
dini
penyakit ini.
Hasil
positif
ditunjukan
ketika spatula
disentuhkan
ke
orofaring lalu
23
terjadi spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah
(Sumarmo, 2008 ; Hotez dan Wilfert , 2004).
memberikan
obat-
sampai
belum
dapat
dilepas
sebaiknya
dosis
dipertahankan
3-5
hari.
Selanjutnya
25
Mekanisme Kerja
Stabilitas
Reaksi alergi
Resistensi
Struktur
Penetrasi ke abses
Akses
Penisilin
Metronidazol
Spektrum
luas, Spektrum sempit,
bakteri gram + , obligat
anaerob
anaerob
(tidak
dapat
menginduksi
superinfeksi)
Menghambat
Menghambat
sintesis dinding sel sintesis DNA
Tidak stabil
Stabil
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Strukturnya
menyerupai
GABA
:
menginduksi
spasme
Rendah
Baik
IM
Oral, Rektal, IV
26
Pembersihan
luka
Antibiotik
Metronidazol 15-30 mg/BB/hari dibagi tiap 812 jam; tidak melebihi 2g/hari
Antitoksin
Antitoksin kuda Human tetanus immune globulin
netralisasi
atau manusia
(3.000 6.000 IU/kg i.m)
terhadap
Antitetanus serum (ATS) 50.000 IU im dan
luka
50.000 IU iv (terlebihdahulu dilakukan tes
kulit) (untuk tetanus neonatorum 10.000 IU
iv)
Terapi
Kontrol spasme Diazepam (iv bolus)
suportif
otot
0.1
0.3 mg/kgBB/kali i.v. tiap 2-4 jam ,
selama fase
tetanus neonatorum dosis awitan 0.1-0.2
akut
mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme
akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40
mg/kgBB/hari
Dalam keadaan berat diazepam drip 20
mg/kgBB/hari dirawat di PICU/NICU
Dosis pemeliharaan 8 mg/kgBB/hari p.o.
dibagi dalam 6-8 dosis
Midazolam (iv infus/bolus)
Vekuronium
27
Sedasi
Pemeliharaan
jalan
nafas/ventilasi
Pemeliharaan
hemodinamik
Rehabilitasi
Imunisasi
Nutrisi
Fisioterapi
Terapi primer
penuh
dari
tetanus toksoid
6.Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada (Hinfey, 2016):
a. Sistem saluran pernafasan
Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan
seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena
akumulasi sekresi saliva serta sukar menelan air liur, makanan, dan
minuman sehingga sering terjadi pneumonia aspirasi dan
atelektasis akibat obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan
emfisema mediastinal biasanya terjadi akibat dilakukannya
trakeostomi.
b. Sistem kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa
takikardia, hipertensi, vasokonstriksi perifer, dan ransangan
miokardium.
c. Sistem musculoskeletal
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi
perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktur columna
28
III.
KESIMPULAN
bersifat
simtomatik.
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh
bakteri.
2. Tetanus neonatorummerupakan tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir,
disebabkan adanya infeksi tali pusat. Gejala yang sering timbul adalah ketidak
mampuan untuk menetek, kelemahan, irritable diikuti oleh kekakuan dan
spasme, trismus, opistotonus yang berat dengan lordosis lumbal.Pengobatan
pada tetanus meliputi penatalaksanaan umum yang terdiri dari kebutuhan
cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi
kejang, perawatan luka atau portd entre lain. Sedangkan penatalaksanaan
khusus terdiri dari pemberian antibiotik dan serum anti tetanus. Penyebab
29
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2007. Tetanus. Nelson Textbook of
Pediatrics.17thed. Jenson Publisher: Saunders. hal951-3.3.
Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 2298
Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases5th edition
Garna, Herry. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi
ke-3. Bandung: FK UNPAD
Giarsawan, Asmara, dan Yulianti. 2014. Faktor faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Caampak di Puskesmas Tejakula 1 Kecamatan Tejakula
30
Patrick.
2016.
Tetanus.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview.
Hotez
dan
Wilfert.
2004.
Tetanus
(Lockjaw)
and
Neonatal
Tetanus.
Stephen, Arnon. 2004. Tetanus (Clostridium tetani). In: Behrman RE, Kliegman
RM, JensonHB. Nelson Textbook of Pediatrics. 17thed. p 951-953.
Philadelphia PA: W.B. Saunders
31
Sumarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. 2008. Buku Ajar Infeksi dan
penyakit Tropis : Tetanus. Edisi 2. IDAI.
Todar K. 2013. Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. Available
from: http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html.4.
World Health Organization. 2004. Treating Measles In Children. Departement of
Immunization, Vaccines, and Biologicals, Department of Child and
Adolescent Health.
32