Anda di halaman 1dari 15

Hepatitis Akut

Hepatitis akut merupakan infeksi sistemik yang mempengaruhi terutama hati. Hampir
semua kasus disebabkan oleh virus ini yaitu : hepatitis virus A (HAV), hepatitis virus B
(HBV), dan hepatitis virus C (HCV), virus hepatitis B berhubungan dengan virus hepatitis
D dan hepatitis E. Kecuali virus hepatitis B, merupakan virus DNA, walaupun memiliki
perbedaan pada jenis penyebab hepatitis ini, gejala yang timbul, angka kematian hampir
sama pada semuanya.
Hepatitis A
Hepatitis A merupakan virus RNA dari jenis hepatovirus dari picornavirus familiy.
Masa inkubasi berkisar 4 minggu, perkembangannya terbatas pada hepar saja, tetapi virus
dapat ditemukan di hepar, cairan empedu, feses dan darah pada masa inkubasi lanjut dan
masa sebelum badan menjadi kuning dan menimbulkan gejala (preikterik). Tetapi pada
saat keluhan timbul, virus akan berkurang secara bertahap di darah dan feses. Pemeriksaan
antibodi hepatitis A (anti-HAV) dapat dilakukan pada masa akut (dimana terjadi
peningkatan enzim hati dan virus masih ditemukan dalam feses). Antibodi yang pertama
kali muncul adalah IgM dan bertahan selama 6 12 bulan. Pada saat infeksi sudah mulai
mereda, IgG menjadi lebih dominan. Sehingga penegakkan diagnosa hepatitis A dilakukan
dengan pemeriksaan IgM pada masa akut. Hepatitis A ditransmisikan melalui rute fekaloral, penyebaran orang perorang, sangat berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan
kepadatan penduduk. Penyebaran yang hebat terjadi akibat kontaminasi pada air minum,
makanan, susu dan buah-buahan. Penyebaran dapat terjadi pula dalam keluarga atau
institusi. Angka kejadian hepatitis ini cukup tinggi di negara berkembang tetapi berkurang
sejalan dengan kemajuan suatu negara, kemungkinan akibat meningkatknya kesadaran
masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Angka kejadian lebih sering pada masa anakanak, tetapi berdasarkan penelitian lain keluhan yang diakibatkan oleh infeksi virus ini
lebih
sering
terjadi
pada
masa
remaja.
3.2 Hepatitis B
Hepatitis B merupakan virus DNA, memiliki famili yang hampir sama pada virus binatang
yaitu hepadnavirus. Virus hepatitis ini memiliki protein permukaan yang dikenal sebagai
hepatitis B surface antigen (HbsAg). Konsentrasi HbsAg ini dapat mencapai 500g/mL
darah 109 partikel per milimeter persegi. Dari HbsAg ini dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis bergantung kepada jenis gen didalamnya, dan di setiap geografis memiliki dominasi gen
yang berbeda-beda. Asia di dominasi oleh genotip B dan C. Kemampuan infeksi, produksi,
perusakan hati bergantung pada jenis genotip ini. Genotip B berhubungan dengan
progresifitas yang hebat dari kerusakan hati, dengan gejala yang timbul sering terlambat, dan
berhubungan dengan timbulnya kanker hati. Dari pemeriksaan lain ditemukan bahwa
hepatitis B memiliki antibodi HbeAg di dalam inti selnya, sehigga apabila pasien dengan
HbsAg positif disertai dengan HbeAg positif memiliki kemampuan infeksi dan menularkan
melalui darah (tranfusi darah , ibu-bayi yang dikandung) lebih dari 90%. Dalam perjalanan
penyakit hepatitis B HbeAg akan menurun sejalan dengan perbaikan dari penyakit tersebut,
1

tetapi apabila dalam 3 bulan tetap positif berarti terjadi suatu infeksi kronis yang dapat
menuju ke arah keganasan.
Penderita dengan HBV akan memiliki kadar HbsAg dalam serum yang meningkat sejalan
dengan perjalanan penyakit, dan akan menurun setelah 1 2 bulan dari akhir gejala, dan
hilang dalam 6 bulan. Setelah HbsAg menghilang akan timbul antibodinya (anti-HBs) yang
akan bertahan dalam tubuh selamanya yang berfungsi untuk mencegah infeksi hepatitis B
kembali. Antibodi lain yang dihasilkan tubuh akibat infeksi hepatitis B adalah anti-HBc,
memiliki fungsi yang sama dengan antibodi hepatitis lainnya tetapi apabila ditemukan dalam
pemeriksaan tidak memberikan makna yang cukup kuat adanya infeksi virus hepatitis. Pada
proses infeksi akut hepatitis B akan timbul juga immunoglobulin yaitu IgM anti-HBc dalam
serum, dan apabila terjadi infeksi kronis akan timbul IgG anti-HBc. Pada penderita hepatitis
B, 1 5% memiliki angka HbsAg yang rendah untuk dapat terukur, sehingga pemeriksaan
IgM anti-HBc dapat digunakan. Pemeriksaan serum HbeAg dapat memperkirakan tingkat
replikasi dan virulensi virus hepatitis B. Infeksi hepatitis B dapat terjadi di luar hati yaitu
pada kelenjar getah bening, sumsum tulang, sel-sel limfosit, limpa dan pankreas.
Kepentingan kondisi ini adalah bahwa tubuh memiliki cadangan hepatitis B walaupun
penderita sudah dilakukan transplantasi jantung. Pada awalnya Hepatitis B diperkirakan
penyebaran melalui produk darah, tetapi setelah dilakukan berbagai penelitian, penyebaran
darah tidak terlalu efektif, penyebaran yang paling efektif hepatitis B adalah melalui
hubungan seksual dan ibu-bayi yang dikandungnya. Kondisi ini yang menyebabkan tingginya
angka hepatitis B di sub-Sahara Afrika. Resiko tinggi menderita infeksi ini adalah petugas
kesehatan, penderita yang membutuhkan tranfusi berulang (hemofilia), napi, dan keluarga
dari penderita hepatitis ini.
3.3 Hepatitis D
Virus hepatitis delta atau HDV, merupakan virus RNA yang memiliki sifat infeksi tambahan
dan membutuhkan bantuan dari virus hepatitis B (HBV) untuk melakukan replikasi dan
ekspresi. Hepatitis D dapat terinfeksi bersamaan dengan hepatitis B atau pada pasien yang
sebelumnya sudah terinfeksi hepatitis B. Pada infeksi akut, akan terdapat peningkatan IgM
anti-HDV dan akan hilang dalam 30 40 hari. Pada penderita dengan infeksi kronis HDV,
akan terdapat peningkatan titer dari IgM dan IgG anti-HDV. Penyebaran infeksi hepatitis D
sudah mendunia, dan memiliki dua jenis bentukan epidemologi. Di daerah mediteranian
(Afrika, Eropa selatan, Timur), HDV endemik pada penderita hepatitis B, penyebarannya
terutama akibat kontak erat antar orang. Di daerah yang tidak endemik hepatitis B
penyebaran hepatitis D melalui tranfusi darah dan produknya, terutama penderita hemofilia
dan para pengguna obat-obatan terlarang.
3.4 Hepatitis C
Hepatitis C virus merupakan RNA virus yang merupakan genus Hepacivirius dari famili
Flaviridae. Pada saat terjadi infeksi, paling mudah diketahui dengan pemeriksaan secara
genetik melihat adanya HCV RNA. HCV RNA dapat diketahui beberapa hari setelah terjadi
infeksi sebelum timbul anti-HCV dan berlangsung selama infeksi masih terjadi.
2

Penyebaran hepatitis C yang utama adalah darah. Penggunaan skreening hepatits B pada
donor darah mengurangi penyebaran hepatitis ini dibandingkan tahun 1980-an, tetapi dengan
ditemukannya pemeriksaan HCV RNA semakin menurunkan angka penyebarannya. Jalan
lain yang memungkinkan adalah melalui jarum suntik diantara pengguna obat-obatan,
hubungan seksual, ibu-bayi yang dikandung. Penelitian lain menyebutkan bahwa penyebaran
terjadi pada pelaku seksual yang berganti-ganti pasangan, tetapi tidak dengan pasangan tetap.
Infeksi ini tidak menyebar melalui susu ibu. Diantara populasi umum, petugas kesehatan
memiliki angka insidensi yang tinggi, kemungkinan disebabkan kecelakaan kerja.
Kelompok lain yang memiliki insidensi tinggi adalah penderita dengan hemodialisis teratur,
transplantasi organ, dan yang membutuhkan tranfusi dalam terapi kemoterapi untuk kanker.
3.5 Hepatitis E
Merupakan hepatitis yang di transmisikan dan terjadi terutama di India, Asia, Afrika
dan pertengahan Amerika. Virus ini dapat ditemukan di kotoran, cairan empedu dan hati,
dieksreksikan melalui kotoran manusia pada masa inkubasi. Respon imun baik IgM antiHEV dan IgG anti-HEV dapat di ketahui segera setelah terjadi infeksi, dan akan mengalami
penurunan dalam 9 12 bulan. Hepatitis ini menyebar di India, Asia, Afrika dan Amerika
tengah. Memiliki penyebaran yang sama dengan hepatitis A yaitu melalui oral-fekal. Kasus
yang paling sering terjadi apabila sudah didapatkan kontaminasi pada persediaan air minum
setelah terjadi banjir. Angka kejadian tinggi pada muda dewasa, dan mereka yang memiliki
gangguan kekebalan tubuh.

Tabel 1: Perbedaan antara hepatitis A, B, C, D, dan E


3.6 Gejala Klinis
Masa inkubasi masing-masing hepatitis berbeda. Secara umum hepatitis A memiliki masa
inkubasi 15 45 hari ( 4 minggu), hepatitis B dan D masa inkubasi 30 180 hari ( 4 12
minggu), hepatitis C masa inkubasi 15 160 hari ( 7 minggu) dan hepatitis E masa inkubasi
14 60 hari ( 5 6 minggu). Gejala awal hepatitis bersifat umum dan bervariasi. Gangguan
pencernaan seperti mual,muntah, lemah badan, pusing, nyeri sendi dan otot, sakit kepala,
mudah silau, nyeri tenggorok, batuk dan pilek dapat timbul sebelum badan menjadi kuning
selama 1 2 minggu. Demam yang tidak terlalu tinggi antara 38,0 C 39,0 C lebih sering
terjadi pada hepatitis A dan E. Keluhan lain berupa air seni menjadi berwarna seperti air teh
(pekat gelap) dan warna feses menjadi pucat terjadi 1 5 hari sebelum badan menjadi kuning.
Pada saat timbul gejala utama yaitu badan dan mata menjadi kuning (kuning kenari), gejalagejala awal tersebut biasanya menghilang, tetapi pada beberapa pasien dapat disertai
kehilangan berat badan (2,5 5 kg), hal ini biasa dan dapat terus terjadi selama proses ifeksi.
Hati menjadi membesar dan nyeri sehingga keluhan dapat berupa nyeri perut kanan atas, atau
atas, terasa penuh di ulu hati. Terkadang keluhan berlanjut menjadi tubuh bertambah kuning
(kuning gelap) yang merupakan tanda adanya sumbatan pada saluran kandung empedu.
3.6.1 Ikterus (jaundice)
Pada masa penyembuhan, gejala kuning ini akan berangsur-angsur hilang, tetapi pembesaran
hati dan peningkatan kadar enzim hati masih terjadi, kondisi ini bervariasi antara 2 12
minggu, dan biasanya lebih lama pada infeksi hepatitis B dan C (3 4 bulan).
Infeksi hepatitis B akan diperberat apabila bersamaan dengan infeksi ini terjadi infeksi
hepatitis D atau terjadi infeksi hepatitis D pada kasus infeksi kronis hepatitis B. Pada pasien
5

dengan gangguan sistem pertahanan tubuh, penderita yang mengalami infeksi hepatitis B
tidak terjadi perbaikan, bahkan terjadi peningkatan dari HbeAg yang berarti terjadi aktivasi
replikasi kembali. Pada kondisi ini terjadi perubahan genetik dari hepatitis B (mutasi)
sehingga infeksi akan lebih berat.

3.6.2 Penyebab Ikterus


I.

Ikterus prahepatik

Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas
apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati, akibatnya bilirubin indirek akan
meningkat, dalam batas tertentu bilirubin direk juga meningkat dan akan segera diekskresikan
ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di
dalam tinja.
Peningkatan pembentukan Bilirubin dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan pada sel darah merah
2. Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain
3. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam
tubuh seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi dan eritroblastosis fetalis.
II.

Ikterus Pasca Hepatik ( obstruktif )

Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi larut
dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke
dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan
diekskresikan sehingga kita menemukan bilirubin dalam urin. Pengeluaran bilirubin kedalam
saluran pencernaan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih akan menurun.
Akibatnya penimbunan biliruin direk, maka kulitdan sklera akan berwarna kuning kehijauan.
Kulit akan terasa gatal, penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila
penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus kholedous dan ekstra hepatik bila sumbatan
terjadi di dalam duktus koledokus.
III.

Ikterus Hepatoselular (hepatik)

Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk
akan meningkat. Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati
sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian akan
menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah. Bilirubin direk ini larut
6

dalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan
intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang
kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilinogen menurun.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan :
1. Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit
2. Sirosis hepatitis
3. Tumor
4. Bahan kimia seperti fosfor, arsen
5. Penyakit lain seperti hemokromatasis, hipertiroidi dan penyakit nieman pick

3.7 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan enzim hati yaitu SGOT dan SGPT, akan terjadi peningkatan yang
bervariasi selama masa sebelum dan sesudah timbul gejala klinis. Peningkatan kadar enzim
ini tidak berhubungan jumlah kerusakan dari sel hati. Puncak peningkatan bervariasi antara
400 4000 IU, dan biasanya terjadi pada saat timbul gejala kuning, dan menurun sejalan
dengan perbaikan penyakit. Kuning yang terlihat pada kulit atau bagian putih mata apabila
kadar bilirubin lebih dari 2,5 mg/dL. Kadar bilirubin sendiri sebenarnya terdiri atas
penjumlahan bilirubin direk dan indirek. Kadar bilirubin > 20 mg/dL merupakan petanda
adanya infeksi hepar yang berat. Pada pasien dengan gangguan komponen darah, terjadi
pemecahan sel darah yang hebat sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin > 30 mg/dL,
tetapi hal ini tidak berhubungan dengan prognosis yang buruk. Peningkatan kadar gamma
globulin biasa terjadi pada infeksi akut hepatitis. Serum IgG dan IgM terjadi peningkatan
pada sepertiga pasien dengan infeksi ini. Tetapi peningkatan IgM merupakan karakteristik
dari fase akut hepatitis A.
Diagnosis hepatitis B ditegakkan melalui pemeriksaan HbsAg, tetapi terkadang kadarnya
terlalu rendah untuk dapat dideteksi sehingga memerlukan pemeriksaan IgM anti-HBc. Kadar
HbsAg tidak berhubungan dengan berat dari penyakit., bahkan terdapat tendensi terdapat
hubungan terbalik antara kadar HbsAg dan kerusakan hati. Pertanda lain yang penting untuk
infeksi hepatitis B ini adalah HbeAg. Pemeriksaan yang lebih baik lagi adalah HBV DNA
yang merupakan indikasi adanya replikasi hepatitis B. Marker ini penting untuk follow up
penderita dengan hepatitis B dengan terapi kemoterapi antivirus (interferon atau lamivudine).
Terdapat hubungan antara peningkatan titer ini dengan derajat kerusakan hati.
Diagnosis hepatitis C melalui pemeriksaan anti-HCV pad a saat fase akut, tetapi akan
menghilang bersamaan dengan penyembuhan infeksi ini. Diangosis hepatitis D melalui
pemeriksaan anti-HDV, yang menunjukkan aktifnya hepatitis D. Tetapi positifnya
pemeriksaan ini sering sangat cepat, karena kada anti-HDV ini akan hilang bersamaan dengan
menurunnya kadar HbsAg. Pemeriksaan lain yang mendukung adalah adanya HDV RNA.
7

Biopsi hati jarang diperlukan atau di indikasikan pada infeksi virus hepatitis, kecuali
apabila dicurigai adanya proses kronis.

Diagram 1: Perjalanan penyakit hepatitis A

Diagram 2: Perjalanan penyakit hepatitis B

Diagram 3: Perjalanan penyakit hepatitis C

Bagan 1: Jalur tatalaksana hepatitis


3.8 Terapi
9

Infeksi virus hepatitis A akan mengalami penyembuhan sendiri apabila tubuh cukup
kuat. Sehingga pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan yang ada, disertai pemberian
vitamin dan istirahat yang cukup. Infeksi virus hepatitis B pada dewasa sehat 99% akan
mengalami perbaikan. Tetapi apabila infeksi berlanjut dan menjadi kronis pemberian analog
nukleosida (lamivudin) dapat memberikan hasil yang baik. Infeksi virus hepatitis C jarang
mengalami penyembuhan spontan, sehingga diperlukan pemberian antivirus dengan interferon monoterapi memberikan hasil yang baik hingga 70%. Perawatan di rumah sakit
atau dengan isolasi diperlukan apabila penderita mengalami komplikasi dari hepatitis ini.

3.8.1

Rekomendasi Umum

Pasien dapat rawat jalan selama terjamin hidrasi dan intake kalori yang cukup.
Tirah baring tidak lagi disarankan.
Tidak ada diet yang spesifik atau suplemen yang memberikan hasil efektif.
Protein dibatasi hanya pada pasien yang mengalami ensefalopati hepatik.
Selama fase rekonvalesen diet tinggi protein dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
Alkohol harus dihindari dan pemakaian obat-obatan diatasi.
Obat yang dimetabolisme di hati harus dihindari.
Pasien diperiksa setiap minggu selama fase awal penyakit dan terus dievaluasi sampai
sembuh.
Harus terus dimonitor terhadap kejadian ensefalopati seperti keadaan somnolen, mengantuk,
dan asteriks.
Pasien yang menunjukkan gejala hepatitis fulminan harus segera dikirim ke pusat
transplantasi.
Pasien dengan hepatitis akut tidak memerlukan rawatan isolasi.
Orang yang merawat pasien hepatitis akut A dan E harus selalu mencuci tangannya dengan
sabun dan air.
Masa protombin serum petanda yang baik untuk menilai dekompensasi hati.
Memonitor konsentrasi transminase serum
Anti mual muntah dapat membantu menghilangkan keluhan.
Orang yang kontak erat dengan pasien hepatitis B akut seharusnya menerima vaksin hepatitis
B.
3.9 Prognosis
10

Secara keseluruhan hampir seluruh pasien yang pada awalnya sehat dan terinfeksi hepatitis A
akan mengalami penyembuhan secara penuh tanpa adanya efek samping. Hampir sama pada
hepatitis B, 95 99% pasien akan mengalami penyembuhan secara penuh. Penderita dengan
penyakit pemberat sebelumnya, usia lanjut lebih cenderung akan mengalami hepatitis yang
berat. Gejala tambahan yang dapat timbul berupa cairan berlebih pada rongga perut (asites),
bengkak anggota gerak, dan kerusakan otak, dan ini prognosis tidak akan terlalu baik.
Beberapa petanda yang dapat menunjukkan adanya kerusakan hati yang berat adalalah
rendahnya kadar serum albumin, hipoglikemia dan tingginya kadar bilirubin. Penderitapenderita ini memerlukan perawatan rumah sakit. Angka kematian hepatitis A dan B berkisar
0,1% tetapi meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Hepatitis C memiliki angka
kematian yang lebih rendah lagi. Pada kasus infeksi yang luas hepatitis E (India) angka
kematian hanya mencapai angka 1 2 % saja. Angka kematian tinggi pada penderita dengan
gangguan sistem kekebalan tubuh mencapai angka 5%.
3.10 Komplikasi dan Efek Samping
Beberapa penderita hepatitis A mengalami hepatitis berulang beberapa bulan setelah sembuh
dari hepatitis sebelumnya. Kejadian berulang ini ditandai dengan timbulnya kembali gejala,
peningkatan enzim-enzim hati, badan menjadi kuning, terdapatnya virus hepatitis A didalam
feses. Variasi lain yang jarang dialami adalah hambatan aliran dari cairan emepdu, ditandai
dengan badan bertambah kuning (kuning pekat) disertai kulit menjadi gatal. Hepatitis A
merupakan penyakit yang akan sembuh sendiri dan jarang menjadi kronis.
Pada masa awal infeksi virus hepatitis B, akan didapatkan tanda-tanda peradangan biasa
seperti nyeri sendi, gatal-gatal, pembengkakan pembuluh darah, dan terkadang dapat terjadi
bak berdarah dan bak mengeluarkan protein (5 10%). Gejala ini timbul sebelum timbul
keluhan badan menjadi kuning. Gejala-gejala ini sering membuat salah diagnosa menjadi
penyakit rematoid. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah fulminant hepatitis (kerusakan
hati yang hebat), kondisi ini jarang, tetapi paling sering ditemukan pada penderita dengan
hepatitis B, D dan E. Hepatitis B paling sering mengalami komplikasi ini karena sifatnya
yang sering menjadi kronis dan diperberat dengan infeksi hepatitis D. Gejala yang timbul
berupa gangguan kesadaran hingga koma. Hati menjadi kecil dan terjadi kegagalan fungsi
pembekuan darah. Gejala lain yang timbul berupa bingung, disorientasi, kontak tidak
adekuat, perut menjadi kembung karena volume air yang besar didalam rongga perut (asites)
dan pembengkakan anggota gerak. Didapatkan peningkatan bilrubin yang tinggi, dan
kegagalan sistem pembekuan darah akan menyebabkan perdarahan dari saluran cerna yang
ditandai oleh bab berwarna hitam atau darah dan muntah berwarna hitam. Gejala yang lebih
berat adalah penekanan batang otak akibat pembengkakan otak, gagal nafas, gagal fungsi
jantung, gagal ginjal dan berakhir pada kematian. Angka kematian mencapai 80%, sehingga
salah satu terapi adalah transplantasi hati.

3.10.1 Hepatitis Fulminant


11

Penderita hepatitis B, selama beberapa bulan akan terjadi penurunan kadar HbsAg
tetapi tidak menghilang seluruhnya. Beberapa kemungkinan yaitu (1) pembawa virus
(carrier), (2) hepatitis ringan atau sedang, (3) hepatitis kronis sedang atau berat dengan /
tanpa sirosis hepatis. Neonatus, anak dengan Downs syndrome, penderita dengan
hemodialisia kronis, dan penderita dengan gangguan sistem kekebalan tubuh paling sering
menjadi pembawa virus ini. Komplikasi yang paling sering dari infeksi hepatitis B, adalah
menjadi kronis, beberapa gambaran klinis dan pemerkisaan laboratorium didapatkan : (1)
tidak didapatkan penyembuhan yang sempurna dari gejala yang ada (mual, muntah, lemah
badan dan pembesaran hati), (2) Gambaran nekrosis dari hasil biopsi hati, (3) kegagalan
enzim hati, bilirubin dan globulin untuk kembali ke batas normal dalam 6 12 bulan setelah
sembuh, (4) HbeAg yang menetap selama 3 bulan atau HbsAg menetap selama 6 bulan
setelah infeksi hepatitis. Penderita hepatitis C, menjadi kronis sebanyak 85 90% kasus.
Walaupun sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala yang berat tetapi 20%
mengalami sirosis (pembatuan) hati dalam 10 20 tahun setelah infeksi pertama. Kematian
terjadi setelah 20 tahun, sehingga salah satu pilihan terapi adalah transplantasi ginjal.
3.11 Pencegahan
Hepatitis A
Pemberian immunoglobulin atau virus yang dilemahkan dapat mencegah terjadinya infeksi
ini. Pemberian dapat diberikan efektif dari sejak pasien terpapar virus sampai 2 minggu
setelahnya. Pemberian vaksin ini dianjurkan pada anak dengan resiko tinggi. Profilaksis ini
tidak diperlukan pada penderita dewasa yang sering kontak (kantor, pabrik, sekolah dan
rumah sakit) yang biasanya sudah memiliki imunitas. Pemberian ini dapat diberikan pula
pada tentara, petugas kesehatan, pemelihara primata, pekerja laboratorium, dan mereka yang
akan berpergian ke daerah yang sedang mengalami endemi hepatitis ini.

Hepatitis B
Pemberian dapat berupa immunoglobulin atau komponen virus. Profilaktik untuk
preexposure hepatitis B diberikan pada tenaga kesehatan, pasien hemodialisis, petugas
pengembangan orang-orang cacat, pengguna obat-obatan terlarang, pelaku seks bebas,
penderita yang membutuhkan tranfusi berulang, ibu yang hamil. Pemberian vaksin dapat
diberikan juga setelah terpapar dari hepatitis B tetapi pemberian berupa rekombinasi vaksin.
Pemberian vaksin hepatitis B dapat mencegah infeksi hepatitis D, selain itu tidak ada sediaan
vaksin untuk hepatitis D.
Hepatitis C

12

Tidak ada vaksin yang efektif untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis C, sehingga
pencegahannya adalah dengan menjaga keamanan darah pada proses donor dan tranfusi
darah, dan perubahan pola gaya hidup.
3.12 Pengobatan Hepatitis Kronik
Hepatitis B
Tujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan replikasi VHB
sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa (IFN-) dan
nukleosida analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan terapi. Respon
pengobatan ditandai dengan menetapnya perubahan dari HBeAg positif menjadi HBeAg
negatif dengan atau tanpa adanya anti-HBe. Hal ini disertai dengan tidak terdeteksinya DNAVHB (dengan metode non-amplifikasi) dan perbaikan penyakit hati (normalisasi nilai ALT
dan perbaikan gambaran histopatologi apabila dilakukan biopsi hati). Umumnya pengobatan
hepatitis B dibedakan antara pasien dengan HBeAg positif dengan pasien dengan HBeAg
negatif karena berbeda dalam respon terhadap terapi dan manajemen pasien. Pengobatan
antivirus hanya diindikasikan pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT.
Interferon mempunyai efek antivirus, antiproliferasi dan immunomodulator. Cara kerja
interferon dalam pengobatan hepatitis belum diketahui dengan pasti. Pada pasien dengan
HbeAg positif, pemberian IFN- 3 juta unit, 3 kali seminggu selama 6-12 bulan dapat
memberi keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada 30 40 % pasien.
Pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan HBeAg tidak bisa
digunakan. Untuk pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai dengan tidak
terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan normalisasi ALT yang
menetap setelah terapi dihentikan. Respon menetap dapat dicapai pada 15 25% pasien.
Penggunaan interferon juga dapat menghilangkan HBsAg pada 7.8% pada pasien dengan
HBeAg positif dan 2 8% pada pasien dengan HBeAg negatif. Hilangnya HBsAg tidak
tercapai pada penggunaan lamivudin. Penggunaan pegylated-interferon alfa 2a selama 48
minggu pada pasien hepatitis B kronik dengan HBe-Ag negatif setelah 24 minggu follow-up
59 % pasien menunjukkan transaminase normal dan 43 % dengan DNA VHB yang rendah (<
20.000 copy/mL) dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan lamivudine saja (44 %
dengan transaminase normal dan 29 % dengan DNA VHB rendah).
Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan inteferon dan
dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien. Lamivudin digunakan dengan
dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun. Kebehasilan terapi dengan menghilangnya
HbeAg dicapai 16-18% pasien. Angka keberhasilan terapi dapat lebih besar bila jangka waktu
pengobatan ditambahkan namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB mutan juga menjadi
lebih besar yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka panjang penggunaan
lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian komplikasi akibat
hepatitis kronik berat atau sirosis. Studi semacam ini belum ada pada interferon walaupun
angka keberhasilan serokonversi lebih besar dari pada lamivudin. Nukleosida analog lain
seperti adefovir memberikan angka keberhasil terapi yang lebih kurang sama dengan
13

lamivudin tetapi kurang menimbulkan mutan sehingga dapat digunakan apabila ditakutkan
akan timbulnya virus mutan atau apabila pada penggunaan lamivudin sudah timbul virus
mutan. Entecavir memberikan angka keberhasilan serokonversi yang hampir sama dengan
lamivudin.

Hepatitis C
Pengobatan hepatitis C kronik pada dasarnya adalah dengan menggunakan inteferon dan
ribavirin. Inteferon monoterapi saja tidak dianjurkan karena relatif rendahnya angka
keberhasilan terapi. Keputusan pemberian interferon harus didasari dengan adanya
peningkatan ALT dan RNA VHC yang positif dalam serum. Konsensus penanganan hepatitis
C di Eropa dan Amerika menekankan untuk perlunya dilakukan biopsi hati karena ALT pada
pasien hepatitis C kronik bisa sangat fluktuatif dan adanya fibrosis yang signifikan tidak bisa
diketahui tanpa dilakukan biopsi. Fibrosis pada pasien hepatitis C kronik sangat menentukan
terjadinya sirosis hati dan komplikasi penyakit hati lanjut.
Keberhasilan terapi dengan interferon akan lebih baik pada mereka yang terinfeksi VHC
dengan genotip 2 dan 3 dibandingkan dengan genotip 1 dan 4. Lama terapi juga berpengaruh
dimana pemberian inteferon dan ribavirin selama 48 minggu, akan menghasilkan angka
keberhasilanterapi yang lebih baik dari pada 24 minggu. Fried MWet al, membandingkan
pemberian interferon (IFN) alfa-2b dan ribavirin dengan pegylated interferon (peg-IFN) alfa2a (40KD) dan pegylated interferon (peg-IFN) alfa-2b (40KD) plus ribavirin pada suatu
multicentered clinical trial. Mereka mendapatkan keberhasilan terapi yang menetap (sustain
response) pada 56 % pasien yang diberikan peg-IFN alfa2-b + ribavirin dibandingkan dengan
44 % pada pasien yang mendapat terapi standar IFN-alfa 2b +
ribavirin dan 29 % pada pasien yang mendapat peg-IFN alfa 2a saja.
Walaupun dalam konsensus beberapa asosiasi hepatologi dunia indikasi pengobatan untuk
hepatitis C kronik adalah adanya peningkatan ALT namun disadari bahwa perubahan ALT
pada keadaan ini bersifat fluktuatif sehingga pada beberapa kasus dapat ditemukan ALT yang
normal pada saat pemeriksaan sedangkan diluar saat pemeriksaan mungkin terjadi
peningkatan ALT yang tidak diketahui. Jacobson IM et al, mencoba memberikan inteferon
alfa-2b konvensional dan ribavirin pada pasien hepatitis C dengan ALT normal namun
terbukti hepatitis kronik pada biopsi hati. Mereka mendapatkan angka keberhasilan yang
menetap (sustain response) hilangnya RNA VHC pada 32 % pasien. Tingkat keberhasilan ini
lebih kurang sama dengan pasien hepatitis kronik C yang mendapat terapi inteferon atas dasar
meningkatnya ALT.

14

3.13 Kesimpulan

Pengobatan hepatitis akut dan kronik pada dewasa, mengalami perubahan dan kemajuan yang
pesat sehingga harus senantiasa dicermati perubahannya agar dapat memberi pelayanan yang
terbaik pada pasien dengan hepatitis kronik.

15

Anda mungkin juga menyukai