Anda di halaman 1dari 31

A.

Pendahuluan
Islam sebagai sebuah pandangan hidup (worldview) memiliki cara pandang yang
berbeda dengan cara pandang agama dan peradaban lain dalam melihat sesuatu. Cara
pandang ini tercermin dan terakumulasi dalam konsepkonsep kunci yang dipahami dari
sumber utama ajaran Islam yakni al-Qur’an dan sunnah. Misalnya, terkait dengan
konsep ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Konsep iptek dalam Islam berbeda
sekali dengan apa yng dimaksud dengan iptek dalam peradaban Barat.
Pada saat ini, kemajuan iptek tidak bisa dibendung lagi. Dunia semakin maju
dan semakin modern dengan keberadaan iptek yang semakin maju dan berkembang
bahkan semakin canggih. Dalam Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu
keharusan dan harus sesuai dengan pandangan islam. Ilmu pengetahuan dan teknologi
tanpa pandangan islam, maka akan terjadi kekacauan baik secara fisik maupun secara
nonfisik.
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua. Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang
seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. 1
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan
pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. 2 Ini bukan berarti menjadi
Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya,
wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir
dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-
hari.3 Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.
Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh

1
Zuhdi, M. H. (2015). Paradigma Fiqh Al-Bi’ah Berbasis Kecerdasan Naturalis: Tawaran Hukum
Islam Terhadap Krisis EkologI. Al- 'Adalah, 12(2), 771-784.
2
Ilmi, Z. (2012). Islam Sebagai Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
LENTERA, 14(1 JUNI).
3
Ainiyah, N. (2013). Pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Al-Ulum, 13(1),
25- 38.

1
umat Islam memanfaatkannya, walau menghasilkan manfaat sesaat memenuhi
kebutuhan manusia.4
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan
ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta,
seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi)
meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank”
dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi. Bayi tabung di Barat
bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri. 5
Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya,
menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga
mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja.6 Kloning hewan rintisan Ian
Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, dicoba untuk
diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atmosfer
udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat
parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga
diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan
teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime)
dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Di sinilah, peran agama khususnya Islam sebagai pedoman hidup menjadi sangat
penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama Islam memberi tuntunan agar kita
memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya
semiminal mungkin. Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam
mengendalikan perkembangan teknologi modern yang kini dipimpin oleh perdaban
barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia.
Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan

4
Arsyam, M. (2020, August 3). Pengaruh kemampuan supervisional kepala sekolah dan peran
komite sekolah terhadap kinerja guru sma negeri di kota makassar.
https://doi.org/10.31219/osf.io/j84ew
5
Syeichul Hadipermono, Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika, (Surabaya: Wali Demak Press,
19995), h. 18
6
Nurchalis Bakry et.al,. 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai Modern
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 26

2
iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban
barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya. 7
Pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah SWT.
Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat, puasa, dan
menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti sabda Rasulullah SAW: “
menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki dan perempuan”.
Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya keimanan.
Dari uraian diatas maka konsep ilmu dan teknologi dalam Islam berimplikasi
pada orientasi tujuan pendidikan Islam yang juga berbeda dengan orientasi tujuan
pendidikan model Barat, yakni mewujudkan manusia-manusia yang beradab, yang
mampu menempatkan sesuatu sesuai dengan martabat yang sebenarnya, menggunakan
cara-cara yang benar untuk mencapai tujuan yang benar, dan memperjuangkan sesuatu
untuk mencapai tujuan yang benar. Iptek dalam Islam juga berorientasi pada kurikulum
dan proses pembelajaran di kelas. Kurikulum pendidikan harus dikembangkan secara
integral, tidak dikotomis. Integral antara pengembangan ilmu fardhu ‘ain dan fardhu
kifayah sekaligus, yang pelaksanannya bisa berifat dinamis. Dalam proses pembelajaran
adab-adab yang terkait dengan ilmu, adab hubungan guru dan peserta didik dalam
interaksi edukatif harus diimplementasikan.
Demikianlah dari uraian di atas tulisan ini akan membahas Islam dan Ilmu
Pengetahuan, dimana Islam sebagai dasar tinjauan terhadap makna dan esensi, fungsi
dan kegunaan, keharusan mempelajari ilmu dan teknologi serta tinjauan sejarah
pertumbuhan dan perkembangan iptek dalam Islam.

B. Makna dan esensi Ilmu dalam Islam

Istilah Ilmu merupakan terjemahan dari bahasa Inggris science- -berasal dari
bahasa Latin scientia yang diturunkan dari kata scire, yang berarti mengetahui (to know)
dan belajar (to learn), maka ilmu dapat berarti usaha untuk mengetahui atau
mempelajari sesuatu yang bersifat empiris dan melalui suatu cara tertentu.

7
Zahroh, L. (2015). Integrasi iman dan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam (kajian QS
AlMujadalah ayat 11, QS Al-Taubah ayat 122, dan QS Al-Isra ayat 36) (Doctoral dissertation, UIN
Walisongo)

3
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang berarti
pengetahuan (al-ma’rifah),8 kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang
hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam.9 Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-
Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu
merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari
para ilmuwan muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan-persoalan duniawī dan ukhrāwī
dengan bersumber kepada wahyu Allah. 10 Kata `ilm bisa disepadankau dengan kata
Arab lainnya, yaitu ma`rifah (pengetahuan), hikmah (kebijaksanaan), dan syu `ur
(perasaan). Kata `ilm dalam bahasa Arab mungkin dapat diartikan pengetahuan tentang
tanda atau ayat atau “mengetahui ayat”. Yang dimaksud “tanda” atau “ayat” dalam
konteks pengetahuan tidak lain adalah fenomena-fenomena kealaman dan segala
isinya11.
Dengan demikian, kata `ilm (Arab), Science (Inggris), Wissenschaft (Jerman),
Wetenschap (Belanda) atau ilmu pengetahuan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti
yang sama, yaitu pengetahuan tentang fenomena fenomena kealaman yang diperoleh
dengan cara-cara tertent berdasarkan kesepakatan di antara para ilmuwan.
Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi sebagai
petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah petunjuk tentang
ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān memberikan perhatian yang sangat istimewa
terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah,
dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang telah menciptakan”.12 Membaca, dalam artinya
yang luas, merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah. Di samping itu, kata ilmu
yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi
juga tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu disebut sebanyak 105 kali dalam al-Qur’ān.
Sedangkan kata jadiannya disebut sebanyak 744 kali. Kata jadian yang dimaksud
adalah; ‘alima (35 kali), ya’lamu (215 kali), i’lām (31 kali), yu’lamu (1 kali), ‘alīm (18
8
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir, 1984), hlm.1037.
9
Al-Munjid fī al-Lūghah wa al-A’lām (Beirut : Dār al-Masyriq, 1986), hlm. 527
10
A.Qadri Azizy, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Departemen Agama RI, 2003), hlm. 13.
11
Taufik, M.Si., Ph.D,at.al, Islam Dan Ipteks, (Surakarta: Lembaga Pengembangan Al-Islam Dan
Kemuhammadiyahan (Lpik) Universitas Muhammadiyah, 2016), hlm. 27-28
12
4Al-Qur’ān surat al-‘Alaq : 96 : 1.

4
kali), ma’lūm (13 kali), ‘ālamīn (73 kali), ‘alam (3 kali), ‘a’lam (49 kali), ‘alīm atau
‘ulamā’ (163 kali), ‘allām (4 kali), ‘allama (12 kali), yu’limu (16 kali), ‘ulima (3 kali),
mu’allām (1 kali), dan ta’allama (2 kali).13 5
Kata ilmu dengan berbagai bentuk terulang 854 kali dalam Alquran. Kata ini
digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. Dalam
pandangan Alquran, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul
terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan (Q.S. al-
Baqarah [2]: 31-32). Manusia menurut Alquran memiliki potensi untuk meraih dan
mengembangkan ilmu dengan seizin Allah. Ada banyak ayat yang memerintahkan
manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Alquran juga
menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.14 Di dalam
Alquran, penjelasan tentang konsep ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang
diperoleh tanpa upaya manusia atau disebut juga ilmu laduni sebagaimana disebutkan
dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 65. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia atau
dinamai ilmu kasbi. Ayat-ayat tentang ilmu kasbi ini jauh lebih banyak daripada yang
berbicara tentang ilmu laduni.15

Mengenai definisi ilmu pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia


diartikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yang di susun secara logis dan
bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat16 Sedangkan kata teknologi
berasal dari bahasa Yunani "teknikos" berarti "teknik". Apabila ilmu bertujuan untuk
berbuat sesuatu, maka teknologi bertujuan untuk membuat sesuatu. Karena itu maka
teknologi itu berarti suatu metode penerapan ilmu untuk keperluan kehidupan
manusia.17

13
M. Dawam Rahardjo, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, dalam Ulumul Qur’ān, (Vol.1, No. 4,
1990), hlm. 58.
14
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan, 2001), h. 434.
15
Ibid., h. 437.
16
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: hlm. 371
17
Komaruddin. Kamus Riset.. (Bandung. Angkasa : 1987) hlm. 275-276

5
Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang
diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific method). 18 Sedang
teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna

mencapai suatu tujuan tertentu. Atau teknologi adalah pengetahuan dan keterampilan
yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas,
memperdalam, mengembangkan dan penerapan iptek
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek.19 Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan
syariah Islam.

C. Fungsi dan kegunaan Ilmu (IPTEK) dalam Islam

Ilmu adalah produk manusia. Dari aspek ini, maka ilmu tergantung sepenuhnya
pada manusia, yaitu bagaimana keadaan manusia yang menghadapi ketidak tahuannya
itu dan bagaimana ia melihat hal yang tidak diketahuinya itu, dari sisi mana dan
bagaimana. Oleh karena itu, tujuan ilmu pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dengan
realitas dan tantangan yang dihadapi manusia itu sendiri.20
Perspektif filsafat Islam, ilmu pengetahuan hakikatnya merupakan perpanjangan
dan pengembangan ayat-ayat Allah, dan ayat-ayat Allah merupakan eksistensi
kebesaran-Nya dan manusia diwajibkan untuk berfikir tentang ayat-ayat Allah itu, untuk
tujuan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran-Nya, tidak untuk merusak dan
melahirkan kerusakan dalam kehidupan bersama, karena akibat buruknya akan juga
menimpa manusia itu sendiri.

18
Aji, S. D. (2017, August). Etnosains dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan kerja
ilmiah siswa. In Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika) (pp. 7-11).
19
Hasibuan, N. (2014). Peran Islam dalam perkembangan teknologi pendidikan. LOGARITMA:
Jurnal Ilmu-ilmu Kependidikan dan Sains, 2(1), 108-126.
20
H. Musa Asy’arie, Filsafat Islam; Sunnah Nabi dalam Berfikir, LESFI, Yogyakarta, 2010. Hlm.
84.

6
Lebih tegas lagi dijelaskan bahwa salah satu ukuran utama dalam menilai kualitas
kehidupan, baik individu, masyarakat, bangsa dan negara adalah dilihat dari tingkat
kemampuannya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan dalam Al-
Qur’an menyebutkan bahwa kesempurnaan keimanan jika dibarengi dengan ketinngian
ilmu yang dimiliki oleh seorang muslim (Al-Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat: 11).21
Abdul Munir Mulkhan juga menegaskan bahwa kualitas hidup manusia akan ditentukan
oleh kualitas pengetahuan manusia tentang pokok-pokok masalah sebagaimana yang
dikemukakan (Q.S.Al-Isra’ (17):70). Namun demikian, kualitas hidup seperti tersebut
akan segera berubah jika manusia kehilangan konsistensi terhadap iman dan turunnya
kadar ke-shalehan (Q.S.95;5) yang keduanya merupakan pengikat dan pengendali dari
keterbukaan dan kemutlakan. Dengan demikian maka tindakan manusia dan
pengetahuan manusia bersifat teleologis yaitu terarah kepada tujuan yaitu masa-depan
atau akhirat.22
Harold H. Titus (dalam, Burhanuddin Salam) 23 mengingatkan bahwa ilmu dengan
segala tujuan dan artinya, sampai batas-batas tertentu telah banyak membantu manusia
dalam mencapai tujuan hidup dan kehidupannya, yaitu kehidupan yang lebih baik.
Sekalipun kebenaran ilmu tidak pernah mencapai kebenaran mutlak, tetapi dalam
keterbatasannya ia membantu kehidupan dan kepentingan manusia di dunia yang fana
ini, sesuai dengan bidang masingmasing. Pengalaman manusia tidak pernah sempurna,
dan pengetahuannya tumbuh dan berkembang sepanjang atau selama pertumbuhan
pengalamannya. Pertumbuhan merupakan salah satu hokum fundamental dalam hidup
ini.
Ilmu menghasilkan teknologi, yang memungkinkan manusia dapat bergerak atau
bertindak dengan cermat, dan tepat, karena ilmu dan teknologi merupakan hasil kerja
pengalaman, observasi, eksperimen, dan verifikasi. Dalam ilmu dan teknologi, manusia
dapat mengubah wajah dunia di mana manusia itu sendiri tinggal, mengubah cara
manusia bekerja, cara manusia berfikir. Dengan ilmu dan teknologi menuntut manusia
untuk mengadakan perubahan secara terus-menerus, perbaikan serta penemuan-

21
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT.Toha Putra, Semarang. 2002.
22
Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Islam; Pengantar Fisafat Pendidikan Islam dan
Dakwah, Sipress, Yogyakarta, 1993. Hlm. 196.
23
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta, 2009. Hlm. 25

7
penemuan baru. Perkembangan industry persenjataan merupakan suatu pertanda bahwa
ilmu dan teknologi akan berkembang terus. Dengan ilmu dan teknologi, memungkinkan
manusia untuk mengurangi rintangan-rintangan ruang dan waktu, misalnya dengan
system komunikasi modern, di mana suatu peristiwa yang terjadi pada suatu titik di
dunia ini, dalam waktu yang relatif singkat, dengan segera dapat diketahui ke seluruh
pelosok dunia.
Walaupun demikian, H.A. Fuad Ihsan,24 mengungkapkan bahwa memang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni dalam kurun perkembangannya sangat didambakan
lantaran besarnya manfaat yang dapat diperoleh bagi manusia dari padanya, namun
demikian sering dirasa dampak ilmu, teknologi dan seni yang kadang merusak atau
melunturkan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi. Kebudayaan modern bercirikan
dominasi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang mampu menciptakan krisis
identitas diri yang mengkhawatirkan, dan cenderung merasakan alienasi budaya di
masyarakat sendiri. Krisis identitas, artinya kehilangan konsep jati diri karena masuknya
peradaban di luar dirinya yang membawa perubahan tata nilai normative kea rah
perubahan subjektif. Oleh sebab itu, M. Quraish Shihab25 mengingatkan bahwa semua
itu motivasinya haruslah karena Allah (Iqra’ bismi Rabbika) yang oleh Syaikh Abdul
Halim Mahmud, mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar, memahami Bacalah demi Allah
dengan arti untuk kemaslahatan makhluknya. Bukankah Allah tidak membutuhkan
sesuatu, dan justru makhluk yang membutuhkan Allah Swt. Ia juga menegaskan bahwa
semboyan “ilmu untuk ilmu” tidak dikenal dan tidak dibenarkan oleh Islam. Apapun
ilmunya, materi pembahasannya harus bismi Rabbik, atau dengan kata lain harus
bernilai Rabbani. Sehingga ilmu yang dalam kenyataannya dewasa ini mengikuti
pendapat sebagian ahli “bebas nilai”, haruslah diberi nilai Rabbani oleh Ilmuwan
Muslim.
Secara spesifik lagi, Imam Al-Ghazali (dalam,Shafique Ali Khan) 26 bahkan
menilai bahwa ilmu pengetahuan lebih unggul daripada beribadah, dengan alas an
sebagai berikut:
24
H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, Rineka Cipta, Jakarta, 2010. Hlm.262
25
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat,
Mizan, Bandung, 2000. Hlm. 439-440
26
Shafique Ali Khan., Filsafat Pendidikan Al-Ghazali; Gagasan Konsep Teori dan Filsafat Ghazali
mengenai Pendidikan, Pengetahuan dan Belajar, Pustaka setia, Bandung, 2005. Hlm.50-51

8
 Hanya ilmu pengetahuanlah yang menjadi sarana untuk mengungkapkan cara
ibadah yang benar sehingga harus diikuti;
 Kesadaran akan diri dan Tuhan hanya mungkin ada melalui ibadah. Apabila
manusia tidak mencari puncak kebenaran dengan sarana belajar, dia tidak akan
dapat menyembah Tuhan secara benar;
 Ilmu pengetahuan memungkinkan kita untuk membdakan antara benar dan
salah, baik dan buruk, indah dan jelek, serta yang benar dan kepalsuan.

Oleh sebab itulah maka ilmu pengetahuan adalah amanat (kepercayaan) yang suci
dan hanya dianugerahkan kepada orang-orang shaleh, sedangkan lapisan yang rendah
pasti dijauhkan dari amanat suci tersebut. Sementara ibadah adalah suatu keniscayaan
(kewajiban) bagi semua (umat Islam), baik orang-orang rendah moralnya maupun yang
tinggi. Ketika seseorang tidak mempedulikan ilmu pengetahuan atau bersikap biasa-
biasa saja (tidak menghormati) kepada ilmu berarti dia berlaku kejam kepada dirinya
dan beribadah kepada Tuhan tanpa ilmu pengetahuan yang tepat adalah tindakan
menghukum terhadap dirinya.

D. Keharusan mempelajari ilmu dalam Islam

Keharusan mempelajari ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Belajar
merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia bisa
meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan belajar, manusia juga dapat mengetahui hal-
hal yang sebelumnya tidak ia ketahui.
Selanjutnya, kita khususnya sebagai umat muslim haruslah lebih memperhatikan
lagi dalam hal belajar, karena di dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan bagi
para penuntut ilmu.Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Al-Quran
Q.S. Al-Mujadalah ayat 11:
       
        
       
       

“ Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-


lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

9
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Kutipan ayat tersebut menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat


derajat mereka yang menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak
menuntut ilmu. Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmu lah manusia bisa menjadi
lebih mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasabnya. Dalam sebuah Hadis pun
disebutkan tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah
SAW bersabda:

‫َو َم ْن َسلَكَ طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما َسهَّ َل هَّللا ُ لَهُ بِ ِه طَ ِريقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬
Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk
menuntut ilmu, karena Allah telah berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa
yang pergi untuk menuntut ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan
Rasulullah juga menjelaskan bahwa dengan belajar atau berjalan untuk mencari ilmu
maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.
Di dalam kata-kata mutiara orang Arab juga menjelaskan tentang belajar:

‫ب ْال ِع ْل َم ِمنَ ْال َم ْه ِد ِإلَى اللَّحْ ِد‬ ْ ‫ُأ‬


ِ ُ ‫طل‬
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian (bayi) hingga liang lahat.”

Bahwa kewajiban menuntut ilmu dalam Islam sepanjang hidup, dimulai dari
dilahirkan sampai akhir hayat. Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi
dan mulia di sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan
berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian
kedudukan mereka di sisi Allah SWT.27
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman:

27
Andriani, A. (2016). Munculnya Lembaga Pendidikan Islam. FALASIFA: Jurnal Studi KeIslaman,
7(2), 285-298.

10
         
         
“ Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang
berilmu[Ayat ini untuk menjelaskan martabat orang-orang berilmu] (juga
menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa mereka amat
istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan para malaikat yang
menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah dan Rasul-Nya sangat keras
terhadap kalangan yang menyembunyikan kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya:
        
         
  
‘ Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan
dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, (Al-Baqarah: 159)

E. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu dalam Islam

Dalam perspektif sejarah, perkembangan ilmu-ilmu keislaman mengalami pasang surut.


Suatu ketika mencapai puncak kejayaan, dan di saat yang lain mengalami kemunduran.
Kajian berikut akan menjelaskan fenomina tersebut serta faktor-faktor yang
mempengaruhi.
1. Masa Keemasan
Sejarah politik dunia Islam biasanya dipetakan ke dalam tiga periode, yaitu;
periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode
modern (1800-sekarang)28. Dari ketiga periode tersebut, yang dikenal sebagai masa
keemasan Islam adalah periode klasik, yang—antara lain—ditandai dengan etos
28
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan
Bintang, 1975), 13-14.

11
keilmuan yang sangat tinggi, yang ditunjukkan dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan di berbagai bidang kehidupan.
Akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam sangat tampak
setelah masuknya gelombang Hellenisme melalui gerakan penerjemahan ilmu-ilmu
pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab, yang dipelopori khalifah Hārūn al-
Rasyīd (786-809 M) dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmūn
(813-833 M). Beliau mengirim utusan ke kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli
sejumlah manuscripts untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.29
Sejak itu para ulama mulai berkenalan dan menelaah secara mendalam pemikiran-
pemikiran ilmuwan Yunani seperti Pythagoras (530-495 SM), Plato (425-347 SM),
Aristoteles (388-322 SM), Aristarchos (310-230 SM), Euclides (330-260 SM),
Klaudios Ptolemaios (87-168 M), dan lain-lain.30
Tidak lama kemudian muncullah di kalangan umat Islam para filosof dan
ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Sekedar menyebut
contoh, dalam bidang kedokteran muncul; al-Rāzī (866-909 M), Ibn Sinā (wafat
926 M), Ibn Zuhr (1091- 1162 M), Ibn Rusyd (wafat 1198 M), dan al-Zahrāwī
(wafat 1013 M). Dalam bidang filsafat muncul; al-Kindī (801-862 M), al-Farābī
(870- 950 M), al-Ghazālī (1058-1111 M), dan Ibn Rusyd (wafat 1198 M). Dalam
bidang ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam muncul; alKhawarizmī (780-850 M),
al-Farghānī (abad ke-9), an-Nairāzī (wafat 922 M), Abū Kāmil (abad ke-10),
Ibrahim Sinān (wafat 946 M), alBirūnī (973-1051 M), al-Khujandī (lahir 1000 M),
al-Khayyānī (1045- 1123 M), dan Nashīrudin al-Thūsī (1200-1274 M).31
Perkembangan dalam bidang hukum Islam ditandai dengan lahirnya empat
imam madzhab; Abū Hanīfah (wafat 767 M), Anās ibn Mālik (wafat 795 M),
Muhammad ibn Idrīs al-Syāfiī (wafat 819 M), dan Ahmad ibn Hambāl (wafat 855
M). Dalam bidang Hadīts, muncul sejumlah ulama Hadīts terkemuka seperti;
Bukhārī (wafat 870 M), Muslim (wafat 875 M), Ibn Mājah (wafat 886 M), Abū
Dāwud (wafat 886 M), al-Tirmidzī (wafat 892 M), dan al-Nasā’ī (wafat 916 M).
29
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm.
11.
30
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M,
1986), hlm. 13.
31
Ibid.

12
Dalam bidang teologi muncul ulama semacam; Abū al-Hudzail alAllāf, Ibrahim al-
Nazzām, Abū al-Hasan al-Asy’ārī, dan Abū Manshūr al-Māturīdī.
Penerjemahan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani oleh umat Islam bersifat
selektif dan kreatif.32 Yang diterjemahkan adalah filsafat dan ilmu-ilmu yang
memberikan kemaslahan bagi umat seperti; kedokteran, pertanian, astronomi, ilmu
bumi, ilmu ukur, dan ilmu bangunan. Sedangkan sastra Yunani ditinggalkan karena
banyak berbau takhayul dan syirik. Dan ilmu-ilmu terjemahan tersebut tidak
diterima begitu saja (taken for granted), melainkan dikembangkan dan diislamkan,
mengingat pertumbuhan ilmu-ilmu Yunani Kuno bersifat sekuler. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu dalam Islam sangat berbeda dengan yang berkembang di
Yunani. Bahkan menurut Max I. Dimont, ahli Sejarah Peradaban Yahudi dan Arab,
peradaban Islam jauh meninggalkan peradaban Yunani. Dimont, sebagaimana
dikutip Nurcholish Madjid, memberikan ilustrasi :”Dalam hal ilmu pengetahuan,
bangsa Arab [muslim] jauh meninggalkan bangsa Yunani. Peradaban Yunani itu,
dalam esensinya, adalah ibarat sebuah kebun subur yang penuh dengan bunga-
bunga indah namun tidak banyak berbuah. Peradaban Yunani itu adalah suatu
peradaban yang kaya dalam filsafat dan sastra, tetapi miskin dan teknik dan
teknologi. Karena itu, merupakan suatu usaha bersejarah dari bangsa Arab dan
Yunani Islamik (yang terpengaruh oleh peradaban Islam) bahwa mereka
mendobrak jalan buntu ilmu pengetahuan Yunani itu, dengan merintis jalan ilmu
pengetahuan baru—menemukan konsep nol, tanda minus, bilangan-bilangan
irasional, dan meletakkan dasar-dasar ilmu kimia baru—yaitu ide-ide yang
meratakan jalan ke dunia ilmu pengetahuan modern melalui pemikiran kaum
intelektual Eropa pascaRenaisans.”33
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di era klasik, setidaknya
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu; pertama, etos keilmuan umat Islam yang
sangat tinggi. Etos ini ditopang ajaran Islam yang memberikan perhatian istimewa
terhadap ilmuwan dan aktivitas ilmiah. Kedua, Islam merupakan agama rasional
32
Nurcholish Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 16: Harun
Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, (Bandung: Mizan, 1996),
hlm. 299; Fazlur Rahman, “Islamisasi Ilmu, Sebuah Respon”, dalam Ulumul Qur’ān (Vol. III. No. 4, 1992),
hlm. 70.
33
Madjid, Kaki Langit Peradaban, hlm. 15-16

13
yang memberikan porsi besar terhadap akal.34 Semangat rasional tersebut semakin
menemukan momentumnya setelah umat Islam bersentuhan dengan filsafat Yunani
klasik yang juga rasional.35 Kemudian, melalui aliran teologi rasional Mu’tazilah,
para ilmuwan memiliki kebebasan yang luar biasa dalam mengekspresikan pikiran
mereka untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Ketiga, berkembangnya ilmu
pengetahuan di kalangan umat Islam klasik adalah sebagai dampak dari kewajiban
umat Islam dalam memahami alam raya ciptaan Allāh. Dalam al-Qur’ān dijelaskan
bahwa alam raya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk itu alam dibuat
lebih rendah (musakhkhar) dari manusia sehingga terbuka dipelajari, dikaji, dan
diteliti kandungannya. Keempat, di samping alasan di atas, perkembangan ilmu
pengetahuan di era klasik juga ditopang kebijakan politik para khalifah yang
menyediakan fasilitas dan sarana memadai bagi para ilmuwan untuk melakukan
penelitian dan pengembangan ilmu.

2. Masa Kemunduran
Yang sering disebut-sebut sebagai momentum kemunduran umat Islam dalam
bidang pemikiran dan pengembangan ilmu adalah kritik al-Ghazālī (1058-1111 M)
– melalui Tahāfut al-Falāsifahnya – terhadap para filosof yang dinilainya telah
menyimpang jauh dari ajaran Islam. Karena setelah itu, menurut Nurcholish
Madjid, walaupun masih muncul beberapa pemikir muslim—seperti; Ibn Rusyd,
Ibn Taymīyah, Ibn Khaldun, Mulla Sadr, Ahmad Sirhindi, dan Syah Waliyullah—
pada umumnya para ahli menyatakan bahwa dunia pemikiran Islam setelah al-
Ghazālī tidak lagi semarak dan gegap gempita seperti sebelumnya.36
Al-Ghazālī sesungguhnya bukan sosok orang yang anti filsafat, bahkan ia
termasuk ke dalam deretan filosof muslim terkenal. Ia menulis Tahāfut al-Falāsifah
(Kekacauan Para Filosof) sebenarnya bertujuan untuk menghidupkan kembali
kajian keagamaan yang, menurutnya, telah terjadi banyak penyimpangan akibat
34
Nasution, Islam Rasional, hlm. 7.
35
A. Malik Fadjar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 19990), hlm. 100.
36
9Madjid, Kaki Langit Peradaban, hlm. 6

14
ulah sebagian filosof—khususnya al-Fārābī dan Ibn Sina—yang berdampak pada
semakin menjamurnya semangat pemikiran bebas yang membuat orang
meninggalkan ibadah. Oleh karena itu, dalam karyanya yang lain ia menulis karya
monumental yang diberi judul Ihyā’‘Ulūm al-Dīn (Menghidupkan Kembali Ilmu-
Ilmu Agama). Dan penyelesaian yang ditawarkan al-Ghazālī—menurut Nurcholish
Madjid—begitu hebatnya, sehingga memukau dunia intelektual Islam dan
membuatnya seolaholah terbius tak sadarkan diri.37
Tapi, benarkah kritik al-Ghazālī tersebut menjadi penyebab mundurnya
pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan di kalangan umat Islam?.
Jawabannya masih pro-kontra. Menurut Nurcholish Madjid yang menjadi penyebab
kemunduran umat Islam adalah; pertama, penyelesaian oleh al-Ghazālī mengenai
problema di atas, meskipun ternyata tidak sempurna, namun komprehensif dan
sangat memuaskan. Kedua, Ilmu Kalam Asy’ārī dengan konsep al-kasb
(acquisition), yang cenderung lebih dekat kepada paham Jabārīyah yang dianut dan
didukung al-Ghazālī juga sangat memuaskan, dan telah berhasil menimbulkan
equilibrium sosial yang tiada taranya. Ketiga, keruntuhan Baghdad oleh bangsa
Mongol amat traumatis dan membuat umat Islam tidak lagi sanggup bangkit, konon
sampai sekarang. Keempat, berpindahnya sentra-sentra kegiatan ilmiah dari dunia
Islam ke Eropa, dimana kegiatan itu mendapatkan momentumnya yang baru, dan
melahirkan kebangkitan kembali (renaisance) Barat dengan akibat sampingan (tapi
langsung) penyerbuan mereka ke dunia Islam dan kekalahan dunia Islam itu.
Kelima, ada juga yang berteori bahwa umat Islam setelah mendominasi dunia
selama sekitar 8 abad--mengalami rasa puas diri (complacency) dan menjadi tidak
kreatif.38
Sedangkan Harun Nasution memperkirakan penyebab mundurnya tradisi
ilmiah dalam Islam adalah; pertama, adanya dominasi tasawuf dalam kehidupan
umat Islam yang cenderung mengutamakan daya rasa yang berpusat di kalbu dan
meremehkan daya nalar yang terdapat dalam akal. Dalam hal ini al-Ghazālī,
melalui Ihyā’‘Ulūm al-Dīn, memiliki peran besar dalam menebarkan gerakan

37
Madjid (ed), Khazanah Intelektual Islam, hlm. 35.
38
Ibid

15
tasawuf di dunia Islam. Kedua, teologi Asy’ārīyah yang banyak dianut umat Islam
Sunni. Teologi Asy’ārī memberikan kedudukan lemah terhadap akal, sehingga
menyebabkan umat Islam tidak kreatif.39
Surutnya gerakan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
Islam dapat dilihat dari sejumlah kondisi berikut; pertama, etos keilmuan menjadi
redup, pintu ijtihad menjadi tertutup sebaliknya gerakan taqlid mulai menjamur.
Akibatnya perkembangan ilmu menjadi stagnan. Karya ulama klasik dipandang
sebagai sesuatu yang final dan tidak boleh disentuh, kecuali sekedar dibaca,
dipahami dan dipraktikkan. Kedua, ilmu agama Islam dimaknai secara sempit dan
terbatas. Muncul pemilahan ilmu agama dan ilmu umum, sesuatu yang tidak pernah
terjadi di era klasik. Ilmu agama dibatasi hanya pada ilmuilmu ukhrāwi seperti;
Ilmu Kalam, Fiqh, Tafsir, Hadīts, dan Tasawuf. Sedangkan ilmu-ilmu duniawi,
seperti kedokteran, pertanian, kimia, fisika, disebut ilmu umum. Umat Islam lebih
tertarik mempelajari ilmu agama ketimbang ilmu umum, karena ilmu yang disebut
terakhir dipandang sebagai ilmu sekuler. Padahal untuk mengarungi hidup di dunia
dibutuhkan penguasaan ilmu-ilmu duniawi.
Menurut sementara sejarawan, konsep dikotomi ilmu telah terjadi sejak abad
ke 13 M. ketika Madrasah Nidzām al-Mulk hanya mengkhususkan diri pada
pengembangan ilmu-ilmu ukhrāwi.40 Fenomina ini kemudian ditopang oleh
modernisme sekuler Barat41 yang mulai masuk ke negara-negara muslim sejak masa
kolonialisme hingga saat ini.
Kasus dikotomi ilmu secara lebih jelas dapat dilihat pada kasus di Indonesia,
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam tataran praktis,
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sangat nampak dikotomis, seperti;
penggunaan istilah pendidikan umumpendidikan agama, sekolah-madrasah,
Departemen Agama-Departemen Pendidikan Pendidikan agama berada di bawah
naungan Departemen Agama, dan pendidikan umum di bawah naungan
Departemen Pendidikan. Dikotomi juga terlihat pada pembidangan ilmu-ilmu
39
Nasution, Islam Rasional, hlm. 383-384
40
Abdurahman Mas’ud, “Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam”, dalam Ismail SM.
et.all (ed). Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 14.
41
Ziauddin Zardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti, (Bandung:
Mizan, 1993), hlm. 75.

16
keislaman yang dibuat Departemen Agama (berdasarkan Keputusan Menteri
Agama Nomor 110/1982 tanggal 14 Desember 1982) yang selanjutnya menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan di PTAI (Perguruan Tinggi Agama
Islam). Dalam keputusan tersebut, ilmu dalam Islam terbagi menjadi delapan
kelompok, yaitu; kelompok al-Qur’ān-al-Hadīts (meliputi; Ulūmul Qur’ān dan
Ulūmul Hadīts), kelompok Pemikiran dalam Islam (meliputi; Ilmu Kalam dan
Filsafat), kelompok Fiqh dan Pranata Sosial (meliputi; Fiqh, Ushūl Fiqh, Ilmu
Falaq), kelompok Sejarah dan Kebudayaan Islam (meliputi; Sejarah Islam dan
Peradaban Islam), kelompok Bahasa (meliputi; Bahasa Arab, sastra Arab, Bahasa
dan Sastra Dunia Islam lainnya), kelompok Pendidikan Islam (meliputi; Pendidikan
dan Pengajaran Islam, Ilmu Jiwa Agama), kelompok Dakwah Islam (meliputi;
Dakwah Islam, Perbandingan Agama), dan kelompok Perkembangan Pemikiran
Modern di Dunia Islam (meliputi; Pemikiran Modern di Dunia Islam, Islam dalam
Disiplin Ilmu dan Teknologi).

F. Sumbangan Islam (Ilmuwan muslim) terhadap perkembangan IPTEK dan


peredaban dunia.

Sumbangan ilmuwan muslim dalam Iptek, khususnya ilmu alam (natural


science; ilmu kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil
perannya, mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil. CIPSI (Center for
Islamic Philosophical Studies an Information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin
Mulyadhi Karta negara telah menginvertaris setidaknya ditemukan tidak kurang 756
ilmuwan Muslim termuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan Iptek dan
pemikiran filsafat. Daftar ini baru tahap awal, dan tidak termasuk di dalamnya ribuan
ulama dalam disiplin ilmu-ilmu syar’iyyah.
Saat ini, sangat banyak rujukan berupa buku, jurnal ilmiah atau situs internet,
yang bisa kita gunakan untuk mengetahui informasi ini. Bahkan ada beberapa lembaga
yang khusus didirikan untuk melakukan inventarisasi kontribusi ilmuwan muslim dalam
peradaban dunia. Namun sayangnya sejarah kegemilangan ilmuwan muslim ini amatlah
langka kita temui dalam buku-buku sains di lingkungan sekolah dan akademik. Sejarah
sains biasanya disebutkan dimulai sejak zaman Yunani Kuno kira-kira 550 SM pada

17
masa Phytagoras, kemudian meredup pada zaman Hellenistik sekitar 300 SM yang
dipenuhi mitos dan tahayul, kemudian bangkit kembali pada masa Renaissance sekitar
abad 14-17 M hingga saat ini. Dengan demikian sejarah sains “hilang” selama lebih dari
1500 tahun lamanya dari buku-buku pelajaran dan buku teks sains.42
Sementara itu ada diantara kaum Muslim sendiri memandang usaha untuk
mengungkap sejarah sains dan penemuan ilmuwan Muslim sebagai usaha yang bersifat
apologetik dan hanya nostalgia semata. Namun pandangan sinis seperti ini sangat tidak
benar, sebab menemukan akar sejarah adalah penting bagi peradaban manapun di dunia
ini, terlebih bagi peradaban yang ingin bangkit dari keterpurukan. Banyak pelajar,
mahasiswa atau bahkan guru dan dosen Muslim yang mungkin tak kenal sama sekali,
bahwa perkembangan teknologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika
eksperimentalis pada abad ke-11, yaitu Ibn Al Haytham. Ia adalah seorang pakar optik
dan pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optik, alManadir (book of
optics), khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang
lebih matematis. Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh Al
Haytham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal.
Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton
dan Galileo Galilei, menggabungkan teori Al Haytham dengan temuan mereka. Juga
teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang
ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh Al Haytham abad ke11 dan muridnya
Kamal ad-Din abad ke-14. Al Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang
disebut sebagai Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kamera” sendiri, konon
berasal dari kata “qamara“, yang bermaksud “yang diterangi”. Kamera Al Haytham
memang berbentuk bilik gelap yang diterangi berkas cahaya dari lubang di salah satu
sisinya. Dalam alat optik, ilmuwan Inggris, Roger Bacon (1292) menyederhanakan
bentuk hasil kerja Al Haytham, tentang kegunaan lensa kaca untuk membantu
penglihatan, dan pada waktu bersamaan kacamata dibuat dan digunakan di Cina dan
Eropa.43

42
Shouwy, Mukjizat Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang IPTEK (Bandung: Gema Insani Press,
2001),hlm 37.
43
Mehdi Golshani, Sains: Bagian dari Agama ( Bandung: Mizan, 2004), hlm.92.

18
Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan muslim yang mempelajari
gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan
Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari
karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya
keseluruh Spanyol pada abad ke-9. Christoper Colombus ternyata menggunakan
kompas yang dibuat oleh para ilmuwan Muslim Spanyol sebagai penunjuk arah saat
menemukan benua Amerika. Ilmuwan lain, Taqiyyuddin (m. 966) seorang astronom
telah berhasil membuat jam mekanik di Istanbul Turki. Sementara Zainuddin
Abdurrahman ibn Muhammad ibn al-Muhallabi al-Miqati, adalah ahli astronomi masjid
(muwaqqit – penetap waktu) Mesir, dan penemu jam matahari. Ahmad bin Majid pada
tahun 9 H atau 15 Masehi, seorang ilmuwan yang membuat kompas berdasarkan pada
kitabnya berjudul Al-Fawaid.
Ilmuwan Muslim lain, Abdurrahman Al-Khazini, saintis kelahiran Bizantium
atau Yunani adalah seorang penemu jam air sebagai alat pengukur waktu. Para
sejarawan sains telah menempatkan al-Khazini dalam posisi yang sangat terhormat. Ia
merupakan saintis Muslim serba bisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia,
matematika dan filsafat. Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang
zaman. Al-Khazani juga seorang ilmuwan yang telah mencetuskan beragam teori
penting dalam sains. Ia hidup di masa Dinasti Seljuk Turki. Melalui karyanya, Kitab
Mizan al-Hikmah, yang ditulis pada tahun 1121-1122 M, ia menjelaskan perbedaan
antara gaya, massa, dan berat, serta menunjukkan bahwa berat udara berkurang menurut
ketinggian. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh adalah Gregory
Choniades, astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13.
Nama lain yang sangat terkenal adalah Abu Rayian al-Biruni dalam Tahdad
Hikayah Al-Makan. Ia adalah penemu persamaan sinus dan menyusun dan menyusun
sebuan ensiklopedi Astronomi Al-Qanan Al-Mas’adiy, di dalamnya ia memperkenalkan
istilah-istilah ilmu Astronomi (falak) seperti zenith, ufuk, nadir, memperbaiki temuan
Ptolemeus, dia juga mendiskusikan tentang hipotesis gerak bumi. Ia menuliskan bahwa
bumi itu bulat dan mencatat “daya tarik segala sesuatu menuju pusat bumi”, dan
mengatakan bahwa data astronomis dapat dijelaskan juga dengan menganggap bahwa
bumi berubah setiap hari pada porosnya dan setiap tahun sekitar matahari.

19
Abdurrahman Al-Jazari, ahli mekanik (ahli mesin) yang hidup tahun 1.100 M,
membuat mesin penggilingan, jam air, pompa hidrolik dan mesin mesin otomatis yang
menggunakan air sebagai penggeraknya, Al-Jazari sebenarnya telah mengenalkan ilmu
automatisasi. Al-Fazari, seorang astronom Muslim juga disebut sebagai yang pertama
kali menyusun astrolobe. AlFargani atau al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi
yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis. Muhammad Targai Ulugh-Begh (1393-1449), seorang pangeran Tartar
yang merupakan cucu dari Timur Lenk, diberi kekuasaan sebagai raja muda di
Turkestan, berhasil mendirikan observatorium yang tidak ada tandingannya dari segi
kecanggihan dan ukurannya. Observatorium ini adalah yang terbaik dan paling akurat
pada masanya, sehingga menjadikan kota Samarkand sebagai pusat astronomi
terkemuka.44
Ketika itu sudah terbit Katalog dan tabel-tabel bintang berjudul Zijd-I Djadid
Sultani yang memuat 992 posisi dan orbit bintang. Tabel ini masih dianggap akurat
sampai sekarang, terutama tabel gerakan tahunan dari 5 bintang terang yaitu Zuhal
(Saturnus), Mustary (Jupiter), Mirikh (Mars), Juhal (Venus), dan Attorid (Merkurius).
Kitab ini sudah mengkoreksi pendapat Ptolomeus atas magnitude bintang-bintang.
Banyak kesalahan perhitungan Ptolomeus. Hasil koreksi perhitungan terhadap waktu
bahwa satu tahun adalah 365 hari, 5 jam, 49 menit dan 15 detik, suatu nilai yang cukup
akurat. Ilmuwan lain lagi bernama Al-Battani atau Abu Abdullah atau Albategnius (m.
929). Ia mengoreksi dan memperbaiki sistem astronomi Ptolomeus, orbit matahari dan
planet tertentu. Ia membuktikan kemungkinan gerhana matahari tahunan, mendisain
catalog bintang, merancang jam matahari dan alat ukur mural quadrant. Karyanya De
scientia stellarum, dipakai sebagai rujukan oleh Kepler, Copernicus, Regiomantanus,
dan Peubach. Copernicus mengungkapkan hutang budinya terhadap al-Battani.
Dalam bidang pengobatan dan kedokteran, peradaban Islam mencatatkan sejarah
yang gemilang, hal ini disebabkan karena pengobatan sangat erat kaitannya dengan
agama (Nasr 1976) . Berbagai bidang dalam ilmu pengobatan dan kedokteran dipelajari,
seperti ilmu obat-obatan, ilmu bedah, ophtamology, internal medicine, hygiene dan

44
Masood, Tokoh-tokoh Muslim: Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern (Jakarta: PT Gramedia
Pustak Utama, 2009), hlm.166.

20
kesehatan masyarakat, anatomi dan fisiology, bahkan dalam Islam terdapat disiplin ilmu
yang khas yang disebut dengan “Tib an-Nabawy” atau “pengobatan cara Nabi”. Sebagai
contoh, misalnya karya monumental Ibn Sina al-Qanun fi at-Tib yang merupakan buku
teks bagi bagi pendidikan kedokteran di Eropa selama beratus-ratus tahun sebelum
mereka mengalami kebangkitan sains. Dalam bidang ilmu bedah ada tokoh ilmu bedah
Abu‟l Qasim al-Zahrawi dengan karya ilmu bedahnya Kitab al-ta’rif (The book of
concession), ia juga menciptakan berbagai alat bedah yang masih digunakan para dokter
bedah hingga saat ini. Dua ahli kedokteran ar-Razi (865-925) atau Rhazes dan Ibn Sina
(980-1037) adalah pelopor dalam bidang penyakit menular. Ar-Razi telah mempelopori
penemuan ciri penyakit menular dan memberikan penanganan klinis pertama terhadap
penyakit cacar, dan Ibn Sina adalah salah satu pelopor yang menemukan penyebaran
penyakit melalui air.
Bagaimanapun juga, tidak mungkin mengungkap seluruh sumbangan ilmuwan
Muslim dalam ruang yang begitu terbatas dalam makalah ini, namun sekurangnya
gambaran yang diberikan di atas, dan referensi yang bisa ditelusuri lebih lanjut bisa
menambah pengetahuan kita tentang sejarah Iptek di dunia Islam.
Prestasi dan kontribusi para ilmuwan Muslim ini perlu dikenalkan di sekolah-
sekolah. Bukan untuk mengecilkan peran ilmuwan lain dari agama dan keyakinan lain.
Tapi untuk mengungkap kebenaran sejarah sains, bahwa perkembangan sejarah sains
tidak meloncat begitu saja dari zaman Yunani ke Barat modern. Ada peran luar biasa
dari peradaban Islam di situ yang tidak mungkin dan terlalu besar untuk diabaikan.
Tanpa kehadiran para ilmuwan dan cendekiawan Muslim yang telah mewariskan
peradaban yang sangat agung, kemajuan peradaban Barat saat ini tidak mungkin terjadi.
Sebab, merekalah sesungguhnya yang menjadi penghubung peradaban Yunani dan
Romawi dengan peradaban Eropa saat ini. Secara jujur, hal ini diakui oleh salah seorang
cendekiawan Barat sendiri, yakni Emmanuel Deutscheu asal Jerman, Ia mengatakan,
“Semua ini (yakni kemajuan peradaban Islam) telah memberikan kesempatan baik bagi
kami untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern.
Karena itu, sewajarnyalah kami senantiasa mencucurkan airmata tatkala kami teringat
akan saat-saat jatuhnya Granada.”(Granada adalah benteng terakhir Kekhilafahan Islam
di Andalusia yang jatuh ke tangan orang-orang Eropa). Hal senada diungkapkan oleh

21
Montgomery Watt, ketika ia menyatakan, “Cukup beralasan jika kita menyatakan
bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa
dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”
Bahkan yang menarik sekaligus mengejutkan, sumbangsih peradaban Islam
terhadap dunia, termasuk dunia Barat, juga diakui oleh Presiden Amerika Serikat saat
ini, Barack Obama. Hal itu terungkap saat dia berpidato tanggal 5 Juli 2009. Beliau
menyatakan: Peradaban berhutang besar pada Islam. Islamlah - di tempat-tempat seperti
Universitas Al-Azhar - yang mengusung lentera ilmu selama berabad-abad serta
membuka jalan bagi era Kebangkitan Kembali dan era Pencerahan di Eropa.45
Ilmuwan Muslim telah banyak berjasa dalam pengembangan Iptek, khususnya
ilmu kimia. Setelah menerjemahkan dan mempelajari tulisantulisan tentang alkimia,
baik dari Yunani maupun dari Mesir, ahli kimia Muslim menyadari bahwa alkimia yang
dilakukan oleh orang-orang Yunani dan Mesir pada zaman purba itu bersifat spekulatif
bercampur mistik. Oleh karena itu para ahli kimia Muslim menentangnya dan mereka
melakukan eksperimen yang kemudian menghasilkan zat-zat kimia baru yang dikenal
antara lain sebagai: asam, basa, alkohol, dan garam.
Istilah alkali46 untuk basa berasal dari kata Arab “al-kali” yang berarti abu
tumbuhan, dan natrium hidroksida adalah basa penting yang telah dibuat oleh ilmuwan
Muslim. Eksperimen yang mereka lakukan meliputi antara lain destilasi, sublimasi,
kristalisasi, oksidasi, dan presipitasi. Mereka juga telah membuat beberapa senyawa
dalam jumlah besar, baik untuk keperluan ilmiah maupun pengobatan. Senyawa mineral
yang telah disintesis antara lain besi sulfat, merkuri sulfida, merkuri oksida, tembaga
sulfat, tembaga sulfida, natrium bikarbonat, dan kalium sulfide.
Para ahli kimia Muslim juga telah mengenal cara memperoleh tembaga murni,
yaitu dengan jalan mengalirkan larutan tembaga sulfat pada potonganpotongan besi. Ini
adalah suatu penemuan dalam bidang elektrokimia. Demikian pula penemuan tentang
berkaratnya logam biasa bila kena udara yang lembab adalah suatu penemuan yang
penting pada masa itu. Selain dalam ilmu kimia, mereka juga memberikan sumbangan

45
Asrofi, Rizal, dan Abdurrahman, Sumbangsih Peradaban Islam Terhadap Perkembangan Sains
dan Teknologi Barat, Makalah, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 2012
46
Nahadi, etal., http://atikan-jurnal.com/wp-content/uploads/2011/05/02.
hadi_.ida_.sri_.atikan. jun_.11.pdf, 2011.

22
dalam bidang teknologi kimia. Mereka menyempurnakan pembuatan gelas dan
memberikan warnawarna dengan menggunakan oksida-oksida logam.
Pembuatan baja untuk pedang yang dikenal di seluruh dunia dilakukan oleh para
pekerja Muslim di kota Damaskus dan di Spanyol. Demikian pula mereka
menyempurnakan teknologi pembuatan kertas pada abad ke-9 M.
Kertas pada awalnya dibuat oleh orang-orang Cina dengan menggunakan bahan
sutera dengan proses yang rumit. Ilmuwan Muslim membuat kertas dari kapas karena
kayu sangat jarang terdapat di wilayah Timur Tengah. Mereka telah mampu mengolah
kapas dengan bahan-bahan kimia melalui proses kimia dalam jumlah besar, sehingga
dalam abad pertengahan telah dapat dibuat jutaan buku. Penemuan pembuatan kertas
dengan cara ini telah membuka cakrawala baru dalam peradaban manusia. Teknologi
pembuatan kertas ini kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para ilmuwan di
Eropa.
Meskipun penemuan salpeter atau kalium nitrat dilakukan oleh orang Cina,
namun baru pada akhir pemerintahan Dinasti Thang, kira-kira tahun 906, mereka
mengembangkannya hingga menjadi bahan peledak untuk keperluan senjata. Pada tahun
870, orang Arab telah melakukan penambangan salpeter. Para ahli kimia Muslim
kemudian membuat bahan peledak dari saltpeter dengan menambahkan belerang,
karbon, dan bahan kimia lainnya. Pada abad ke-10 M, mereka menemukan nitrogliserin
yang juga merupakan bahan peledak. Hasil penemuan mereka ini diperkenalkan kepada
dunia Barat dan pada abad ke-13 M, Roger Bacon, seorang ahli kimia Eropa, berhasil
membuat dan mengembangkan pembuatan bahan peledak ini.
Penggunaan proses destilasi oleh para ahli kimia Muslim untuk memurnikan
suatu zat merupakan revolusi dalam ilmu kimia. Mereka telah mampu memurnikan dan
memperoleh berbagai macam zat kimia dalam keadaan murni. Dengan proses destilasi
terhadap hasil fermentasi gula dan pati, mereka telah dapat membuat dan memurnikan
alcohol yang dalam Bahasa Arab disebut al-quhul. Zat kimia yang diperoleh antara lain
asam cuka, minyak lemon, minyak mawar, asam sulfat, dan aldehid.
Dengan demikian, dalam periode Islamlah para ilmuwan Muslim telah
mempelopori perkembangan ilmu kimia dan teknologi kimia. Di antara mereka yang
berjasa ialah Jabir Ibnu Hayyan, Al-Kindi, dan Ar-Razi.

23
G. Penutup
Sebagai penutup dari tulisan ini dapat disimpulkan, bahwa konsep Islam tentang
ilmu cukup komprehensif. Ilmu dapat dipadankan dengan science dalam tradisi Barat,
namun dengan pemaknaan yang lebih luas. Cakupan ilmu dalam Islam tidak sebatas
yang fisikal dan dapat diamati (observable) saja, tetapi juga meliputi aspek metafisika.
Ilmu dalam Islam identik dengan nilai objektifitas (ala mâ huwa bihi) yang menjadi
karakteristik utama yang mesti melekat pada ilmu.
Selanjutnya, esensi ilmu pengetahuan adalah terkait dengan aktivitas yang
dilakukan oleh manusia melalui potensi yang dia miliki terutama potensi akal yang
digunakan untuk berfikir secara nalar terhadap objek tetentu yang kemudian melahirkan
berbagai hal yang berhubungan dengan kebutuhan manusia seperti teknologi.
Uraian tentang fungsi ilmu pengetahuan, adalah untuk kepentingan manusia itu
sendiri. Ilmu pengetahuan memang telah banyak memberikan kontribusi bagi
kemaslahatan hidup dan kehidupan, tetapi disadari bahwa hasil ilmu pengetahuan
terutama menyangkut kebenaran yang memiliki nilai yang tinggi tidak dapat
diperolehnya.
Keharusan mempelajari ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Belajar
merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia bisa

24
meningkatkan kemampuan dirinya. Bahkan kewajiban menuntut ilmu dalam Islam
sepanjang hidup, dimulai dari dilahirkan sampai akhir hayat. Dengan belajar, manusia
juga dapat mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak ia ketahui. Karena dalasm Islam
derajat orang yang menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut ilmu
Dalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam mengalami
pasang surut. Suatu ketika mencapai puncak kejayaan, dan di saat yang lain mengalami
kemunduran. Era klasik (650-1250 M) merupakan masa keemasan Islam yang ditandai
dengan tingginya etos keilmuan serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di
berbagai bidang kehidupan. Setelah itu, perkembangan ilmu di kalangan umat Islam
menjadi redup dan ganti Barat yang berada dalam garda depan dalam pengembangan
ilmu.
Sumbangan ilmuwan muslim dalam Iptek, khususnya ilmu alam (natural science;
ilmu kauniyah) amatlah besar, sehingga usaha menutupinya, memperkecil perannya,
mengaburkan sejarahnya tidak sepenuhnya berhasil. CIPSI (Center for Islamic
Philosophical Studies an Information) sebuah lembaga penelitian yang dipimpin
Mulyadhi Karta negara telah menginvertaris setidaknya ditemukan tidak kurang 756
ilmuwan Muslim termuka yang memiliki sumbangan dalam perkembangan Iptek dan
pemikiran filsafat. Ilmuwan Islam yang telah menyumbangkan penemuan-penemuan
hebat dibidang ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut diantaranya;
Ibn Al Haytham. Ia adalah seorang pakar optik dan pencetus metode
eksperimen. Bukunya tentang teori optik, alManadir (book of optics), khususnya dalam
teori pembiasan, diadopsi oleh Snellius dalam bentuk yang lebih matematis.
Al Haytham dengan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang
cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga
telah diungkap oleh Al Haytham abad ke11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14. Al
Haytham dikenal juga sebagai pembuat perangkat yang disebut sebagai Camera
Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kamera” sendiri, konon berasal dari kata
“qamara“, yang bermaksud “yang diterangi”.
Abu Rayian al-Biruni dalam Tahdad Hikayah Al-Makan. Ia adalah penemu
persamaan sinus dan menyusun dan menyusun sebuan ensiklopedi Astronomi Al-Qanan
Al-Mas’adiy, di dalamnya ia memperkenalkan istilah-istilah ilmu Astronomi (falak)

25
seperti zenith, ufuk, nadir, memperbaiki temuan Ptolemeus, dia juga mendiskusikan
tentang hipotesis gerak bumi.
Dalam bidang Fisika-Astronomi, Ibnu Qatir, ilmuwan muslim yang mempelajari
gerak melingkar planet Merkurius mengelilingi matahari. Karya dan persamaan
Matematikanya sangat mempengaruhi Nicolaus Copernicus yang pernah mempelajari
karya-karyanya. Ibn Firnas dari Spanyol sudah membuat kacamata dan menjualnya
keseluruh Spanyol pada abad ke-9.
Ibnu Sina (Avicenna), Dia adalah seorang filsuf yang terkenal di dunia medis.
Dia bahkan dijuluki sebagai bapak Kedokteran Modern. Dua karyanya yang paling
berpengaruh adalah ensiklopedia filsafat Kitab al-Shifa (The Book of Healing) dan The
Canon of Medicine. Keudanya kini dipakai sebagai rujukan standar ilmu medis di
seluruh dunia.
Sama seperti Ibnu Sina, Al-Zahrawi juga berkutat dibidang media. Dia adalah
Bapak ilmu bedah modern. Dia berhasil mengenalkan catgut (benang) sebagai alat
untuk menutup luka. Selain itu, dia juga menyusun buku At-Tasrif liman Ajiza an at-
Ta’lif yang menjadi rujukan para dokter hingga sekarang. Di dalamnya, Al-Zahrawi
menuliskan hal-hal yang terkait tentang bedah, penyakit, dan temuan-temuannya berupa
alat kedokteran.
Al-Khawarizmi, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi adalah ahli matematika
Islam yang dikenal sebagai penemu aljabar. Selain itu, ilmuwan asal Persia ini juga
menemukan algoritma dan sistem penomoran. Al-Khawarizmi juga dikenal ahli di
berbagai bidang, seperti astrologi dan astronomi.
Abbas ibn Firnas pada tahun 9 Masehi, sudah berhasil mendesain alat yang
memiliki sayap untuk terbang layaknya kostum burung. Alat tersebut dibuat dengan
perhitungan dan penelitian yang rumit. Pada waktu percobaannya, ia berhasil terbang
cukup jauh hingga kemudian jatuh dan mematahkan tulang belakangnya. Ia kemudian
menginspirasi ilmuwan barat untuk mengembangkan pesawat.
Ibnu Al Haytham, dikenal sebagai Bapak Optik Modern. Karyanya yang
terkenal adalah Kitab al-Manazir (Book of Optics) yang hingga kini diakui sebagai
rujukan ilmu optik. Al Haytham berhasil menjelaskan bagaimana cara kerja optik mata

26
manusia dalam menangkap gambar secara detail. Ia juga memberikan kontribusi dengan
melakukan penelitian terhadap lensa, cermin, dan dispersi cahaya.
Jabir Ibn Hayyan adalah seorang ahli kimia yang berasal dari Iran. Ia berhasil
melarutkan emas dan menemukan asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorik dan nitrat.
Untuk menetralisir “monster” yang ia ciptakan, yaitu asam, ia kemudian memproduksi
alkali. Karya-karyanya yang berupa buku adalah Kitab Al-Kimya, Kitab Al-
Sab’een, Kitab Al-Rahmah, dan lain-lain.
Ahmad ibn Tulun, orang pertama yang mencetuskan perawatan medis modern
berupa rumah sakit Al-Fustat di Kairo, Mesir. Tulun yang saat itu menjabat sebagai
gubernur menyediakan layanan kesehatan yang gratis untuk semua orang
membutuhkannya.Rumah sakit yang dibangun pada abad ke-9 tersebut sudah memiliki
manajemen perawatan yang modern, rinci, dan maju. Al-Fustat juga menyediakan
perawatan untuk pasien gangguan jiwa.
Al-Battani merupakan seorang astronom yang berhasil menemukan hitungan
dalam satu tahun terdapat 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik. Pria dengan nama
lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Jabir ibn Sinan ar-Raqqi al-Harrani as-Sabi al-
Battani ini juga menemukan sejumlah persamaan trigonometri.
Ibnu Khaldun, salah satu ilmuan islam popular di dunia yang berasal dari
Tunisia. Dia dikenal sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi, dan ekonomi.
Adapun karya-karyanya yang paling dikenal yaitu Muqadimmah. Terlebih, dia sudah
hafal Al-Quran sejak dini. Pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun tentang teori ekonomi
yang logis dan realistis sudah ada lebih dulu, sebelum Adam Smith dan David Ricardo
mengemukaakan teori-teori ekonominya..
Abu al-Iz ibn Ismail ibn al-Razaz al-Jazari adalah seorang ilmuan dari Al-Jazira,
Mesopotamia, yang hidup pada abad pertengahan. Ia menulis buku Pengetahuan Ilmu
Mekanik tahun 1206, dimana ia menjelaskan lima puluh peralatan mekanik berikut
instruksi tentang bagaimana cara merakitnya. Al-Jazari merupakan seorang tokoh besar
di bidang mekanik dan industri, mendapat julukan sebagai bapak Modern Engineering
berkat temuan-temuannya yang banyak mempengaruhi rancangan mesin-mesin modern
saat ini, diantaranya combustion engine, crankshaft, suction pump, programmable
automation, dan sebagainya.

27
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan terjemahnnya

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; 1984, Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta:


Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-
Munawwir,)

Ainiyah, N. (2013). Pembentukan karakter melalui pendidikan agama Islam. Al-Ulum,


13(1)

Aji, S. D. (2017, August). Etnosains dalam membentuk kemampuan berpikir kritis dan
kerja ilmiah siswa. In Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika)
(pp. 7-11).

A. Malik Fadjar, 1990, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia)

Andriani, A. (2016). Munculnya Lembaga Pendidikan Islam. FALASIFA: Jurnal Studi


KeIslaman, 7

Hasibuan, N. (2014). Peran Islam dalam perkembangan teknologi pendidikan.


LOGARITMA: Jurnal Ilmu-ilmu Kependidikan dan Sains, 2(1)

Al-Munjid fī al-Lūghah wa al-A’lām (Beirut : Dār al-Masyriq, 1986)

28
A.Qadri Azizy, 2003, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, (Jakarta: Direktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI,)

Arsyam, M. (2020, August 3). Pengaruh kemampuan supervisional kepala sekolah dan
peran komite sekolah terhadap kinerja guru sma negeri di kota makassar.
https://doi.org/10.31219/osf.io/j84ew

H. Musa Asy’arie, 2010, Filsafat Islam; Sunnah Nabi dalam Berfikir, LESFI,
Yogyakarta,.

Harun Nasution, 1975, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta : Bulan Bintang,)

Harun Nasution, 1973, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,)

Masood, 2009, Tokoh-tokoh Muslim: Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern (Jakarta:
PT Gramedia Pustak Utama,)

M. Dawam Rahardjo, 1990, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, dalam Ulumul Qur’ān,


(Vol.1, No. 4,)

M. Quraish Shihab, 2001, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai


Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,).

Nurchalis Bakry et.al,. 1996. Bioteknologi dan Al-Qur`an Referensi Dakwah Dai
Modern (Jakarta: Gema Insani Press)

Shouwy, 2001, Mukjizat Al-Qur'an dan As-Sunnah tentang IPTEK (Bandung: Gema
Insani Press,)

Shafique Ali Khan., 2005, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali; Gagasan Konsep Teori dan
Filsafat Ghazali mengenai Pendidikan, Pengetahuan dan Belajar, (Pustaka
setia, Bandung).

Syeichul Hadipermono, 19995, Bayi Tabung dan Rekayasa Genetika, (Surabaya: Wali
Demak Press,)

S.I. Poeradisastra, 1986, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,
(Jakarta: P3M,)

Taufik, M.Si., Ph.D,at.al, 2016, Islam Dan Ipteks, (Surakarta: Lembaga Pengembangan
Al-Islam Dan Kemuhammadiyahan (Lpik) Universitas Muhammadiyah,)

Ziauddin Zardar, 1993, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti,
(Bandung: Mizan,).

29
Zahroh, L. 2015. Integrasi iman dan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam (kajian
QS AlMujadalah ayat 11, QS Al-Taubah ayat 122, dan QS Al-Isra ayat 36)
(Doctoral dissertation, UIN Walisongo)

Zuhdi, M. H. 2015. Paradigma Fiqh Al-Bi’ah Berbasis Kecerdasan Naturalis: Tawaran


Hukum Islam Terhadap Krisis EkologI. Al- 'Adalah, 12(2), 771-784.Ilmi, Z.
(2012). Islam Sebagai Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. LENTERA, 14(1 JUNI)

ISLAM DAN IPTEK

Tugas Mata Kuliah Kajian Islam Komprehensip

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Romli, SA, M.Ag

Oleh

30
Fery Aguswijaya
2030004001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG
2021

31

Anda mungkin juga menyukai