Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little
pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang
menyerang anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai
dan lengan. Anak-anak tersebut mengalami kesulitan memegang obyek, merangkak dan
berjalan. Penderita tersebut tidak bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga
tidak bertambah memburuk. Kondisi tersebut disebut little 's disease selama beberapa tahun,
yang saat ini dikenal sebagai spastic diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari
penyakit yang mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi
cerebral palsy atau umunya disingkat CP.1
Sebagian besar penderita tersebut lahir premature atau mengalami komplikasi saat
persalinan dan Little menyatakan kondisi tersebut merupakan hasil dari kekurangan oksigen
selama kelahiran. Kekurangan oksigen tersebut merusak jaringan otak yang sensitif yang
mengendalikan fungsi pergerakan. Tetapi pada tahun 1897, psikiatri terkenal Sigmund Freud
tidak sependapat. Dalam penelitiannya, banyak dijumpai pada anak-anak CP mempunyai
masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan
bahwa penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan
otak janin. Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek
yang lebih buruk dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.1
Disamping pengamatan oleh Freud, keyakinan yang menyatakan bahwa komplikasi
persalinan menyebabkan banyak kasus CP tersebar luas diantara dokter, keluarga dan tenaga
riset medis. Ditahun 1980, dianalisis data penelitian pemerintah pada >35.000 persalinan dan
hasilnya sangat mengejutkan dengan ditemukan kasus komplikasi hanya <10%. Sebagian
besar kasus CP sering dijumpai kasus tanpa faktor resiko. Penemuan tersebut dapat
mengubah teori medis mengenai CP dan sangat memotivasi peneliti masa kini untuk mencari
lebih lanjut penyebab lain dari CP.2
Pada saat yang sama, penelitian biomedis juga telah memulai penelitian untuk lebih
memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan penanganan
penderita CP. Faktor resiko yang sebelumnya tidak diketahui mulai dapat diidentifikasi,
khususnya paparan intrauterine terhadap infeksi dan penyakit koagulasi, dll. Identifikasi dini
CP pada bayi akan memberikan kesempatan pada penderita untuk mendapat penanganan

optimal dalam upaya memperbaiki kecacatan sensoris dan mencegah timbulnya kontraktur.
Riset biomedis berhasil dalam memperbaiki teknik diagnostik misalnya imaging cerebral
canggih dan analisis gait modern. Kondisi tertentu yang sudah diketahui menyebabkan CP,
misalnya rubella dan ikterus, pada saat ini sudah dapat diterapi dan dicegah. Terapi fisik,
psikologis dan perilaku yang optimal dengan metode khusus misalnya gerakan, bicara
membantu kematangan sosial dan emosional sangat penting untuk mencapai kesuksesan.
Terapi medikasi, pembedahan dan pemasangan braces banyak membatu dalam hal perbaikan
koordinasi saraf dan otot, sebagai terapi penyakit yang berhubungan dengan CP, disamping
mencegah atau mengoreksi deformitas.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental.1
Pendapat lain mengatakan bahwa cerebral palsy adalah keadaan pada anak dengan
kelainan motorik dini yang disebabkan suatu cacat otak atau kerusakan otak non progresif
pada usia muda. Ditandai dengan paresis, gerakan volunter, atau gangguan koordinasi.3
Terminologi ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang
mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada
usia selanjutnya. Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak atau hemisfer dan palsi
mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh.
Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi,
melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak yang akan
mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat.2
Gejala CP tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit.
Seseorang dengan CP dapat menampakkan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dalam berjalan atau
mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis. Gejala
dapat berbeda pada setiap penderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Penderita CP
derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan atau membutuhkan perawatan yang
ekstensif dan jangka panjang, sedangkan CP derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung
dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. CP bukan penyakit menular
atau bersifat herediter.1

B. ETIOLOGI
Penyebab cerebral palsy masih belum diketahui dengan jelas. Diperkirakan terjadi
kejadian spesifik pada masa kehamilan atau sekitar kelahiran dimana terjadi kerusakan pusat
motorik pada otak yang sedang berkembang. Beberapa dugaan penyebab cerebral palsy
antara lain : 1
1. Infeksi pada kehamilan
Rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus dalam uterus, akan menyebabkan
kerusakan sistem saraf yang sedang berkembang. Infeksi lain yang dapat
menyebabkan cedera otak fetus meliputi cytomegalovirus dan toxoplasmosis.
2. Ikterus neonatorum
Pada keadaan Rh/ABO inkompatibilitas, terjadi kerusakan eritrosit dalam waktu
singkat, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan menyebabkan ikterus. Ikterus
berat dan tidak diterapi dapat merusak sel otak secara permanen.
3. Kekurangan oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan.
Asfiksia sering dijumpai pada bayi bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia
menyebabkan rendahnya suplai oksigen pada otak bayi dalam periode lama, anak
tersebut akan mengalami kerusakan otak yang dikenal dengan hipoksik iskemik
ensefalopati. Angka mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, dimana saat
bersama dengan gangguan mental dan kejang. Kriteria yang digunakan untuk
memastikan hipoksia intrapartum sebagai penyebab cerebral palsy adalah :
Metabolik asidosis pada janin dengan pemeriksaan darah arteri tali pusat janin,
atau neonatal dini pH = 7
Neonatal ensefalopati dini berat sampai sedang pada bayi >34minggu gestasi
Tipe cerebral palsy spastik quadriplegia atau diskinetik
Tanda hipoksik pada bayi segera setelah lahir atau selama persalinan
Penurunan detak jantung janin cepat, segera dan cepat memburuk segera setelah
tanda hipoksik terjadi dimana sebelumnya diketahui dalam batas normal
Apgar score 0-6 = 5 menit
Multi sistem tubuh terganggu segera setelah hipoksik
Imaging dini abnormalitas cerebral
4. Stroke
Kelainan koagulasi pada ibu atau bayi dapat menyebabkan stroke pada fetus atau
bayi baru lahir. Stroke ini menyebabkan kerusakan jaringan otak dan menyebabkan
terjadinya masalah neurologis.

Faktor faktor yang menyatakan selain hipoksik intrapartum sebagai penyebab cerebral
palsy adalah : 2
Pada pemeriksaan analisis gas darah arteri umbilikal <1mmol/L atau pH>7
Bayi dengan kelainan kongenital mayor atau multipel atau kelainan metabolik
Infeksi SSP atau siskemik
Bayi dengan tanda hambatan pertumbuhan intra uterin
Mikrosefali
Adanya faktor resiko antenatal lain untuk CP, misalnya prematuritas, kehamilan
ganda dan penyakit autoimun
Adanya faktor resiko postnatal untuk CP seperti postnatal ensefalitis, hipotensi
memanjang atau hipoksik karena penyakit respirasi
C. PATOFISIOLOGI
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. Cerebral palsy
merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai
penyebab yang berbeda. Untuk menentukan penyebab cerebral palsy, harus digali mengenai
hal : bentuk cerebral palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.2
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi
laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Cerebral palsy
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi CP dapat diakibatkan
oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau lukaluka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau
infeksi). 2
Dapat juga merupakan hasil dari kerusakan otak pada bulan bulan pertama atau
tahun pertama kehidupan yang merupakan sisa infeksi otak, misalnya meningitis bakteri atau
ensefalitis virus, atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering akibat kecelakaan lalu
lintas, jatuh atau penganiayaan anak.2
D. KLASIFIKASI KLINIS
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis.
Spastic diplegia untuk pertama kali dideskripsikan oleh dr.Little (1860), merupakan salah
satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai cerebral palsy. Hingga saat ini,

cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam
empat kategori, yaitu : 1
1. CP Spastik
Merupakan bentukan CP yang terbanyak (70-80%), otot mengalami kekakuan dan
secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami
spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan yang
dikenal dengan gait gunting (scissor gait) (Bryers, 1941).
Anak dengan spastic hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh.
Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat.
a. Monoplegi bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat
daripada kedua lengan
c. Triplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah
mengenai kedua lengan dan kaki
d. Quadriplegia keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama
e. Hemiplegia Mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan terkena lebih
berat.
2. CP Atetoid / diskinetik
Bentuk CP ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan
perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan
pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama
periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami
masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). CP atetoid terjadi pada 10-20%
penderita CP.
3. CP Ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang
terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan
gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling
berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis
atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan

gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti


menggigil pada bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak memburuk
sama dengan saat pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid
ini mengenai 5-10% penderita CP.
4. CP Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk CP
yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastic dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
Berdasarkan dari defisit neurologis, cerebral palsy terdiri dari :
1. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
Hipertoni (fenomena pisau lipat)
Hiperfleksi yang disertai klonus
Kecenderungan timbul kontraktur
Refleks patologis
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping
itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.
Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disartri
3. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea.
Cerebral palsy juga dapat diklasifikan berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan
kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal (Tabel 1.)
Tabel 1. Klasifikasi CP berdasarkan Derajat Penyakit 2
Klasifikasi
Minimal

Perkembangan motorik
Normal, hanya terganggu
secara kualitatif

Gejala
Kelainan tonus sementara
Refleks primitif menetap terlalu
lama
Kelainan postur ringan
Gangguan gerak motorik kasar
dan halus, misalnya clumpsy

Penyakit penyerta
Gangguan
komunikasi
Gangguan belajar
spesifik

Ringan

Berjalan umur 24 bulan

Perkembangan refleks primitif


abnormal
Respon postular terganggu
Gangguan

motorik

seperti

tremor
Sedang

Berjalan umur 3 tahun

Gangguan koordinasi
Berbagai kelainan neurologis

Retardasi mental

kadang

Refleks primitif menetap

Gangguan belajar

Respon postural terlambat

dan komunikasi

memerlukan

bracing. Tidak perlu alat


khusus
Berat

Kejang

Tidak bisa berjalan atau

gejala neurologis dominan

berjalan

refleks primitif menetap

bantu,

dengan
kadang

operasi

alat
butuh

respon postural tidak muncul

E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran awal pada penderita cerebral palsy biasanya tampak pada usia <3 tahun,
dan orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal.
Bayi dengan cerebral palsy sering mengalami kelambatan perkembangan, misalnya
tengkurap, duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.1
1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan
terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan
pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan
lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex
dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota
gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/
hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/
diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat

daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak,


lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah
hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok
terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi
spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah
refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang
otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid,
tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia,
kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern
pada masa neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.
5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak

F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Menanyakan riwayat penyakit sekarang (sacred seven)
Menanyakan riwayat kehamilan sang ibu, adakah kemungkinan terkena penyakit
infeksi atau trauma saat kehamilan serta riwayat pemeriksaan kehamilan
Menanyakan riwayat persalinan bayi
Menanyakan riwayat perawatan saat bayi baru lahir
Menanyakan riwayat keluarga
2. Pemeriksaan fisik
Dalam menegakkan diagnosis cerebral palsy perlu melakukan pemeriksaan
kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan,
persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur
perkembangan lingkar kepala anak.
Perlu juga memeriksa penggunaan tangan, kecenderungan untuk menggunakan
tangan kanan atau kiri. Jika dokter memegang obyek didepan dan pada sisi dari bayi, bayi
akan mengambil benda tersebut dengan tangan yang cenderung dipakai, walaupun obyek
didekatkan pada tangan yang sebelahnya. Sampai usia 12 bulan, bayi masih belum
menunjukkan kecenderungan menggunakan tangan yang dipilih. Tetapi bayi dengan spastik
hemiplegia, akan menunjukkan perkembangan pemilihan tangan lebih dini, sejak tangan
pada sisi yang tidak terkena menjadi lebih kuat dan banyak digunakan.
Langkah selanjutnya dalam diagnosis cerebral palsy adalah menyingkirkan penyakit
lain yang menyebabkan masalah pergerakan. Yang terpenting, harus ditentukan bahwa
kondisi anak tidak bertambah memburuk. Walaupun gejala dapat berubah bersama waktu,
cerebral palsy sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika anak secara
progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat masalah yang berasal
dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit muskuler, kelainan metabolik, tumor
SSP. Penelitian metabolik dan genetik tidak rutin dilakukan dalam evaluasi anak dengan CP.
Riwayat medis anak, pemeriksaan diagnostik khusus, dan pada sebagian kasus, pengulangan
pemeriksaan akan sangat berguna untuk konfirmasi diagnostik dimana penyakit lain dapat
disingkirkan.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab cerebral
palsy perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaannya adalah CT scan kepala, yang merupakan
pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan

area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi
dari CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita cerebral palsy.
Selain CT scan kepala, MRI juga merupakan salah satu pemeriksaan untuk
menentukan penyebab cerebral palsy, MRI adalah teknik imaging yang canggih,
menghasilkan gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi
dekat dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak cerebral
palsy jika etiologi tidak dapat ditemukan.
Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak adalah
USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras dan UUB
tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT scan dan MRI, teknik tersebut dapat
mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama
pemeriksaannya.
G. PENATALAKSANAAN
Masalah utama yang dijumpai dan dihadapi pada anak yang menderita cerebral palsy
antara lain : 1
Kelemahan dalam mengendalikan otot tenggorokan, mulut dan lidah akan
menyebabkan anak tampak selalu berliur. Air liur dapat menyebabkan iritasi berat
kulit dan menyebabkan seseorang sulit diterima dalam kehidupan sosial dan pada
akhirnya menyebabkan anak akan terisolir dalam kehidupan kelompoknya. Walaupun
sejumlah terapi untuk mengatasi drooling telah dicoba selama bertahun-tahun,
dikatakan tidak ada satupun yang selalu berhasil. Obat yang dikenal dengan
antikholinergik dapat menurunkan aliran saliva tetapi dapat menimbulkan efek
samping yang bermakna, misalnya mulut kering dan digesti yang buruk. Pembedahan,
walaupun

kadang-kadang

efektif,

akan

membawa

komplikasi,

termasuk

memburuknya masalah menelan. Beberapa penderita berhasil dengan teknik


biofeedback yang dapat memberitahu penderita saat drooling atau mengalami
kesulitan untuk mengendalikan otot yang akan membuat mulut tertutup. Terapi
tersebut tampaknya akan berhasil jika penderita mempunyai usia mental 2-3 tahun,
dimana dapat dimotivasi untuk mengendalikan drooling, dan dapat mengerti bahwa
drooling akan menyebabkan seseorang secara sosial sulit diterima.
Kesulitan makan dan menelan, yang dipicu oleh masalah motorik pada mulut, dapat
menyebab gangguan nutrisi yang berat. Nutrisi yang buruk, pada akhirnya dapat

membuat seseorang rentan terhadap infeksi dan menyebabkan gagal tumbuh. Untuk
membuat menelan lebih mudah, disarankan untuk membuat makanan semisolid,
misalnya sayur dan buah yang dihancurkan. Posisi ideal, misalnya duduk saat makan
atau minum dan menegakkan leher akan menurunkan resiko tersedak. Pada kasus
gangguan menelan berat dan malnutrisi, klinisi dapat merekomendasikan penggunaan
selang makanan, yang digunakan untuk memasukkan makanan dan nutrien ke saluran
makanan, atau gastrostomy, dimana dokter bedah akan meletakkan selang langsung
pada lambung.
Inkontinensia urin adalah komplikasi yang sering terjadi. Inkontinensia urin ini
disebabkan karena penderita cerebral palsy kesulitan mengendalikan otot yang selalu
menjaga supaya kandung kemih selalu tertutup. Inkontinensia urin dapat berupa
enuresis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan urinasi selama aktivitas fisik
(stress inkontinensia), atau merembesnya urine dari kandung kemih. Terapi medikasi
yang dapat diberikan untuk inkontinensia meliputi olah raga khusus, biofeedback,
obat- obatan, pembedahan atau alat yang dilekatkan dengan pembedahan untuk
mengganti atau membantu otot.
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan ditujukan untuk
memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada
cerebral palsy adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal
dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi
standar yang berlaku untuk semua penderita cerebral palsy. Klinisi diharapkan dapat bekerja
sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus masing-masing anak dan
kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan terapi individual yang cocok untuk
setiap penderita. Beberapa pendekatan tatalaksana yang direncanakan meliputi obat-obatan
untuk mengontrol kejang dan spasme otot, penyangga khusus untuk kompensasi
keseimbangan otot, pembedahan, peralatan mekanis untuk membantu kelainan yang timbul,
konseling emosional dan kebutuhan psikologis, dan fisik, okupasi, bicara dan terapi perilaku.
TIM TERAPI CEREBRAL PALSY
Tim penanganan cerebral palsy adalah multidisipliner dan anggota tim terapi cerebral
palsy berdasarkan profesionalisme dengan berbagai spesialisasi, antara lain : 1
Dokter
Misalnya spesialis anak, spesialis saraf anak atau psikiatri anak, dilatih untuk
membantu memonitoring dan memperbaiki kecacatan perkembangan anak. Klinisi
tersebut, sering menjadi pemimpin tim, bekerja untuk membuat kesimpulan/rangkuman

semua nasihat profesional dari seluruh anggota tim hingga dicapai kesepakatan rencana
terapi, implementasi terapi, dan mengikuti perkembangan penderita selama beberapa
tahun
Orthopedis
Dokter spesialisasi dalam bidang tulang, otot, tendon, dan bagian lain dari sistem
skeletal tubuh. Orthopedis dilibatkan untuk menentukan prediksi, diagnosis atau terapi
masalah otot yang berkaitan dengan cerebral palsy
Terapis fisik
Membuat dan mengimplementasikan program latihan khusus untuk memperbaiki
gerakan dan kekuatan
Terapis okupasi
Merupakan orang yang dapat membantu kemampuan pemahaman penderita untuk
kehidupan sehari-hari, sekolah dan bekerja
Pelatih bicara dan bahasa
Spesialisasi dalam diagnosis dan terapi masalah komunikasi
Pekerja sosial
Bertugas untuk membantu penderita dan keluarga yang hidup dalam komunitas dan
program edukasi
Psikolog
Psikolog dibutuhkan agar dapat membantu penderita dan keluarga menghadapi
tekanan khusus dan kebutuhan dari penderita cerebral palsy. Pada banyak kasus,
psikolog dapat mengatur terapi dengan memodifikasi perilaku yang tidak membantu
atau destruktif
Guru
Seseorang yang dapat berperan penting jika terdapat gangguan mental atau gangguan
proses belajar
Penderita, keluarga dan pengasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi, mereka
seharusnya terlibat jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan keputusan, dan
mengaplikasikan terapi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga dan determinasi
personal adalah dua dari prediktor-prediktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan
jangka panjang.

Terapi Medikamentosa
Untuk penderita cerebral palsy yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti
kejang yang terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. Obat yang diberikan
secara individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat
mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan
tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang mungkin
membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai efektivitas
pengontrolan kejang. Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas
pada penderita cerebral palsy adalah : 1
Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia <6 bulan
tidak direkomendasikan, sedangkan pada anak usia >6 bulan diberikan dengan dosis
0,12 - 0,8 mg/KgBB/hari peroral dibagi dalam 6-8 jam, dan tidak melebihi 10 mg/dosis
Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
2 - 7 tahun :

Dosis 10 - 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 - 4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 40
mg/hari
8 - 11 tahun :

Dosis 10 - 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 2,5 - 5 mg
per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 - 15 mg/hari, maksimal 60
mg/hari
> 12 tahun :

Dosis 20 - 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis dimulai 5 mg per oral
3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80 mg/hari
Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Penderita dengan cerebral palsy atetoid kadang-kadang dapat diberikan obat-obatan yang
dapat membantu menurunkan gerakan-gerakan abnormal. Obat yang sering digunakan

termasuk golongan antikolinergik, bekerja dengan menurunkan aktivitas acetilkoline yang


merupakan bahan kimia messenger yang akan menunjang hubungan antar sel otak dan
mencetuskan terjadinya kontraksi otot. Obat-obatan antikolinergik meliputi trihexyphenidil,
benztropine dan procyclidine hydrochloride. Adakalanya, klinisi menggunakan membasuh
dengan alkohol atau injeksi alkohol kedalam otot untuk menurunkan spastisitas untuk
periode singkat. Tehnik tersebut sering digunakan klinisi saat hendak melakukan koreksi
perkembangan kontraktur. Alkohol yang diinjeksikan kedalam otot akan melemahkan otot
selama beberapa minggu dan akan memberikan waktu untuk melakukan bracing, terapi. Pada
banyak kasus, teknik tersebut dapat menunda kebutuhan untuk melakukan pembedahan.2
Terapi Bedah
Pembedahan sering direkomendasikan jika terjadi kontraktur berat dan menyebabkan
masalah pergerakan berat. Dokter bedah akan mengukur panjang otot dan tendon,
menentukan dengan tepat otot mana yang bermasalah. Menentukan otot yang bermasalah
merupakan hal yang sulit, berjalan dengan cara berjalan yang benar, membutuhkan lebih dari
30 otot utama yang bekerja secara tepat pada waktu yang tepat dan dengan kekuatan yang
tepat. Masalah pada satu otot dapat menyebabkan cara berjalan abnormal. Lebih jauh lagi,
penyesuaian tubuh terhadap otot yang bermasalah dapat tidak tepat. Alat baru yang dapat
memungkinkan dokter untuk melakukan analisis gait. Analisis gait menggunakan kamera
yang merekam saat penderita berjalan, komputer akan menganalisis tiap bagian gait
penderita. Dengan menggunakan data tersebut, dokter akan lebih baik dalam melakukan
upaya intervensi dan mengkoreksi masalah yang sesungguhnya. Mereka juga menggunakan
analisis gait untuk memeriksa hasil operasi. Oleh karena pemanjangan otot akan
menyebabkan otot tersebut lebih lemah, pembedahan untuk koreksi kontraktur selalu diamati
selama beberapa bulan setelah operasi.2
Teknik kedua pembedahan, yang dikenal dengan selektif dorsal root rhizotomy,
ditujukan untuk menurunkan spastisitas pada otot tungkai dengan menurunkan jumlah
stimulasi yang mencapai otot tungkai melalui saraf. Dalam prosedur tersebut, dokter
berupaya melokalisir dan memilih untuk memotong saraf yang terlalu dominan yang
mengontrol otot tungkai, walaupun disini terdapat kontroversi dalam pelaksanaannya.2

BAB III
KESIMPULAN
Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi perkembangan
otak normal dengan gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan
dalam sikap dan pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basal dan serebelum juga kelainan mental. Pendapat lain mengatakan
bahwa cerebral palsy adalah keadaan pada anak dengan kelainan motorik dini yang
disebabkan suatu cacat otak atau kerusakan otak non progresif pada usia muda. Ditandai
dengan paresis, gerakan volunter, atau gangguan koordinasi.
Etiologi cerebral palsy masih belum diketahui dengan jelas, namun ada beberapa dugaan
etiologi seperti adanya infeksi pada kehamilan, terjadinya ikterus neonatorum, kekurangan
oksigen berat pada otak atau trauma kepala selama proses persalinan, serta stroke akibat
kelainan koagulasi pada ibu.
Cerebral palsy bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. Cerebral palsy
merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai
penyebab yang berbeda. Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak
rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang
disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi
cerebral palsy dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum
dilahirkan, perinatal, atau luka-luka / kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan
ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).
Gambaran awal pada penderita cerebral palsy biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan
orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi
dengan cerebral palsy sering mengalami kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap,
duduk, merangkak, tersenyum atau berjalan.
Beberapa program dalam penatalaksanaan penderita cerebral palsy seperti kerjasama tim
terapi medis dan fisioterapi, terapi pembedahan, serta pemberian medikamentosa dapat
membantu penderita cerebral palsy dalam melakukan aktivitasnya sehari hari, dan

pentingnya terapi psikologis untuk memberikan semangat dan dorongan kepada penderita
serta keluarga untuk menghadapi permasalahan sosial yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www. repository.ui.ac.id/
2. http://www.scribd.com/
3. PERDOSSI. 2006. Buku Pedoman Pelayanan Medis dan Standar Prosedur
Operasional NEUROLOGI. PERDOSSI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai