Anda di halaman 1dari 10

UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN GURU DALAM

PENERAPAN (PAKEM) MELALUI PELATIHAN LESSON


STUDI (SHARRE DARI BLOG PAK AINA MULYANA)

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan pendidikan dasar membawa
konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model pembelajaran yang
tradisional (model atau metode pembelajaran yang lebih berpusat guru) ke
penhgembangan model atau metode yang lebih berpusat pada siswa. Hal demikian
menuntut kemampuan guru dalam merancang model pembelajaran yang lebih berpusat
pada siswa, sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan karakteristik siswa agar mencapai
hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru dalam konteks pembelajaran menuntut
perubahan, antara lain : (a) peranan guru sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi
lebih banyak berfungsi sebagai pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik
adalah individu-individu yang kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan
cara belajar sesuatu yang berbeda pula, (c) proses belajar mengajar lebih ditekankan pada
belajar daripada mengajar (Laster, 1985).

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran peran guru
dalam pembelajaran, yaitu :
a. Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai obyek
pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran. Dalam diri siswa
terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh katena itu dalam konteks
pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan dorongan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b. Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan dengan
masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di masyarakat. Antara lain
dengan cara memberikan tantangan yang berupa kasus-kasus yang sering terjadi di
masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai
bekal kemandirian dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh
lagi diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mengembangkan potensi masyarakatnya.
Berdasarkan hasil pengamatan untuk mewujudkan kompetensi dan peran guru dalam
penerapan pembelajaran aktif perlu adanya upaya yang dilakukan baik oleh dinas
pendidikan, pengawas sekolah, maupun kepala sekolah. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan kepala sekolah dalam rangka peningkatan kompetensi dan peran guru dalam
pembelajaran adalah melalui kegiatan pelatihan lesson studi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba mengadakan penelitian tindakan sekolah untuk
mengetahui efektivitas supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah terhadap
peningkatan kualitas guru.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab masih
rendahnya kualitas proses dan hasil pembelajaran di SMPN 2 Cikeusik, antara lain:
a) Lemahnya keterampilan guru dalam penerapan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan (PAKEM)
b) Keterbatasan sarana dan prasana pembelajaran
c) Masih kurangnya tenaga kependidikan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan.
d) Tidak berfungsinya peran pengawas sekolah
e) Motivasi guru dan tenaga kependidikan lainnya masih rendah
3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi masalah seperti yang diuraikan diatas, permasalahan dalam
penelitian tindakan sekolah ini dibatasi pada lemahnya keterampilan guru dalam penerapan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM)
4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian di rumuskan
sebagai berikut:
Bagaimana efevtivitas upaya peningkatan keterampilan guru dalam penerapan
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (pakem) melalui pelatihan
lesson studi di SMPN 2 CIKEUSIK kabupaten pandeglang melalui pelatihan Lesson Studi.
5. Tujuan Penelitian
Tujuan khusus dari kegiatan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk mmengetahui
efevtivitas upaya peningkatan keterampilan guru dalam penerapan pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan (pakem) melalui pelatihan lesson studi di SMPN 2
CIKEUSIK kabupaten pandeglang melalui pelatihan Lesson Studi.
Sedangan tujuan umum dari kegiatan penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk
peningkatan kualitas proses dan hasil belajar di SMPN 2 Cikeusik.
6. Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan memberikan manfaat untuk perbaikan dan peningkatan
proses hasil belajar terutama bagi perorangan atau institusi di bawah ini.
1. Bagi Siswa : Dengan menggunakan keterampilan guru dalam penerapan pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) siswa akan tergugah semangat
belajarnya sehingga menambah akan keberanian untuk bertanya, menjawab, melakukan
sesuatu tindakan yang berpola terstruktur, menemukan dan mengembangkan ide-ide baru,
sehingga aktivitas dan antusias belajar siswa lebih meningkat.
2.
Bagi Guru : Kemampuan menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAKEM) akan memberi kemudahan dalam melaksanakan tugas
mengajarnya, karena yang lebih aktif adalah siswa, dan guru hanya mengarahkan saja.
3.
Bagi Sekolah : Hasil dari proses belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar Aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu
bersifat tetap dan berbekas. Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan
proses perubahan tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan
lingkungannya.
Belajar merupakan usaha seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya. Dalam
proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan siswa, baik dari segi kognitif, psikomotor maupun afektif.
Belajar aktif (sering dikenal sebagai cara belajar siswa aktif) merupakan suatu pendekatan
dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar
yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Untuk
dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar
bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa berperan secara aktif dalam
proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan dipelajarinya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by doing (1859-1952).
Dewey sangat tidak setuju pada rote learning belajar dengan menghafal. Dewey
merupakan pendiri sekolah Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by
doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan
siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam
suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana bagi siswa
untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam belajar aktif, akan tercipta
suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan
belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama
berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan
mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Di samping itu siswa
secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di
sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap,
sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang
bermakna baginya.
Selanjutnya, belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar secara
sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya,
guru dapat merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan
menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa. Untuk itu
guru diharapkan memiliki kemampuan :
a.
Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses
pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru
c.
Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan
pengetahuan yang diperoleh di masyarakat
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan
sehari-hari dalam masyarakat
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap dan
utuh

f.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai
dengan kemampuannya
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk
dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk
belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.
2. Pembelajaran
Mengajar atau teaching adalah membantu siswa memperoleh
informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan cara-cara
belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi
pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari
perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah
sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber
belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin dipakai untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh perhatian pada
bagaimana membelajarkan siswa, dan bukan pada pa yang dipelajari siswa. Dengan
demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi pembelajaran,
bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata interaksi antara
sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal. Pembelajaran perlu
direncanakan dan dirancang secara optimal agar dapat memenuhi harapan dan tujuan.
Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik,
karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam belajar (belajar
untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan nyata) secara maksimal.
b.
Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa karena
pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses konstruksi, dekonstruksi
dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
c.
Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media dan
sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar secara konkrit,
luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh guru yang profesional dan
peduli terhadap keberhasilan belajar siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis untuk
menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam bingkai belajar
sepanjang hayat (life long contiuning education).
Bagaimana pembelajaran yang efektif? Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana
siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta
merupakan pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran dikatakan
efektif apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
(Reiser Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif :
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt

o
o
o
b.
o
o
o
o

Kompleks bukan sederhana


Dipengaruhi perbedaan individual siswa
Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
Kriteria :
Kecermatan penguasaan
Kecepatan unjuk kerja
Tingkat alih belajar
Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)

B. Lesson Study
Lesson Study adalah model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas
dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Apabila kita cermati definisi
Lesson Study maka kita menemukan 7 kata kunci yaitu pembinaan profesi, pengkajian
pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegalitas, mutual learning, dan komunitas
belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara
berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas pendidik terus menerus. Kalau tidak
dilakukan pembinaan terus menerus maka profesionalitas dapat menurun dengan
bertambahnya waktu. Bagaimana membinanya, yaitu melalui pengkajian pembelajaran
secara terus menerus dan berkolaborasi. Pengkajian pembelajaran harus dilakukan secara
berkala, misal seminggu sekali atau dua minggu sekali karena membangun komunitas
belajar adalah membangun budaya yang memfasilitasi anggotanya untuk saling belajar,
saling koreksi, saling menghargai, saling bantu, saling menahan ego. Membangun budaya
tidak sebentar, memerlukan waktu lama. Berapa lama waktu diperlukan untuk membangun
budaya komunitas belajar tidak ada batasan, semakin lama semakin baik. Berkenaan
dengan pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang sempurna, selalu ada celah untuk
memperbaikinya, karena itu pembelajaran harus dikaji secara terus menerus agar lebih baik
dan lebih baik. Pengkajian pembelajaran dimaksudkan untuk mencari solusi terhadap
permasalahan pembelajaran agar terjadi peningkatan mutu pembelajaran terus menerus.
Objek
kajian
pembelajaran
dapat
meliputi,
antara
lain,
materi
ajar,
metode/strategi/pendekatan pembelajaran, LKS (Lembar Kerja Siswa), media pembelajaran,
seting kelas, dan asesmen. Mengapa pengkajian pembelajaran dilakukan secara
berkolaborasi? Karena lebih banyak masukan perbaikan akan meningkatkan mutu
pembelajran itu sendiri. Menurut sendiri rasanya persiapan pembelajaran sudah bagus dan
ketika mendapat masukan dari orang lain bisa meningkatkan mutu persiapan pembelajaran.
Prinsip kolegalitas dan mutual learning (saling belajar) diterapkan dalam berkolaborasi
ketika melaksanakan kegiatan Lesson Study. Dengan kata lain, peserta kegiatan Lesson
Study tidak boleh merasa superior (merasa paling pintar) atau imperior (merasa rendah diri)
tetapi semua peserta kegiatan Lesson Study harus diniatkan untuk saling belajar. Peserta
yang sudah paham atau memiliki ilmu lebih harus mau berbagi dengan peserta yang belum
paham, sebaliknya peserta yang belum paham harus mau bertanya kepada peserta yang
sudah paham. Keberadaan nara sumber dalam forum Lesson Study harus bertindak sebagai
fasilitator, bukan instruktur. Fasilitator harus dapat memotivasi peserta mengembangkan
potensi yang dimiliki para peserta agar para peserta dapat maju bersama.

Pengkajian pembelajaran dilaksanakan dalam tiga tahapan, seperti diperlihatkan dalam


Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Pengkajian Pembelajaran dalam Lesson Study
Kalau pelatihan konvensional bersifat top-down, artinya materi pelatihan sudah disiapkan
dan diberikan oleh instruktur, sebaliknya pelatihan melalui Lesson Study bersifat bottom-up
karena materi pelatihan berbasis permasalahan yang dihadapi para guru di sekolah,
kemudian dikaji secara kolaboratif dan berkelanjutan. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga
tahapan yaitu tahapan pertama adalah Plan (merencanakan), tahapan kedua adalah Do
(melaksanakan), dan tahapan ketiga adalah See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan
kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah
berakhir (continous improvement).
Berikut paparan mengenai tahapan-tahapan
pelaksanaan Lesson Study.
Secara ringkas, gambaran umum dan tujuan utama Lesson Study serta hubungannya
dengan empat kompetensi guru yang diharapkan UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan
dosen, diperlihatkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Gambaran umum dan Tujuan utama lesson study serta hubungannya dengan
kompetensi guru
BAB III METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan di SMPN 2 Cikeusik, Kabupaten Pandeglang.
2. Perencanaan Tindakan
Dalam penelitian tindakan sekolah ini ini teknik supervisi akademik yang akan dilaksanakan
adalah Teknik supervisi individual. Sedangkan teknik supervisi yang akan diteliti atau
dilaksanakan dalam Penelitian Tindakan Sekolah ini adalah a) teknik kunjungan kelas, b)
observasi kelas, dan c) pertemuan individual.
a) Teknik Kunjungan Kelas
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah untuk mengamati
proses pembelajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk menolong guru dalam mengatasi
masalah di dalam kelas.
Cara melaksanakan kunjungan kelas:
a)
dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu tergantung sifat tujuan dan
masalahnya,
b) atas permintaan guru bersangkutan,
c) sudah memiliki instrumen atau catatan-catatan, dan
d) tujuan kunjungan harus jelas.
Adapun kriteria kunjungan kelas, adalah :
a) memiliki tujuan-tujuan tertentu;
b) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat memperbaiki kemampuan guru;
c) menggunakan instrumen observasi untuk mendapatkan data yang obyektif;
d) terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina sehingga menimbulkan sikap saling
pengertian;

e)
f)

pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu proses pembelajaran; dan


pelaksanaannya diikuti dengan program tindak lanjut.

b) Teknik Observasi Kelas


Observasi kelas adalah mengamati proses pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya
adalah untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi pembelajaran, kesulitankesulitan guru dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran.
Aspek-aspek yang diobservasi adalah:
a) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran,
b) cara menggunakan media pengajaran
c) variasi metode,
d) ketepatan penggunaan media dengan materi
e) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan
f) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.
Pelaksanaan observasi kelas ini melalui tahap:
a) persiapan,
b) pelaksanaan,
c) penutupan,
d) penilaian hasil observasi; dan
e)
tindak lanjut. Supervisor: 1) sudah siap dengan instrumen observasi, 2) menguasai
masalah dan tujuan supervisi, dan 3) observasi tidak mengganggu proses pembelajaran.
c). Pertemuan Individual
Pertemuan individual adalah satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara
supervisor guru. Tujuannya adalah:
a.
memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan
yang dihadapi;
b. mengembangkan hal mengajar yang lebih baik;
c. memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan
d. menghilangkan atau menghindari segala prasangka.
Jenis-jenis pertemuan individual yang akn diterapkan mengacu pada pendapat Swearingen
(1961) yang mengklasifikasi empat jenis pertemuan (percakapan) individual sebagai
berikut
a) classroom-conference, yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di dalam kelas
ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas (istirahat).
b)
office-conference. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan di ruang kepala
sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi dengan alat-alat bantu yang dapat
digunakan untuk memberikan penjelasan pada guru.
c)
causal-conference. Yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang
dilaksanakan secara kebetulan bertemu dengan guru
d)
observational visitation. Yaitu percakapan individual yang dilaksanakan setelah
supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas.
Pada pelaksanaan pertemuan individua,l supervisor harus berusaha mengembangkan segisegi positif guru, mendorong guru mengatasi kesulitan-kesulitannya, memberikan
pengarahan, dan melakukan kesepakatan terhadap hal-hal yang masih meragukan.

3. Pelaksanaan Tindakan
a. Perencanaan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah:
1). Membiming guru untuk membuat persiapan mengajar (RPP) yang akan digunakan
2). Menyusun lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar.
3). Menyusun daftar pertanyaan yang akan digunakan dalam diskusi antara kepala sekolah
sebagai peneliti dan guru sebagai mitra peneliti..
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan antara peneliti dan mitra peneliti. Kegiatan peneliti (kepala
sekolah) pada siklus I ini adalah mengamati jalannya proses pembelajaran sementara itu
kegiatan guru sebagai mitra peneliti adalah melaksanakan tindakan berupa kegiatan
pelaksanaan pengajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun.
c. Pengamatan.
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I adalah
sebagai berikut :
1). Mengobservasi tampilan Guru yaitu mengamati :
(a). Pengembangan materi pengajaran yang dilakukan guru.
(b). Strategi belajar mengajar yang dikembangkan guru.
(c). Metoda pembelajaran yang dipilih dan ditampilkan guru dalam pembelajaran di kelas.
(d). Media pengajaran yang dipilih dan ditampilkan guru dalam pembelajaran di kelas.
(e). Sumber belajar yang dipilih dan dipergunakan guru dalam kegiatan pembelajaran.
2). Mengobservasi aktivitas siswa yaitu mengamati :
(a). Keaktifan dalam menjawab pertanyaan guru.
(b). Keaktifan dalam mengajukan pertanyaan.
(c). Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
(d). Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok.
(e). Keaktifan siswa

d.

Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta dianalisa dalam tahap
refleksi ini. Disamping data hasil observasi dipergunakan pula jurnal yang dibuat saat guru
selesai melaksanakan kegiatan pengajaran sebagai acuan bagi guru untuk dapat
mengevaluasi diri. Hasil analisa dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan pada
siklus berikutnya.

2.

Proses Penelitian Siklus II


a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan yang dilakukan adalah :
1). Mengadakan diskusi dan memberi pendampingan bagi guru untuk membuat persiapan
mengajar (RPP) yang akan digunakan
2). Mempersiapkan lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar.
3). Mempersiapakan daftar pertanyaan yang akan digunakan dalam diskusi antara kepala
sekolah sebagai peneliti dan guru sebagai mitra peneliti..

b.

Pelaksanaan Tindakan.

Sama seperti pada siklus 1, kegiatan pelaksanaan tindakan pada siklus 2 adalah
melaksanakan skenario pembalajaran yang telah disusun dan direncanakan sebelumnya
yaitu kegiatan mitra peneliti adalah mengamati jalannya proses pembelajaran, sementara
kegiatan peneliti adalah melaksanakan kegiatan pengajaran sesuai dengan rencana yang
telah disusun sebelumnya dengan diberikan beberapa perbaikan sesuai dengan hasil
temuan pada siklus sebelumnya.
c.

Pengamatan

Melakukan pemantauan selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung dengan


lembar observasi yang telah tersedia, dan menyiapkan instrumen tape recorder dan tustel
sebagai alat perekam kegiatan adalah sebagai berikut :
1). Mengobservasi tampilan Guru yaitu mengamati :
(a). Pengembangan materi pengajaran yang dilakukan guru.
(b). Strategi belajar mengajar yang dikembangkan guru.
(c). Metode pembelajaran yang dipilih dan ditampilkan guru dalam pembelajaran di kelas.
(d). Media pengajaran yang dipilih dan ditampilkan guru dalam pembelajaran di kelas.
(e). Sumber belajar yang dipilih dan dipergunakan guru dalam kegiatan pembelajaran.
2). Mengobservasi aktivitas siswa yaitu mengamati :
(a). Keaktifan dalam menjawab pertanyaan guru.
(b). Keaktifan dalam mengajukan pertanyaan.
(c). Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
(d). Keaktifan siswa dalam diskusi kelompok.
(e). Keaktifan siswa dalam mengimplementasikan konsep model pembelajaran ResourceBased Learning. (Pedoman Observasi terlampir).
d.

Refleksi
Hasil yang diperoleh dalam siklus II dikumpulkan serta dianalisa dalam tahap ini. Hasil
analisa dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan kegiatan pada siklus berikutnya
atau mengakhiri kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah ini apabila data yang diperoleh sudah
cukup memadai..

DAFTAR PUSTAKA
Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen.
Lewis, C., Perry, R., and Hurd, J. (2004). A Deeper Look at Lesson Study. Educational
Leadership.
Stevenson., H.W., and Stigler, J.W. (1999). The Learning Gap. New York: Touchstone.
Stigler, J.W., and Hiebert, J. (1999). The Teaching Gap: Best Ideas from the Worlds Teachers
for Improving Education in the Classroom. New York: The Free Press.

Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. (2006). Indonesian Lesson Study in Practice:
Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Journal of Inservice Education. 32 (2): 171-184.
Saito, E., Sumar, H., Harun, I., Ibrohim, Kuboki, I., and Tachibana, H. (2006). Development of
School-Based In-Service Training Under an Indonesian Mathematics and Science Teacher
Education Project. Improving School. 9 (1): 47-59.
Saito, E., Harun. I., Sumar, H. (2006). Affect of Lower Secondary Students Towards
Mathematics and Science Education in Indonesia. Spektra, 6(1): 11-21.
Sumar Hendayana, et.al. (2006). Lesson Study: Pengalaman IMSTEP-JICA. Bandung UPI Press.
Sumar Hendayana, Sukirman, Muchtar A. Karim. (2007). Studi Peran IMSTEP dalam
Penguatan Program Pendidikan Guru MIPA di Indonesia. Educationist, 1(1): 27-37.

Anda mungkin juga menyukai